SANGGAR SENI PERTUNJUKAN BETAWI DENGAN KONSEP NEO-VERNAKULAR DAN METAFORA DI CILINCING, JAKARTA UTARA

Main Article Content

Christopher Christopher

Abstract

Betawi arts and culture have become their own identity and an accompaniment of the long history of forming the city of DKI Jakarta and its Betawi people. During the hustle and bustle of technological progress and modernization, there is a concern that Betawi performing arts will begin to fade among the current generation. The art studio that has produced many talents and young talents in Betawi performing arts fields is threatened with its existence after the number continues to decline every year. A building design was carried out using an architectural design method that combined the concept of neo vernacular with the metaphorical concept to solve the problem of cultural acculturation and to preserve and maintain the identity of Betawi performing arts. This acculturation manifests the new typology of performing arts studios to remain standing during the rapid progress and entry of various modern cultures among the Betawi people. The purpose of this combination of metaphorical and neo-vernacular concepts is to create a new typology in the Betawi art studio project, which has always prioritized tradtional architecture in every building design. It is hoped that the form of this new typology in the design of Betawi art studio can revive the Betawi art studio which is increasingly being eroded by progress by the times. The form of this typology can also be seen from the various facilities provided in the Betawi art studio project. The facilities in the Betawi art studio project are adjusted to progress of the times and the needs of the current generation.


Keywords: Betawi Art; Sanggar Art; Acculturation; Metaphor; Neo-Vernacular

 

Abstrak

Kesenian dan Kebudayaan Betawi telah menjadi identitas tersendiri dan menjadi pengiring dari sejarah perjalanan panjang akan terbentuknya kota DKI Jakarta dengan masyarakat Betawinya. Di tengah hiruk pikuk akan kemajuan teknologi dan modernisasi, muncul suatu kekhawatiran akan mulai pudarnya kesenian pertunjukan Betawi pada generasi sekarang ini. Sanggar seni yang selama ini telah melahirkan banyaknya bakat dan talenta muda dalam bidang seni pertunjukan Betawi mulai terancam eksistensinya setelah jumlahnya terus menurun setiap tahun. Untuk menyelesaikan permasalahan akulturasi budaya tersebut, dilakukan desain bangunan dengan metode perancangan arsitektur yang menggabungkan konsep neo-vernakular dengan konsep metafora untuk melestarikan dan mempertahankan identitas seni pertunjukan Betawi. Akulturasi ini adalah wujud dari tipologi baru akan sanggar seni pertunjukan Betawi supaya tetap berdiri di tengah pesatnya kemajuan dan masuknya berbagai budaya modern di kalangan masyarakat Betawi.  Tujuan dari adanya perpaduan akan konsep dari metafora dan neo-vernakular ini sendiri untuk membuat suatu tipologi baru dalam proyek sanggar seni Betawi yang selama ini selalu mengedepankan sisi arsitektur tradisional dalam setiap desain bangunanya. Diharapkan wujud dari tipologi baru terhadap desain sanggar seni Betawi tersebut dapat menghidupkan kembali sanggar seni Betawi yang semakin tergerus akan kemajuan jaman. Wujud akan tipologi baru tersebut juga dapat terlihat dari berbagai fasilitas yang disediakan di dalam proyek sanggar seni Betawi tersebut. Fasilitas yang ada di dalam proyek sanggar seni Betawi tersebut disesuaikan dengan kemajuan jaman dan kebutuhan akan generasi masa kini.   

Article Details

Section
Articles
Author Biography

Christopher Christopher, Program Studi S1 Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Tarumanagara

Mahasiswa Arsitektur Universitas Tarumanagara

References

Abdurachman, & Hisman, K. D. (1992). Keroncong Tugu. Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.

Abdurachman, P. R. (2008). Bunga Angin Portugis di Nusantara: Jejak-Jejak Kebudayaan Portugis di Indonesia. Jakarta: LIPI Press.

Akmal, I. (2011). Archinesia: Architecture Award, Competition & Exhibition. Indonesia: IMAJI Media Pustaka.

Aminah, A. N. (2015, April 20). Sanggar Betawi Terancam Punah. Dipetik Januari 22, 2022, dari Republika.co.id: https://www.republika.co.id/berita/nn3l0718/sanggar-betawi-terancam-punah

Dasanti, W. (2008). Mengenal Kesenian Nasional 8: Lenong. Semarang: Alprin.

Disbud, A. (2019, April 8). Pentingnya Sanggar Seni Untuk Pelestarian Budaya Daerah. Dipetik Januari 19, 2022, dari Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng: https://disbud.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/pentingnya-sanggar-seni-untuk-pelestarian-budaya-daerah-99

DKI Jakarta, D. P. (2019, April 5). Lipet Gandes, Seni Tari. Dipetik Januari 19, 2022, dari Ensiklopedia Jakarta: http://encyclopedia.jakarta-tourism.go.id/post/lipet-gandes--seni-tari?lang=id

Maryati, K. (2007). Ilmu Pengetahuan Sosial: SOSIOLOGI; untuk SMP dan MTs Kelas VIII. Jakarta: Esis.

Napsirudin, d. (2003). Pelajaran Pendidikan Seni untuk Kelas 1 SMU. Jakarta: Yudhistira.

Ridjal, A. M., & Antariksa. (2019). Arsitektur Masyarakat Agraris dan Perkembangannya. Malang: Tim UB Press.

Sukada, B. A. (1988). Analisis Komposisi Formal Arsitektur Post-Modern. Seminar FTUI Depok. Jakarta.

Vidler, A. (1987). The Third Typology and Other Essays. New York: Princeton Architectural Press.

WBTB, A. (2010, Januari 1). Tari Cokek - DKI Jakarta. Dipetik Januari 19, 2022, dari Warisan Budaya Takbenda Indonesia: https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=611

Whaley, L. J. (1997). Introduction to Typology : The Unity and Diversity of Language. London: SAGE Publications.

Widi, C. D., & Prayogi, L. (2020). Penerapan Arsitektur Neo-Vernakular pada Bangunan Fasilitas Budaya dan Hiburan. Jurnal Arsitektur Zonasi, 3(3), 382-390. doi:10.17509/jaz.v3i3.23761