OMAH MANGROVE: PENDEKATAN ARSITEKTUR LINGKUNGAN DAN LOKALITAS DALAM PERANCANGAN ECOWISATA MANGROVE DI MUARA ANGKE

Main Article Content

Matthew Louis
Diah Anggraini

Abstract

Mangrove forest is one of the habitats and at the same time the holder of an important role in the coastal ecosystem. Mangrove forest itself is home to several types of marine life. Based on forestry data in Indonesia, there are around 3,489,140.68 Ha. The largest mangrove forest is in Sumatra. In Jakarta, there are mangrove forests in North Jakarta, precisely around the Kapuk to Muara Angke areas. The ecosystem area is 291.17 ha with a density level of 272.79 ha (rare) 16.83 ha (medium), 1.54 ha (heavy). In Kapuk Muara there is already a wildlife sanctuary for the mangrove forest in Muara Angke. However, there are still mangrove forests with a damaged category of 272.9 ha and 18.38 ha categorized as undamaged so that they are included in the critical category. This situation is exacerbated by the reclamation activities which have only been partially implemented. Fishermen lose their livelihoods because the bait and  fishing nets are buried by reclaimed land so that the fishing area is reduced. According to his writings on locality theory, Sutanto (2020) states that architecture in its development must utilize sustainable technology. This becomes important in building a new tradition that can provide usefulness to its users. This locality approach is expected to help the fishing communities in Muara Angke deal with their problems. In addition, this study also refers to the environmental architecture method, which respects the environment and local characteristics of the local community that make up the Muara Angke area. The purpose of the study is to produce a concept of structuring a mangrove restoration area, as well as to improve the welfare of fishermen in that location.

 

Keywords: Environmental Architecture ; Locality ; Ecotourism,; Mangroves

 

Abstrak

Hutan mangrove merupakan salah satu habitat dan sekaligus pemegang peranan penting dalam ekosistem pantai. Hutan mangrove sendiri merupakan rumah bagi beberapa jenis biota laut. Berdasarkan data kehutanan di Indonesia terdapat sekitar 3.489.140,68 Ha. Hutan mangrove terbesar terdapat di wilayah Sumatera. Di Jakarta Hutan mangrove terdapat di Jakarta Utara tepatnya di sekitar daerah Kapuk hingga Muara Angke. Luasan ekosistem 291.17 ha dengan tingkat kerapatan sebesar 272,79 ha (jarang) 16,83 ha (sedang) , 1,54 ha (lebat). Di Kapuk Muara sudah terdapat suaka margasatwa untuk hutan mangrove yang berada di Muara Angke. Namun meski demikian masih terdapat hutan mangrove dengan kategori rusak sebesar 272,9 ha dan 18,38 ha terkategori tidak rusak sehingga termasuk ke dalam kategori kritis. Keadaan ini diperburuk dengan kegiatan reklamasi yang baru berjalan sebagian sebagian. Nelayan kehilangan mata penchariannya dikarenakan umpan dan jaring nelayan tertimbun oleh urukan tanah reklamasi sehingga wilayak penangkapan ikan menjadi berkurang. Menurut tulisannya tentang teori lokalitas, Sutanto (2020) menyatakan bahwa arsitektur dalam perkembangannya harus memanfaatkan teknologi yang berkelanjutan. Hal ini menjadi  penting  dalam membangun  sebuah  tradisi baru yang dapat memberikan kegunaan terhadap penggunanya. Pendekatan lokalitas ini diharapkan dapat membantu masyarakat nelayan di Muara Angke menghadapi permasalahan mereka. Selain itu studi ini juga mengacu pada metode  enviromental architecture, yang menghargai lingkungan dan ciri lokalitas masyarakat setempat yang membentuk kawasan Muara Angke. Tujuan studi adalah menghasilkan konsep penataan area restorasi mangrove, sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan di lokasi tersebut.

Article Details

Section
Articles

References

Andika, W. (2021) Nelayan Muara Angke dan reklamasi

Dari https://www.antaranews.com/berita/2062350/nelayan-muara-angke-berharap-proyek- reklamasi-berlanjut-kembali

Hasyasce, (2017). Definisi Arsitektur Biomorfik

Dari http://hasyapudjadi.blogspot.com/2016/01/arsitektur-biomorfik.html

Hidayatulah,T. (2020). Reklamasi yang akan menyingkirkan nelayan

Dari https://lokadata.id/artikel/reklamasi-jakarta-yang-menyingkirkan-nelayan

Jamal, T. and Jamrozy, U. (2006). Collaborative networks and partnerships for Integrated destination management. In Tourism Management Dynamics. D. Buhalis and C. Costa (eds.), Amsterdam: Elsevier, pp. 164–172.

Jaya, Adam Pasuna. (2014). Alternatif Kebijakan Kompensasi Nelayan Muara Angke Akibat Jakarta Coastal Defence Strategy. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2 Institut Teknologi Bandung.

Oddav (2021). Pengertian fauna dan ekosistem mangrove dari

Dari https://kumparan.com/mutajahidin-salas/pengertian-fauna-dan-fungsi-ekosistem-hutan- mangrove/full

Orams, Mark B. (1995). Towards a More Desirable Form of Ecotourism. In Tourism Management, Vol. 16, No. 1, pp. 3-8. Great Britain: Elsevier Science Ltd.

Sutanto, A. (2021). Dromos-oikos. Kuliah Stupa 8.32. Prodi Arsitektur Universitas Tarumanagara. Sutanto, A. 2021. Peta Metode Desain. E-book. Prodi Arsitektur Universitas Tarumanagara. Swarbrooke, John. 1999. Sustainable Tourism Management. New York: CABI Publishing.

Sri, Y. (2012). Kajian Penerapan Konsep Ekologi Arsitektur sebagai Metode Perancangan Pembangunan Berkelanjutan dalam Manajemen Pengelolaan Iklim di Daerah Tropis dari http://eprints.uns.ac.id/12832/1/2._sri_Yuliani.doc

Sulistyawati, L (2020). Mangrove yang tercemar oleh sampah

Dari https://www.republika.co.id/berita/qeumn7384/417-kilogram-sampah-kotori-mangrove- angke

Vanya, K. ( 2021) Definisi ekologi https://www.kompas.com/skola/read/2021/04/16/163119269/ekologi-definisi-ruang-lingkup- asas-dan-manfaatnya?page=all

Yafnidawaty (2020). Definisi metode penelitian

Dari https://raharja.ac.id/2020/10/26/perbedaan-metodologi-penelitian-dan-metode-

penelitian/