PENGUATAN KESEHATAN MENTALITAS KAUM TUNADAKSA MELALUI DESAIN RUANGAN

Isi Artikel Utama

Filipus Jordan Kusuma Atmaja
J.M. Joko Priyono Santoso

Abstrak

Society often looks down on people with disabilities, especially people with physical limitations. In Indonesia, especially in Jakarta, there are still many disabled people who have fragile mental problems due to accidents/hereditary factors, which cause them to be physically disabled. This causes a decline in the mentality of the disabled. In fact, the rights of persons with disabilities are regulated in Law Number 4 of 1997 which discusses Persons with Disabilities, "any person who does not provide accessible or unequal opportunities and equal treatment to students with disabilities in units, study programs, types of and levels of educational administration sanctions”. The aim of this research is to analyze design methods, explore the design and space of buildings or activities that can make disabled people achieve good mental health so that later they can become better, and enable them to have a good quality of life for the outside world. The method used in this research is a qualitative descriptive method. This method was chosen based on the object of study taken in relation to the narrative of the life experiences of the physically disabled. For example, accessibility is an important part of improving environmental design. Physically disabled people cannot be free from their mental illness, until they are free from the trauma they have experienced. Which in the end can create a design design to enable disabled people to gain quality of life, as well as improve their mental health.


Keywords: healing; mentality; physical-disability


Abstrak


Masyarakat seringkali memandang rendah penyandang disabilitas, terutama penyandang disabilitas keterbatasan fisik. Di Indonesia, terutama di Jakarta masih banyak kaum tunadaksa yang memiliki masalah mentalnya yang masih rapuh akibat dari kecelakaan/faktor keturunan, yang menyebabkan mereka cacat secara fisik. Hal ini menyebabkan penurunan mentalitas dari tunadaksa. Padahal, hak penyandang disabilitas sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 yang membahas tentang penyandang disabilitas, “Setiap orang yang tidak memberikan kesempatan yang dapat diakses atau tidak sama dan perlakuan yang sama kepada peserta didik penyandang cacat pada satuan, program studi, jenis dan jenjang sanksi administrasi pendidikan”. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis cara desain, mengeksplorasi desain dan ruang dari bangunan atau kegiatan yang dapat membuat Tunadaksa memperoleh kesehatan mental yang baik agar nantinya mereka bisa menjadi lebih baik, dan membuat mereka dapat memiliki kualitas hidup yang baik untuk dunia luar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode tersebut dipilih berdasarkan objek kajian yang diambil berkaitan dengan narasi pengalaman hidup dari tunadaksa. Misalnya, aksesibilitas adalah bagian penting dari peningkatan desain lingkungan. Tunadaksa tidak bisa terbebas dari penyakit mentalnya, sebelum mereka terbebas dari trauma yang mereka alami. Yang pada akhirnya bisa membuat perancangan desain rancangan untuk membuat tunadaksa mendapatkan kualitas dari hidup, sekaligus memperbaiki mentalnya kembali.

Rincian Artikel

Bagian
Articles

Referensi

Aziz, S. (2014, November). Pendidikan Seks Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal Kependidikan, II, 188-197. <https://doi.org/10.24090/jk.v2i2.559>

Fitriana, N. A., & Ambarini, T. K. (2012, Juni). Kualitas Hidup Pada Penderita Kanker Serviks yang Menjalani Pengobatan Radioterapi. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental , 1(2), 123-129. <https://journal.unair.ac.id/filerPDF/110810265_11v.pdf>

Irwanto, Kasim, E. R., Fransiska, A., Lusli, M., & Siradj, O. (2010, November). Analisis Situasi Penyandang Disabilitas di Indonesia: Sebuah Desk-Review. Pusat Kajian Disabilitas, 28 <https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_160340.pdf>

Joyce Marcella, L. (2004). Arsitektur dan Lingkungan. Jakarta: Grasindo.

Karyana, A., & Widati, H. S. (2013). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunadaksa: Peserta Didik Berkebutuhan Khusus dengan Hambatan Gerak. Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia: Lumixa Metro Media.

Power, M. J. (2003). Positive Psychological Assessment: A Handbook of Models and Measures. Washington: American Psychological Association. doi:https://doi.org/10.1037/10612-027

Prawira. (2010, Maret 14). Tribunnews. (Prawira, Editor) Retrieved from Tribunnews Nasional: https://www.tribunnews.com/nasional/2010/03/14/duh-jumlah-anak-di-indonesia-capai-54-juta

Rachmawati, S. (2013). Kualitas Hidup Orang dengan HIV/AIDS yang Mengikuti Terapi Antiretroviral. Jurnal Psikologi, 1. from <https://ejournal.umm.ac.id/index.php/pjsp/article/view/1348>

Sarwono, S. W. (2016). Psikologi Remaja (19 ed., Vol. XXII). Depok, Jawa Barat: Rajawali Pers.

Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental (Vol. 3). Yogyakarta: Kanisius.

Stoltz, P. G. (2000). Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang (6 ed., Vol. IX). (T. Hermaya, Trans.) Jakarta: PT. Grasindo.

Sugiarto, E. (2015). Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif Skripsi dan Tesis (1 ed.). Yogyakarta: Suaka Media.

Wikipedia. (2023). Anak berkebutuhan khusus. Diakses 26 September 2023 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus