FASILITAS KEBUGARAN DAN REKREASI DI SETIABUDI

Main Article Content

Ariwibowo Setiawan
Dewi Ratnaningrum

Abstract

Humans are highly social beings with great desire for social belonging and interpersonal exchange in their life. Public space has become a cornerstone of public growth consisting economic, social, entertainment, and political enterprise. Therefore, the continuation of public interaction become very dependent on both public space existence and growth.  The inadequacy of public space in Setiabudi has provoked the community to create public spaces in their residential roads to socialize and do various activities. Nonetheless, using roads as public infrastructure for daily activities and socializing may resulted in inconvenience and hazardous situation. In addition, most inhabitants in Setiabudi are migrants with the incentive to work and settle which resulted in social discrepancy. If this problem is not anticipated immediately, social and environmental degradation may arise. From these issues, we can conclude that Setiabudi need some facilities to fulfill the social needs of inhabitants and migrants secondary needs to work and settle. The research method conducted is through literature studies, precedent studies. In addition, direct observation techniques were also carried out namely interviews and observations to several settlements, social and public facilities. Therefore, facilities such as flexible space, gym, kid’s play area, bar, and recreational space for food court and co-working space are essential. Along with the oasis-maker concept, Setiabudi Wellness and Recreation Facility undertake inclusivity of human, neutrality, and playfulness.

 

Abstrak

Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan interaksi sosial dengan sesamanya dalam daur hidupnya. Ruang publik telah menjadi latar bagi perkembangan kehidupan publik, baik dalam kegiatan ekonomi, sosial, hiburan, hingga politik. Berlangsungnya kehidupan publik dengan interaksi sosial menjadi salah satu faktor yang sangat bergantung pada keberadaan dan perkembangan ruang publik. Minimnya ruang publik di kawasan Setiabudi mengakibatkan masyarakat menciptakan ruang publik di jalan lingkungan permukimannya sebagai tempat untuk bersosialisasi dan beraktivitas. Kegiatan-kegiatan yang menggunakan jalan sebagai media beraktivitas dan bersosialiasi sehari-hari cenderung mengganggu serta berbahaya bagi warga. Selain itu, sebagian penghuni di kawasan Setiabudi merupakan pendatang dari luar kawasan tersebut yang ingin bekerja dan bermukim sehingga menyebabkan kesenggangan sosial antara pendatang dan penduduk Setiabudi. Tujuan proyek adalah mengurangi degradasi sosial dan lingkungan antara pendatang dan penghuni Setiabudi. Dari isu-isu  tersebut, dapat disimpulkan bahwa kawasan Setiabudi membutuhkan fasilitas-fasilitas untuk melengkapi kebutuhan sosial harian penduduk dan kebutuhan sekunder pendatang yang bekerja sekaligus bermukim di kawasan Setiabudi. Metode penelitian yang digunakan adalah melalui studi literatur, studi preseden. Selain itu, dilakukan juga teknik pengamatan langsung yaitu wawancara dan dan observasi ke beberapa permukiman, fasilitas sosial dan umum. Oleh karena itu, mereka membutuhkan fasilitas seperti flexible space (ruang serbaguna), gym, kid’s play area, bar dan ruang rekreasi dengan fasilitas pendukung seperti food court dan co-working space. Fasilitas Kebugaran dan Rekreasi ini memiliki konsep oasis-maker yang mengutamakan inklusivitas antar sesama manusia serta bersifat netral dan memiliki kesan playful.

Article Details

Section
Articles

References

Badan Pusat Statistika. (2016). “Setiabudi dalam Angka 2016”. Diakses tanggal 16 Juli 2019. https://jakselkota.bps.go.id/publication/2016/08/27/4e2b0a4137de5ba3a42654a2/setiabudi-dalam-angka-2016/

Florida, R. (2012). The Rise Of The Creative Class, Revisited. New York: INGRAM PUBLISHER SERVICES US

Jakarta MRT. (2019). “Kawasan Transit-Oriented Development (TOD)”. Diakses 17 Juli 2019. https://www.jakartamrt.co.id/konektivitas/transit-oriented-development-tod/

Jiwangga. “Kebutuhan Ruang Ketiga”. Diakses 17 Juli 2019. http://jiwangga.com/MyPad/Entries/2005/9/2_Kebutuhan_Ruang_Ketiga.html/

Kobayashi, H. dan Leila A. (2001). The Concept of Openness in The Architectural Context. Hokkaido: Universitas Hokkaido

Larice, M. and Macdonald, E. (2007). The Urban Design Reader, second edition, Routledge [versi Elektronik]. New York: Architectural Press

McLaren, D. dan Julian A. (2015). Sharing Cities – A Case for Truly Smart and Sustainable Cities [versi Elektronik]. Cambridge: MIT Press

Oldenburg, R. (1999). The Great Good Place: Cafés, Coffee Shops, Bookstores, Bars, Hair Salons, and Other Hangouts at the Heart of a Community [versi Elektronik]. United States: Marlowe.

Penataan Ruang. “Rencana Tata Ruang Wilayah”. Diakses 17 Juli 2019. https://jakartasatu.jakarta.go.id/portal/apps/webappviewer/index.html?id=ee9940006aae4a268716c11abf64565b/

Segitiga Emas Jakarta. (2018). “Kawasan Segitiga Emas Jakarta”. Diakses tanggal 16 Juli 2019. https://www.doyanjalan.com/kawasan-segitiga-emas-dki-jakarta/

Sustainable Development Goals. (2019). The Sustainable Development Goals, Diakses tanggal 16 Juli 2019. https://www.un.org/sustainabledevelopment/sustainable-development-goals/

Tschumi, B., (2005). Event- Cities 3: Concept vs. Context vs. Content [versi Elektronik]. MIT Press.Cambridge. Massachussetts.