Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa Jurnal STUPA merupakan Jurnal Ilmiah Jurusan Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Tarumanagara sebagai wadah publikasi artikel ilmiah dengan tema: Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (STUPA) Jurusan Arsitektur dan Perencanaan en-US Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) 2685-5631 <span>This work is licensed under a <span>Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur/ STUPA <span><a href="http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/">Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License</a></span></span></span> Cover https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27007 <p>Jurnal STUPA V5N2 - OKTOBER 2023</p> Jurnal STUPA Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-30 2023-10-30 5 2 Redaksi https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27072 <p>Vol. 5, No. 2, Oktober 2023</p> Jurnal STUPA Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-30 2023-10-30 5 2 Daftar Isi https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27204 <p>T10-Jurnal Stupa V5N2-OKTOBER 23</p> Jurnal STUPA Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 STRATEGI PENGGUNAAN KEMBALI ADAPTIF PADA PUSAT KOMPUTER DAN PRINTER ORION DUSIT MANGGA DUA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24188 <p><em>The economic crisis, digitalization, and the pandemic have had a profound impact on the computer and printer retail trade sector with physical stores in Orion Dusit, Mangga Dua. Empathizing with Gen-X traders in this sector who have failed to adapt in the world of commerce due to the crisis or digitalization of the e-commerce market, this project proposes potential architectural solutions centered on sustainable and community-based concepts to revitalize and revive the sector.</em> <em>This research aims to serve as a foundation for a commercial architecture project that can create a tangible community in the computer and printer trading sector that can encourage a sense of ownership, and offer economic stability. This study uses qualitative research methods to renew and improve existing building conditions that have the potential for architectural intervention using adaptive reuse strategies. With a holistic programming strategy that combines user needs from the past, present, and future, the new Orion Dusit will be envisioned to accommodate continuously changing retailer needs, provide alternative business solutions, and grow linearly with the future market.</em></p> <p><strong><em>Keywords: adaptive reuse; commercial; empathy; Gen-X; tangible community</em></strong></p> <p> </p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Krisis ekonomi, digitalisasi, dan pandemi sangat berdampak pada sektor perdagangan eceran komputer dan printer yang memiliki toko fisik di Orion Dusit, Mangga Dua. Berempati terhadap pedagang Gen-X di sektor ini yang gagal beradaptasi di dunia perdagangan akibat krisis maupun digitalisasi pasar e-commerce, proyek ini mengusulkan potensi solusi arsitektur yang berpusat kepada konsep berkelanjutan dan berbasis masyarakat untuk merevitalisasi dan menghidupkan kembali sektor tersebut. Penelitian ini bertujuan sebagai landasan untuk proyek arsitektur komersial yang dapat menciptakan komunitas nyata (<em>tangible</em>) dalam sektor perdagangan komputer dan printer yang dapat mendorong rasa kepemilikan (<em>ownership</em>), dan menawarkan stabilitas (<em>stability</em>) ekonomi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif untuk memperbarui dan memperbaiki kondisi bangunan eksisting yang berpotensi diintervensi secara arsitektur menggunakan strategi penggunaan kembali adaptif. Pemrograman baru yang diterapkan pada rancangan bersifat holistik yang menggabungkan kebutuhan pengguna pada masa lalu(<em>past</em>), sekarang(<em>present</em>), dan masa depan (<em>future</em>), dengan visi akhir Orion Dusit yang dapat mewadahi perubahan kebutuhan pedagang, memberikan solusi alternatif usaha dan bertumbuh secara linear dengan potensi pasar di masa depan.</p> Amabel Christy Wibowo Maria Veronica Gandha Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 485 496 10.24912/stupa.v5i2.24188 PENGEMBANGAN MELALUI PEMAHAMAN EMPATIK HALTE TRANSJAKARTA GROGOL 2 UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN PENGALAMAN PENGGUNA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24191 <p><em>Congestion in urban environments like Jakarta is inevitable due to rapid population growth and increased vehicle usage. The conventional approach of seeking new land for development is unsustainable. This work and research focus on the Grogol 2 bus stop, aiming to understand its current state and learn from past mistakes. The design objective is to reduce passenger fluctuations during peak hours by providing a comfortable waiting area. This study involves research and design, incorporating interviews, relevant precedent studies, and the practical application of architectural principles. An empathic architecture approach is used, serving as a vessel for human activity.</em></p> <p><strong><em>Keywords: congestion</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>empathic architecture</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>Grogol 2 bus stop</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>growing population</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>urban environment</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Kemacetan di lingkungan perkotaan seperti Jakarta tidak dapat dihindari karena pertumbuhan penduduk yang pesat dan peningkatan penggunaan kendaraan. Pendekatan konvensional dalam mencari lahan baru untuk pembangunan tidak berkelanjutan. Karya dan penelitian ini berfokus pada halte bus Grogol 2, dengan tujuan memahami kondisinya saat ini dan belajar dari kesalahan masa lalu. Tujuan desainnya adalah untuk mengurangi fluktuasi penumpang pada jam sibuk dengan menyediakan area tunggu yang nyaman. Studi ini melibatkan penelitian dan desain, dengan melibatkan wawancara, studi preseden relevan dalam kolaborasi dengan prinsip-prinsip arsitektur dengan terapan praktis. Pendekatan arsitektur empatik digunakan, yang berperan sebagai wadah bagi aktivitas manusia.</p> Gerald Revell Nur Asan Maria Veronica Gandha Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 497 510 10.24912/stupa.v5i2.24191 PROTOTIPE FASILITAS PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN CENGKEH DI PERKEBUNAN JAMBELAER https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24194 <p><em>Starting</em><em> from the issues faced by a group of young people from Jambelaer village, Sukabumi, who are seeking work in the city with only junior high school and vocational school diplomas. Some of these youths claim that their fathers were former successful clove entrepreneurs in their village, but went bankrupt due to limited facilities, sales access, and knowledge about clove farming. The farming methods and facilities used by the villagers are still very conventional and highly dependent on weather conditions, resulting in declining harvest yields and selling prices that no longer cover their expenses. Moreover, the farmers lack sufficient knowledge about clove plant care and how to optimize production from clove harvests. As a result, the young farmers have shifted to seeking work in the city, and their clove plantations in the village have been left neglected, as they are considered to have lost their value.</em> <em>This has become a problem because if they are no longer dependent on their natural resources, over time, the importance of clove farming may be forgotten.</em> <em>This project takes the clove plants in their village as the subject of empathy and aims to revitalize clove farming as the main source of income for the village. Therefore, they need a facility for learning and education about clove farming, as well as a processing facility to process their harvests without being too dependent on weather conditions. The proposed architectural solution in this case is a prototype, a building for educational and learning facilities dedicated to everything about clove farming, along with a processing facility. This prototype will be built in the location of the clove plantations owned by the villagers. The "fill in" method will be used, filling in empty areas without significantly cutting down existing clove trees, using locally available building materials from the village to minimize costs and, at the same time, aiming to increase the awareness of the village's youth regarding the richness of their local resources.</em></p> <p><strong><em>K</em></strong><strong><em>eywords: architecture; awareness; clove; empathy; education</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Berangkat dari permasalahan sekelompok anak muda asal kampung Jambelaer, Sukabumi, yang mencari kerja di kota dan hanya berbekal ijazah SMP dan SMK, padahal beberapa anak mengaku ayahnya adalah bekas seorang pengusaha cengkeh yang dulu sukses dikampungnya, tetapi bangkrut karena keterbatasan fasilitas, akses jual dan pengetahuan tentang cengkeh. Metode dan fasilitas yang digunakan para petani kampung tersebut masih sangat konvensional dan sangat tergantung dengan cuaca, akibatnya hasil panen terus menurun dan harga jual sudah tidak menutupi modal mereka. Petani kampung tersebut juga tidak dibekali pengetahuan yang cukup tentang perawatan tanaman cengkeh dan bagaimana mengoptimalkan produksi dari hasil panen cengkeh. Karena hal itu maka para petani beralih mencari kerja ke kota dan kebun cengkeh di kampung mereka dibiarkan terlantar begitu saja karena dianggap sudah tidak memiliki value bagi mereka. Hal ini menjadi masalah karena jika mereka sudah tidak bergantung akan alamnya maka lama kelamaan cengkeh akan dilupakan. Proyek ini menjadikan tanaman cengkeh pada kampung mereka sebagai subjek empati dan mencoba mengangkat kembali tanaman cengkeh sebagai penghasilan utama kampung tersebut. Untuk itu, mereka membutuhkan sebuah fasilitas pembelajaran, pendidikan dan juga pengolahan cengkeh. Solusi arsitektural pada kasus ini merupakan prototype, sebuah bangunan fasilitas pendidikan dan pembelajaran segala hal tentang cengkeh, juga fasilitas pengolahan untuk memproses hasil panen mereka tanpa terlalu tergantung dengan keadaan cuaca. Prototype ini akan dibangun pada lokasi kebun cengkeh warga kampung Jambelaer. Dengan metode fill in, mengisi area kosong tanpa banyak menebang pohon cengkeh yang sudah ada dengan pemakaian material bangunan yang mudah ditemukan pada area kampung mereka untuk meminimalisir biaya dan juga bertujuan untuk meningkatkan kepedulian para pemuda kampung tersebut akan kekayaan sumberdaya kampung mereka.</p> Indika Kamara Putra J.M. Joko Priyono Santoso Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 511 520 10.24912/stupa.v5i2.24194 PENYEMBUHAN DAN PERBAIKAN MORAL WANITA PENGHIBUR https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24203 <p>Globalization has brought many significant changes and impacts to the world, both positive and negative. On the one hand, globalization has brought technological advances and information that enable access to faster and easier information and communication, as well as increasing international trade and foreign investments that can drive economic growth. On the other hand, globalization is also potentially exacerbating the social and economic disparity between strong and weak countries, as well as strengthening the influence of multinational forces and global organizations to make decisions that can affect human life. And free association is one of the effects of globalization itself. Promiscuity is a social phenomenon with such a variety of forms as murder, alcoholic beverages, smoking, brawling, and sexual promiscuity. Casual sex is one form of free association and the effects of casual sex: premature marriage, abortion, and HIV. HIV is a very lethal impact. The spread of HIV is free of the three factors: female entertainers, drug use, and poor dipper. Female entertainers are a form of sexual promiscuity. On the other hand, a lack of empathy for society leads to mental, psychological and biological problems for prostitutes. In this regard, empathy for female entertainers also plays a key role in promoting more inclusive and friendly social changes for individuals involved in tuna. In building empathy for female comforters, society needs to treat them with respect, tolerance, and understanding. Thus, it is hoped that a more inclusive and friendly social environment will be created for all individuals in society, through architecture. The project employs methods of juhani pallasmaa's theory "an architecture of seven sense" and "the eyes of the skin: architecture and sense" and through data collecting from BPS's internal media, e.book, surveys, interviews and semisters, and analysis of the needs of the surrounding communities. It is to be expected that empathy remains and remains until recently, with a design consistent with the characteristics of empathy.</p> <p><strong><em>Keywords: Free association, Sex workers, Rehabilitation</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Globalisasi telah membawa banyak perubahan dan dampak signifikan bagi dunia, baik positif maupun negatif. Di satu sisi, globalisasi telah membawa kemajuan teknologi dan informasi yang memungkinkan akses informasi dan komunikasi yang lebih cepat dan mudah, serta meningkatkan perdagangan internasional dan investasi asing yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, globalisasi juga berpotensi memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi antara negara-negara yang kuat dan lemah, serta memperkuat pengaruh kekuatan multinasional dan organisasi global dalam mengambil keputusan yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Dan pergaulan bebas salah satu dampak dari globalisasi itu sendiri. Pergaulan bebas adalah fenomena sosial memiliki beragam bentuk seperti : pembunuhan, minuman berakohol, merokok, tawuran, dan sex bebas. Sex bebas salah satu bentuk pergaulan bebas dan dampak dari sex bebas adalah: pernikahan dini, aborsi, dan hiv. Hiv adalah dampak yang sangat mematikan. Penyebaran hiv di sebebkan dari tiga faktor yaitu : tuna Susila, penggunaan narkotika suntik, dan pendudduk miskin. Tuna Susila salah satu bentuk korban dari sex bebas. Di sisi lain kurangnya empati terhadap masyarakat sehingga menimbulkan masalah mental, psikologis dan biologis pada tuna Susila. Dalam hal ini, empati terhadap tuna susila juga berperan penting dalam mempromosikan perubahan sosial yang lebih inklusif dan ramah bagi individu yang terlibat dalam tuna susila. Dalam membangun empati terhadap tuna susila, masyarakat perlu memperlakukan mereka dengan penuh rasa hormat, toleransi, dan pengertian. Dengan begitu, diharapkan akan tercipta lingkungan sosial yang lebih inklusif dan ramah bagi semua individu dalam masyarakat, melalui arsitektur. Proyek ini menggunakan metode dari teori Juhani Pallasmaa “An architecture of seven sense” dan “The eyes of the skin: architecture and sense” dan melalui pengumpulan data dari BPS DKI Jakarta, jurnal ilmiah, e-book, survei, wawancara dan kuisioner, serta analisis kebutuhan masyarakat sekitar. Dengan ini diharapkan rasa empati tetap terasa dan terjaga sampai kapanpun, dengan desain sesuai dengan karakteristik empati.</p> Jodi Adam J.M. Joko Priyono Santoso Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 521 534 10.24912/stupa.v5i2.24203 FASILITAS BELAJAR WIRAUSAHA DAN KERAJINAN TANGAN UNTUK MANTAN PEGAWAI GERBANG TOL https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24204 <p><em>Starting from the phenomenon of factors related to unemployment, the author refers to the factor of digitalization. The author observes the rapid technological developments worldwide. The impact can lead to human workers in offices being replaced by advanced technology-operated robots. The author conducted interviews and concluded that former toll gate workers actually want to start their own businesses. However, they face obstacles such as a lack of understanding about entrepreneurship and insufficient skills for the business they want to start, which ultimately leads them to choose unemployment since they cannot return to work in the toll gate subsidiary. Seeing the increasing developments in architecture, the author sees an opportunity to try entrepreneurship in the furniture craft field. Toll gate operators who didn't get the chance to work as staff in Jasa Marga could receive training to develop the business they want to start and also try creating their products in the provided workshop. Plastic waste has potential as another material for home decor or furniture due to its termite-resistant nature. Former toll gate employees can easily start a craft business using plastic waste, from its collection to the processing until it becomes a product. Considering the current trend where many cafes or hangout places use simple and modern furniture, it aligns with the current building concepts.