PENERAPAN DESAIN BIOFILIK PADA PERANCANGAN RUANG PUBLIK DI KAWASAN GUNUNG SAHARI
Main Article Content
Abstract
Gunung Sahari is one of the areas in Jakarta. This area has been known for a long time as an office and government area, making this area one of the areas that is quite busy for the public to pass through. However, recently, this area has experienced some decline, such as many buildings starting to be neglected and abandoned by their owners because there are no visitors. So that in order to attract public attention again, the Gunung Sahari area requires several additional functions, one of which is public space. Public space itself is a room that is able to accommodate various kinds of community activities that occur in it. So public spaces are currently in demand by the wider community as a place to relax, entertain and gather with relatives and family. However, not all public spaces can provide good accommodation due to factors such as heat from the sun, air, wind, etc., which can affect the comfort level of the public space itself. So, one way to respond to this is by implementing several natural elements into public spaces using biophilic design. Biophilic design itself refers to the inclusion of natural elements into a room. Currently, incorporating natural elements into the spaces in buildings has become a trend. As seen in several buildings such as malls, offices and several other public buildings. Incorporating Biophilic elements in buildings can also be a solution to several problems such as dealing with heat in the building, making the building atmosphere more comfortable, minimizing stress levels for room users, etc. Gunung Sahari area also requires biophilic design. By implementing biophilic elements in this area, it can help attract visitors to return to this area.
Keywords: architecture; biophilic design; community; gunung sahari; public space
Abstrak
Gunung Sahari adalah salah satu kawasan yang ada di Jakarta. Kawasan ini sudah dikenal sejak lama sebagai kawasan perkantoran dan pemerintahan, sehingga membuat kawasan ini menjadi salah satu kawasan yang cukup ramai untuk dilalui oleh masyarakat. Namun belakangan ini, kawasan ini mengalami beberapa penunrunan, seperti mulai banyak bangunan yang tidak terurus dan ditinggal oleh pemiliknya karena sepi akan pengunjung. Sehingga untuk dapat kembali menarik perhatian masyarakat, kawasan Gunung Sahari memerlukan beberapa fungsi tambahan, salah satunya ruang publik. Ruang publik sendiri adalah ruangan yang mampu menampung berbagai macam aktivitas-aktivitas masyarakat yang terjadi didalamnya. Sehingga ruang publik saat ini sedang diminati oleh masyarakat luas sebagai tempat bersantai, hiburan, dan berkumpul bersama kerabat dan keluarga. Namun, tidak semua ruang publik dapat memberikan akomodasi yang baik akibat faktor-faktor seperti panas matahari, udara, angin, dll, yang dapat mempengaruhi tingkat kenyamanan dari ruang publik itu sendiri. Sehingga, salah satu cara untuk menanggapi hal tersebut adalah dengan menerapkan beberapa unsur alam kedalam ruang publik dengan menggunakan desain biofilik. Desain biofilik sendiri mengacu pada pemasukan unsur alam yang ada kedalam suatu ruangan. Saat ini, memasukkan unsur alam dalam ruang-ruang pada bangunan sendiri sudah menjadi sebuah tren. Seperti yang terlihat pada beberapa bangunan seperti bangunan mall, kantor, dan beberapa bangunan publik lainnya. Memasukkan unsur biofilik dalam bangunan juga dapat menjadi solusi untuk beberapa masalah seperti mengatasi panas di dalam bangunan, membuat suasana bangunan menjadi lebih nyaman, meminimalisir tingkat stres pada pengguna ruangan, dll. Kawasan Gunung Sahari pun tidak luput dari hal ini karena memerlukan desain biofilik. Dengan adanya penerapan unsur biofilik pada kawasan ini dapat membantu menarik minat pengunjung untuk kembali mengunjungi kawasan ini.
Article Details
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
This work is licensed under a Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur/ STUPA Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International LicenseReferences
Carr, S. (1992). Public space. Cambridge University Press.
Hakim, R., & Utomo, H. (2003). Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap, Jakarta. Penerbit Bumi Aksara.
Kellert, S. R., Heerwagen, J. H., & Mador, M. L. (2008). Biophilic Design: Theory, Science, and Practice.Hoboken: John Wiley & Sons.
Kellert, S. R. (2018). Nature by design: The practice of biophilic design. yale university press.
Kellert, S. R., Heerwagen, J., & Mador, M. (2011). Biophilic design: the theory, science and practice of bringing buildings to life. John Wiley & Sons.
Kellert, S., & Calabrese, E. (2015). The practice of biophilic design. London: Terrapin Bright LLC, 3(21).
Layakarchitect. (2023). Passive cooling, Diunduh pada 5 Juni 2024, https://layakarchitect.com/passive-cooling/
Posetaha Depok, (2023), Sejarah Jakarta (71): Sejarah Awal Gunung Sahari; Bukan Gunung Sebenarnya, Tempo Dulu Daratan Kering di Tengah Rawa Luas, diunduh pada 12 Juli 2024, https://poestahadepok.blogspot.com/2019/12/sejarah-jakarta-71-sejarah-gunung.html
Relph, E. (1976). Place and Placelessness. London:Pion.
Seamon, D., & Sowers, J. (2008). Place and Placelessness, Edward Relph. Key texts in human geography, 43, 51.