DAPUR KOMUNITAS SEBAGAI MEDIUM REGENERATIF SOSIAL DAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PERMUKIMAN AIR KAMPUNG APUNG

Isi Artikel Utama

Richard Tantheo
Agustinus Sutanto

Abstrak

Kampung Apung is an urban village located in West Jakarta, much of which is now submerged under water. This village was formerly known as Tanah Bengkok, an area that served as a cemetery for Chinese and Malay ethnic communities. In the 1960s, due to the urgent need for housing, local residents began settling along the edges of the cemetery, gradually forming a residential area called Kapuk Teko. Then, in 1979, industrial development led to excessive land filling around the settlement. This land filling created a basin-like depression in the Kapuk Teko area. As a result of continuous flooding and the lack of water drainage from this basin, water has remained stagnant permanently, causing the settlement to become known as Kampung Apung, or the "Floating Village."Due to its hidden location and its unique characteristic of being situated on water, the general public remains largely unaware of the village’s true condition. The lack of communal spaces and clean water in Kampung Apung has become a major issue. The grassy field that once served as a gathering place for the community has now been submerged, leaving residents without a space to come together. The absence of public spaces such as parks, squares, or community centers means that residents have no place to relax, exercise, or hold recreational activities. Furthermore, although it may appear clear, well water in Kampung Apung does not meet clean water standards and cannot be used without treatment.The methods used in this study include descriptive analysis, interviews, and direct observation. The results indicate the urgent need for a community kitchen program that can function as a regenerative hub—reviving communal space, strengthening social resilience, and fostering a healthier micro-ecosystem.


Keywords: community; food; kitchen; social; water


Abstrak


Kampung Apung merupakan sebuah kampung kota di Jakarta Barat yang sebagian besarnya kini tergenang di atas air. Kampung ini dulunya dikenal dengan sebutan Tanah Bengkok yang merupakan area pemakaman etnis Cina dan Melayu. Pada tahun 1960, dikarenakan kebutuhan mendesak akan tempat tinggal, penduduk setempat membangun permukiman di sekitar tepi pemakaman yang secara perlahan membentuk permukiman yang dinamakan Kapuk Teko. Lalu pada tahun 1979, dibangun industri sehingga dilakukannya pengurukan tanah secara berlebihan di sekeliling permukiman. Pengurukan ini mengakibatkan munculnya cekungan pada lahan Kapuk Teko. Kemudian karena terjadinya  banjir secara terus menerus dan tidak adanya aliran air keluar dari cekungan tersebut, mengakibatkan air tergenang secara permanen, membuat permukiman ini dikenal dengan Kampung Apung. Karena lokasi tersembunyi dan ciri khas yang unik dengan berada diatas air, sehingga masyarakat umum tidak terbayangi kondisi kampung ini. Keterbatasan ruang komunitas dan air bersih di Kampung Apung menjadi sebuah permasalahan besar. Warga yang dulunya berkumpul di lapangan rumput untuk berkomunitas, kini sudah hilang tergenang oleh air yang ada. Hal ini menyebabkan warga tidak dapat berkumpul karena tidak mempunyai ruang untuk berkomunitas. Ketiadaan ruang publik seperti taman, alun-alun, atau pusat komunitas menyebabkan warga tidak memiliki tempat untuk bersantai, berolahraga, atau mengadakan kegiatan rekreasi. Selain itu, meskipun tampak jernih, air sumur di Kampung Apung tidak memenuhi standar air bersih, sehingga tidak dapat langsung dimanfaatkan tanpa pengolahan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, wawancara, dan observasi secara langsung. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dibutuhkannya sebuah program yaitu dapur komunitas dapat berfungsi sebagai simpul regeneratif yang mampu mengembalikan fungsi ruang komunal, memperkuat ketahanan sosial, serta mendorong ekosistem mikro yang lebih sehat.

Rincian Artikel

Bagian
Articles

Referensi

Akmal, I. (2004). Seri Menata Rumah-Dapur. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.

Armstrong, R. (2023). Introducing Regenerative Architecture. Journal of Chinese.

Gerald. (2021). Kompendium Kampung Apung Jilid 2: Perjalanan Singkat Menuju Masa Depan. Jakarta: Jurusan Arsitektur Universitas Tarumanagara.

Gerald, B. R., D., M. D., & Hens, V. F. (2020). Kompendium Kampung Apung. Jakarta: Jurusan Arsitektur dan Perencanaan Universitas Tarumanagara.

Lang, J. (1987). Creating Architectural Theory: The role of the behavioral sciences in. New York: Van Nostrand Reinhold.

Nuruni & Azzahra, S. (2014). Struktur dan Pola Ruang Kampung Uma Lengge Berdasarkan Kearifan Lokal di Desa Maria. Jurnal Ruang.

Setiawan, B. (2010). Kampung Kota dan Kota Kampung. Jogjakarta: UGM Press.

Shirvani, H. (1985). The Urban Design Process. Michigan: Van Nostrand Reinhold.

Sullivan, J. (1986). Kampung and State: The Role of Government in the Development of Urban Community in Yogyakarta. (41):63-88.

Tamariska, S. R. (2019). Peran Ruang Komunal Dalam Menciptakan Sense of Community Studi Komparasi Perumahan Terencana dan Perumahan Tidak Terencana. Jurnal Koridor: Jurnal Arsitektur dan Perkotaan, 66.