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>architecture; emphaty; entrepreneur; jobless</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Berangkat dari fenomena faktor yang mengacu ke pengangguran, penulis mengacu pada faktor digitalisasi. Penulis melihat sekarang ini perkembangan teknologi yang melaju sangat cepat di seluruh dunia. Dan dampaknya bisa menyebabkan tenaga manusia yang tadinya bekerja di kantoran, diganti dengan tenaga robot yang menggunakan teknologi canggih. Penulis melakukan metode wawancara dan menyimpulkan bahwa mantan pekerja gerbang tol sebenarnya ingin memulai merintis berwirausaha. Dikarenakan halangan seperti tidak paham mengenai wirausaha dan tidak ada cukup skill mereka di usaha yang akan di mulainya, maka mereka akhirnya memilih untuk menganggur. Karena tidak dapatnya kembali bekerja di anak perusahaan gerbang tol tersebut. Melihat perkembangan di pembangunan arsitektur lagi meningkat, saya melihat peluang untuk mencoba pada entreprenuer craft di bidang furniture. Dimana operator-operator gerbang tol yang tidak dapat kesempatan bekerja menjadi staf di Jasa Marga bisa mendapatkan pelatihan untuk bisa berkembang di usaha yang ingin mereka buat dan dapat juga mencoba membuat suatu produknya dalam workshop yang juga disediakan di dalamnya. Sampah plastik memiliki potensi sebagai bahan lainnya untuk home decor atau furniture. Dikarenakan bahan ini sifat anti rayap. Para mantan pegawai gerbang tol bisa memulai bisnis kerajinan berbahan sampah plastik dengan mudah. Dari mulai pengumpulan sampah plastiknya dan pengolahannya hingga jadi produknya. Dilihat trend sekarang ini banyak cafe atau tempat tempat hangout banyak menggunakan bahan perabotnya yang terlihat simpel dan modern, menyesuaikan dengan konsep bangunan sekarang ini.</p> Jeremy Ariandi Setyolisdianto J.M. Joko Priyono Santoso Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 535 546 10.24912/stupa.v5i2.24204 PERANCANGAN BANGUNAN BAGI LANSIA PENSIUNAN BEREKONOMI RENDAH DI JAKARTA BARAT https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24205 <p><em>Every human being will experience a phase of aging as well as us, from children to adults to old age is a natural process that humans experience. Elderly is a phase where humans are free from the responsibility to care for and provide for their children, whereas the elderly need care and assistance from their children and grandchildren. However, not all elderly people get the care and assistance they need and on the other hand, there are still elderly people who earn a living to meet their personal needs. There are still many elderly people who live with a low level of welfare, around 11.51% of the elderly population in Jakarta live in poverty according to BPS data in 2022. Elderly people who live within the poverty line usually find it difficult to meet their daily needs, which is caused several factors such as lack of income, and loss of income which causes a decrease in bodily functions which causes less productivity. There are also low-income elderly who receive social assistance from the government (KLJ), but can only reach the elderly who are physically and psychologically ill. Therefore, providing programs for the elderly to generate income is very important for the survival and well-being of the elderly. Empathize with creating jobs that suit the needs and abilities of the elderly and housing so that they can help the survival and welfare of the elderly, as well as commercial for the daily needs of the elderly. By applying the Healing Environment which is supported by natural, sensory, and psychological elements.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><em> <strong>elderly</strong></em><strong><em>;</em></strong> <strong><em>empathy</em></strong><strong><em>; housing; income</em></strong><strong><em>;</em></strong><strong><em> low econom</em></strong><strong><em>;</em></strong> <strong><em>work</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Setiap manusia akan mengalami fase penuaan begitu juga dengan kita, mulai dari anak menjadi dewasa hingga menjadi tua merupakan proses alamiah yang dialami manusia. Lansia merupakan fase dimana manusia telah bebas dari tanggung jawab untuk merawat dan menafkahi anak mereka, yang sebaliknya lansia butuh perawatan dan pendampingan dari anak maupun cucu mereka. Akan tetapi, tidak semua lansia dapat perawatan dan pendampingan yang dibutuhkan dan sebaliknya masih ada lansia yang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Masih banyak penduduk lansia yang hidup dengan tingkat kesejahteraan yang rendah, sekitar 11,51% penduduk lansia di Jakarta yang hidup dalam kemiskinan menurut data BPS pada tahun 2022. Lansia yang hidup dalam garis kemiskinan biasanya sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, yang disebabkan beberapa faktor seperti kurangnya pendapatan, dan kehilangan pendapatan yang menyebabkan terjadinya penurunan fungsi tubuh yang menyebabkan kurang produktif. Ada pula lansia berekonomi rendah yang mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah (KLJ), akan tetapi hanya dapat menjangkau lansia yang sakit secara fisik dan psikis. Oleh karena itu, Penyediaan program bagi lansia untuk menghasilkan pendapatan sangatlah penting untuk keberlangsungan hidup dan kesejahteraan lansia. Berempati dengan menciptakan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan lansia dan hunian agar dapat membantu keberlangsungan hidup dan kesejahteraan lansia, serta komersial untuk kebutuhan sehari dari lansia. Dengan mengaplikasikan <em>Healing Environment </em>yang didukung oleh unsur alam, indera, serta psikologis.</p> Brian Patrick Budi Adelar Sukada Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 547 558 10.24912/stupa.v5i2.24205 SARANA ASUHAN BAGI ANAK YATIM PIATU AKIBAT COVID-19 https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24206 <p><em>Entering the Covid 19 era, it is estimated that more than 40,000 children will lose their parents. This created a generation of orphans. The problem of orphans has become a significant issue. Without parents, cognitive, affective, and motor needs are not fulfilled. Children also lose the figure of fulfilling economic needs and also direction for their future. Thus a generation with a bad moral perspective is formed where individuals do things that cross legal boundaries such as stealing, killing, etc. These criminal acts are a form of escape from feelings of trauma that have not yet been healed. Through the Empathy Architecture approach, the empathetic approach focuses on the main users, namely orphans. Human Centered Design is a design approach that takes into account creative ideas that solve the problems of orphans. Target users are separated into 2 categories, namely elementary school children and junior high school students. Prior to that, research was conducted with efforts to focus on orphans on how the role of architecture can meet the cognitive, affective, and motor needs of orphans. Interviews with psychology lecturers were carried out in an effort to add insight into the differences in the behavior of children who have a sense of trauma at this young age. Thus, it is hoped that understanding will lead to the implementation of the designs needed in healing the trauma problems of orphans, as well as providing direction for the child's future. The design will be based on the application of the Stimulating Environment concept, which is the design of a stimulating environment which encourages users to carry out body interaction activities with each other. With this approach the development of 3 ideas namely a stimulating environment, a multi-sensory environment, and positive distractions is used as a reference for whether the orphanage is architecturally effective in influencing the psychological problems of orphans. Design will stimulate the human senses which include the senses of sight, hearing, smell, taste, and touch. Thus it is hoped that the research process can produce designs that can be a means of care, a means of healing, and prepare children for their future.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em> Child’s needs; Orphans; Trauma</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Memasuki masa covid 19, diperkirakan lebih dari 40.000 anak akan kehilangan orangtuanya. Hal tersebut menciptakan generasi anak yatim piatu. Permasalahan anak yatim piatu telah menjadi isu yang signifikan.Tanpa adanya sosok orang tua, kebutuhan kognitif, afektif, dan motorik tidaklah terpenuhi. Anak juga kehilangan sosok pemenuhan kebutuhan segi ekonomi dan juga arahan atas masa depannya. Demikian terbentuklah generasi dengan perspektif moral yang buruk yang dimana individu melakukan hal yang melewati batas hukum seperti mencuri, membunuh, dll.Tindakan krimininalitas tersebut merupakan bentuk pelarian akan perasaan trauma yang belum sembuh. Melewati pendekatan <em>Emphaty Architecture</em>, pendekatan empati berfokus pada pengguna utama yaitu anak yatim piatu.<em>Human Centered Design</em> adalah pendekatan desain dengan memperhatikan ide kreatif yang menyelesaikan permasalahan anak yatim piatu.Target pengguna dipisahkan menjadi 2 kategori yaitu anak SD dan anak SMP.Sebelum itu penelitian dilakukan dengan upaya berfokus pada anak yatim piatu akan bagaimana peran arsitektur dapat memenuhi kebutuhan kognitif, afektif, dan motorik anak yatim piatu. Wawancara pada dosen psikologi dilakukan dengan upaya menambah wawasan akan perbedaan tingkah laku anak yang memiliki rasa trauma pada usia muda ini. Dengan demikian diharapkan mendapatkan pemahaman mengarah pada implementasi desain yang diperlukan dalam menyembuhkan permasalahan trauma anak yatim piatu, serta memberikan arahan akan masa depan anak. Perancangan akan berprinsip pada penerapan konsep <em>Stimulating Environment</em> yang dimana perancangan lingkungan yang merangsang yang dimana mendorong pengguna untuk melakukan kegiatan interaksi tubuh satu sama lain. Dengan pendekatan tersebut pengembangan 3 gagasan yaitu lingkungan yang merangsang, lingkungan multi-indera, dan gangguan positif digunakan sebagai acuan akan apakah panti asuhan tersebut secara arsitektur efektif dalam mempengaruhi masalah psikologis anak yatim piatu. Desain akan merangsang indera-indera manusia yang meliputi indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan sentuhan. Dengan demikian diharapkan proses penelitian dapat menghasilkan perancangan yang dapat menjadi sarana asuhan, sarana penyembuhan, serta menyiapkan anak untuk masa depannya.</p> Felix Jonathan Budi Adelar Sukada Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 559 572 10.24912/stupa.v5i2.24206 PUSAT KOMUNITAS BAGI LANSIA KALANGAN MENENGAH KEATAS https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24207 <p><em>Currently, 500 million people worldwide with an average age of 60 are suffering from depression in old age. In the year of 2000, there were 22.3 million elderly people in Indonesia with a life expectancy of 65 to 75 years. By 2020, with a life expectancy of 70 to 75 years, it increased by 11.09 percent (more than 29.12 million) and is projected to reach 1.2 billion by 2025. This research aims to provide design ideas for the elderly to feel comfortable and content by accommodating their needs for a community center for the elderly. This study was conducted using qualitative descriptive research method and design method based on phenomena. Through this research, it can be concluded that the design of a community center with a healing environment concept can be an alternative that helps the elderly overcome depression by applying the principles of a healing environment, which include determining appropriate programs for the elderly, such as a functional senior park, walking garden, communal area, creativity space, doctor's consultation room, health clinic, and open area designed with the principles of a healing environment, including independence, consciousness, connectedness, purpose, physical activities, and restorative elements. By creating an environment of a community center for the elderly, a sense of togetherness is fostered through interactions among the elderly, preventing depression caused by loneliness, which impacts both physical and psychological health.</em></p> <p><strong><em>Keywords: community centre</em></strong><strong><em>;</em></strong> <strong><em>depression; elderly</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Saat ini, 500 juta orang di seluruh dunia dengan usia rata-rata 60 tahun menderita depresi di usia tua. Pada tahun 2000, terdapat 22,3 juta lansia di Indonesia dengan harapan hidup 65 sampai 75 tahun. Pada tahun 2020, dengan angka harapan hidup 70-75 tahun, meningkat menjadi 11,09 persen (29,12 juta lebih) dan diperkirakan mencapai 1,2 miliar pada tahun 2025. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan ide perancangan untuk para lansia agar para lansia betah dan nyaman dengan mewadahi kebutuhan akan pusat komunitas para lansia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif serta metode desain berdasarkan fenomena. Melalui penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perancangan pusat komunitas dengan konsep <em>healing environment </em>dapat menjadi alternatif yang mampu membantu lansia dalam mengatasi depresi dengan menerapkan prinsip prinsip <em>healing environment </em>yang mencakup penentuan program yang sesuai dengan lansia, di antaranya <em>functional senior park</em>, <em>walking garden</em>, area komunal, <em>creativity space</em>, ruang konsultasi dokter, <em>health clinic</em>, dan <em>open area </em>yang dirancang dengan prinsip-prinsip <em>healing environment</em>, meliputi <em>independence, consciousness, connectedness, purpose, physical activities, </em>dan <em>restorative</em>. Dengan menciptakan lingkungan pusat komunitas lansia, tercipta rasa kebersamaan melalui interaksi orang lanjut usia dengan sebayanya supaya bisa terhindar dari depresi karena kesepian yang berdampak pada kesehatan fisik maupun psikis.</p> Alvian Tan Suwandi Supatra Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 573 584 10.24912/stupa.v5i2.24207 RUANG TERAPI SENI BAGI PENYANDANG DISABILITAS TUNADAKSA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24208 <p><em>People with disabilities are often seen as class two in everyday life. They are often hampered from accessing public buildings due to inadequate accessibility of space and supporting facilities. They are also often discriminated against and negatively stigmatized because of their physical limitations, which in turn causes them to not get the same rights and life opportunities as other normal human beings. This ultimately causes stress and mental disorders in persons with disabilities, especially physical impairment. To overcome this, people with disabilities need to take medication or therapy to maintain and improve their mental health. One of many other therapy methods that can be done to overcome these problems is art therapy. Using art as a healing medium, it is hoped that it can reduce stress and become a place for people with disabilities to express and develop their abilities. The research method used is a descriptive qualitative method that begins with observing the phenomena of persons with disabilities such as their daily lives, conditions, and needs in-depth based on standards and space requirements. And then equipped with supporting theory and related precedent studies. This research will later produce a design parameter for disability-friendly art galleries, especially for the physically disabled with an art therapy program to address their mental health problems.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>accesibility; art therapy; physical impairment</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Penyandang disabilitas sering kali dianggap sebagai masyarakat golongan dua dalam kehidupan sehari-hari. Mereka sering kali terhambat untuk mengakses bangunan-bangunan publik karena masalah aksesibilitas ruang dan fasilitas pendukung yang tidak memadai. Mereka juga sering kali mendapat diskriminasi dan stigma negatif karena keterbatasan fisik mereka, yang akhirnya menyebabkan mereka tidak mendapatkan hak dan kesempatan hidup yang sama seperti manusia normal lainnya. Hal ini akhirnya menyebabkan <em>stress</em> dan ganguan mental pada penyandang disabilitas, khususnya tunadaksa. Untuk mengatasi hal ini, penyandang disabilitas tunadaksa perlu melakukan pengobatan atau terapi untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan mental mereka. Salah satu bentuk terapi yang bisa digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah terapi seni. Dengan menggunakan seni sebagai sarana penyembuhan, tujuannya adalah untuk mengurangi tingkat stres dan memberikan wadah bagi penyandang disabilitas tunadaksa untuk berekspresi dan mengembangkan potensi mereka. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yang dimulai dengan pengamatan menyeluruh terhadap fenomena penyandang disabilitas, termasuk kehidupan sehari-hari, kondisi mereka, dan kebutuhan yang mendalam. Penelitian ini didasarkan pada standar dan kebutuhan ruang gerak serta dilengkapi dengan teori pendukung dan studi sebelumnya yang relevan. Hasil penelitian ini akan menciptakan parameter desain untuk bangunan galeri seni yang ramah disabilitas, khususnya untuk penyandang tunadaksa, dengan program terapi seni untuk mengatasi masalah kesehatan mental mereka.