BATIK BERKELANJUTAN: TEKNOLOGI RAMAH LINGKUNGAN DI KAWASAN KARET KUNINGAN

Main Article Content

Angel Putro
Franky Liauw

Abstract

A placeless place is a place or environment that has lost its identity or distinctive characteristics that differentiate that place from other places. One area of ​​contemporary Jakarta that has lost its characteristics is Karet Kuningan, South Jakarta. Initially, the Karet Kuningan area was a fairly well-known center for batik making and batik convection. However, batik workshops have now been evicted and moved to Cikarang, Bekasi because their waste pollutes the environment, the Karet area which is the Golden Triangle (business area), and Karet which is the center of urbanization and infrastructure development. Today's advances in architecture and technology have developed very rapidly, so that factory waste can also be processed through water treatment so that it becomes environmentally friendly and safe for health. This can renew the identity of Karet Kuningan as an environmentally friendly stamped batik area and can become a new job opportunity for the local community. The aim of this research is to give a new identity to batik in the Karet Kuningan area that is environmentally friendly and to show visitors and architectural residents an introduction to environmentally friendly batik. The research method used is a qualitative approach by collecting data on the novelty of technology for making environmentally friendly batik and surveying the location of the current condition of Brass Rubber so that batik can be accepted by all groups.


Keywords: architecture; batik; waste; water-treatment


Abstrak


Placeless place adalah suatu tempat atau lingkungan yang kehilangan jati dirinya atau karakteristik khas yang membedakan tempat tersebut dengan tempat yang lainnya. Salah satu wilayah Jakarta masa kini yang telah kehilangan karakteristiknya adalah Karet Kuningan, Jakarta Selatan. Awalnya wilayah Karet Kuningan merupakan pusat pembuatan batik dan konveksi batik yang cukup terkenal. Namun bengkel batik pun kini telah digusur dan dipindahkan ke Cikarang, Bekasi karena limbahnya yang mencemari lingkungan, wilayah Karet yang menjadi Segitiga Emas (kawasan bisnis), dan Karet yang menjadi pusat urbanisasi dan perkembangan infrastruktur. Kemajuan arsitektur dan teknologi masa kini sudah berkembang sangat pesat, sehingga dalam pengolahan dalam limbah pabrik pun dapat diolah melalui water treatment sehingga menjadi ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan. Hal ini dapat memperbaharui identitas dari Karet Kuningan sebagai kawasan batik cap ramah lingkungan dan dapat menjadi lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan identitas baru terhadap batik di kawasan Karet Kuningan yang ramah lingkungan dan memperlihatkan kepada para pengunjung maupun warga arsitektur dalam pengenalan batik yang ramah lingkungan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan mengumpulkan data kebaruan teknologi membuat batik yang ramah lingkungan dan survei lokasi kondisi Karet Kuningan masa kini agar batik dapat diterima oleh semua kalangan.

Article Details

Section
Articles

References

Abdrassilova, G., & Onichshenko, Y. (2024). Sustainability of architecture as a conceptual basis of Norman Foster’s projects. Budownictwo o Zoptymalizowanym Potencjale Energetycznym, 13.Dovey, K. (2016). Place and Placelessness Revisited.

Dwitama, L. D. (2017). Konstruksi Sosial Makna Kultural Batik Betawi (Studi Kasus: Komunitas Batik Terogong). Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah. El-Bizri, N. (2018). Phenomenology of Place and Space in Our Epoch. Routledge, 123-143.

Kortelainen, J., & Albrecht, M. (2021). Placelessness of urban design and industrial branding in small town planning. Journal of Urban Design, 26(4), 405-421.Montague , L. (2016). Theory's Role in Placelessness. Manchester School of Architecture, 1-13.

Nawingkapti, K. A., Purwanto, P., & Gunadi, G. (2019). SENI BATIK BETAWI TEROGONG: KAJIAN MOTIF DAN PROSES PEMBUATANNYA. Eduarts: Jurnal Pendidikan Seni, 8(2), 70-75.

Purnamasari, D. D. (2019, Juli 29). Riwayat Kota. Diambil kembali dari Kompas: https://www.kompas.id/baca/utama/2019/07/29/batik-betawi-saksi-bisu-pesatnya-pembangunan-jakarta

Rujianto, R., Widyokusumo, L., & Respati, A. A. (2019). Motif Batik Betawi dalam Pusaran Industri Kreatif. Jurnal Dimensi DKV: Seni Rupa dan Desain, 4(2), 125-140.

Soedarwanto, H., Muthi'ah, W., & Maftukha, N. (2018). Kajian Ekspresi Seni Dalam Ragam Hias Batik Betawi. Narada, 5(1), 69-82.

Tridjata, C., Candrasari, M. W., & Al Hazmi, F. (2024). PELATIHAN EKSPLORASI PADU PADAN BATIK CAP DAN IKAT CELUP BAGI GURU SMA MATA PELAJARAN SENI BUDAYA. Abdi Seni, 15(1).