BAYANG – BAYANG TEMBAWANG; RUANG INTERAKSI KULTUR DAN BUDAYA MASYARAKAT HUTAN DI KALIMANTAN BARAT
Main Article Content
Abstract
WHAT IF in the future, WE can no longer see the forest? which is they said have so many beautiful stories and memories of the past. Through this project "Bayang-Bayang Tembawang", the author invites all of us to open our eyes, feelings, and hearts more to take a closer look at the phenomenon that exists in our forests. So, with this architectural project, maybe it can change the way we see our environment. Also, with this space hopefully the younger generation, especially modern society, can feel how the jungle or Tembawang that once existed on this earth, which is very rarely seen nowadays. The main value that facilitates this project is a story of the universe with all the phenomena that occur in it, which are all written in a book, called ‘Bayang - Bayang Tembawang’, containing poems by 44 poets in West Kalimantan. In the 108 poems that are framed in this book, they tell a real experience of human harmony with their nature, Tembawang. "But does it still exist today?" These poems form the narrative in the overall concept of this project, and through a phenomenological approach, these stories are trying to be reconstructed through architectural space.
Keywords: Deforestation; Phenomenology; Tembawang
Abstrak
Bagaimana bila di masa depan, manusia sudah tidak bisa lagi melihat hutan rimba yang konon menyimpan banyak cerita indah dan kenangan-kenangan masa lampau. Dalam studi tugas akhir ini, melalui proyek “Bayang-Bayang Tembawang”, penulis mengajak masyarakat untuk lebih membuka mata, rasa, dan hati untuk melihat lebih dekat keajaiban-keajaiban yang ada pada hutan kita. Sehingga dengan proyek arsitektur ini, diharapkan dapat merubah serta membentuk perilaku dan pola pikir yang baru, tentang bagaimana manusia memandang lingkungan/alam. Dengan ruang ini pula, anak-anak muda, khususnya masyarakat modern, bisa merasakan bagaimana wujud tembawang atau hutan rimba yang pernah ada di bumi ini, yang mungkin saat ini sangat jarang bisa dilihat lagi. Nilai utama yang memfasilitasi proyek ini yaitu kisah tentang hutan rimba dan bayang-bayang kerinduan masa lalu yang semuanya tertulis dalam kumpulan puisi karya 44 penyair di Kalimantan Barat, dengan judul “Bayang-Bayang Tembawang”. Dalam 108 puisi yang dibingkai dalam buku ini, menceritakan pengalaman nyata bagaimana keselarasan dan keharmonisan manusia dengan alam semesta yang disebut Tembawang. "Akan tetapi apakah benar masih demikian pada zaman sekarang?" Puisi-puisi inilah yang menjadi pembentuk narasi dalam keseluruhan konsep proyek ini, dan melalui pendekatan fenomenologi, kisah-kisah tersebut coba dibangun kembali melalui ruang arsitektur.
Article Details
References
Anatman Pictures. “Diam dan Dengarkan.” YouTube. YouTube, 28 Jun. 2020. Web. 3 Jan. 2021. https://www.youtube.com/watch?v=NvNLumlAJX0.
Gunawan, U. (2013). Fenomenologi Arsitektur; konsep, sejarah, dan Gagasannya. NALARs, 12 (1), 43-58.
Hays, K. M. (2010). Architecture’s Desire : Reading the Late Avant-Garde. Cambridge : The MIT Press.
Holl. S., J. Pallasmaa, A. Perez-Gomez. (1994). Questions of Perception: Phenomenology of Architecture. Tokyo : A+U Publishing
LONG SA'AN. Disutradarai oleh Erick EST. Diperankan oleh John Muller, Ore Anita, Yafet, Harley Jhonson. 2020. https://youtu.be/mgBJzYpTjzQ.
Norberg-Schulz, C. (1980). Genius Loci: Towards A Phenomenology of Architecture. New York : Rizzoli.
Pallasmaa, J. (2005). The Eyes of the Skin; Architecture and the Senses. New York : John Wiley.
Spence, C. “Senses of place: architectural design for the multisensory mind.” Springer Open, 18 Sept. 2020. Web. 3 Jan. 2021.
Setia, I dkk. (2015). Bayang – Bayang Tembawang. Pontianak : Pijar Publishing.
Wikipedia contributors. "McGurk effect." Wikipedia, The Free Encyclopedia. Wikipedia, The Free Encyclopedia, 2 Jan. 2021. Web. 3 Jan. 2021.