</p> Julio Anderson Suwandi Supatra Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 585 596 10.24912/stupa.v5i2.24208 RUANG HUNIAN DAN KREATIF ANAK-ANAK YATIM PIATU https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24209 <p><em>As of September 2021, the Ministry of Social Affairs received reports that the number of orphans had reached 28 thousand people which was caused by the main impact, namely Covid-19. The DKI Jakarta Provincial Government held a meeting and stated openly about the number of people who died of more than 13 thousand people and resulted in 9 thousand children in Jakarta becoming orphans or orphans. As orphans who are also affected by Covid-19, some have received assistance and have foster parents. But this does not mean that the problem has been solved. In terms of empathy with the suffering of orphans, emotional contagion will evoke an intense state within oneself, just as someone who is experiencing distress by softening the boundaries between himself and others. Modern empathetic architectural design focuses on design that engages the community. An understanding of how the built environment will have an impact on social change. Establish design with past and future societies in a close relationship. Orphans are included in the category of vulnerable children or children who need special protection (children in need of special protection). They are said to be neglected because their basic needs are not met spiritually, physically, or socially. The Covid-19 pandemic has had a huge impact on all sectors of life. The death toll from the corona virus is still falling to this day. Orphans often have stunted physical growth due to their inadequate nutritional needs. In addition to psychological barriers, orphans also experience emotional barriers. In healthy families, children will fear that their parents "disappear" in their lives. Orphans need a place where they can feel love and prosperity. This container adjusts to the daily life of orphans and ergonomics so that it can provide a sense of comfort and security with assurance. With containers and programs that are in accordance with activities, activities and needs, it is hoped that orphans can be free from feelings of loneliness, mental illness, depression and be replaced by a sense of family, live healthy and smart, and be wiser. Orphans need a place where they can feel love and prosperity. This container adjusts to the daily life of orphans and ergonomics so that it can provide a sense of comfort and security with assurance. With containers and programs that are in accordance with activities, activities and needs, it is hoped that orphans can be free from feelings of loneliness, mental illness, depression and be replaced by a sense of family, live healthy and smart, and be wiser. </em></p> <p><strong><em>Keywords: empathy; empathy architecture; orphans; psychological</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Hingga September 2021, Kementerian Sosial menerima laporan bahwa jumlah anak yatim piatu mencapai 28 ribu orang yang disebabkan oleh dampak utamanya yaitu Covid-19. Pemprov DKI Jakarta mengadakan rapat serta menyatakan secara terbuka tentang jumlah orang yang meninggal lebih dari 13 ribu jiwa dan mengakibatkan 9 ribu anak di Jakarta menjadi yatim atau yatim piatu. Sebagai anak yatim piatu yang juga terdampak covid-19 sebagian telah mendapatkan bantuan serta mempunyai orang tua asuh. Tetapi ini bukannya berarti bahwa persoalan telah selesai. Dalam empati kaitannya dengan kesusahan anak-anak yatim piatu, maka penularan emosi akan membangkitkan keadaan intens dalam diri seperti halnya seseorang yang mendapatkan kesusahan dengan cara memperlembut batasan antara dirinya dengan orang lain. Desain arsitektur empati modern memfokuskan pada desain yang melibatkan komunitas. Pemahaman bagaimana lingkungan bangunan akan memiliki dampak pada perubahan sosial. Menjalin desain dengan masyarakat masa lalu dan masa depan dalam suatu hubungan yang erat. Anak yatim piatu termasuk kategori anak rawan atau anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus <em>(children in need of special protection)</em>. Mereka dikatakan terlantar karena tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Pandemi Covid-19 telah berdampak sangat besar dalam seluruh sektor kehidupan. Korban jiwa akibat virus corona itu pun masih terus berjatuhan hingga saat ini. Anak yatim piatu sering terhambat pertumbuhan fisiknya karena kebutuhan gizi yang kurang. Selain hambatan psikologis, anak-anak yatim piatu juga mengalami hambatan emosional. Dalam keluarga yang sehat, anak-anak akan merasa takut apabila orang tua mereka "menghilang" dalam kehidupan mereka. Anak-anak yatim piatu membutuhkan sebuah wadah dimana dirinya dapat merasakan kasih sayang dan sejahtera. Wadah ini menyesuaikan dengan keseharian anak-anak yatim piatu dan ergonomi agar dapat memberikan rasa nyaman dan aman dengan terjamin. Dengan wadah serta program yang sesuai dengan kegiatan, aktivitas dan kebutuhan diharapkan anak-anak yatim piatu dapat bebas dari rasa kesepian, penyakit mental, depresi dan digantikan menjadi rasa kekeluargaan, hidup sehat dan pintar, dan lebih bijaksana.</p> Gavin Hanli Lim Suwandi Supatra Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 597 608 10.24912/stupa.v5i2.24209 PENERAPAN DINDING INTERAKTIF PADA SARANA EDUKASI BAGI KOMUNITAS ANAK JALANAN https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24210 <p>The number of street children continues to increase due to the tendency of children who are easily influenced to become street children due to their surroundings. Street children are in a vulnerable phase and are easily influenced by their environment to become street children, so some of them have to drop out of school because the majority prefer to help their parents make a living. This causes street children to grow up with educational values instilled from an early age so they have a lack of interest in learning. The educational needs of street children require learning methods that are appropriate to their behavior and activities. The majority of street children's activities are in the form of working to earn money, causing them to be less able to channel their hobbies and express themselves. Activities to channel their hobbies, talents and interests related to the arts and sports by forming a community. The research method used is in the form of a third place as a community builder and behavioral architecture to determine learning adapted to the nature, character and behavior of street children. The learning method is in the form of learning while playing with learning phases based on the level of focus of children's learning through interactive and adaptive learning media with interactive wall media. Types of interactive learning include academic in the form of learning to read, count, and color; non-academic in the form of arts and skills, and physical activities to train children's sensory and motor development. The application of interactive walls through the use of materials and spatial concepts that are flexible so that they can change functions according to needs and form concepts that describe the character of street children.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>Behaviour Architecture; Community; Education; Interactive Wall; Street Children</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Jumlah anak jalanan terus meningkat akibat kecenderungan anak yang mudah terpengaruh menjadi anak jalanan akibat lingkungan sekitarnya. Anak jalanan berada di fase yang rentan dan mudah terpengaruh oleh lingkungannya untuk menjadi anak jalanan sehingga beberapa di antaranya harus putus sekolah karena mayoritas lebih memilih membantu orang tuanya mencari nafkah. Hal ini menyebabkan anak jalanan tumbuh dengan nilai pendidikan yang tertanam sejak dini sehingga memiliki kurangnya minat dalam belajar. Kebutuhan pendidikan anak jalanan ini membutuhkan metode pembelajaran yang sesuai dengan perilaku dan aktivitasnya. Mayoritas aktivitas anak jalanan berupa bekerja untuk mencari uang sehingga menyebabkan mereka kurang dapat menyalurkan hobi dan mengekspresikan diri mereka. Kegiatan untuk menyalurkan hobi, bakat, dan minatnya terkait bidang seni dan olahraga dengan suntuk membentuk komunitas. Metode penelitian yang digunakan berupa tempat ketiga sebagai pembentuk komunitas serta arsitektur perilaku untuk menentukan pembelajaran disesuaikan dengan sifat, karakter, serta perilaku anak jalanan. Metode pembelajaran berupa belajar sambil bermain dengan fase pembelajaran berdasarkan tingkat fokus belajar anak melalui sarana pembelajaran yang interaktif dan adaptif dengan media dinding interaktif. Jenis pembelajaran interaktif meliputi akademik berupa belajar membaca, berhitung, dan mewarnai; non akademik berupa seni dan keterampilan, dan aktivitas fisik untuk melatih perkembangan sensorik dan motorik anak. Penerapan dinding interaktif melalui penggunaan material serta konsep ruang yang bersifat fleksibel sehingga dapat berubah fungsi sesuai kebutuhan serta konsep bentuk yang menggambarkan karakter anak jalanan.</p> Sella Serina Sutrisnowati Machdijar Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 609 622 10.24912/stupa.v5i2.24210 OMAH SENI: PENGEMBANGAN SENI LUKIS DI PASAR BARU JAKARTA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24211 <p>Empathy means to feel and understand what another person is feeling. An architect must understand space and the thought process of its users. If an architect knows how the user sees and feels a space, it will be easy to design for them. Empathetic architecture is linked to the street painting community. In Indonesia, street painters are commonly seen as paintings across a sidewalk, in a store or even kiosks. Areas that are famous for their street artists include Pasar Baru, Kota Tua, Pasar Seni Ancol in Jakarta, Jalan Braga in Bandung, and Jalan Simpang in Surabaya. So this project was inspired from Architectural Empathy for the street artist community in Pasar Baru, Central Jakarta. They have recently experienced job withdrawals and a lack of customers due to a lack of interest by the younger generation in their paintings, as well as a location that does not support their work. This analysis is done with the descriptive-qualitative method based on personal data. This project aims to fix the life of the artists, by integrating prorams that will increase the demography of customers. The concept used is facadism because the project is situated in a building that has historic potential.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>Age; Potential; Sentra Lukis</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Empati berarti merasakan dan memahami perasaan orang lain. Seorang arsitek harus memahami ruang dengan pola pikir penggunanya. Jika arsitek tahu persis bagaimana pengguna melihat dan mengalaminya, akan mudah merancang ruang untuk para seniman. Empati Arsitektur ini dikaitkan dengan komunitas seniman jalanan. Di Indonesia, jasa pelukis jalanan sering dijumpai dalam bentuk pajangan lukisan di sepanjang trotoar, di dalam ruko atau bahkan pada sederet kios yang disediakan pengelola setempat untuk para pelukis. Daerah-daerah yang terkenal dengan pelukis jalannya antara lain Pasar Baru, Kota Tua, Pasar Seni Ancol di Jakarta, Jalan Braga di Bandung, dan Jalan Simpang di Surabaya. Maka proyek ini diangkat dari Empati Arsitektur terhadap komunitas seniman jalanan di Pasar Baru, Jakarta Pusat. Mereka belakangan ini mengalami pengurangan lapangan kerja dan sepinya pelanggan yang dikarenakan kurangnya minat generasi muda terhadap lukisan mereka, serta lokasi yang kurang mendukung pekerjaan mereka. Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif-kualitatif berdasarkan analisis pribadi dari wawancara masyarakat. Maka proyek ini bertujuan memperbaiki ruang hidup para seniman, dengan mengintegrasikan program-program yang diharapkan dapat meluaskan demografi pelanggan, menarik perhatian dunia terhadap komunitas seniman jalanan, serta mempersiapkan para seniman terhadap perkembangan zaman yang digital. Konsep desain yang digunakan adalah facadism karena proyek mengambil tapak dengan bangunan yang memiliki langgam arsitektur bersejarah.</p> Adrian Lucas Teja Sutrisnowati Machdijar Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 623 632 10.24912/stupa.v5i2.24211 PENERAPAN DESAIN SENSORI PADA GANGGUAN HIPERSENSITIF DAN HIPOSENSITIF PADA ANAK PENYANDANG AUTISME https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24212 <p>The design of an autism therapy center and school for special needs (Autism Spectrum Disorder) answers the lack of therapy and educational facilities for autistic children in Jakarta. Several therapy centers for autistic children in Jakarta have been closed due to Covid-19. Tthe data was acquired from the Centers for Disease Control and Prevention, where cases of autistic children have increased every year, including in Indonesia. In Jakarta, Cengkareng District doesn’t have many adequate facilities for children with Autism. This is because the majority of schools and therapy places are located in South Jakarta and East Jakarta. Therapy places for children with special needs in Indonesia are generally located in shophouses or residential houses that function as therapy places to accommodate these special activities. Therefore, there is a need for schools and special therapy places for children with autism in West Jakarta. The research method used in this study was a qualitative approach that relied on theories, data, and information about the program in order to gain an understanding of behavior, actions, and interests. The design method used sensory perception, where spatial perception influences the subject’s behavior in daily activities and in the learning environment.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>Autism; School; Sensory; Therapy</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Perancangan sekolah dan pusat terapi untuk anak berkebutuhan khusus autisme (Autism Spectrum Disorder) merupakan respon dari kurangnya fasilitas terapi dan pendidikan khusus bagi anak penyandang autisme di kota Jakarta. Beberapa pusat terapi untuk anak penyandang autisme di Jakarta telah ditutup akibat dari covid-19. Data dari Center for Disease Control and Prevention dimana kasus anak yang menyandang autisme mengalami peningkatan setiap tahunnya termasuk di Indonesia. Tercatat wilayah Jakarta Barat menjadi angka terbanyak untuk anak yang menyandang autisme. Di Jakarta, Kecamatan Cengkareng tidak memiliki banyak fasilitas yang memadai untuk anak penyandang autisme. Hal ini terjadi karena mayoritas sekolah dan tempat terapi untuk mereka terletak di daerah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Tempat terapi untuk anak berkebutuhan khusus di Indonesia pada umumnya berada di bangunan ruko ataupun di rumah tinggal yang difungsikan sebagai tempat terapi untuk mewadahi kegiatan khusus tersebut. Oleh sebab itu, dibutuhkan adanya sekolah dan tempat terapi khusus untuk anak penyandang autisme di wilayah Jakarta Barat. Metode penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang didasari pada teori, data, dan informasi mengenai program yang bermaksud untuk memahami perilaku, tindakan, dan minat. Metode desain yang diterapkan menggunakan persepsi sensori dimana persepsi ruang berpengaruh pada perilaku subjek pada aktivitas sehari-hari maupun pada lingkungan belajar.</p> Virginia Limmanto Sutrisnowati Machdijar Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 633 644 10.24912/stupa.v5i2.24212 PERANCANGAN TIPOLOGI BARU FASILITAS ANAK USIA GOLDEN AGE DENGAN METODE PEMBELAJARAN REGGIO EMILIA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24213 <p><em>The golden age is a developmental stage in children that occurs only once, from birth to the age of six. However, with the existence of inflation and the progress of time in Jakarta, husband or wife gets forced to work harder. This fact is proved by the fact that the number of female workers continues to increase to 49.99%. So it is likely that the child's growth period will not be supervised or missed. Passing through the golden age can cause social problems in children, speech problems, movement problems, and getting atrophy which have an impact on children's intelligence. In addition, the quality of learning in Indonesia is still not optimal because the application of learning methods is still conventional. So using the Reggio Emilia pedagogical learning method, which means space acts as a third teacher, can be a solution. To achieve this learning method, a new typological approach is needed in the planning process. The building program is prepared by using transprogramming theory which combines three different program functions. Where the main program in design is child care and schools are supported by the second program, namely children's garden. Then the third program is an intimate space program that can trigger interaction between parents and children. The connection between the use of transprogramming and the new typology is to mix the needs of the space program and develop a standard spatial arrangement into a new arrangement so that the function of the space can be maximized.