HABITUS JURNALISME KEBERAGAMAN DAN KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT KUPANG

Main Article Content

Moehammad Gafar Yoedtadi
Doddy Salman

Abstract

This article aims to explain the diversity journalism of Kupang City journalists in maintaining tolerance from Bourdieu's point of view, namely the theory of constructive structuralism or often called the theory of social practice. Kupang is a plural city with great ethnic diversity. However, ethnic diversity is actually the basis of collective awareness to respect ethnic differences and socio-cultural and religious backgrounds. Journalists in Kupang realize the importance of prioritizing an attitude of tolerance in realizing ethnic, religious and racial diversity in the city of Kupang. Awareness of diversity comes from the influence of the social values of the Kupang people who highly value differences in religion, ethnicity and race. The diversity of religions, ethnicities and races in the city of Kupang does not affect harmony between residents, tolerance is even stronger being maintained due to the influence of local wisdom values such as Nusi (gotong royong), Butukila (tie and hold a sense of brotherhood), Suki Toka Apa (support and help), Muki Nena (sense of belonging and belonging). The local wisdom values of the Kupang people that have been practiced for a long time can be called habitus, as conceptualized by Bourdieu. Habitus is a habit that is lived and internalized within him. This study uses a qualitative approach and case study methods. The research subjects were Kupang journalists and the object of research was diversity journalism as a result of the internalization of the local wisdom of the Kupang people. The results of the study show that journalists are aware of ethnic and religious diversity among the people of Kupang, NTT. Kupang journalists understand the local wisdom values of the people of NTT which are the capital of harmony between residents. Not all journalists and local media have played a role in maintaining diversity and tolerance in Kupang, NTT.


Tujuan artikel ini adalah menjelaskan bagaimana wartawan di Kota Kupang menjalankan jurnalisme keberagaman dan bagaimana hal tersebut berkontribusi dalam merawat toleransi. Pendekatan yang digunakan dalam artikel ini adalah teori strukturalisme konstruktif, yang sering disebut sebagai teori praktik sosial, dengan merujuk pada pemikiran Bourdieu. Kota Kupang adalah lingkungan yang kaya akan keragaman etnik. Namun, paradoksalnya, keragaman etnik ini justru menjadi dasar bagi kesadaran kolektif untuk saling menghargai perbedaan etnik, latar belakang sosial budaya, dan agama di antara penduduknya. Wartawan di Kota Kupang memahami pentingnya menekankan sikap toleransi dan mereka memiliki kesadaran akan keragaman etnik, agama, dan ras yang ada di kota mereka. Kesadaran ini dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial yang dipegang oleh masyarakat Kupang, yang mendorong penghargaan terhadap perbedaan agama, suku, dan ras. Keberagaman agama, suku, dan ras di Kota Kupang bahkan memperkuat kerukunan antar warga, dan toleransi dijaga dengan kuat berkat pengaruh nilai-nilai kearifan lokal seperti Nusi (gotong royong), Butukila (ikat dan pegang rasa persaudaraan), Suki Toka Apa (mendukung dan menolong), dan Muki Nena (rasa memiliki dan mempunyai). Nilai-nilai kearifan lokal ini, yang telah dipraktikkan oleh masyarakat Kupang selama bertahun-tahun, dapat dianggap sebagai habitus, sesuai dengan konsep yang diperkenalkan oleh Bourdieu. Habitus di sini mengacu pada kebiasaan yang diinternalisasikan dan dihayati oleh individu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode studi kasus. Teknik pengumpulan data mencakup wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Subjek penelitian adalah wartawan-wartawan di Kota Kupang, sementara objek penelitian adalah jurnalisme keberagaman sebagai hasil dari internalisasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Kupang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wartawan di Kota Kupang memiliki kesadaran yang kuat terhadap keragaman suku dan agama di antara masyarakat setempat. Mereka memahami pentingnya nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi modal untuk menjaga kerukunan di antara penduduk. Meskipun demikian, belum semua wartawan dan media lokal turut serta dalam upaya merawat keberagaman dan toleransi di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Article Details

Section
Artikel

References

Adib, M. (2012). Agen dan struktur dalam pandangan piere bourdieu. BioKultur, 1(2), 91-110.

Amelia, A. (2021). Habitus seniman wayang topeng malang di Padepokan asmoro bangun. Paradigma, 10(1), 1-26.

Enjang, M., & Darsono, D. (2021). Komunikasi wartawan dalam reportase konflik agama. Communicatus: Jurnal Ilmu Komunikasi, 5(2), 205-230.

Hamna, D. M., & Tahir, M. (2019). Analisis wacana jurnalisme keberagaman dalam pemberitaan kawasana kuliner pecinan di harian fajar. Tabligh, 20(2), 313-330.

Kansong, U. (2016). Jurnalisme keberagaman:Untuk konsolidasi demokrasi. Media Indonesia.

Krisdinanto, N. (2014). Pierre bourdieu sang juru damai. Jurnal Kanal, 2(2), 107-206. https://doi.org/10.21070/kanal.v2i2.300.

Kurnia, N., & Kusumaningrum, D. (2021). Buku saku jurnalisme damai untuk liputan aksi nirkekerasan. Institute of International Studies.

Kuswarno, E. (2009). Metodologi penelitian komunikasi fenomenologi. Widya Padjajaran.

Loecherbach, F., Moeller, J., Trilling, D., & van Atteveldt, W. (2020). The unified framework of media diversity: A systematic literature review. Digital Journalism, 8(5), 605-642.

Nyatrijani, R. (2018). Kearifan lokal dalam perspektif budaya kota Semarang. Gema Keadilan, 5(1), 16-31. https://doi.org/10.14710/gk.2018.3580.

Parera, M. M. A. E., & Marzuki. M. (2020). Kearifan lokal masyarakat dalam membangun kerukunan umat bergama di kota Kupang Nusa Tenggara Timur. Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya 22(1), 38-47. https://doi.org/10.25077/jantro.v22.n1.p38-47.2020.

Ritzer, G., & Douglas, J. G. (2004). Teori sosiologi modern. Kencana.

Riwukore, J. R., Habahora, F., Zamza, F., & Yustini, T. (2021). Potret toleransi di kota kupang berdasarkan dimensi persepsi, sikap, kerja sama dan peran pemerintah. Dialog 44(1), 117-128. https://doi.org/10.47655/dialog.v44i1.404.

Santosa, B. A. (2017). Peran media massa dalam mencegah konflik. Aspikom 3(2), 199-214.

Siregar, M. (2016). Teori gado-gado Piere Felix Bourdieu. Jurnal Studi Kultural, 1(2), 79-82.

Syarief, D. M., Abiyyi, U. S., Amini, U. H., Resmanti, M., & Wirajaya, A. Y. (2022). Habitus masyarakat krapyak kidul kota pekalongan terkait tradisi lopis raksasa. CaLLs, 8(1), 105-116.

Wula, Z. (2022). Potensi Keberagaman Etnik Dalam Mewujudkan Harmonisasi Sosial Kota Kupang. Jurnal Neo Societal, 7(1), 22-30.

Yoedtadi, M. G., Loisa, R., Sukendro, G., Oktavianti, R., & Savitri, L. (2020). Tantangan jurnalisme damai di wilayah pasca konflik. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik, 24(1), 31-44.

Yoedtadi, M. G., Sukendro, G. G., & Savitri, L. (2021). The motives of television journalists participating in the journalist competency test. International Conference on Economics, Business, Social, and Humanities (ICEBSH 2021). Atlantis Press, 192-200. https://doi.org/10.2991/assehr.k.210805.031.