TAMAN SELUNCUR INTERAKTIF SETIABUDI

Main Article Content

Stefanny Makmur

Abstract

Duncan M. Laren and Julian Agyeman stated in their writings on 'sociocultural' which is a human nature that occurs everywhere but now society is gradually divided when it comes to public commercial knowledge and the rapidly developing economic as well as technological aspects. Various trends related to commercial matters are slowly creating destabilization and fragmentation of identity in some societies, as there are class classifications formed among them. Of the various opportunities that exist in a city, sometimes misuse that focuses on economic interest, as a result the interests of the community are ruled out because the available spaces are intended to be commercial interests that privatize public services and utilize land values by means of gentrification. A Third Place that provides a series of activities is one of the architectural responses in the development of an open society. Through the high appreciation of the community for sports and culinary as an attraction that is in accordance with the characteristics of the area, the program offered is the incorporation and development of basic activities. This project is expected to support the cultivation of skateboarding activities and similar activities such as cycling, rollerblading, and basic types of sports that can be followed by everyone, taking from the category of skating, this project promotes a dry ski program, where this program has potential in the region. Restraining the methodology of activity typology and trans-programming as well as the source of the concepts presented by Edward T. White, the project with flexible layout design creates removable dry skiing which is a dominant part of the third place program to build active communities in locations with high potential with a strong TOD system.

Abstrak

Duncan M. Laren dan Julian Agyeman mengatakan dalam karya penulisannya mengenai ‘sosiokultural’ yang merupakan sifat dasar manusia terjadi di mana saja namun kini semakin lama masyarakat mengalami perpecahan ketika mengenal komersial publik dan aspek ekonomi serta teknologi yang berkembang pesat. Berbagai tren yang terkait dengan hal-hal komersial perlahan menciptakan destabilisasi dan fragmentasi akan identitas pada sebagian masyarakat, maka terdapat klasifikasi kelas yang terbentuk diantaranya. Dari berbagai kesempatan yang ada dalam sebuah kota, terkadang terjadinya kesalahgunaan yang berfokuskan pada ketertarikan ekonomi, alhasil kepentingan masyarakat dikesampingkan akibat ruang-ruang yang tersedia diperuntukan menjadi commercial interest yang memprivatisasi layanan publik dan memanfaatkan value tanah dengan cara gentrifikasi. Sebuah Third place yang menyediakan serangkaian aktivitas merupakan salah satu tanggapan arsitektural dalam pembangunan masyarakat yang terbuka. Melalui apresiasi warga yang tinggi terhadap olah raga dan kuliner sebagai daya tarik yang sesuai dengan karakteristik kawasan, program yang ditawarkan ialah penggabungan dan pengembangan kegiatan dasar. Proyek ini diharapkan mendukung pembudidayaan akan kegiatan skateboard dan aktivitas serupa seperti bersepeda, sepatu roda, serta jenis olah raga basic yang dapat diikuti oleh semua orang, mengambil dari kategori olah raga seluncur, proyek ini mengangkat program dry ski, di mana program ini memiliki potensi dalam kawasan tersebut. Mengendalkan metode tipologi kegiatan dan trans-programming serta sumber konsep yang dekemukakan oleh Edward T. White, proyek dengan desain layout flexible menciptakan removable Dry ski yang menjadi bagian dominan dalam program third place untuk membangun masyarakat aktif pada lokasi yang sangat berpotensi dengan sistem TOD yang kuat.

 

Article Details

Section
Articles

References

Duncan M., Jullan A. (2015). Sharing Cities: A Case for Truly Smart and Sustainable Cities. Cambridge: The MIT Press.

Ginanjar, F. (2007). Peluang Pengembangan Public Skatepark di Ruang Terbuka Publik Pusat Kota Semarang. Diakses Oktober 2, 2019. Diakses dari https://core.ac.uk/download/pdf/11704944.pdf

GOR. (2016). Orang Kota Jadi Individualis karena Eksternal. Diakses September 9, 2019. Diakses dari https://www.beritasatu.com/megapolitan/382531/orang-kota-jadi-individualis-karena-faktor-eksternal

Liputan 6. (2013, Januari 30). Psikolog: Macet Ibukota Bikin Orang Jadi Individualis. Diakses September 9, 2019. Diaskses dari https://www.liputan6.com/

Mangundjaya, W. L. H. (2013). Is there cultural change in the national cultures of Indonesia? In Y. Kashima, E. S. Kashima, & R. Beatson (Eds.), Steering the cultural dynamics: Selected papers from the 2010 Congress of the International Association for Cross-Cultural Psychology. https://scholarworks.gvsu.edu/iaccp_papers/105/

Montgomery, C. (2013). Happy City: Transforming Our Lives Through Urban Design. United States, Canada, UK: Farrar, Straus and Giroux, Random House, Penguin Books.

Nisrina, A. (2016, Agustus 31). Orang Kota Pada Dasarnya Tidak Individuali. Diaskses September 13, 2019. Diakses dari https://satuislam.org/

Republika. (2016, Agustus 30). Ini Penyebab Orang Kota Sering Dicap Individualis.Diakses September 13, 2019. Diaskses dari https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum

Oldenburg, R. (1989). The Great Good Place: Cafes, Coffee Shops, Community Centers, Beauty Partors, General Stores, Bars, Hangouts, and How They Get You Through the Day. New York: Paragon House.

Soros, G. (2006). Public Affairs. The Age of Fallibility. New York.

Susana ,T. (2006). Evaluasi Terhadap Asumsi Teoritis Individualisme dan Kolektivisme: Sebuah Studi Meta Analisis. Jurnal Psikologi. 33 (1). DOI: 10.22146/jpsi.7084.

Tschumi, B. (1991). Architecture and Disjunction. Cambridge: The MIT Press.

Tjahjono, G. (2000). Metode Perancangan Suatu Pengantar untuk Arsitek dan Perancang. Depok: Universitas Indonesia.

White, E. T. (1987). Concept Sourcebook. Bandung: Intermatra.