</em></p> <p><strong><em>Keywords: Golden age; pedagogi reggio emilia; transprograming; </em></strong><strong><em>t</em></strong><strong><em>ypology</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p><em>Golden age </em>merupakan masa pertumbuhan yang hanya terjadi sekali pada usia sejak lahir hingga 6 tahun. Namun dengan adanya inflasi, perkembangan zaman, dan kemajuan zaman di kota Jakarta membuat suami / istri dipaksa untuk sibuk bekerja. Buktinya jumlah pekerja wanita terus mengalami peningkatan hingga 49,99%. Sehingga tidak menutup kemungkinan masa pertumbuhan anak menjadi tidak terawasi maupun terlewatkan. Dengan melewatkan masa <em>golden age</em> dapat menyebabkan masalah pada anak untuk bersosialisasi, masalah untuk berbicara, masalah untuk bergerak, dan mengalami <em>atrofi </em>(penyusutan otak) yang dapat mepengaruhi tingkat kecerdasan anak. Selain itu, kualitas pembelajaran yang di Indonesia juga masih belum optimal karena penerapan metode pembelajaran yang masih bersifat konvensional. Maka dengan menggunakan metode pembelajaran <em>pedagogi reggio emilia </em>yang berarti ruang bertindak sebagai guru ketiga dapat menjadi sebuah solusi. Untuk mecapai metode pembelajaran tersebut maka dibutuhkan pendekatan tipologi baru ruang dalam proses percanngannya. Penyusununan program bangunan disusun dengan menggunakan teori <em>transprograming</em> yang mengkombinasi tiga fungsi program yang berberda. Dimana program utama dalam perancangan adalah <em>child care dan</em> sekolah yang didukung dengan program kedua yaitu <em>children garden</em>. Sedangkan program ketiganya adalah program <em>intimate space </em>yang dapat memicu interaksi hubungan antara orang tua dan anak. Kaitan dari penggunaan<em> transprograming </em>dan tipologi baru adalah untuk mencampurkan kebutuhan program ruang dan mengembangkan susunan ruang yang sudah baku menjadi sunan bentuk yang baru agar fungsi ruang menjadi lebih maksimal.</p> Jason Yeoh Suryono Herlambang Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 645 658 10.24912/stupa.v5i2.24213 PENERAPAN DESAIN THERAPEUTIC PADA WADAH KREATIF PEKERJA FILM ANIMASI PENGIDAP INSOMNIA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24214 <p>The creative industry plays an important role in driving Indonesia's overall economic growth. Data released by the Central Bureau of Statistics (2018) shows that the creative economy sub-sector makes a significant contribution to the national economy by contributing 7.44% to the Gross Domestic Product (GDP). One of them comes from the film, animation, and video sub-sector. Based on the Creative Economy Agency (2020), the growth of this industry reaches 10% annually. However, this cannot be separated from the creative workers who often get insomnia due to work. Insomnia is a disorder in the form of difficulty getting to sleep, difficulty maintaining sleep, and sleep dissatisfaction. Based on the US Census Bureau, International Data Base in 2004 as many as 28.035 million people in Indonesia (11.7%) suffer from insomnia. This shows that insomnia has become a problem faced by the majority of Indonesian people. Rehabilitation for people with insomnia is needed because it can interfere with health and reduce productivity. Therefore, a creative workspace for animated film workers with insomnia is needed which aims to facilitate them in the work process as well as fill their time when experiencing the insomnia phase to support recovery so they can return to their productive activities. The research uses qualitative methods with library research followed by data collection through surveys of similar buildings and interviews with users regarding space requirements that support creative work processes and insomnia. Then the use of the healing therapeutic concept as a design criteria related to connectedness with nature, culture, privacy, physical comfort, multifunctional activities, relaxation rooms, interactive, flexible, and beautiful that aim to comfort users in assisting their work and recovery processes.</p> <p><strong><em>Keywords:</em></strong><strong><em> Creative; Insomnia; Therapeutic</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Industri kreatif memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (2018) menunjukkan bahwa subsektor ekonomi kreatif berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dengan menyumbangkan sebesar 7,44% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Salah satunya berasal dari sub sektor film, animasi, dan video. Berdasarkan Badan Ekonomi Kreatif (2020), pertumbuhan industri tersebut mencapai 10% tiap tahunnya. Namun hal tersebut tidak lepas dari pekerja kreatif tersebut yang sering terkena insomnia akibat pekerjaan. Insomnia merupakan gangguan berupa kesulitan untuk memulai tidur, kesulitan mempertahankan tidur, dan ketidakpuasan tidur. Berdasarkan US Census Bureau, International Data Base tahun 2004 sebanyak 28,035 juta jiwa penduduk Indonesia (11,7%) terjangkit insomnia. Hal tersebut menunjukan bahwa insomnia sudah menjadi masalah yang dihadapi mayoritas masyarakat Indonesia. Rehabilitasi bagi pengidap insomnia diperlukan karena dapat menggangu kesehatan dan menurunkan produktivitas. Oleh karena itu, diperlukan sebuah wadah kerja kreatif pekerja film animasi pengidap insomnia yang bertujuan memudahkan mereka dalam proses bekerja sekaligus mengisi waktu mereka ketika mengalami fase insomnia untuk menunjang pemulihan sehingga bisa kembali beraktivitas secara produktif. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan riset kepustakaan dilanjutkan dengan pengumpulan data melalui survei bangunan sejenis dan wawancara dengan user terkait kebutuhan ruang yang menunjang proses kerja kreatif dan insomnia. Kemudian penggunaan konsep healing therapeutic sebagai kriteria desain yang terkait keterhubungannya dengan alam, budaya, privasi, kenyamanan fisik, kegiatan multifungsional, ruang relaksasi, interaktif, fleksibel, dan indah yang bertujuan untuk kenyamanan pengguna dalam membantu proses kerja dan pemulihan mereka.</p> Canniago Hermindo Suryono Herlambang Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 659 672 10.24912/stupa.v5i2.24214 UPAYA PEMULIHAN DAN PEMBINAAN UNTUK ANAK TERLANTAR DALAM MENCAPAI KEMANDIRIAN MELALUI PENDEKATAN ARSITEKTUR https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24215 <p>Children are an investment and hope for the future of the nation, because they will be the next generation. Productive age is an important phase in human growth and development that will determine their future. However, if there is neglect in society, children will live without getting their rights and separated from the welfare they should receive. During their growth process, every child needs support and assistance from parents and the environment to achieve optimal growth. Several factors can cause neglected children including parenting styles, the education system, and financial problems. Abandoned children are often forced to beg, sing in the streets, or even engage in crime. Therefore, it is important for us to show empathy for the condition of abandoned children and give them the opportunity to be independent, so that the next generation can overcome their backwardness and acquire basic skills in personal and social aspects. One alternative to support neglected children's independence is to design halfway houses through improvement, education and art programs, thereby creating a new environment that supports them.</p> <p><strong>Keywords:</strong> <strong>abandoned children</strong><strong>;</strong><strong> halfway house</strong><strong>; healing;</strong> <strong>independence</strong><strong>; skills</strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Anak-anak merupakan investasi dan harapan bagi masa depan bangsa, karena mereka akan menjadi generasi penerus. Masa usia produktif merupakan fase penting dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia yang akan menentukan masa depan mereka. Namun, jika terjadi pengabaian di masyarakat, anak-anak akan hidup tanpa mendapatkan hak-hak mereka dan terpisah dari kesejahteraan yang seharusnya mereka terima. Selama proses pertumbuhan mereka, setiap anak membutuhkan dukungan dan bantuan dari orang tua dan lingkungan sekitar untuk mencapai pertumbuhan yang optimal. Beberapa faktor yang menyebabkan anak terlantar termasuk pola pengasuhan, sistem pendidikan, dan masalah keuangan. Anak-anak terlantar sering kali terpaksa melakukan tindakan meminta-minta, menyanyi di jalanan, atau bahkan terlibat dalam tindak kejahatan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menunjukkan empati terhadap kondisi anak-anak terlantar ini dan memberi mereka kesempatan untuk mandiri, sehingga generasi penerus dapat mengatasi keterbelakangan dan memperoleh keterampilan dasar dalam aspek personal dan sosial. Dalam rangka mendukung kemandirian anak-anak terlantar, implementasi metode <em>transprogramming</em> menjadi solusi yang efektif. Metode ini dapat disiasati dengan merancang rumah singgah melalui program pemulihan, pelatihan, dan ekspresif. Dengan demikian, tercipta lingkungan baru yang mendukung proses perkembangan mereka. Pendekatan desain yang berorientasi pada komunitas dengan pendekatan spasial yang ekspresif juga perlu diterapkan. Dalam merancang rumah singgah untuk anak-anak terlantar, pendekatan desain yang berorientasi pada komunitas perlu diterapkan. Rumah singgah tersebut harus dirancang sebagai lingkungan yang inklusif dan ramah anak. Ruang-ruang dalam rumah singgah dapat dirancang agar mendukung interaksi sosial dan kolaborasi antara anak-anak. Selain itu, penggunaan elemen-elemen desain yang ekspresif, seperti warna-warna cerah dan mural, dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dan mendorong kreativitas anak-anak.</p> Rinetha Adriane Tsanynda Budiarto Suryono Herlambang Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 673 682 10.24912/stupa.v5i2.24215 PENERAPAN KONSEP TRANSPROGRAMMING SEBAGAI PENDEKATAN PERANCANGAN WADAH OBSERVASI DAN PERAWATAN REMAJA DEPRESI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24216 <p><em>Depression is one of the leading mental disorders in the world, including among teenagers. According to the National Adolescent Mental Health Survey in 2022, as many as one in three teenagers aged 10-17 years in Indonesia experience a mental disorder, including depression. The causes vary, but depression is generally not detected among teenagers. This is caused by the stigma that depression is synonymous with psychiatric disorders and madness; this phenomenon is supported indirectly by the architectural conditions of psychology clinics that are generally too sterile and intimidating like hospitals. As a result, parents do not take depression seriously and teenagers who suffer from it do not receive proper observation or treatment. This drives depressed teenagers to turn to alcohol, drugs, self-harm, or even suicide despite being in the prime age to form social skills, choose majors, and develop personal potential for their future. Therefore, teenagers who suffer from depression are vulnerable users who must be given empathy so they may receive proper observation, treatment, and rehabilitation. Architecture is capable of playing a role in the empathic process by using empathic architecture as an approach. Utilizing transprogramming as an approach to architectural design and interviews as qualitative methods, the collection of data aims to position teenagers with depression as users in architectural space. The end result is a space where teenagers with depression would be able to receive observation and treatment without feeling intimidated.</em></p> <p><strong><em>Keywords: Empathic Architecture; Observation; Teen Depression; Transprogramming; Treatment</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Depresi merupakan salah satu gangguan mental terkemuka di dunia, termasuk di tengah kalangan remaja. Menurut <em>National Adolescent Mental Health Survey</em> di tahun 2022, sebanyak satu dari tiga remaja berusia 10 - 17 tahun di Indonesia memiliki gangguan mental, termasuk depresi. Penyebabnya beragam, namun depresi umumnya tidak terdeteksi pada usia remaja. Hal ini merupakan dampak dari stigma bahwa depresi identik dengan gangguan kejiwaan dan kegilaan; fenomena ini didukung secara tidak langsung oleh kondisi arsitektur klinik psikologi yang umumnya bersifat terlalu steril dan mengintimidasi seperti rumah sakit. Akibatnya, orang tua tidak menanggapi depresi dengan serius dan remaja yang menderita tidak mendapat observasi atau perawatan yang selayaknya diberikan. Hal ini mendorong remaja depresi untuk beralih ke alkohol, obat-obatan, menyakiti diri sendiri, atau bahkan bunuh diri meski sedang berada di usia prima untuk membentuk keterampilan sosial, memilih jurusan, dan mengembangkan potensi pribadi untuk masa depan masing-masing. Oleh karena itu, remaja yang mengalami depresi diposisikan sebagai <em>vulnerable user</em> yang harus diberikan empati agar mendapat observasi, perawatan, dan rehabilitasi yang selayaknya diterima. Arsitektur mampu berperan dalam proses empati tersebut dengan menggunakan pendekatan arsitektur empati. Dengan metode <em>transprogramming</em> dalam rancangan arsitektur serta metode kualitatif berupa wawancara, data yang diambil bertujuan untuk memposisikan remaja depresi sebagai <em>user</em> dalam ruang arsitektur. Hasil akhir berupa perencanaan sebuah wadah dimana remaja depresi dapat menerima observasi dan perawatan tanpa merasa terintimidasi.</p> Joseph Tjandra Azriel Irene Syona Darmady Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 683 696 10.24912/stupa.v5i2.24216 PENERAPAN KONSEP PLAYFUL DALAM PERENCANAAN PROYEK RUMAH BERMAIN LANSIA DI KAWASAN KEBON JERUK, JAKARTA BARAT https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24217 <p><em>The elderly are a group that experiences the aging process and will face various challenges in living their daily lives. The elderly population in Indonesia continues to increase every year with the elderly population reaching more than 7% of the total population, so it is necessary to make efforts to improve the welfare of the elderly in accordance with the Elderly Welfare Law. One of the problems that often arise in the elderly is loneliness caused by a lack of social interaction with their peers. Social interaction has a positive impact on the quality of life of the elderly. The author empathizes with the elderly who experience loneliness and need social interaction with their peers. Therefore, one effort that can be done is to create a place that is entertaining, interactive and useful for the elderly. The purpose of this research is to involve the architecture of empathy in overcoming the problem of loneliness in the elderly, and to find out the approaches that can be used in overcoming the problem of loneliness in the elderly. The design method applied in the design is playful architecture. This concept emphasizes joy and happiness. The goal is to create an inviting space to play, experiment and have fun. and provide a pleasant experience for visitors. It can also help increase productivity, creativity and strengthen social bonds within the community.</em></p> <p><strong><em>Keywords:</em></strong><em> <strong>architecture</strong></em><strong><em>; </em></strong><strong><em>elderly</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>empathy</em></strong><strong><em>;</em></strong><strong><em> playful</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Lansia merupakan kelompok yang mengalami proses penuaan dan akan menghadapi berbagai tantangan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Populasi lansia di Indonesia terus meningkat tiap tahunnya dengan populasi lansia mencapai lebih dari 7% dari total populasi penduduk, sehingga perlu melakukan upaya untuk mensejahterakan lansia sesuai dengan Undang-Undang Kesejahteraan Lanjut Usia. Salah satu masalah yang sering muncul pada lansia adalah kesepian yang diakibatkan karena kurangnya interaksi sosial dengan teman-teman sebayanya. Interaksi sosial memiliki dampak positif terhadap kualitas hidup lansia. Penulis berempati kepada lansia yang mengalami kesepian dan membutuhkan interaksi sosial dengan teman-teman sebayanya. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan tempat rekreasi dan sosialisasi yang menghibur, interaktif, dan bermanfaat untuk lansia. Tujuan dari penulisan ini adalah melibatkan arsitektur empati dalam sebuah perencanaan proyek yang dapat mengatasi masalah kesepian pada lansia. Metode dalam penulisan ini adalah observasi lapangan dan wawancara, serta menerapkan konsep arsitektur empati dan playful architecture. Konsep ini menekankan pada keceriaan dan kebahagiaan. Tujuannya adalah untuk menciptakan ruang yang mengundang untuk bermain, bereksperimen, dan bersenang-senang. Serta memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi pengunjungnya. Hal ini juga dapat membantu meningkatkan produktivitas, kreativitas, dan memperkuat ikatan sosial dalam komunitas.