RE-IMAGINE PRINSEN PARK: MENGEMBALIKAN MEMORI MELALUI RUANG SENI PERTUNJUKAN

Main Article Content

Callista Chrysilla
Tony Winata

Abstract

Basically, entertainment is needed by humans to maintain their lives and everyone has their own way of getting entertainment, such as visiting entertainment places. However, with the growth of today's entertainment venues, such as malls and cafes, the once famous entertainment place have now become forgotten. One of them is Prinsen Park, or what is now known as Lokasari. Prinsen Park is an amusement park that was popular around 1900-1985, but is now experiencing a shift in function and memory into a shopping area known as the Taman Hiburan Rakyat Lokasari (THR Lokasari). THR Lokasari is also known of its nightlife and a negative image, so it is in stark contrast to the image of Prinsen Park, which used to be an entertainment place and a famous performing arts venue. In order to eliminate the negative image of THR Lokasari and restore its collective memory, THR Lokasari is redesigned through urban acupuncture while finding traces of the past. With programs that provide education about the history of Prinsen Park along with the arts at that time, people can reminisce about the past or gain new knowledge. In addition, this project can also meet the need for a third space in the area that uses performing arts and the circus as a medium for socializing. All in all, this project is expected to be able to restore a fading memory and bring back Lokasari’s positive image.


Keywords:  Lokasari; Memory; Performing Arts; Prinsen Park; Urban Acupuncture


Abstrak


Pada dasarnya, hiburan sangat diperlukan manusia demi mempertahankan kehidupannya dan setiap orang pun memiliki caranya sendiri untuk mendapatkan hiburan, salah satunya adalah mengunjungi tempat hiburan. Namun dengan pertumbuhan tempat hiburan sekarang, seperti mal dan juga kafe-kafe, tempat hiburan yang dulunya terkenal, kini menjadi terlupakan. Salah satunya adalah Prinsen Park, atau yang sekarang disebut sebagai Lokasari. Prinsen Park merupakan taman hiburan yang populer pada sekitar tahun 1900-1985, namun kini mengalami pergeseran fungsi dan memori menjadi kawasan perbelanjaan yang disebut sebagai Taman Hiburan Rakyat Lokasari (THR Lokasari). THR Lokasari juga identik dengan hiburan malam dan citra negatif, sehingga sangatlah bertolak belakang dengan citra Prinsen Park, yang dulunya merupakan taman hiburan dan tempat seni pertunjukkan yang tenar. Demi menghilangkan citra negatif dari THR Lokasari dan mengembalikan memori kolektifnya, maka THR Lokasari dirancang ulang dengan urban acupuncture, serta menggali jejak-jejak yang lampau. Dengan program-program yang memberikan edukasi mengenai sejarah Prinsen Park beserta dengan kesenian pada masa itu, masyarakat dapat bernostalgia terhadap masa lalu ataupun menambah pengetahuan baru. Selain itu, proyek ini juga dapat memenuhi kebutuhan akan ruang ketiga di kawasan yang menggunakan seni pertunjukkan dan sirkus sebagai media untuk bersosialisasi.

Article Details

Section
Articles

References

Al Baxter. (2017). 6 Guiding Principles That Result In Designing Great Entertainment-lead Precincts. Retrieved 13 February, 2022, from https://populous.com/6-guiding-principles-result-designing-great-entertainment-lead-precincts

Badan Pusat Statistik Jakarta. (2021). Kecamatan Taman Sari Dalam Angka 2021. Jakarta: BPS Kota Adm. Jakarta Barat.

Biskupovi, A. (2014). Unpack The Arts. Paper presented at the London International Mime Festival, London.

Casagrande, M. (2015). Paracity : Urban Acupuncture. International Conference, Bratislava.

Casanova, H., & Hernández, J. (2014). Public Space Acupuncture. Barcelona: Actar Publisher

Dewantara, K. H. (1962). Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa

Hannesen, H. G. (1994). Aldo Rossi Architect. London: Wiley

Kompas. (2013). Prinsen Park, Kenangan akan Taman Budaya. Retrieved 13 February, 2022, fromhttps://regional.kompas.com/read/2013/04/12/04044738/prinsen.park.kenangan.akan.taman.budaya?page=all

Lerner, J. (2014). Urban Acupuncture. Washington: Island press

Lindsay, J. (2021). Retrieved 7 April, 2022, from Reimagine. https://newdiscourses.com/tftw-reimagine/

Lubis, F. (2018). Jakarta 1950-1970. Jakarta: Masup Jakarta

Martinique, E. (2016). Retrieved 26 May, 2022, from What is Art According to Famous Thinkers Through History. https://www.widewalls.ch/magazine/what-is-art

Morales, M. de S., Frampton, K., & Ibelings, H. (2008). A Matter of Things. Rotterdam: NAI Publishers

Oldenburg, R. (1997). The Great Good Place. Cambridge: Da Capro Press

Puput Tripeni Juniman. (2017). Retrieved 24 May, 2022, from Yang Tersisa dari Kampung Artis dan Kapal “Mesum” Tangkiwood . https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20170622052037-241-223427/yang-tersisa-dari-kampung-artis-dan-kapal-mesum-tangkiwood/2

Rossi, A. (1982). The Architecture of the City. Cambrdige: MIT Press

Smithsonian. (2017). Retrieved 22 May, 2022, from Circus Arts . https://festival.si.edu/2017/circus-arts/featured-circus-disciplines/smithsonian

Sutanto, A. (2020). Peta Metode Desain. Jakarta: Universitas Tarumanagara

UK Contemporary Circus History. (2022). Retrieved 15 March, 2022, from https://palaceofvariety.co.uk/uk-contemporary-circus-history/