PEMANFAATAN AIR LIMBAH SEBAGAI SUMBER DAYA KAMPUNG APUNG

Isi Artikel Utama

Pricillia Adeline
Franky Liauw

Abstrak

Kampung Apung is a slum located in Kapuk, West Jakarta. This place was formerly a Chinese and Malay ethnic cemetery known as Tanah Bengkok. Due to urgent housing needs in 1960, The locals built settlements at the edges of the cemetery, forming a settlement called Kapuk Teko.mKapuk Teko filled with rice fields and greenery. In 1979,  excessive land reclamation was carried out due to the establishment of warehouses and industrial facilities, resulting in a reduction in land elevation. The continuous flood occurred due to the low lying terrain, leading wastewater from the slum and industries to fill the lower land permanently, and afterwards the slum is known as Kampung Apung. The floods faced a various problems, such as disrupted food chain ecosystem, physical degradation, and the residents’ quality of life. Algaes and water hyscinths began to appear on the wastewater surface as the result.Nevertheless, the “disaster” for the locals can be utilized as a resource for Kampung Apung. The methods used are descriptive, interviews, and direct observation. The program presented is a support community program with the aim of balancing the ecosystem and increasing the quality of life, and addressing physical degradation in Kampung Apung.


Keywords:  Ecosystem; Physical degradation; Slums; Wastewater


Abstrak


Kampung Apung merupakan kampung kota yang berlokasi di Kapuk, Jakarta Barat. Wilayah kampung ini dulunya merupakan area pemakaman etnis Cina dan Melayu yang dikenal dengan sebutan Tanah Bengkok. Dikarenakan kebutuhan mendesak akan tempat tinggal, pada tahun 1960, penduduk setempat membangun pemukiman di sekitar tepi pemakaman, yang secara perlahan membentuk pemukiman yang dinamakan Kapuk Teko. Kapuk Teko mempunyai ciri khas kampung yang kaya akan persawahan dan penghijauan. Pada tahun 1979, dilakukan pengurukan tanah secara berlebihan disekeliling pemukiman untuk kebutuhan pembangunan pergudangan dan industri. Pengurukan tersebut menciptakan cekungan pada lahan Kapuk Teko. Karena terjadinya banjir terus menerus dan pembuangan limbah air dari rumah tinggal dan industri, mengakibatkan tergenangnya air secara permanen, membuat pemukiman tersebut menjadi dikenal dengan Kampung Apung. Genangan permanen tersebut menyebabkan ketidakseimbangan dalam ekosistem, memicu degradasi fisik rumah tinggal, dan menurunkan kualitas hidup warga. Alga dan eceng gondok mulai bermunculan di permukaan air sebagai dampak genangan air limbah. Meskipun demikian, “bencana” bagi warga sekitar ternyata dapat dimanfaatkan bagi sumber daya Kampung Apung. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif, wawancara, dan observasi secara langsung. Program yang dihadirkan merupakan program pendamping warga yang dibuat dengan harapan agar dapat membantu mengembalikan keseimbangan ekosistem, meningkatkan kualitas hidup warga, serta degradasi fisik di Kampung Apung.

Rincian Artikel

Bagian
Articles

Referensi

Baron, R. A., & Bryne, D. (2005). Psikologi Sosial (Vol. II). (R. Djuwita, Trans.) Jakarta: Erlangga.

Gerald, Rahayuningtyas, B., Dzamarsyach, M., & Hens, V.F. (2020). Kompendium Kampung Apung. Jakarta: Jurusan Arsitektur dan Perencanaan Universitas Tarumanagara.

Goleman, D. (1996). Kecerdasan Emosional (Cet. 2 ed.). (T. Hermaya, Trans.) Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Gumilang, I. (2018). Kompendium Kehidupan Kampung Kota Jakarta.

Irawaty, D. T. (2018). Jakarta's Kampungs: Their History and Contested Future. Los Angeles: University of California.

Liauw, F. (2012, Oktober 13). (R. G. Sunaryo, & B. N. Muchamad, Eds.) Berbagi Ruang dengan Makhluk Hidup Lain.

Liauw, F. (2012). Lingkungan Buatan Untuk Manusia, Hewan, dan Tumbuhan.

National Institure of Environmental Helath Sciences (2018). Algae Blooms. Published 2018, from https://www.niehs.nih.gov/health/topics/agents/algal-blooms/index.cfm

Kenala, N. (2023). Makam Lama Kembali Muncul Saat Air di Kampung Apung Surut Karena Kemarau. Published Oktober 31, 2023, <https://megapolitan.kompas.com/read/2023/10/31/11273861/makam-lama-kembali-muncul-saat-air-di-kampung-apung-surut-karena-kemarau>

Nuruni, & Azzahra, S. (2014). Struktur dan Pola Ruang Kampung Uma Lengge Berdasarkan Kearifan Lokal di Desa Maria. Jurnal Ruang.

Pallasmaa, J. (2015). Architecture and Empathy. (P. Tidwell, Ed.) Peripheral Projects.

Nurhayati, A. (2018). Eceng Gondok Perlu Diolah Melalui Teknologi Nirlimbah Agar Bermanfaat. Published March 22, 2018, <https://sdgcenter.unpad.ac.id/eceng-gondok-perlu-diolah-melalui-teknologi-nirlimbah-agar-bermanfaat/

Setiawan, B. (2010). Kampung Kota dan Kota Kampung: Tantangan Perencanaan Kota di Indonesia.

Sugini. (2022). Fungsi Empati Bagi Arsitek Ketika Mendesain Hunian. (Universitas Islam Indonesia) Retrieved from uii.ac.id: https://www.uii.ac.id/fungsi-empati-bagi-arsitek-ketika-mendesain-hunian/

Sullivan, J. (1986). Kampung and State: The Role of Goverment in the Development of Urban Community in Yogyakarta. Indonesia, (41), 63-88.

Sutiana, Cynthia, Wihardani. D, Gerald, Hens. V.F. (2021) Kompendium Kampung Apung Jilid: II. Jakarta: Jurusan Arsitektur dan Perencanaan, Universitas Tarumanagara.

Wiryomartono, B. P. (1995). Seni bangunan dan seni binakota di Indonesia : kajian mengenai konsep, struktur, dan elemen fisik kota sejak peradaban Hindu-Buddha, Islam hingga sekarang. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Zhou, X. W. (2019). The Roles of Empathy and Sympathy in Helping. doi:47(3), 569-582