HAK WARIS ISLAM TERHADAP ANAK ANGKAT

Main Article Content

Ida Kurnia
Rizqy Dini Fernandha
Filshella Goldwen

Abstract

Inheritance division can be a trigger for family conflicts that can strain relationships between siblings and may need to be resolved through legal channels. In Islamic law, adopted children do not have inheritance rights, but they can still receive a portion through gifts or compulsory bequests as long as it does not exceed one-third of the total assets of both parents. Compulsory bequests must be given to relatives or heirs who do not receive a portion of the inheritance from the deceased due to Sharia limitations that prevent them from receiving that inheritance share. Compulsory bequests are a form of fulfilling a trust given to someone who is left behind by dividing the inheritance among adopted children. Adopted children are prohibited from receiving a larger share of the inheritance than biological children. This is intended to provide protection for biological children. However, often these provisions are disregarded, becoming a source of disputes within families, such as the issue that occurred in Block Duku RT. 11/RW. 10, Kelurahan Cibubur, Kecamatan Ciracas, East Jakarta. Therefore, the PKM team provides education on inheritance law regarding adopted children, with a focus on the procedures for implementing the distribution of inheritance to adopted children through gift bequests that are in accordance with Islamic law, based on the lack of knowledge among Cibubur residents regarding inheritance issues that continuously cause disputes and conflicts. The implementation methods involve lectures and discussion sessions with the Cibubur youth community. The outcome of this activity is that residents understand how to resolve disputes over the division of inheritance to adopted children, which is through compulsory bequests according to Islamic rules.


ABSTRAK:


Pembagian warisan dapat menjadi pemicu konflik keluarga yang memecah belah hubungan antar saudara yang harus diselesaikan melalui jalur hukum. Dalam hukum Islam, anak yang diangkat tidak memiliki hak waris, namun mereka tetap dapat menerima bagian dari hibah atau wasiat wajibah asalkan tidak melebihi 1/3 total harta kedua orangtuanya. Wasiat wajibah harus diberikan kepada kerabat atau ahli waris yang tidak mendapatkan bagian dari warisan Pewaris karena ada batasan syariah yang menghalangi mereka menerima bagian warisan tersebut. Wasiat wajibah adalah bentuk pelaksanaan amanah yang diberikan pada seorang yang ditinggalkan dengan membagi warisan kepada anak angkat. Anak yang diangkat dilarang mendapatkan bagian warisan yang lebih besar dari anak kandung. Hal ini bertujuan untuk memberikan perlindungan anak kandung. Namun, seringkali ketentuan ini diabaikan, dan menjadi sumber perselisihan dalam keluarga, yang mana masalah ini terjadi di Blok Duku RT. 11/ RW. 10, Kelurahan Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta-Timur. Oleh karena itu tim PKM memberikan penyuluhan tentang hukum waris terhadap anak angkat yang pembahasannya akan berfokus pada tata cara pelaksanaan pembagian waris kepada anak angkat melalui hibah wasiat yang sesuai dengan hukum Islam yang didasarkan karena kurangnya pengetahuan warga Cibubur terhadap permasalahan hak waris-mewaris yang secara terus menerus menimbulkan persengketaan dan perselisihan. Metode pelaksanaan yang dilakukan adalah dengan ceramah dan sesi diskusi bersama warga karang taruna Cibubur. Hasil dari kegiatan ini adalah warga memahami cara mengatasi sengketa pembagian warisan kepada anak angkat yaitu melalui wasiat wajibah sesuai aturan Islam

Article Details

How to Cite
Kurnia, I., Rizqy Dini Fernandha, & Filshella Goldwen. (2023). HAK WARIS ISLAM TERHADAP ANAK ANGKAT. Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia, 6(1), 168–173. https://doi.org/10.24912/jbmi.v6i1.23743
Section
Articles

References

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Kompilasi Hukum Islam.

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

Ali Ash Shabani, Syeikh Muhammad, Hukum Waris Menurut Sunnah Dan Hadist, Trigenda Karya Bandung, 1995.

Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Habsi, Fiqh Mawaris, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2001.

Hadikusuma, Hilman, Hukum Waris Adat, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003,

Harahap, M. Yahya, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (UU No. 7 Tahun 1989), Pustaka Kartini,Cetakan Ketiga, Jakarta, 1997.

Haroen, Nasrun Fiqih Muamalah, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000.

J. Satrio, Hukum Waris, Alumni, Bandung, 1992.

Kuncoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia, Jakarta, 1981.

Mahmud Marzuki, Peter, Penelitian Hukum, Kencana, Cetakan Kedua, Jakarta, 2008.

Munawwir, Ahmad Warson, Kampus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Pustaka Progressif, Surabaya, 1997.

Ochtorina Susanti, Dyah dan A’an Efendi, Penelitian Hukum (Legal Research), Sinar Grafika, Jakarta, 2014.

Prodjodikoro, Wiryono, Hukum Waris di Indonesia, Sumar Bandung, Jakarta, 1976.

R.Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1995.

Ramulyo, M.Idris, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan menurut Hukum Perdata (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 1994.

Soekanto, Soejono, Hukum Adat Indonesia, Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2012.

Somawinata, Yusuf, Figih Mawaris, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2002.

Wahid, Abdul dan Muhammad Muhibbin, Hukum Kewarisan Islam, Cet.2, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.