PENERAPAN LITERASI ADAPTIF DALAM ARSITEKTUR KWITANG EDUKASI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
Main Article Content
Abstract
Literacy in general is the ability to read and write, and when talking about literacy, it is closely related to books. Books are the windows to the world. That proverb, when applied to the current situation, seems less relevant, considering that books are no longer the only source of literacy used to gain knowledge. Speaking of literacy and books, Kwitang and its surroundings are areas rich in literacy, especially in the form of books. In the 1980s, Kwitang area began to be known as a book-selling district, but the passage of time and technological advancements led to a decline in visitors to Kwitang. Gradually, Kwitang is losing its sense of place as a literacy area. The cause is that physical books, which have been used for literacy and as centers of knowledge for centuries, are slowly being forgotten because interest in literacy through physical books is declining. This research aims to explore how the application of adaptive literacy in the educational architecture of Kwitang can be approached contextually. Adaptive literacy is intended to explore the ability of individuals and communities to access and apply literacy in accordance with the times. The contextual approach is expected to create educational spaces that are not only functional but also responsive to the evolving identity of the community and the changes related to literacy that occur. The desired outcome is the design of a library space and a space that accommodates innovations in literacy media in the form of an export literacy room. The library space that will be designed will continue to preserve books while also accommodating literacy in digital form.
Keywords: adaptive; contextual; educational; literacy
Abstrak
Literasi secara umum merupakan kemampuan untuk dapat menulis dan membaca, ketika berbicara tentang literasi hal ini berkaitan erat dengan buku. Buku merupakan jendela dunia. Pepatah tersebut jika diterapkan pada kondisi sekarang ini nampaknya kurang relevan, mengingat buku pada kondisi sekarang bukan satu-satunya sumber literasi yang digunakan untuk menambah ilmu. Berbicara mengenai literasi maupun buku, Kelurahan Kwitang dan sekitar merupakan kawasan yang kental dengan literasi terutama dalam bentuk buku. Pada tahun 1980-an kawasan Kwitang mulai dikenal sebagai kawasan penjualan buku, tetapi perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat Kwitang mengalami penurunan pengunjung. Secara perlahan Kwitang kehilangan sense of place sebagai kawasan literasi. Penyebabnya adalah buku fisik yang selama berabad-abad dijadikan sebagai bahan literasi dan juga pusat pengetahuan secara perlahan-lahan mulai terlupakan dikarenakan peminat literasi dengan media buku fisik mengalami penurunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana penerapan literasi yang bersifat adaptif dalam arsitektur Kwitang edukasi melalui pendekatan kontekstual. Literasi adaptif yang dimaksud untuk menggali kemampuan individu maupun komunitas untuk dapat mengakses dan mengaplikasikan literasi sesuai dengan perkembangan zaman. Pendekatan kontekstual diharapkan dapat menciptakan ruang edukasi bukan hanya fungsional tetapi juga merespons identitas masyarakat yang berkembang serta perubahan terkait literasi yang terjadi. Hasil yang ingin dicapai yaitu sebuah perancangan ruang perpustakaan dan juga ruang yang mengakomodasi inovasi dalam media literasi berupa ruang literasi export. Ruang perpustakaan yang dirancang nantinya tetap melestarikan buku selain itu juga mengakomodasi literasi dalam bentuk digital.
Article Details

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
This work is licensed under a Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur/ STUPA Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International LicenseReferences
cnn indonesia. (2024, Jan 8). Diambil kembali dari Berjuang di Sentra Buku Legendaris Kwitang Saat Dikepung Era Digital: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240607100207-20-1107000/berjuang-di-sentra-buku-legendaris-kwitang-saat-dikepung-era-digital
Dameria, C., Akbar, R., Indradjati, P. N., & Dewi, S. (2020). Tinjauan Ulang Potensi Sense of place dalam Pelestarian Kawasan Pusaka Perkotaan. TATA LOKA, 379-392.
Gregory, M., & Finlayson, C. (2019). THE PARADOX OF CRACKER BARREL: A CASE STUDY ON PLACE AND PLACELESSNESS. Advances in Hospitality and Tourism Research (AHTR), 258-276.
kbbi.web.id. (2025, 1 7). Diambil kembali dari kbbi.web.id: https://kbbi.web.id
Kusumowidagdo, A., Wardhani, D. K., Swari, I. A., Rahadiyanti, M., & Kaihatu, T. S. (2019). Panduan Penataan Kawasan Koridor Pasar Tradisional. LPPM & Library Of Universitas Ciputra.
Oxford English Dictionary. (2024, oktober). Diambil kembali dari https://www.oed.com/
Seamon, D., & Sowers, J. (2008). Place and Placelessness, Edward Relph .
Suryaman, Qomaria, I. N., & Sari, T. P. (2022). PEMBERDAYAAN RUMAH BACA “PELANGI” SEBAGAI SARANA MENINGKATKAN. BERNAS: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 305-311.
Sutanto, A. (2020). Dalam PETA METODE DESAIN (hal. 178). Jakarta.
Tuan, Y.-F. (2001). Space and Place The Perspective of Experience. Minneapolis, London: University of Minnesota Press.