</p> Ivonne Tiara Hilarisani Irene Syona Darmady Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 697 706 10.24912/stupa.v5i2.24217 PERANCANGAN RUANG BELAJAR KOLABORATIF BAGI GURU DAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DENGAN KONSEP THERAPEUTIC DESIGN https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24218 <p><em>Architecture can resolve or respond to problems that occur both in the human sphere and its environment driven by a sense of empathy. This research is a form of empathy for one of the social problems that exist in Jakarta. Sekolah Luar Biasa or SLB is an educational institution that aims to help students who have physical and or mental limitations to develop behavior, knowledge, and skills as individuals and as part of a social community. This research departs from empathy for teaching staff or teachers who devote themselves to providing teaching, and assistance to students with special needs in SLB. Being a teacher in SLB is a heavy burden, as it requires basic knowledge of learning programs, an understanding of student characteristics, and the right way of assisting students with special needs. On the other hand, limited school facilities to support the continuity of education for teachers and students with special needs are obstacles that teachers must face. Demands do not only come from school, each teacher also has a life outside of work that must be lived, such as meeting personal needs, and meeting family needs. These factors have an impact on the emergence of stress experienced by SLB teachers. This research aims to resolve these problems through a collaborative learning space program in a container designed with a therapeutic design approach.</em></p> <p><strong><em>Keyword: </em></strong><strong><em>collaborative learning space</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>extraordinary school</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>stress</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>teachers</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>therapeutic design</em></strong></p> <p><strong> Abstrak</strong></p> <p>Arsitektur dapat mengatasi atau menanggapi permasalahan yang terjadi baik di lingkup manusia maupun lingkungannya yang didorong oleh karena rasa empati. Penelitian ini merupakan bentuk empati penulis terhadap salah satu permasalahan sosial yang ada di Jakarta. Sekolah Luar Biasa atau SLB merupakan institusi pendidikan yang bertujuan untuk membantu para murid yang memiliki keterbatasan fisik dan atau mental supaya mampu mengembangkan perilaku, pengetahuan, dan keahlian sebagai individu maupun sebagai bagian dari komunitas sosial. Penelitian ini berangkat dari empati terhadap tenaga pengajar atau guru yang mengabdikan dirinya untuk memberikan pengajaran dan pendampingan kepada para murid dengan kebutuhan khusus di SLB. Menjadi guru di SLB dihadapkan dengan beban yang begitu berat, karena membutuhkan pengetahuan dasar mengenai program pembelajaran, pemahaman tentang karakteristik murid, dan cara pendampingan yang tepat untuk murid berkebutuhan khusus. Di sisi lain, keterbatasan fasilitas sekolah untuk menunjang kelangsungan pendidikan bagi guru dan murid berkebutuhan khusus menjadi kendala yang harus dihadapi para guru. Tuntutan tidak hanya datang dari sekolah, setiap guru juga memiliki kehidupan di luar pekerjaannya yang harus dihidupi, seperti memenuhi kebutuhan pribadi, dan memenuhi kebutuhan keluarga. Faktor-faktor tersebut berdampak pada timbulnya stress yang dialami guru SLB. Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan tersebut melalui program <em>collaborative learning space</em> dalam wadah yang dirancang dengan pendekatan <em>therapeutic design.</em></p> Birgitta Eleonora Berliana Irene Syona Darmady Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 707 716 10.24912/stupa.v5i2.24218 PENERAPAN FEMINISME ARSITEKTUR DALAM PERANCANGAN TEMPAT PEMBERDAYAAN TERHADAP PENGEMBANGAN IBU MUDA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24219 <p><em>Child marriage is a form of marriage that occurs when children marry before reaching the age of 18. In Indonesia, the prevalence of child marriage is quite high, ranking seventh highest in the world. Child marriage has negative consequences, particularly for girls, hindering their development. Besides the role of the government and other relevant stakeholders in addressing this issue, architecture also plays an important role. Therefore, a building has been designed to provide educational facilities for young mothers who have entered into early marriages and come from lower-middle-class backgrounds. This building aims to serve as a space for education, community, and self-development for young mothers. The objective of this design is to create a building that can accommodate the needs of young mothers, especially those with lower-middle-class economic status in Jakarta. This research adopts a quantitative-qualitative approach, collecting data through interviews with relevant parties and conducting site surveys to gather field data. Literature review from various sources such as books, journals, theses, and other reading materials is used as a guide in planning for problem-solving. The outcome of this design ultimately presents an object that addresses the impact of child marriage on young mothers who have entered into early marriages and come from lower-middle-class backgrounds. The design method, based on empathetic architecture and Feminism Architecture concept, provides a solution to address this global issue</em><em>.</em></p> <p><strong><em>Keywords:</em></strong> <strong><em>early-age marriage; education; self-development</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>young mother</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Pernikahan dini adalah bentuk pernikahan yang terjadi saat anak-anak menikah sebelum mencapai usia 18 tahun. Di Indonesia, kasus pernikahan dini cukup tinggi dan menempati peringkat ke-7 tertinggi di dunia. Pernikahan dini memiliki dampak negatif yang merugikan terutama bagi perempuan, menghambat perkembangan mereka. Selain peran pemerintah dan pihak terkait lainnya dalam mengatasi masalah ini, arsitektur juga memiliki peran penting. Oleh karena itu, dirancanglah sebuah bangunan untuk memfasilitasi tempat edukasi bagi ibu muda yang menikah dini dan berasal dari kalangan menengah ke bawah. Bangunan ini bertujuan untuk menjadi wadah yang menyediakan pendidikan, komunitas, dan pengembangan diri bagi ibu muda tersebut. Tujuan perancangan ini adalah menciptakan sebuah bangunan yang dapat memenuhi kebutuhan para ibu muda, terutama mereka yang berada dalam kategori ekonomi menengah ke bawah di kota Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif-kualitatif dengan mengumpulkan data melalui wawancara dengan pihak terkait dan melakukan survei lokasi untuk memperoleh data lapangan. Studi literatur dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, skripsi, dan bahan bacaan lainnya digunakan sebagai panduan dalam merencanakan penyelesaian masalah. Hasil dari perancangan ini akhirnya menghasilkan sebuah objek yang bertujuan untuk mengatasi dampak pernikahan dini terhadap ibu muda yang menikah dini dan berasal dari kalangan menengah ke bawah. Metode perancangan yang didasarkan pada arsitektur empati dengan konsep Feminism Architecture menjadi solusi dalam menghadapi salah satu isu global ini.</p> Nabella Khowili Stephanus Huwae Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 717 730 10.24912/stupa.v5i2.24219 PENERAPAN KONSEP PLUG IN CITY DALAM PENATAAN PKL DI PUSAT BISNIS PURI INDAH, KEMBANGAN https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24220 <p><em>Street vendors in Jakarta who violate city regulations often feel sad because they live in difficult and stressful conditions. They must face various risks, including threats from criminals and the authorities. In addition, street vendors who violate urban order often experience minimal and irregular income. They do not have the same benefits and social rights as other regular workers and are often discriminated against and treated harshly by people who do not understand their situation. The harsh working conditions also took a toll on the physical and mental health of street vendors. They often have to work in extreme weather conditions, dirty and unhealthy environments, and don't have enough rest time. As a result, they are more susceptible to disease and stress that threaten their health and quality of life. The Plug-in City concept approach is a design method for buildings that aims to create buildings that are more sustainable and environmentally friendly by utilizing technology, innovation, and more modern design principles and with the hope of increasing energy efficiency, maximizing land use, reducing environmental impact, creating comfortable and open public spaces. The street vendor facilities are divided into three zones, namely the culinary zone, fashion zone and creative play in the form of a floating installation, while the relaxation facilities offer activities to overcome physical and mental fatigue, such as; City-view, Jogging Track and Meditation Garden.</em></p> <p><strong><em>Keywords: plug-in city; recreation; relaxation; street vendors; violation</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Pedagang Kaki Lima di Jakarta yang melanggar peraturan kota seringkali miris karena hidup dalam kondisi sulit dan penuh tekanan. Mereka harus menghadapi berbagai risiko, termasuk ancaman dari penjahat dan pihak berwenang. Selain itu, pedagang kaki lima yang melanggar tatanan kota seringkali mengalami pendapatan yang minim dan tidak teratur. mereka tidak memiliki tunjangan dan hak sosial yang sama dengan pekerja tetap lainnya dan seringkali didiskriminasi dan diperlakukan dengan kasar oleh orang-orang yang tidak memahami situasi mereka. Kondisi kerja yang keras juga berdampak pada kesehatan fisik dan mental PKL. Mereka seringkali harus bekerja dalam kondisi cuaca ekstrim, lingkungan kotor dan tidak sehat, serta tidak memiliki waktu istirahat yang cukup. Akibatnya, mereka lebih rentan terhadap penyakit dan stres yang mengancam kesehatan dan kualitas hidup mereka. Pendekatan konsep <em>Plug-in City</em> adalah salah satu metode desain pada bangunan yang bertujuan untuk menciptakan bangunan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan dengan memanfaatkan teknologi, inovasi, dan prinsip-prinsip desain yang lebih modern serta dengan harapan dapat meningkatkan efisiensi energi, memaksimalkan pemanfaatan lahan, mengurangi dampak lingkungan, menciptakan ruang publik yang nyaman dan terbuka. Sarana Pedagang Kaki Lima dibagi menjadi tiga zona yaitu zona kuliner, zona busana dan <em>creative play</em> yang berupa instalasi melayang, sedangkan adanya fasilitas relaksasi menawarkan aktivitas untuk mengatasi kelelahan fisik dan mental, seperti; <em>City-view, Jogging Track dan Meditation Garden</em>.</p> Vincent Marthanegara Stephanus Huwae Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 731 742 10.24912/stupa.v5i2.24220 METODE WALDORF PEDAGOGY DALAM TAHAP PENDEKATAN DESAIN WADAH PENGEMBANGAN KETERAMPILAN ANAK PEMULUNG https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24221 <p>The phenomenon of children working on the streets is a global phenomenon. The number of working children as scavengers in Jakarta, according to BPS in 2022, recorded 289 children with an average age of 6 to 18 years. North Jakarta, Cilincing District, is the largest contributor, with 48 percent. The main factor in child development that is not fulfilled educationally, spiritually, physically, or socially is the economic condition of the family. Insufficient economic problems require that parents include their children to work and make children a medium to earn money for survival. Children living in poverty are often trapped in a situation full of suffering and a bleak future and think that education is no longer important to them. this will continue to happen, and will continue to experience social inequality. This study aims to provide the right solution to breaking the cycle of poverty through empathetic architecture and the Waldorf pedagogy approach that puts forward three aspects of the user that are interrelated between children, parents, and nature. Therefore a concept is produced that can accommodate and provide practical skills training with the abilities they have and are interested in and develop children to the stage of the world of work so they can earn a decent living with the talents they have in the future.</p> <p><strong><em>Keywords: Child Labor, Scavengers, Skills, Waldorf Pedagogy</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Fenomena anak-anak bekerja di jalanan merupakan suatu gejala global. Tercatat Jumlah anak pekerja sebagai pemulung di Jakarta menurut BPS pada tahun 2022 terdapat 289 anak dengan rata-rata usia 6 sampai 18 tahun. Jakarta Utara, Kecamatan Cilincing merupakan penyumbang terbesar dengan angka 48 persen. Faktor utama perkembangan anak yang tidak terpenuhi secara edukasi, rohani, jasmani maupun sosial yaitu kondisi ekonomi keluarga. Permasalahan ekonomi yang tidak mencukupi mengharuskan mereka para orang tua mengikutsertakan anak untuk bekerja dan menjadikan anak sebagai media untuk mencari uang demi keberlangsungan hidup. Anak-anak yang hidup dalam kemiskinan sering kali terperangkap dalam situasi penuh penderitaan serta masa depan yang suram dan mengganggap pendidikan tidak lagi penting bagi mereka. hal tersebut akan terus terjadi dan akan terus mengalami ketimpangan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan solusi tepat dalam memutuskan mata rantai lingkaran kemiskinan mereka melalui arsitektur yang berempati dan pendekatan metode <em>waldorf pedagogy </em>yang mengedepankan ketiga aspek <em>user</em> yang saling berkaitan antara anak, orang tua, dan alam. Maka dari itu dihasilkan konsep yang dapat mewadahi serta memberikan sebuah pelatihan keterampilan praktis dengan kemampuan yang mereka miliki dan minati serta mengembangkan para anak-anak ketahap dunia kerja dan agar dapat memperoleh penghidupan yang layak dengan kemampuan bakat yang mereka miliki dimasa mendatang.</p> Adi Chandra Stephanus Huwae Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 743 756 10.24912/stupa.v5i2.24221 PASAR ASEMKA JALAN LAYANG: KEKACAUAN DAN DISRUPSI YANG MENGHIDUPKAN KARAKTER RUANG PASAR ANALOG DI ERA DIGITAL https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24222 <p><em>Around 6.7 million or 57% of market traders who were still operating reported a decrease in income of around 70%-90% compared to the normal situation because people's behavior began to shift from buying offline to online, causing economic disruption. Limited land in areas busy with economic traffic makes traders must find ways to survive. Asemka Market is one of the locations experiencing a similar situation. Pasar Asemka is famous for its wholesale center for goods, now accessories have decreased, especially with the inconvenience and mismatch between sellers and buyers in carrying out buying and selling activities better and more effectively. This research breaks through how sellers in the analog market can survive and buyers can feel more comfortable in shopping at the analog market with the character of a market space that is generally considered messy and messy. The aim of the research is to trace messiness and disruption as spatial characters of Asemka Market using observational methods along with documentation to find out the trading system, activities, and behavior of sellers in Asemka Market, activities and behavior of buyers who come, what goods are sold, and how circulation is carried out. what happened in Asemka Market and its surroundings. So that the characteristics and categories of sellers and buyers there can be applied to designs such as the flexibility of materials that help traders to create merchandise and become prototypes that can be used for empty areas that occur in big cities can be effective. As well as the comfort of circulation and the accessibility of migrants and buyers in the market and its surroundings, more attention is paid so as not to offend passing vehicles. Additional functions are also implemented so that the market can have life in some of its parts and provide other experiences for newcomers who visit.</em></p> <p><strong><em>Keywords: Disruption; Messiness; Market; Redefine; Redesign</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Sekitar 6,7 juta atau 57% pedagang pasar yang masih beroperasi melaporkan penurunan pendapatan sekitar 70%-90% dibandingkan dengan situasi normal karena perilaku masyarakat yang mulai bergeser dari kebiasaan membeli secara offline menjadi cenderung online menyebabkan disrupsi ekonomi. Keterbatasan lahan di area ramai lalu lintas ekonomi membuat para pedagang harus mencari cara untuk tetap bertahan hidup Pasar Asemka menjadi salah satu lokasi yang mengalami hal yang serupa. Pasar Asemka terkenal akan pusat grosir barang aksesoris kini mengalami penurunan terutama dengan ketidaknyamanan dan ketidaksesuaian ruang penjual dan pembeli dalam melakukan aktivitas jual beli dengan lebih baik dan efektif. Pada penelitian ini mempertanyakan bagaimanakah cara agar penjual di pasar analog tetap dapat bertahan dan pembeli dapat merasa lebih nyaman dalam berbelanja ke pasar analog dengan karakter ruang pasar yang umumnya dianggap kacau dan berantakan. Tujuan penelitian adalah untuk menelusuri <em>messiness</em> dan disrupsi sebagai karakter ruang dari Pasar Asemka dengan menggunakan metode pengamatan beserta dokumentasi untuk mengetahui sistem berdagang, aktivitas, dan perilaku penjual di Pasar Asemka, aktivitas dan perilaku pembeli yang datang, barang apa saja yang dijual, dan bagaimana sirkulasi yang terjadi di Pasar Asemka dan sekitar. Sehingga ciri-ciri dan kategori penjual dan pembeli disana dapat diterapkan pada desain seperti fleksibilitas bahan yang membantu para pedagang untuk menkreasikan barang dagang dan menjadi <em>prototipe </em>yang bisa digunakan bagi area kosong yang terjadi di kota-kota besar dapat efektif. Serta kenyamanan sirkulasi dan pencapaian pendatang dan pembeli didalam pasar dan disekitar lebih diperhatikan agar tidak menyinggung kendaraan yang lewat. Penambahan fungsi-fungsi juga diterapkan agar pasar dapat memiliki kehidupan dibeberapa potongannya dan memberikan pengalaman lain bagi para pendatang yang berkunjung.