PERBANDINGAN DEFORMASI DINDING PADA BASEMENT METODE TOP-DOWN DENGAN ANALISIS CONSTRUCTION STAGE DAN ANALISIS KONVENSIONAL
Main Article Content
Abstract
ABSTRACT
In basement construction with the top-down approach, excavation and slab installation work are carried out in stages. However, not all geotechnical applications can simulate construction stages, hence this effect has been ignored by many engineers in practice. Therefore, in this study, the effect of basement construction stages is analyzed using MIDAS GTS NX. In the program, two different analyses are performed. The first analysis is the construction stage analysis that simulates construction stages. As a comparison, a conventional analysis is performed which doesn't simulate construction stages. The two analysis results are compared. This analysis focuses mainly on the wall deformation. The modeling consists of 5 excavation stages (17 meters deep) and a diaphragm wall (36 meters deep). The walls are given 5 layers of slab reinforcements. In the first excavation stage, the maximum wall deformation results in both analyses show slightly different results (the construction stage analysis result is 8% greater than that of conventional analysis). However, in the final excavation stage, a significant difference is shown (the construction stage analysis result is 37% greater than that of conventional analysis). These results indicate that the effect of construction stages should not be neglected, especially in multi-story basements with top-down construction.
ABSTRAK
Pada konstruksi basement dengan metode top-down, pekerjaan penggalian dan pemasangan pelat dilakukan secara bertahap. Namun, tidak semua aplikasi geoteknik dapat mensimulasikan tahapan konstruksi sehingga pengaruhnya sering diabaikan oleh banyak insinyur dalam praktiknya. Maka, pada penelitian ini dilakukan analisis pengaruh tahapan konstruksi basement menggunakan aplikasi MIDAS GTS NX. Pada program, akan dilakukan dua analisis yang berbeda. Pertama, dilakukan analisis construction stage yang mensimulasikan tahapan konstruksi. Sebagai perbandingan, dilakukan analisis konvensional yang tidak mensimulasikan tahapan konstruksi. Kedua hasil analisis dibandingkan. Analisis ini lebih berfokus pada deformasi yang terjadi pada dinding diafragma. Pemodelan terdiri dari 5 tahap galian dengan kedalaman 17 meter dan dinding diafragma dengan kedalaman 36 meter. Dinding diberi perkuatan pelat sebanyak 5 lapis. Pada galian tahap pertama, hasil deformasi maksimum dinding pada kedua analisis menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda (hasil analisis construction stage lebih besar 8% dibandingkan hasil analisis konvensional). Tetapi pada galian tahap akhir, hasil deformasi maksimum dinding pada kedua analisis menunjukkan perbedaan signifikan (hasil analisis construction stage lebih besar 37% dibandingkan hasil analisis konvensional). Hasil ini menunjukkan bahwa pengaruh tahapan konstruksi sebaiknya tidak diabaikan khususnya pada basement bertingkat banyak dengan metode top-down.
Article Details
References
Badan Standardisasi Nasional. Persyaratan perancangan geoteknik. SNI 8460 (2017), 2017.
Das, G. "Comparison of Conventional and Construction." IJSTE - International Journal of Science Technology & Engineering (2016): 1.
Midas GTS. “NX On-line Manual.” Finite Element Analysis For Geotechnical Engineering. 2013.
Mistra, H. Struktur Dan Konstruksi Bangunan Tinggi Sistem Top and Down. Jakarta: Griya Kreasi, 2012.
Panigrahi, Santosh. “Importance of Construction Sequence Analysis.” IJISET - International Journal of Innovative Science, Engineering & Technology (2019): 1-3.
Prawidiawati, Fitri. “ANALISA PERBANDINGAN METODE BOTTOM-UP DAN METODE TOP-DOWN PEKERJAAN BASEMENT PADA GEDUNG PARKIR APARTEMEN SKYLAND CITY EDUCATION PARK BANDUNG DARI SEGI BIAYA DAN WAKTU.” JURNAL TEKNIK POMITS (2015): 1-6.
Xiao, Hongju. "Case Study of Top-Down Construction." EJGE (2016).