PENATAAN RUANG BERBASIS KESEHARIAN MASYARAKAT DI KAMPUNG KERANG IJO, JAKARTA UTARA

Main Article Content

Jeremiah Enrico
Agnatasya Listianti Mustaram

Abstract

Kampung Kerang Ijo on the coast of Muara Angke, North Jakarta, is a real example of a spatial crisis caused by river sedimentation, water pollution, and a lack of public space. This area is experiencing environmental degradation that significantly impacts the lives of the fishing community, including the processing of green mussels as the main source of the local economy. Other emerging issues include the lack of adequate infrastructure, high population density, and vulnerability to tidal flooding, which disrupts the relationship between humans and their environment. This research aims to develop spatial planning strategies that regenerate the meaning of living spaces for the community of Kampung Kerang Ijo, based on their daily lives. The goal is to create a space that is adaptive to coastal conditions, supports local economic growth, and strengthens the resilience of the community and surrounding ecosystem. The research methods used include field observations, participatory interviews, and mapping community activities to identify lifestyle patterns, spatial structures, as well as local potentials and challenges. The research results show that the people of Kampung Kerang Ijo utilize green mussel waste as a substitute for soil in house foundations, and have developed housing patterns such as stilt houses and floating houses in response to flooding and land subsidence. The economic activities of the community based on the processing of green mussels face significant challenges due to pollution and the clean water crisis. In addition, the zoning of activities in shared spaces was also found, which shows the dynamics and value of space in community life. This research provides a foundation for regenerative design interventions that integrate the social, ecological needs, and characteristics of coastal communities in facing sustainability challenges.


Keywords: everydayness; green mussel, regenerative architecture; sedimentation; village


Abstrak


Kampung Kerang Ijo di pesisir Muara Angke, Jakarta Utara, merupakan contoh nyata dari krisis ruang yang diakibatkan oleh sedimentasi sungai, pencemaran air, dan minimnya ruang publik. Kawasan ini mengalami degradasi lingkungan yang berdampak signifikan terhadap kehidupan masyarakat nelayan, termasuk aktivitas pengolahan kerang hijau sebagai sumber utama ekonomi lokal. Permasalahan lain yang muncul mencakup belum adanya infrastruktur yang memadai, kepadatan pola hunian, serta kerentanan terhadap banjir rob yang menyebabkan terputusnya hubungan antara manusia dan lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan strategi penataan ruang yang meregenerasi makna ruang hidup masyarakat Kampung Kerang Ijo, berdasarkan pada keseharian mereka. Tujuannya adalah menciptakan ruang yang adaptif terhadap kondisi pesisir, mendukung pertumbuhan ekonomi lokal, serta memperkuat ketahanan komunitas dan ekosistem sekitar. Metode penelitian yang digunakan mencakup observasi lapangan, wawancara partisipatif, dan pemetaan aktivitas masyarakat untuk mengidentifikasi pola hidup, struktur ruang, serta potensi dan tantangan lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Kampung Kerang Ijo memanfaatkan limbah kerang hijau sebagai pengganti tanah untuk fondasi rumah, serta mengembangkan pola hunian seperti rumah panggung dan rumah apung sebagai respons terhadap banjir dan penurunan muka tanah. Aktivitas ekonomi masyarakat yang berbasis pada pengolahan kerang hijau menghadapi tantangan besar akibat pencemaran dan krisis air bersih. Selain itu, ditemukan pula adanya zonasi aktivitas dalam ruang bersama yang menunjukkan dinamika dan nilai ruang dalam kehidupan komunitas. Penelitian ini memberikan dasar untuk intervensi desain regeneratif yang menggabungkan kebutuhan sosial, ekologis, dan karakteristik masyarakat pesisir dalam menghadapi tantangan keberlanjutan.

Article Details

Section
Articles

References

Baper, S. Y., Khayat, M., & Hasan, L. (2020, July). Towards regenerative architecture: Material effectiveness. International Journey of Technology, 11(7), 723–731.

Budiharjo, E. (1992). Sejumlah masalah perkampungan kota (pp. 1–12).

Heidegger, M. (1962). Space and time. Oxford: MPG Books Ltd.

Heryati. (2013). Kampung kota sebagai bagian dari permukiman kota. Jurnal Matematika, IPA, Ilmu Sosial, Teknologi dan Terapan, 1(1), 1–13.

Indrianingrum, L., & Abdul, R. (2019). Konsep pengembangan Kampung Muara Angke Jakarta menjadi kampung vertikal. Temu Ilmiah Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia, 1–8.

Lal, R. (2001). Soil degradation by erosion. Land Degradation & Development, 12(6), 519–539. https://doi.org/10.1002/ldr.472

Mang, P., & Reed, B. (2012). Designing from place: A regenerative framework and methodology. Building Research & Information, 40(1), 23–38. https://doi.org/10.1080/09613218.2012.621341

Multatuli, P. (2023, October). Nelayan kecil di Muara Angke: Rakyat paling alot se-Jakarta mencari sejahtera bersama. Project Multatuli. https://projectmultatuli.org/nelayan-kecil-di-muara-angke/

Naboni, E., & Havinga, L. (2019). Regenerative design in digital practice: A handbook for the built environment. New York: ResearchGate.

Schutz, A. (1962). Collected papers I: The problem of social reality. The Hague: M. Nijhoff.