BEREMPATI TERHADAP BUKU FISIK SEBAGAI PENGGAGAS WADAH PEMINATAN AKTIVITAS MEMBACA

Isi Artikel Utama

Rahmat Maulidani
Agustinus Sutanto

Abstrak

Physical books are an important part of the development of a civilization, history has repeatedly shown the huge impact of knowledge, ideas, and information that was spread directly starting from the era of Mesopotamia, Ancient Greek, Baghdad, Renaissance, and continuing until the present day. Indonesia has a stigma of low interest in reading, but socio-culture is not a natural thing but something systematic and created slowly. Pondok Cina Station has a history of causing hundreds of scholars to demonstrate and hold up KRL due to the eviction of 35 secondhand book stalls to modernize the station. A strong inner bond between scholars and literature is a reminder that physical books are not dead and need to be studied to achieve quality and widely useful socio-culture. Secondhand Bookstore and Physical Books are closely related to various educational institutions, apart from their cheap prices, they also have easy access to read the books beforehand. Secondhand Bookstore become an interesting opportunity in an empathetic movement that pays attention to one of human primitive abilities, namely cognitive. Empathizing with Secondhand Bookstores and Physical Books aims to find and examine the sweet spot that can provide a place that encourages users to be interested in literature, by using the heterotopia design method and emptiness (suwung) philosophy to give birth to a place that ignites a new culture that can be developed systematically and progressively to achieve a new era of literature.


Keywords: Architecture; Bookstore; Empathy Architecture; Heterotopia; Physical Books


Abstrak


Buku fisik merupakan bagian penting dalam perkembangan sebuah peradaban, sejarah telah berulang kali menunjukkan dampak besar dari pengetahuan, ide, dan informasi yang disebarkan secara langsung mulai dari era Mesapotomia, Yunani Kuno, Baghdad, Renaisans, dan terus begitu hingga masa kini. Indonesia memiliki stigma minat membaca yang rendah, namun sosio-kultur bukanlah hal yang natural melainkan sesuatu yang sistematis dan diciptakan secara perlahan. Stasiun Pondok Cina memiliki sejarah yang membuat ratusan mahasiswa berdemo dan menahan KRL akibat penggusuran 35 kios buku bekas untuk modernisasi stasiun. Sebuah ikatan batin yang kuat antara mahasiswa dan literasi menjadi sebuah pemantik bahwa buku fisik belum mati dan perlu dikaji untuk menggapai sosio-kultur yang berkualitas dan bermanfaat secara meluas. Toko Buku Bekas dan Buku Fisik sangat erat hubungannya dengan berbagai lembaga pendidikan, selain karena murahnya harga juga karena mudahnya akses untuk langsung membaca sebelum membeli. Toko Buku Bekas menjadi sebuah peluang dalam gerakan empatik yang merangkul sekaligus memperhatikan salah satu kemampuan primitif manusia yaitu kognitif. Berempati terhadap Toko Buku Bekas dan Buku Fisik bertujuan untuk mencari dan menelisik titik manis yang dapat menghadirkan wadah yang mendorong penggunanya untuk tertarik dengan literatur, dengan menggunakan metode desain heterotopia dan filsafat suwung untuk melahirkan sebuah wadah pemantik kultur baru yang dapat berkembang secara sistematis dan progresif untuk menggapai era literatur yang baru.

Rincian Artikel

Bagian
Articles

Referensi

Anugerah, P. (2023). Gerakan baca buku menjamur di tengah tuduhan literasi rendah, tapi apa itu cukup?, diunduh 13 Agustus 2023, dari <https://www.bbc.com/indonesia/articles/cyjxm8dlj48o;.

Anzya A., & Yuwanto, L. (2023). Suwung: Pencarian Kesempurnaan Hidup Masyarakat Jawa. Jurnal Budaya Nusantara, 6(1), 221–227.

CNBC Indonesia. (2023). Gunung Agung Tutup, Benarkah Toko Buku Tak Laku Lagi?, diunduh 17 Agustus 2023, dari <https://youtu.be/9R7DissiohE?si=sYJqXd4D4UUqmyOd;.

Dian, R. (2023). Rata-Rata IQ Orang Indonesia Masih Rendah, Sistem Pendidikan dan

Stunting Jadi Sorotan, diunduh 29 September 2023, dari <https://narasi.tv/read/narasi-daily/rata-rata-iq-orang-indonesia-masih-rendah-sistem-pendidikan-dan-stunting-jadi-sorotan;.

Fajri, N. (2023). Hoaks Merajalela? Jangan Sampai Kamu Jadi Korbannya!, diunduh 29 September 2023, dari <https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/15915/Hoaks-Merajalela-Jangan-Sampai-Kamu-Jadi-Korbannya.

Foucault, M., & Miskowiec, J. (1986). Of Other Spaces. Diacritics, 16(1), 22–27.

Gladwell, M. (2002). The Tipping Point. New York: Back Bay Books.

Granovetter, M. (1978). "Threshold Models of Collective Behavior". American Journal of Sociology. 83 (6): 1420.

Harman G. (2018). Object-Oriented Ontology: A New Theory of Everything. London: Pelican Books.

Jeong You, J. & Gahgene. (2021). Advantages of Print Reading over Screen Reading: A

Comparison of Visual Patterns, Reading Performance, and Reading Attitudes across Paper, Computers, and Tablets. International Journal of Human-Computer Interaction. 37:17, 1674-1684.

Lynn, R., & Vanhanen, T. (2002). IQ and The Wealth of Nations. Connecticut:

Praeger Publishers/ Greenwood Publishing Group.

Mangen, A., & Weel, A.V. (2016). The evolution of reading in the age of digitisation: an

integrative framework for reading research. Literacy, 50, 116-124.

Nurainin, D. (2020). Pakar Bisnis Ungkap Penyebab Bangkrut & 5 Tren Toko Buku di Masa Mendatang, diunduh 15 Agustus 2023, dari <https://hypeabis.id/read/24310/pakar-bisnis-ungkap-penyebab-bangkrut-5-tren-toko-buku-di-masa-mendatang;.

Pallasmaa, J., Mallgrave, H. F., Robinson, S., & Gallese, V. (2015). Architecture and Empathy. Finland: Tapio Wirkkala Rut Bryk Foundation.

Read, H. (2019). A Typology of Empathy and its many moral forms. The Philosophy

Compass. USA: John Wiley & Sons Ltd. 14(10):e12623.

Setiyowati, N. (2015). “Suwung”: Konsep Problem Solving Kaum Sufi Suku Jawa Di Kota Malang (Indonesian Version). Jurnal Psikologi Ulayat, 3(2) 109-127