</p> Catherine Tjen Olga Nauli Komala Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 757 772 10.24912/stupa.v5i2.24222 KONSEP INTERGENERATIONAL DAN GEROTRANSCENDENCE PADA PERANCANGAN TEMPAT KETIGA BAGI LANSIA PENSIUNAN DI JAKARTA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24228 <p><em>The daily differences between workers and the elderly make it difficult for a retiree to adapt. This can cause the elderly to feel isolated and become stressed. The aging process which has an impact on the physical and psychological condition of an elderly person is also a limitation for the retired elderly to be able to carry out productive activities. Because of these conditions, the elderly are often considered vulnerable and weak, when in fact there are still many elderly who are able and want to do activities productively. The elderly themselves still have social responsibilities towards other generations, </em><em>whereas</em><em> an elderly person should guide the next generation based on the experiences they have. Therefore, currently we need a place for the elderly to retire in urban areas to be able to carry out their activities productively and carry out their role as the person in charge of intergeneration. This study uses a qualitative approach, which is obtained based on literacy of urban elderly, intergenerational, and third place architecture, observations and interviews of retired elderly in the Jabodetabek area. The findings obtained are in the form of the role of the elderly in the social life of the community as a syntonist between generations which makes people's lives harmonious. This role makes the elderly have a response in the form of caring or generativity towards the next generation. The existence of an important responsibility towards society makes the elderly feel gerotranscendence, where they can see the aging process as something positive. In daily life, the space used by the elderly is also inaccurate due to collapsed places. This causes adjustments to their own third places. Thus, the resulting program design will have spatial and spatial proximity between the first, second, and third places.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>elderly; generativity; gerotranscendence; intergenerational; third place</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Perbedaan keseharian yang dimiliki oleh seorang pekerja dan lansia mengakibatkan seorang pensiunan terkadang sulit untuk dapat beradaptasi. Hal ini dapat menyebabkan lansia merasa terisolasi dan menjadi stress. Proses penuaan yang berdampak pada kondisi fisik dan psikis seorang lansia juga menjadi sebuah keterbatasan bagi lansia pensiunan untuk dapat beraktivitas secara produktif. Karena kondisi tersebut, sering kali lansia dianggap rentan dan lemah, padahal nyatanya masih banyak lansia yang mampu dan ingin beraktivitas secara produktif. Lansia sendiri masih memiliki tanggung jawab secara sosial terhadap generasi lainnya, dimana seorang lansia harusnya membimbing generasi selanjutnya berdasarkan pengalaman yang mereka miliki. Maka dari itu, saat ini diperlukan sebuah wadah bagi lansia pensiun di area urban untuk dapat beraktivitas secara produktif dan menjalankan perannya sebagai penanggung jawab dari intergenerasi. Penelitian ini menggunakan pendakatan secara kualitatif, yang diperoleh berdasarkan literasi terhadap lansia urban, intergenerasi, dan arsitektur <em>third place</em>, observasi serta wawancara terhadap lansia pensiun di area Jabodetabek. Temuan yang didapatkan berupa peran lansia dalam kehidupan sosial masyarakat sebagai sintonis antar generasi yang membuat kehidupan masyarakat menjadi harmonis. Peran ini membuat lansia memiliki respons berupa kepedulian atau <em>generativity</em> terhadap generasi selanjutnya. Adanya tanggung jawab yang penting terhadap masyarakat membuat lansia merasakan <em>gerotranscendence</em>, di mana mereka dapat melihat proses penuaan sebagai sesuatu yang positif. Dalam kesehariannya, ruang yang digunakan oleh lansia juga sudah tidak akurat karena terjadi <em>collapsed places</em>. Hal ini menyebabkan harus adanya penyesuaian terhadap <em>third places</em> mereka sendiri. Dengan demikian, rancangan program yang dihasilkan akan memiliki kedekatan ruang dan tempat antara tempat pertama, kedua, dan ketiga.</p> Qimberly Yonata Johan Olga Nauli Komala Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 773 786 10.24912/stupa.v5i2.24228 KONSEP SENSORIS TERAPEUTIK ARSITEKTUR PADA PERANCANGAN PLAYSCAPE BAGI ANAK TUNAGRAHITA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24232 <p><em>Children with intellectual retardation, including mentally retarded children, still do not have equal opportunities to acquire the same basic life skills as other children. Lack of function in the design of both indoor and outdoor spaces can hinder children's participation in school and can reduce their quality of life. This research will examine the design of play and learning spaces for mentally retarded children that are appropriate and in accordance with differences in sensory and motor responses. The method in this research is to use a descriptive research method with a qualitative approach that focuses on problems and facts found through observation and observation. In solving the problem the approach used in this design is through a sensory therapeutic architectural approach, namely by absorbing the environment and focusing on humans through the five senses. It is hoped that this multisensory approach will lead to better development in promoting social, cognitive and emotional development and encouraging them to engage easily in society.</em></p> <p><strong><em>Keywords: architectural; education; mental retardation</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>sensory therapeutic</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Anak-anak dengan kondisi keterbelakangan intelektual termasuk anak tuna grahita masih tidak memiliki kesempatan yang setara untuk memperoleh keterampilan hidup dasar yang sama dengan anak lainnya. Minimnya fungsi dalam desain baik ruang dalam maupun ruang luar yang sesuai dapat menghalangi partisipasi anak di sekolah dan dapat menurunkan kualitas hidup mereka. Penelitian ini akan mengkaji perancangan ruang bermain dan belajar bagi anak tunagrahita yang layak dan sesuai dengan perbedaan dalam respons sensorik dan motorik. Metode dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang difokuskan pada permasalahan dan fakta yang ditemukan melalui pengamatan dan observasi. Dalam penyelasaian masalah pendekatan yang digunakan dalam perancangan ini adalah melalui pendekatan sensori terapeutik arsitektur, yaitu dengan mengedepankan lingkungan dan berfokus pada manusia melalui panca indera. Pendekatan multisensor ini diharapkan akan mengarah pada pengembangan yang lebih baik dalam mempromosikan perkembangan sosial, kognitif, dan emosional serta mendorong mereka untuk terlibat dengan mudah dalam masyarakat.</p> Jessica Juan Haryanto Olga Nauli Komala Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 787 796 10.24912/stupa.v5i2.24232 STRATEGI DESAIN DALAM MENINGKATKAN KENYAMANAN DALAM PERANCANGAN FASILITAS PUSAT RELAKSASI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24233 <p><em>Stress is a natural thing experienced by humans and needs to be dealt with before it becomes something more negative. One of the common factors for increased stress is the COVID-19 pandemic that is sweeping the world. In addition, space comfort during stress reduction activities also plays an important role in optimizing the effects of these activities. Therefore this study aims to find out how to deal with low to moderate levels of stress and how to design a comfortable space for stress reduction activities in a relaxation center. The research was conducted using the case study method with the following indicators: 1) Buildings prioritize total sensory experience; 2) Buildings are aimed at users with low and moderate levels of stress; 3) The building has a program related to relaxation activities; 4) Buildings have spaces for social interaction; 5) The building has a visual relationship with nature, natural elements, and organic form as a parameter of comparison. The conclusion of the research states that low to moderate levels of stress can be handled with stress management techniques, which are ways to relieve stress through activities such as yoga, meditation, or therapy. Then architectural design that emphasizes comfort in a relaxation center can be done by applying biophilic design in the big concept of therapeutic architecture.</em></p> <p><strong><em>Keywords: biophilic design;</em></strong><em> <strong>stress management techniques; stress; therapeutic architecture</strong></em></p> <p><em><strong>Abstrak</strong></em></p> <p>Stres merupakan hal yang wajar dialami oleh manusia dan perlu ditangani sebelum menjadi hal yang lebih negatif. Salah satu faktor umum bertambahnya stres adalah pandemi COVID-19 yang melanda dunia. Selain itu, kenyamanan ruang selama aktivitas penurunan stres juga berperan penting dalam mengoptimalkan efek dari kegiatan tersebut. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara menangani stres tingkat rendah hingga sedang dan bagaimana merancang ruang yang nyaman bagi aktivitas penurunan stres dalam pusat relaksasi. Penelitian dilakukan dengan cara menggunakan metode studi kasus dengan indikator berikut: 1) Bangunan mengutamakan pengalaman sensori total; 2) Bangunan ditujukan terhadap user dengan stres tingkat rendah dan sedang; 3) Bangunan memiliki program yang berkaitan dengan kegiatan relaksasi; 4) Bangunan memiliki ruang untuk berinteraksi sosial; 5) Bangunan memiliki hubungan visual dengan alam, unsur alami, dan berbentuk organik sebagai parameter komparasi. Kesimpulan dari penelitian menyatakan bahwa stres tingkat rendah hingga sedang dapat ditangani dengan teknik manajemen stres, yaitu cara meredakan stres lewat kegiatan seperti yoga, meditasi, atau terapi. Kemudian perancangan arsitektur yang mementingkan kenyamanan dalam pusat relaksasi dapat dilakukan dengan menerapkan desain biofilik dalam konsep besar arsitektur terapeutik.</p> Michelle Ham Rudy Trisno Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 797 806 10.24912/stupa.v5i2.24233 STRATEGI DESAIN DALAM MENGHIDUPKAN KEBUDAYAAN BETAWI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24234 <p><em>The rampant developments in the capital city seem to be a disaster that has eroded Betawi culture. Many Betawi people have had to let go of their land and move to the outskirts of Jakarta. Without realizing it, this turned out to have caused the Betawi arts and traditions to fade away. Therefore, this study aims to determine architectural design strategies that can maintain the existence of Betawi culture. The method used is qualitative with data collection techniques through observation of secondary data. The data obtained were then analyzed descriptively using indicators: 1) Location suitability; 2) The mass layout pattern of buildings and spaces according to the locality; 3) Materials that reflect locality; 4) The shape and visual of the building considering the locality; and 5) Space program that is able to accommodate the demands of needs and accommodate cultural activities. The results of the research show that the way to maintain the existence of Betawi culture is not just providing a cultural platform, but also empowering the community so that their economy and welfare are maintained.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>architecture; betawi; culture; economy; locality</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Pembangunan yang marak terjadi di Ibu Kota seakan menjadi bencana yang menggerus kebudayaan Betawi. Banyak masyarakat Betawi yang harus mengikhlaskan lahannya dan pindah ke pinggir kota Jakarta. Tanpa disadari, hal ini ternyata menyebabkan tradisi dan kesenian Betawi semakin memudar. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi perancangan arsitektur yang dapat mempertahankan eksistensi kebudayaan Betawi. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi dari data sekunder. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif menggunakan indikator: 1) Kesesuaian lokasi; 2) Pola tata massa bangunan dan ruang yang sesuai dengan lokalitas; 3) Material yang mencerminkan lokalitas; 4) Bentuk dan visual bangunan yangmempertimbangkan lokalitas; serta 5) Program ruang yang mampu mewadahi tuntutan kebutuhan dan mewadahi aktivitas kebudayaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa cara untuk mempertahankan eksistensi budaya Betawi bukan hanya sekadar menyediakan wadah kebudayaan saja, tetapi juga melakukan pemberdayaan terhadap masyarakatnya agar perekonomian dan kesejahteraan mereka tetap terjaga.</p> Rebecca Cendra Rudy Trisno Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 807 820 10.24912/stupa.v5i2.24234 PENERAPAN KONSEP PERSEPSI RUANG ANAK TERHADAP RUANG BERMAIN DAN BELAJAR UNTUK ANAK YATIM PIATU USIA DINI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24235 <p><em>Children are God's gift that must be cared for and raised wholeheartedly. Meeting their needs is the duty of parents. However, many children are unlucky and have to experience the hardships of life, both at an early age and almost at maturity. The presence of parents in the lives of abandoned orphans at an early age can never be felt by these children. There are those who have lost their parents due to economic difficulties, met irresponsible parents and even had an accident. This results in the disruption of children's development both physically and psychologically. Poor psychological conditions can affect the process of motor development in early childhood. Apart from fulfilling their main need, which is to live in, often the supporting needs in the form of play and study spaces pay little attention to the comfort of their design. This phenomenon may often be underestimated and left alone. The purpose of this research is to find the form of application of design indicators for play and learning space for disadvantaged early childhood. It is hoped that through this research, the design of facilities for neglected early age orphans can be better in the future. The research was conducted using the case study method to analyze the application of the concept of children's spatial perception to the precedent studies of several buildings that had early childhood primary users. The conclusion of this study is that the application of the concept of child spatial perceived in each building has differences in the form of application of design indicators. Through these indicators the maximum application of this concept can be achieved to help the process of growth and development of these children.<br /></em></p> <p><strong><em>Keywords: early age; orphan; spatial perception</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Anak-anak adalah anugerah Tuhan yang harus dijaga dan dibesarkan dengan sepenuh hati. Memenuhi kebutuhan mereka sudah menjadi kewajiban dari para orang tua. Namun, banyak anak-anak yang tidak beruntung dan harus merasakan kesulitan dalam hidupnya baik yang masih di usia dini hingga yang sudah hampir menginjak dewasa. Kehadiran orang tua di hidup anak-anak yatim piatu usia dini yang terlantar tidak pernah dapat dirasakan anak-anak ini. Ada yang harus kehilangan orang tuanya karena kesulitan ekonomi, bertemu dengan orang tua tidak bertanggung jawab hingga kecelakaan. Hal ini berakibat pada terganggunya perkembangan anak baik secara fisik maupun psikis. Keadaan psikis yang buruk dapat mempengaruhi proses perkembangan motorik anak usia dini. Diluar dari pemenuhan kebutuhan utama mereka yaitu berhuni, seringkali juga kebutuhan penunjang berupa ruang bermain dan belajar kurang diperhatikan kenyamanan desainnya. Fenomena ini mungkin seringkali dianggap remeh dan dibiarkan begitu saja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan bentuk penerapan dari indikator-indikator desain ruang bermain dan belajar bagi anak-anak usia dini yang tidak beruntung. Dengan harapan melalui penelitian ini maka perancangan sarana untuk anak-anak yatim piatu usia dini yang terlantar dapat menjadi lebih baik ke depannya. