BIOCLIMATIC SANCTUARY : KONSERVASI DAN WISATA SERANGGA DI RAGUNAN JAKARTA SELATAN
Main Article Content
Abstract
Climate change has had a serious impact on the balance of the ecosystem in Jakarta, especially for pollinating insects such as bees, butterflies, and beetles. Data from BMKG shows that Indonesia's average temperature increased to 27.0°C in 2021, higher than the average temperature for the 1981–2010 period of 26.6°C. In the Jakarta area, the dominance of built-up land causes an increase in surface temperature of 2–5°C, exacerbated by erratic rainfall patterns and increasing frequency of extreme rain. This condition causes pollinating insects to lose their natural habitat, triggering insect urbanization characterized by forced migration or drastic population decline. To address this problem, the Bioclimatic Sanctuary project was designed to provide comfortable and sustainable microhabitats for pollinating insects in urban areas. The design of this project refers to a literature review of bioclimatic principles and applies a regenerative architecture approach that focuses on ecosystem restoration. The Bioclimatic Sanctuary design combines a HEPA ventilation system, vertical gardens, water ponds, energy-efficient lighting, rainwater harvesting, and flowering plants as natural food sources. Shade spaces and vegetation zones are designed to create a stable microclimate. Overall, the Bioclimatic Sanctuary functions as a conservation, education, and regeneration space that supports the preservation of biodiversity, builds ecological awareness in the community, and strengthens food security through the protection of pollinating insects amidst the challenges of climate change.
Keywords: bioclimatic; ecosystem; green open space development; insects; regenerative
Abstrak
Perubahan iklim telah memberikan dampak serius terhadap keseimbangan ekosistem di Jakarta, terutama bagi serangga penyerbuk seperti lebah, kupu-kupu, dan kumbang. Data dari BMKG menunjukkan bahwa suhu rata-rata Indonesia meningkat menjadi 27,0°C pada tahun 2021, lebih tinggi dibandingkan suhu rata-rata periode 1981–2010 sebesar 26,6°C. Di wilayah Jakarta, dominasi lahan terbangun menyebabkan peningkatan suhu permukaan sebesar 2–5°C, diperparah oleh pola curah hujan yang tidak menentu dan meningkatnya frekuensi hujan ekstrem. Kondisi ini menyebabkan serangga penyerbuk kehilangan habitat alaminya, memicu urbanisasi serangga yang ditandai dengan migrasi paksa atau penurunan populasi yang drastis. Untuk mengatasi masalah ini, proyek Suaka Bioklimatik dirancang dengan tujuan menyediakan mikrohabitat yang nyaman dan berkelanjutan bagi serangga penyerbuk di wilayah perkotaan. Perancangan proyek ini mengacu pada kajian pustaka prinsip-prinsip bioklimatik dan menerapkan pendekatan arsitektur regeneratif yang berfokus pada pemulihan ekosistem. Desain Suaka Bioklimatik menggabungkan sistem ventilasi HEPA, taman vertikal, kolam air, pencahayaan hemat energi, pemanenan air hujan, dan tanaman berbunga sebagai sumber makanan alami. Ruang teduh dan zona vegetasi dirancang untuk menciptakan iklim mikro yang stabil. Secara keseluruhan, Suaka Bioklimatik berfungsi sebagai ruang konservasi, pendidikan, dan regenerasi yang mendukung pelestarian keanekaragaman hayati, membangun kesadaran ekologis di masyarakat, dan memperkuat ketahanan pangan melalui perlindungan serangga penyerbuk di tengah tantangan perubahan iklim.
Article Details

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
This work is licensed under a Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur/ STUPA Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International LicenseReferences
Aghimien, E. I., Li, D. H. W. dan Tsang, E. K.-W. (2022). A Systematic Review Of Bioclimatic Architecture Trends And Future Directions. Engineering, Construction and Architectural Management, 29(2), 664–688.
