RUANG BUDAYA SEBAGAI REPRESENTASI PERKEMBANGAN MASYARAKAT BATAK DI KAWASAN CAWANG DAN CILILITAN
Main Article Content
Abstract
Cawang and Cililitan are areas located in Kramat Jati subdistrict, East Jakarta. This region is known for its predominantly Batak population and high crime rates. Historically, Cawang and Cililitan were associated with criminality, including ethnic conflicts between Bataks and Ambonese, UKI student unrest, and involvement with drugs and petty crime. However, despite these dark pasts, the areas have transformed into a popular cultural destination for Bataks from North Sumatra. The region has a long history and strong Batak culture, with Batak residents often involved in criminal activities such as ethnic conflicts, student unrest, drug involvement, and petty crime. Despite being shrouded by negative stories of criminality, Cawang and Cililitan have risen with the progressive thinking of its residents. As time has progressed, the community, including the Batak population, has become more developed in their thinking, leading to improved conditions in the area.To enhance the area's image and promote Batak culture, a Cultural Center was built. This center serves as a symbol of progress and a platform to elevate Batak perspectives and essence. The architectural design combines traditional Batak elements like gorga and ulos with modern and sustainable touches. The integration of green buildings and solar panels results in energy-efficient and environmentally friendly structures. The Cultural Center in Cawang and Cililitan is a testament to the harmonization of culture and modernization, guiding the area towards a brighter future.
Keywords: Batak Ethnic; Cawang and Cililitan; Cultural Center; Neo Vernacular
Abstrak
Cawang dan Cililitan merupakan wilayah yang terletak di Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur. Daerah ini cukup dikenal dengan masyarakatnya yang didominasi oleh Suku Batak dan juga tingkat kriminalitasnya yang tinggi. Cawang dan Cililitan, dua wilayah di Jakarta Timur ini dulunya identik dengan kriminalitas, kini bertransformasi menjadi tujuan wisata budaya Batak yang ramai. Dikenal sebagai tempat perantauan orang Batak dari Sumatera Utara, wilayah ini memiliki sejarah panjang dan budaya Batak yang kental. Orang Batak yang tinggal di Cawang dan Cililitan dulunya seringkali terlibat tindak kriminalitas seperti kerusuhan antara orang Batak dan orang ambon (antar suku), kerusuhan mahasiswa UKI (antar fakultas), keterlibatan masyarakat dengan narkoba serta marakanya premanisme dan pencurian di kawasan tersebut. Meskipun sempat diselimuti cerita kelam kriminalitas, Cawang dan Cililitan bangkit dengan pemikiran maju masyarakatnya. Seiring berkembangnya zaman pada kawasan tersebut membuat masyarakat di wilayah tersebut termasuk masyarakat Batak lebih berkembang dalam segi pemikiran yang mana hal tersebut menyebabkan peningkatan kondusifitas pada wilayah tersebut. Upaya untuk meningkatkan citra kawasan dan memajukan budaya Batak melahirkan solusi yaitu dengan membangunnya sebuah Cultural Center. Cultural Center ini bukan hanya simbol kemajuan, tetapi juga wadah untuk mengangkat pandangan dan esensi orang Batak. Mengusung konsep arsitektur neo-vernakular, desainnya memadukan unsur tradisional Batak seperti gorga dan ulos dengan sentuhan modern dan berkelanjutan. Penggabungan bangunan hijau dan solar panel menghasilkan struktur yang hemat energi dan ramah lingkungan. Cultural Center Cawang dan Cililitan menjadi bukti nyata harmonisasi budaya dan kemajuan zaman, mengantarkan wilayah ini menuju masa depan yang lebih cerah.
Article Details
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
This work is licensed under a Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur/ STUPA Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International LicenseReferences
Nurrohmah, S. (2009). Jurnal Prosiding Teknik Boga Busana FT UNY. PERANAN BATIK PEKALONGAN SEBAGAI BUDAYA LOKAL BANGSA DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF, 8.
Hasibuan, Y., & Marpaung , B. (2022). Penerapan Arsitektur Neo Vernakular Pada Perancangan Pusat Informasi. TALENTA Conference Series, 8.
Poerwandari, E. K. (2007). Jurnal Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia.
Rahman, M. I., & Damayanti, V. (2022). Jurnal riset Perencanaan Wilayah Kota. Studi Citra Kawasan Punclut Bandung, 10.
Sachari, A. (2007). Budaya Visual Indonesia: membaca makna perkembangan gaya visual karya desain di Indonesia abad ke-20. Jurnal Erlangga, 228.
Saputra, W. D., Suroto , W., & Handayani, K. N. (2019). PENERAPAN ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR BATAK PADA FASAD. Jurnal SENTHONG , 12.
Soetanto, L. A., & Gandha, M. V. (2021). Jurnal Stupa Vol. 3. DALIHAN NA TOLU: “CARA HIDUP ORANG BATAK”, 12.
Sumbar, I. (2021, September 8). From https://infosumbar.net/komunitas/kiprah-komunitas-cahaya-di-kota-padang-penerang-bagi-penyintas-kanker-anak/
Winda, N., & Sentosa, S. U. ( 2022). Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Tindakan Kriminalitas Di Provinsi-Provinsi Di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi dan Pembangunan, 8.