REKONSTRUKSI SUAKA MARGASATWA MUARA ANGKE: INTEGRASI LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN SEBAGAI PUSAT PENELITIAN DAN PARIWISATA EKOLOGI

Main Article Content

Muhammad Vicko Kaspriyo
Maria Veronica Gandha

Abstract

Based on the official decision of the Minister of Forestry of the Republic of Indonesia, as stated in Decree Number 097/Kpts-II/1988 on February 29, 1988, the Muara Angke Wildlife Sanctuary (SMMA), previously recognized as a nature reserve, has now been developed into a Conservation Area covering 25.02 hectares in the mangrove forests of North Jakarta. Although initially an intact wildlife sanctuary, the Muara Angke area has experienced significant pressure and damage, resulting in degradation of half of the nature reserve's area. Additionally, the Muara Angke Wildlife Sanctuary faces other challenges, such as a low number of visitors due to poorly maintained infrastructure and a lack of human resources to sustain the area's condition. The reconstruction efforts of the Muara Angke Wildlife Sanctuary involve a series of important steps. Improving the area's infrastructure and building an attractive entrance are necessary to increase visitor appeal. The main focus of this reconstruction is enhancing the quality of the refuge and developing research facilities to monitor the wildlife inhabiting the area. The Muara Angke Wildlife Sanctuary can become an ecotourism center that benefits environmental education, local economic growth, nature conservation, and tourism. The reconstruction process must be carried out sustainably to prevent ecosystem damage. The research methods used include observations in the style of Christopher Alexander and content-based data analysis. The results show that the reconstruction of the Wildlife Sanctuary is not only conservative but also an educational effort and community engagement in collective awareness of the importance of biodiversity conservation.


Keywords: degradation, ecology, facilities, research, reconstruction


Abstrak


Berdasarkan keputusan resmi Menteri Kehutanan Republik Indonesia yang tercantum dalam Surat Keputusan Nomor 097/Kpts-II/1988 pada tanggal 29 Februari 1988, Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA), yang sebelumnya diakui sebagai cagar alam, kini telah berkembang menjadi Kawasan Konservasi seluas 25,02 hektar di wilayah hutan mangrove di Jakarta Utara. Meskipun awalnya merupakan suaka alam yang utuh, Kawasan Muara Angke mengalami tekanan signifikan dan kerusakan yang menyebabkan setengah dari luas cagar alam tersebut mengalami degradasi. Selain itu, Kawasan Margasatwa Muara Angke juga menghadapi tantangan lain, seperti minimnya jumlah pengunjung akibat kondisi infrastruktur yang kurang terjaga dan kekurangan sumber daya manusia untuk menjaga keberlanjutan kawasan ini. Upaya rekonstruksi Suaka Margasatwa Muara Angke melibatkan serangkaian langkah penting. Perbaikan infrastruktur kawasan dan pembangunan pintu masuk yang menarik diperlukan untuk meningkatkan daya tarik pengunjung. Fokus utama rekonstruksi ini adalah peningkatan kualitas pengungsian dan pembangunan fasilitas penelitian untuk memonitor perkembangan satwa liar yang mendiami kawasan ini. Suaka Margasatwa Angke dapat menjadi pusat pariwisata ekologi yang menguntungkan pendidikan lingkungan, pertumbuhan ekonomi lokal, pelestarian alam, dan pariwisata. Proses rekonstruksi harus dilakukan secara berkelanjutan untuk menghindari kerusakan ekosistem. Metode penelitian yang digunakan melibatkan observasi ala Christopher Alexander dan analisis data berbasis konten. Hasilnya menunjukkan bahwa rekonstruksi Suaka Margasatwa tidak hanya bersifat konservatif, tetapi juga sebagai upaya edukasi dan keterlibatan masyarakat dalam kesadaran kolektif tentang pentingnya menjaga keanekaragaman hayati.

Article Details

Section
Articles

References

Achmad Sofian, C. K. (2019). EVALUASI KONDISI EKOSISTEM MANGROVE ANGKE KAPUK TELUK JAKARTA. Jurnal Kelautan Nasional, 12.

Adi Kunarso, T. A. (2019). ANALISIS SPASIAL TINGKAT KERUSAKAN KAWASAN SUAKA MARGASATWA PADANG SUGIHAN SUMATERA SELATAN. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, vol 16.

Albrecht, J. K. (2021). Placelessness of urban design and industrial branding in small town planning. JOURNAL OF URBAN DESIGN, 17.

Buhrs, T. (2009). Environmental Integration (our common challenge). In T. Buhrs, What is Environmental Integration (p. 8). United States of America: State University of New York Press, Albany.

Erick Handiana, L. M. (2019). PUSAT PENANGKARAN HEWAN LANGKA OWA JAWA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGI DI BOGOR. Jurnal Arsitektur, 204.

Ichsan Ichsan, A. A. (2020). Metode Pengumpulan Data Penelitian Musik Berbasis Observasi Auditif. jurnal pertunjukan & pendidikan musik, 9.

Iqbal Mujadid, I. J. (2020). KEANEKARAGAMAN HAYATI HUTAN MANGROVE DI SUAKA MARGASATWA. Jurnal Ilmu Pendidikan, 9.

Ismawati, N. (2017). Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Park Pekalongan dengan Analisis SWOT di Kelurahan Kandang Panjang, Kecamatan Pekalongan utara. Jawa Tengah. Jurnal Analisis, 187.

Jannah, M. M. (2017). Salah satu ekosistem di Teluk Jakarta yang mengalami tekanan lingkungan adalah pesisir utara Jakarta karena penumpukan penduduk sebagai akibat dari pertumbuhan berbagai sektor seperti pusat perdagangan, permukiman, pusat pemerintahan, rekreasi, pendidikan. Jurnal Ilmu Sosial dan Politik, 312.

K RITHI K. K ARANTH, S. H. (2017). Human–wildlife interactions and attitudes towards. Wildlife Reservation, 9.

Kajian Hidro-Oseanografi Untuk Rehabilitasi Suaka Margasatwa Muara Angke – Jakarta Utara. (2021). JOURNAL OF APPLIED SCIENCE (JAPPS), 68.

Konservasi dan Revitalisasi. (2020). Monograph, 132.

Mandolessi, S. (2021). Challenging the placeless imaginary in digital memories: The performation of place in the work of Forensic Architecture. sage journal, 633.

Putra. (2019). Dampak Pulau Reklamasi terhadap Sedimentasi dan Potensi Perkembangan Mangrove Di Pesisir Teluk Jakarta (Muara Angke). Jurnal Sumber Daya Air, 94.