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus untuk menganalisis penerapan konsep <em>child spatial perception </em>pada studi preseden beberapa bangunan yang memiliki user utama anak-anak usia dini. Hasil kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan konsep <em>child spatial perception </em>pada setiap bangunan memiliki perbedaan-perbedaan dalam bentuk penerapan indikator desainnya. Melalui indikator-indikator tersebut penerapan konsep ini dapat dicapai secara maksimal untuk membantu proses tumbuh dan kembang anak-anak ini.</p> Jennifer Theresia Susanto F. Tatang H. Pangestu Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 821 832 10.24912/stupa.v5i2.24235 MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP PEMULUNG DI BANTAR GEBANG DENGAN PENDEKATAN KAMPUNG TUMBUH https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24236 <p><em>Bantar Gebang TPST will soon be full with the remaining 10 million tons of capacity from 49 million tons. This has led to a high hill of garbage in Bantar Gebang. The effect of this pile of garbage has an impact on the surrounding community and scavengers. Air and water pollution occurs around the Bantar Gebang TPST. The impact of this pollution makes the quality of life around Bantar Gebang decline. Mountains of trash located in several zones will be rearranged into green open spaces. The scavengers' housing in Bantar Gebang uses materials such as zinc, cloth and wood that are not suitable, causing problems with comfort. In addition, the residential area of ​​the scavengers is in an unhealthy area, so that Architecture can improve the quality of life for scavengers in Bantar Gebang by exploiting the potential that exists in Bantar Gebang. Improve the occupancy of scavengers in Bantar Gebang and appreciate the expertise of scavengers to improve the quality of life for scavengers in Bantar Gebang. The method used is a survey and literature review of the condition of scavengers and the environment in Bantar Gebang. With the pattern of arranging the scavengers' dwellings that extend in a direction perpendicular to the road, the area can be used as a place for waste sorting to be carried out by his wife and family. Thus the designed architectural solution is a 2x2 meter module system with a knock down system. With a module system that increases flexibility for the possibility of growing a scavenger village.</em></p> <p><strong><em>Keywords: knockdown; pollution; quality; TPST</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>TPST Bantar Gebang akan segera penuh dengan sisa kapasitas 10 juta ton dari 49 juta ton. Hal ini telah menyebabkan tingginya bukit sampah di Bantar Gebang. Efek dari tumpukan sampah ini ternyata berdampak ke masyarakat sekitar dan para pemulung. Pencemaran udara dan air terjadi di sekitaran TPST Bantar Gebang. Dampak dari pencemaran ini membuat kualitas hidup di sekitar Bantar Gebang menurun. Gunung sampah yang berada di beberapa zona akan ditata kembali menjadi ruang terbuka hijau. Hunian para pemulung yang berada di Bantar Gebang menggunakan bahan-bahan seperti seng, kain dan kayu yang kurang layak sehingga menimbulkan permasalahan terhadap kenyamanan. Selain itu area hunian para pemulung ini berada di daerah yang kurang sehat, sehingga Arsitektur dapat meningkatkan kualitas hidup para pemulung di Bantar Gebang dengan memanfaatkan potensi yang ada di Bantar Gebang. Meningkatkan hunian para pemulung di Bantar Gebang dan menghargai keahlian para pemulung untuk meningkatkan kualitas hidup para pemulung di Bantar Gebang. Metode yang digunakan adalah survey dan tinjauan literatur terhadap kondisi pemulung dan lingkungan di Bantar Gebang. Dengan pola penyusunan hunian para pemulung yang memanjang dengan arah tegak lurus dengan jalan, area tersebut dapat digunakan sebagai tempat pemilahan sampah yang dikerjakan oleh istri dan keluarganya. Dengan demikian solusi arsitektur yang dirancang berupa sistem modul 2x2 meter dengan sistem <em>knockdown.</em> Dengan sistem modul sehingga meningkatkan fleksibilitas untuk kemungkinan tumbuhnya sebuah kampung pemulung.</p> Grisvian Gilchrist Agustin F. Tatang H. Pangestu Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 833 844 10.24912/stupa.v5i2.24236 PENERAPAN ARSITEKTUR EMPATI UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP NELAYAN DADAP TANGERANG https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24237 <p><em>Indonesia is a maritime country with 17,000 islands and a coastline of more than 99,000 km so it has potential in the fisheries sector. Therefore, many people work as fishermen. Unfortunately, this potential has not been utilized properly due to the lack of balance of attention in development and development in coastal areas. This affects the living conditions of fishermen. The Dadap Tangerang Fisherman's Village was chosen as the object of observation because it is compatible with the issues raised. The research was carried out using the case study method in which the researcher made observations on a case that occurred in a certain place in a certain period of time. Data collection was carried out through literature, interviews, and observation with the focus of the study being fishermen on the Dadap coast. From the analysis and empathy strategies that have been carried out, it is found that fishermen have limitations in accessing resources which results in a low quality of life and welfare. The results of the case studies show that each fishing village has its own locality value. Therefore, architecture must be able to see opportunities for coastal areas by maintaining locality values and the area's relationship with the surrounding area. The role of empathetic architecture in solving this problem is to provide space that can improve the quality of life of fishing communities through improving the quality of living space for fishing communities without leaving their habits.</em></p> <p><strong><em>Keywords: dadap</em></strong><strong><em>;</em></strong><strong><em> fishermen</em></strong><strong><em>;</em></strong><strong><em> life</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Indonesia merupakan negara maritim dengan 17.000 pulau dan garis pantai lebih dari 99.000 km sehingga memiliki potensi dalam bidang perikanan. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Sayangnya potensi tersebut kurang dimanfaatkan dengan baik karena kurang seimbangnya perhatian dalam pembangunan dan pengembangan pada wilayah pesisir. Hal ini mempengaruhi kondisi kehidupan nelayan. Kampung Nelayan Dadap Tangerang dipilih sebagai objek pengamatan karena memiliki kecocokan terhadap masalah yang diangkat. Penelitian dilakukan dengan metode studi kasus dimana peneliti melakukan pengamatan pada suatu kasus yang terjadi di tempat tertentu dalam suatu periode waktu. Perolehan data dilakukan melalui literatur, wawancara, dan observasi dengan fokus studi merupakan nelayan di pesisir Dadap. Dari analisis dan strategi empati yang sudah dilakukan diperoleh hasil bahwa para nelayan memiliki keterbatasan dalam mengakses sumber daya yang mengakibatkan kualitas hidup dan kesejahteraannya rendah. Hasil stiudi kasus menunjukkan bahwa setiap kampung nelayan memiliki nilai lokalitasnya masing - masing. Oleh karena itu, Arsitektur harus bisa melihat peluang wilayah pesisir dengan mempertahankan nilai lokalitasnya dan hubungan kawasan dengan kawasan sekitarnya. Peran arsitektur empati dalam menyelesaikan masalah ini adalah dengan menyediakan ruang yang dapat meningkatkan kualitas hidup komunitas nelayan melalui peningkatan kualitas ruang berhuni komunitas nelayan tanpa meninggalkan kebiasaannya.</p> Amara Felica Salim F. Tatang H. Pangestu Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 845 854 10.24912/stupa.v5i2.24237 EKSPRESI CAHAYA PADA GALERI BAGI ANAK DOWN SINDROM https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24238 <p>Down syndrome is a disorder that occurs in mental retardation caused by chromosomal abnormalities on number 21. Mental retardation becomes a significant problem, especially in developing countries like Indonesia. Children with down syndrome have limitations in social, cognitive, and physical development. The challenges in the delayed development of children with down syndrome require an environment designed to cater to their needs. Despite their limitations, children with down syndrome have unique abilities, such as being visual learners, imitating movements, and being highly interested in light, which are essential elements in design. Architectural empathy has an impact on children with down syndrome by understanding their needs through the empathetic process, allowing designers to comprehend their daily lives and create spaces that fulfill those needs. Expressing emotions can be difficult for children with down syndrome, even though it is a crucial way for them to communicate. Providing spaces for creative expression, such as painting, singing, and dancing, becomes essential in accommodating their expressive needs. Therefore, it is proposed to create an exession gallery with appropriate lighting to facilitate the expressive needs of children with down syndrome, along with necessary therapy facilities and consultation services.</p> <p><strong><em>Keywords</em></strong><strong><em>: architecture empathy; down syndrome children; needs of children with down syndrome</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p><em>Down syndrome</em> adalah kelainan yang terjadi pada retardasi mental disebabkan oleh kelainan kromosom pada no. 21. Retardasi mental menjadi masalah dengan implikasi yang besar terutama pada negara berkembang seperti Indonesia, Anak-anak dengan kondisi <em>d</em><em>own syndrome</em> memiliki keterbatasan masalah dalam perkembangan sosial, kognitif, dan fisik. Masalah dalam keterlambatan perkembangan anak <em>d</em><em>own syndrome </em>membutuhkan perancangan lingkungan yang memperhatikan kebutuhan mereka. Dibalik keterbatasan yang mereka miliki, anak <em>down syndrome </em>tetap mempunyai keistimewaan yaitu menjadi <em>visual learner, </em>peniru gerakan, dan sebagian besar tertarik terhadap cahaya, tiga keistimewaan ini menjadikan elemen penting dalam desain. Empati arsitektur memberikan dampak kepada anak <em>d</em><em>own syndrome</em>, melalui proses empati, pengalaman dari kebutuhan mereka, sehingga akan mengetahui semua keseharian anak <em>down syndrome </em>sehingga akan tercipta apa dari kebutuhan mereka. Anak <em>down syndrome </em>juga memiliki kesulitan dalam berekspresi, padahal ini adalah cara anak untuk mengungkapkan emosinya, dengan berekspresi melakukan aktivitas dan menghasilkan sebuah karya menjadi salah satu untuk mewadahinya, seperti melukis, menyanyi, dan menari, sehingga diusulkan galeri ekspresi dengan cahaya yang bisa mewadahi kebutuhan ekspresi anak <em>down syndrome </em>dan kebutuhan kelengkapan fasilitas terapi serta fasilitas untuk konsultasi.</p> I Made Wahyudi Gelgel Himaladin Himaladin Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 855 864 10.24912/stupa.v5i2.24238 TEMPAT USAHA YANG FLEKSIBEL BAGI GENERASI MUDA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24239 <p><em>Many young generation face challenges in the world of work due to a lack of understanding of work and adequate adaptation skills. They have difficulty adapting to a new work culture, different rules and procedures, and the demands of co-workers and supervisors. these difficulties also arise in adjusting to longer working hours and higher assignments. Disagreements about directions given by colleagues or superiors often lead to awkwardness at work, which can end in self-reference or dismissal. As a result, their potential is difficult to realize and they have difficulty earning income due to difficulties in adapting to real work life. Therefore we need a platform that can develop the potential of the young generation themselves, as well as take advantage of the potential that exists in them at this time to continue to earn income while they are going through the action phase (looking for a job or have just lost a job). Due to this phenomenon, field surveys, interviews, and collection of documents related to the fresh graduates themselves have been carried out. The purpose of this data collection is to answer the needs in terms of spatial and spatial organization as well as the opportunities that exist today which are intended to make it easier for young generation to achieve their potential development and adapt in the world of work.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>adapt;</em></strong><em> <strong>potential development; work life; young generation</strong></em></p> <p><em><strong>Abstrak</strong></em></p> <p>Banyak generasi muda yang menghadapi tantangan dalam dunia kerja karena kurangnya pemahaman tentang kerja dan keterampilan adaptasi yang memadai. Mereka mengalami kesulitan beradaptasi dengan budaya kerja baru, aturan dan prosedur yang berbeda, serta tuntutan rekan kerja dan supervisor. Kesulitan ini juga muncul dalam menyesuaikan diri dengan jam kerja yang lebih panjang dan tugas yang lebih tinggi. Perbedaan pendapat tentang arahan yang diberikan oleh rekan atau atasan seringkali menyebabkan rasa canggung dalam bekerja, yang dapat berakhir dengan pengunduran diri atau pemecatan. Akibatnya, potensi mereka sulit terwujud dan mereka kesulitan dalam memperoleh penghasilan karena kesulitan dalam beradaptasi dengan kehidupan kerja nyata. Oleh karena itu diperlukan suatu wadah yang bisa mengembangkan potensi diri generasi muda itu sendiri, serta memanfaatkan potensi yang ada pada mereka saat ini untuk tetap mendapatkan penghasilan selagi mereka melalui fase pengangguran (mencari pekerjaan atau baru saja kehilangan pekerjaan). Dikarenakan adanya fenomena tersebut telah dilakukan survei lapangan, wawancara, dan pengumpulan dokumen yang berkaitan dengan fresh graduate itu sendiri. Tujuan pengumpulan data tersebut yakni untuk menjawab mengenai serta peluang yang ada pada zaman sekarang yang diperuntukan untuk memudahkan generasi muda dalam mengembangkan potensi diri dan beradaptasi pada dunia kerja.</p> Wilbert Lowira Himaladin Himaladin Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 865 878 10.24912/stupa.v5i2.24239 RUMAH BELAJAR SEBAGAI UPAYA UNTUK MELINDUNGI PENDERITA TUNADAKSA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24240 <p>Physically disabled people are people who have movement disorders due to paralysis, deformities and/or body functions, and limb abnormalities. The Jakarta city is the city with the most disabled people in Indonesia. Even so, the city of Jakarta is very minimal in providing facilities and amenities to help the lives of people with disabilities with disabilities. Building aspects related to the comfort, safety and convenience of disabled people are often forgotten in public buildings. Apart from that, social discrimination, difficulty in care, and lack of awareness of disabled people with disabilities also contribute to the low quality of life for people with disabilities. This inhospitable environment for disabled people also affects their well-being and ability to live independently. Therefore, attention to the needs of disabled people and a supportive environment for them is very important and needed. With architectural empathy, it is expected to be able to design a building that focuses on the needs of the disabled. This design will later use the Inclusive Architecture concept so that it can focus on the needs of building users. In addition to using the concept of Inclusive Architecture, the authors also use the spatial protection design method. This spatial protection method will later be applied to the circulation system and the form of this building.</p> <p><strong><em>Keywords</em></strong><strong><em>: architecture inclusive; emphaty architecture; physically disabled people; spatial protection</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Tunadaksa adalah orang yang memiliki gangguan gerak akibat kelumpuhan, kelainan bentuk dan/atau fungsi tubuh, serta kelainan anggota gerak. Kota Jakarta merupakan kota dengan penderita tunadaksa terbanyak di Indonesia. Meskipun begitu kota Jakarta sangat minim dalam penyediaan sarana dan fasilitas untuk membantu kehidupan penyandang disabilitas tunadaksa. Aspek bangunan yang berhubungan dengan kenyamanan, keamanan dan kemudahan penderita tunadaksa, seringkali terlupakan dalam bangunan umum. Selain itu, diskriminasi sosial, sulitnya perawatan, serta kurangnya kesadaran atas penderita tunadaksa ini, juga turut menyebabkan rendahnya kualitas hidup penyandang disabilitas tunadaksa. Lingkungan yang tidak ramah bagi penyandang tunadaksa ini juga ikut mempengaruhi kesejahteraan dan kemampuan mereka untuk hidup mandiri. Oleh karena itu, perhatian terhadap kebutuhan penyandang tunadaksa dan lingkungan yang supportif bagi mereka sangat penting dan dibutuhkan. Dengan empati arsitektur, diharapkan dapat merancang sebuah bangunan yang berfokus pada kebutuhan penderita tunadaksa tersebut. Perancangan ini nantinya akan menggunakan konsep Arsitektur Inklusif agar bisa berfokus pada kebutuhan pengguna bangunannya. Selain penggunaan konsep Arsitektur Inklusif, penulis juga menggunakan metode desain proteksi spasial<em>. </em>Metode proteksi spasial ini nantinya akan diterapkan pada sistem sirkulas dan bentuk dari bangunan ini.