Ashillah, R., Salsabila, A. R., dan Wardhana, R. A. (2021). Kualitas Air Tanah Jakarta Dan Dampaknya Terhadap Vegetasi Urban. Jurnal Lingkungan Tropis, 15(1), 33–45.
BMKG. (2022). Laporan Tahunan Perubahan Iklim 2021–2022. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika.https://www.bmkg.go.id
Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta. (2022). Profil pengunjung Kebun Binatang Ragunan. Jakarta: Disparekraf.
Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta. (2023). Laporan Potensi Ekologi Ruang Terbuka Hijau Jakarta Selatan. Jakarta: Dinas Pertamanan.
Duseja, R. (2025). Teknologi Arsitektur Berkelanjutan Di Asia Tenggara: Tren Dan Tantangan. Journal Of Green Urbanism, 9(1), 44–62.
Felly, R., dan Zulkia, D. R. (2023) Kajian Penerapan Regenerative Design Pada Kampoeng Reklamasi Air Jangkang Bangka Belitung. Sinektika: Jurnal Arsitektur, 20(2), 171-181.
Geng, H. (2025). The Role Of Urban Sanctuary In Biodiversity Protection And Ecological Literacy. Ecological Urbanism Journal, 11(2), 87–102.
Gnanaolivu, S. D., Erinjery, J. J., Campera, M. dan Singh, M. (2025). Distribution And Habitat Suitability Of The Malabar Slender Loris (Loris Lydekkerianus Malabaricus) In The Aralam Wildlife Sanctuary, India. Land, 14(4), 872.
Hatim, A. (2023). Serangga Penyerbuk Di Era Perubahan Iklim: Analisis Populasi Global. Biodiversity Journal Of Indonesia, 8(1), 25–39.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2021). Status Lingkungan Hidup Indonesia 2021. Jakarta: KLHK. Diakses 12 Juni 2025, dari https://www.menlhk.go.id
Kusuma, H., dan Wibowo, B. (2021). Kupu-kupu dan lebah di Jakarta Selatan: Studi Ekologi Dan Konservasi Urban. Jurnal Biologi Tropis, 14(2), 77–88.
Mang, P., dan Reed, B. (2015). Regenerative development and design: A Framework For Evolving Sustainability. Hoboken: Wiley.
Meier, L., Raps, J. dan Leistner, P. (2020). Integration Of Insect Habitats In Buildings: Potentials, Challenges, And Awareness. Sustainability, 12(2), 570.
Olgyay, V. (2015). Design With Climate: Bioclimatic Approach To Architectural Regionalism. Princeton: Princeton University Press.
Rahmi, A., Darmawan, L., dan Hapsari, N. (2021). Persepsi Masyarakat Urban Terhadap Serangga Penyerbuk. Jurnal Sosial Ekologi Perkotaan, 3(2), 56–68.
Saroinsong, F. B., Kalangi, J. I., Pangemanan, E. F., Nurmawan, W., Tooy, D., Sendouw, R. H., dan Bulawan, J. R. (2024). Perencanaan dan Desain Lanskap Untuk Ameliorasi Iklim Mikro. Jurnal Lanskap Tropis, 10(1), 15–27.
Syarifah, E. B., Fitriana, N., dan Wijayanti, F. (2018). Keanekaragaman Capung (Odonata) di Taman Mini Indonesia Indah dan Taman Margasatwa Ragunan, DKI Jakarta, Indonesia. Bioprospek: Jurnal Ilmiah Biologi, 13(1), 50-58.
Taing, E., Chen, L., dan Wang, Y. (2025). Passive Cooling Strategies In Tropical Climate Buildings. Journal of Climate Responsive Architecture, 7(1), 13–30.
Yannas, S. (2006). Lessons From Vernacular Architecture For Sustainable Design. Journal of Architectural and Planning Research, 23(2), 109–122.
Yuliani, L., dan Putri, D. R. (2022). Ecotourism And Biodiversity: Case Studies Of Butterfly Parks In Asia. Tourism and Environment Studies, 6(2), 91–105.