</p> Kenly Andrianus Himaladin Himaladin Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 879 888 10.24912/stupa.v5i2.24240 KONSEP EKSISTENSI-OTENTIK HEIDEGGER DALAM ARSITEKTUR: SEBUAH RUANG UNTUK MEMAHAMI KEHIDUPAN MELALUI KEMATIAN https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24241 <p>This research is based on an architectural design that focuses on empathy towards humans who lose themselves in daily life. The design aims to provide a reflection experience on human existence through programs based on Heidegger's concepts. The purpose of this study is to investigate how to create space for visitors to contemplate and realize their own existence through different experiences and carefully designed spatial arrangements. The research is conducted by studying Heidegger's concepts and how architecture can assist humans in reflecting on their existence. The use of architectural design methods based on Heidegger's concepts and visitors' experiences is employed to achieve the objective, based on spatial perception methods. In daily life, humans often forget their existence and attachment to the surrounding environment. This research aims to result in an architecture project that is able to give a deep reflective experience for the visitors to contemplate and realize their existence based on Heidegger’s concept.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>authentic-existence; being; routinity</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Penelitian ini didasarkan pada sebuah rancangan arsitektur yang berfokus pada empati terhadap manusia yang kehilangan dirinya dalam keseharian. Rancangan ini berusaha memberikan pengalaman refleksi terhadap diri dan eksistensi manusia melalui program-program yang didasarkan pada konsep-konsep Heidegger. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari bagaimana cara memberikan ruang bagi pengunjung untuk merenungkan dan menyadari eksistensi mereka sendiri melalui pengalaman yang berbeda dan pengaturan ruang yang dirancang. Penelitian dilakukan dengan mengkaji konsep-konsep Heidegger dan bagaimana arsitektur dapat membantu manusia merenungkan eksistensinya. Penggunaan metode desain arsitektur yang berbasis pada konsep-konsep Heidegger dan pengalaman pengunjung dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, didasarkan dengan metode persepsi spasial. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia seringkali lupa untuk memperhatikan eksistensi dan keterikatan mereka dengan lingkungan sekitar. Penelitian ini bertujuan memberikan hasil berupa rancangan arsitektur yang dapat memberikan pengalaman refleksi yang mendalam bagi pengunjung untuk merenungkan dan menyadari eksistensi mereka berdasarkan konsep Heidegger. Diharapkan bahwa rancangan ini dapat memperluas pemahaman manusia tentang keterikatan mereka dengan lingkungan sekitar dan memberikan kesadaran yang lebih dalam tentang eksistensi mereka.</p> Varrel Levan Alvin Hadiwono Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 889 900 10.24912/stupa.v5i2.24241 PENERAPAN KONSEP DESAIN SIMBIOSIS EMPATI-MUTUALISTIK TERHADAP HUBUNGAN ANTARA MANUSIA DAN KUCING DALAM ARSITEKTUR https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24242 <p>The reciprocal relationship between humans and cats has been formed since the Neolithic era and reached its peak of mutualism during the reign of Ancient Egypt. Technological advancements have disrupted the long-standing relationship between humans and cats as their roles have been replaced. This has contributed to the increase in feral cats in urban areas, including Jakarta. Stray cats roaming around not only damage the environment but also face mistreatment from society. Up to now, the issue of feral cats has not been optimally addressed by the government. However, the community should also contribute to cat management with a more thoughtful response. Therefore, this research is conducted with the aim of creating an empathetic space where humans and cats can interact with each other. The design program will be interconnected and related, demonstrating how humans and cats can empathize with one another. This research will be conducted using a descriptive qualitative approach and a design concept method with a mutualistic symbiosis approach. The design will also be influenced by the culture of Ancient Egypt as a remnant of the mutualistic relationship between humans and cats. This will be realized through concrete programs that can provide visitors with new experiences in a space that optimizes the interaction between history, humans, and cats. Office workers, young adults, and families are the primary target audience for this design program.In relation to this, the design location is situated in the Mampang Prapatan District, Bangka Sub-district, which is an area of arts, culture, tourism, and office businesses.</p> <p><strong>Keywords:</strong> <strong>cat perspective;</strong> <strong>empathy;</strong> <strong>healing;</strong> <strong>mutualistic;</strong> <strong>symbiosis</strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Hubungan timbal balik antara manusia dan kucing sudah terbentuk sejak zaman neolitikum, dan berada pada puncak mutualisme pada masa pemerintahan Mesir Kuno. Kemajuan teknologi menyebabkan hubungan lama antara manusia dan kucing menjadi rusak, karena perannya yang tergantikan. Hal ini berkontribusi atas peningkatan kucing liar di wilayah perkotaan, salah satunya Jakarta. Kucing yang berkeliaran merusak lingkungan tapi juga ditindas oleh masyarakat. Sampai saat ini permasalahan mengenai kucing liar belum dapat ditangani secara optimal oleh pemerintah. Sedangkan masyarakat seharusnya turut berkontribusi dalam penanganan kucing dengan respon yang lebih bijak. Untuk itu, penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk menghasilkan ruang berempati dimana manusia dan kucing dapat saling berinteraksi. Sehingga program dalam perancangan akan saling berhubungan dan terkait, menunjukkan bagaimana manusia dan kucing saling berempati satu sama lain. Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif pendekatan kualitatif, serta metode perancangan konsep dengan pendekatan simbiosis mutualistik. Perancangan juga akan dipengaruhi dengan budaya dari Mesir Kuno sebagai bentuk peninggalan hubungan antara manusia dan kucing yang mutualistik. Hal ini diwujudkan dengan program konkrit yang dapat membuat pengunjung merasakan pengalaman baru dalam ruang yang dapat mengoptimalkan interaksi antara sejarah, manusia dan kucing. Pegawai kantor, anak muda, dan keluarga menjadi target utama dalam program perancangan ini. Terkait dengan hal ini, lokasi perancangan berada di Kecamatan Mampang Prapatan, kelurahan Bangka yang merupakan kawasan seni budaya, wisata, sekaligus area bisnis perkantoran.</p> Vanessa Raharja Alvin Hadiwono Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 901 916 10.24912/stupa.v5i2.24242 MITOS BHATARI SRI DAN BUDAYA SUBAK BALI DALAM WUJUD ARSITEKTUR https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24243 <p><em>In Balinese culture, Subak and Bhatari Sri are two important symbols that are often used in traditional ceremonies. Subak is a traditional irrigation system that has been used for centuries to irrigate rice fields and gardens in rural areas. Meanwhile, Bhatari Sri is a goddess who is considered the patroness of agriculture and abundance. Jatiluwih, a region in Bali, is famous for its beautiful and fertile rice fields, which have been recognized as a World Heritage Site by UNESCO. The symbolism of Subak and Bhatari Sri attracts tourists to this area as it reflects the rich cultural values that are important in the daily lives of Balinese people. When tourists visit Jatiluwih, they can learn about the Subak irrigation system and how the Balinese community maintains its sustainability. They can also witness traditional ceremonies involving Bhatari Sri, such as the Ngembak Geni ceremony held annually to celebrate the abundance of the harvest. By promoting the symbolism of Subak and Bhatari Sri as a tourist attraction, Jatiluwih can attract tourists who want to learn about Balinese culture and experience its lush natural beauty. It can also assist the local community in preserving its cultural heritage and earning income from a sustainable tourism industry. The purpose of this research is to understand the concept and also know the myth of Bhatari Sri and Balinese Subak culture in the form of architecture. The research method used is descriptive qualitative with observation data collection techniques and documentation studies. The results of this research are that the Balinese people uphold the traditions inherited from their ancestors and also take good care of nature which is adjusted to the concept of tri hita in architectural buildings in the Balinese region. </em></p> <p><strong><em>K</em></strong><strong><em>eywords: balinese culture; goddess bhatari sri; subak irrigation system</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>sustainable tourism industry jatiluwih rice fields</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p><em>Dalam budaya Bali, Subak dan Bhatari Sri adalah dua simbol penting yang sering digunakan dalam upacara tradisional. Subak adalah sistem irigasi tradisional yang telah digunakan selama berabad-abad untuk mengairi sawah dan kebun di daerah pedesaan. Sementara itu, Bhatari Sri adalah dewi yang dianggap sebagai pelindung pertanian dan kelimpahan. Jatiluwih, sebuah wilayah di Bali, terkenal dengan sawahnya yang indah dan subur, yang telah diakui sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO. Simbolisme Subak dan </em><em>Bhatari Sri menarik wisatawan ke daerah ini karena mencerminkan nilai-nilai budaya yang kaya yang penting dalam kehidupan sehari-hari orang Bali. Ketika wisatawan mengunjungi Jatiluwih, mereka dapat belajar tentang sistem irigasi Subak dan bagaimana komunitas Bali mempertahankan keberlanjutannya. Mereka juga dapat menyaksikan upacara adat yang melibatkan Bhatari Sri, seperti upacara Ngembak Geni yang diadakan setiap tahun untuk merayakan kelimpahan panen. Dengan mempromosikan simbolisme Subak dan Bhatari Sri sebagai objek wisata, Jatiluwih dapat menarik wisatawan yang ingin belajar tentang budaya Bali dan mengalami keindahan alamnya yang subur. Ini juga dapat membantu komunitas lokal dalam melestarikan warisan budayanya dan memperoleh pendapatan dari industri pariwisata yang berkelanjutan. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memahami konsep dan juga mengetahui mitos Bhatari Sri dan budaya Subak Bali dalam wujud arsitektur. Metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi dan studi dokumentasi. Adapun hasil dari penelitian ini yaitu masyarakat Bali memegang teguh tradisi warisan dari leluhur mereka dan juga menjaga alam dengan baik yang disesuaikan dengan konsep tri hita dalam bangunan arsitektur di wilayah Bali.</em></p> Elren Joni Alvin Hadiwono Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 917 926 10.24912/stupa.v5i2.24243 ARSITEKTUR SEBAGAI TEMPAT PENGEMBANGAN ANAK USIA DINI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24244 <p><em>All parents must really love and want to give the best for their children. In order to provide the best, parents have to work from morning to evening to support their children and provide financial support. However, as a parent, feelings of anxiety arise because you have to always be away from your child, you feel confused about what to do, you are afraid that your baby will be sad and lonely. While the cognitive and motor development of children at an early age is very important because it will determine how the child grows later. Not a few families leave their children with their grandmother or hire a babysitter because they think this is the best solution for their condition of having to work. Abroad, both parents who work usually leave their children at daycare. In Daycare children usually spend time According to a 2020 study that analyzed 25 states across the country, 8.4 million children under the age of five are in need of child care. However, only about 5.9 million childcare slots are available. Thus, around 2.7 million children, or 31.7%, cannot access quality child care due to the limited number of child care slots. This shows that when both parents have to work, they need help to raise or educate their children. </em><em>In this study, a qualitative method was used by implementing the behavior in the case study taken in this study, namely Daycare. This aims to help design a daycare that supports their development, especially for children who have been abandoned by their parents.</em></p> <p><strong><em>Keywords:</em></strong> <strong><em>children development; daycare</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>empathic architecture</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Semua orang tua pasti sangat menyayangi dan ingin memberikan yang terbaik bagi anaknya. Demi memberikan yang terbaik, orang tua harus bekerja dari pagi hingga sore untuk menghidupi sang anak dan memberikan dukungan finansial. Namun sebagai orang tua, perasaan cemas timbul karena harus selalu jauh dari anak, merasa bingung harus bagaimana, takut sang buah hati sedih dan kesepian. Sementara perkembangan kognitif dan motorik anak di usia dini sangat penting karena akan menentukan bagaimana tumbuhnya anak nantinya. Tidak sedikit keluarga yang menitipkan anak kepada nenek atau mempekerjakan seorang <em>babysitter</em> karena menurut mereka hal ini merupakan sebuah solusi yang paling baik untuk kondisi mereka yang harus bekerja. Di luar negeri kedua orang tua yang bekerja biasanya menitipkan anak pada daycare dan dalam <em>daycare</em> tersebut anak-anak biasanya menghabiskan waktu. Menurut sebuah studi tahun 2020 yang menganalisis 25 negara bagian di seluruh negeri, 8.4 juta anak di bawah usia lima tahun membutuhkan perawatan anak. Namun, hanya sekitar 5.9 juta slot penitipan anak yang tersedia. Dengan demikian, sekitar 2.7 juta anak, atau 31.7%, tidak dapat mengakses penitipan anak yang berkualitas karena terbatasnya jumlah slot penitipan anak. Hal ini menunjukkan bahwa ketika kedua orang tua harus bekerja, mereka membutuh bantuan untuk membesarkan atau mendidik anak mereka. Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif dengan mengimplementasikan kepada prilaku pada studi kasus yang diambil dalam penelitian ini adalah <em>d</em><em>aycare</em>. Ini bertujuan membantu merancang tempat penitipan anak yang mendukung perkembangan mereka, terutama bagi anak-anak yang ditinggalkan orang tua.</p> Stephanie Aritonang Fernando Alvin Hadiwono Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 927 936 10.24912/stupa.v5i2.24244 KOMPROMI LOKALITAS DAN MODERNITAS PADA DESA ADAT PUBABU-BESIPAE DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24245 <p><em>Life in society is inseparable from customs and traditions that shape the cultural values and local wisdom within a group or community. Indonesia is rich in customs and traditions, from Sabang to Merauke. Customs are the inherited habits or ideas that serve as guidelines for life in a society. For example, the indigenous community of Besipae in the Pubabu Customary Forest, East Nusa Tenggara, has the concept of the triangle of life, consisting of humans, livestock, and the forest, which are interdependent on each other. As a result, the management and preservation of the Besipae customary forest have been carried out by the indigenous community from one generation to another.However, the threats to customary forests have been increasing, and higher authorities wish to intervene in the lives of indigenous communities with land dispute issues. The government plans to invest in and commercialize the area without considering the pre-existing values. This article conveys that customs and culture are memories that will always be part of human life and should be respected and preserved. The data collection method used in this article is qualitative interpretative research. The purpose of this article is to serve as a foundation for compromising customs and local wisdom with modernity without erasing the existing history. Thus, a traditional village with a neo-vernacular architectural approach can be created to reconcile locality and modernity.</em></p> <p><strong><em>Keywords: besipae; compromise; tradition</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Kehidupan dalam bermasyarakat tidak terlepas dari adat istiadat dalam membentuk nilai-nilai kebudayaan dan kearifan lokal dalam suatu kelompok atau komunitas masyarakat. Indonesia kaya akan adat istiadat dari Sabang sampai Merauke. Adat merupakan kebiasaan atau gagasan yang turun temurun dan menjadi pedoman hidup dalam masyarakat. Sebagai contoh, masyarakat adat Besipae di Hutan Adat Pubabu, Nusa Tenggara Timur yang memiliki konsep segitiga kehidupan, yaitu manusia, ternak, dan hutan yang saling tergantung satu dengan yang lain. Oleh karena itu, pengelolaan dan pemeliharaan hutan adat di Besipae telah dilakukan oleh masyarakat adat dari generasi ke generasi secara terus-menerus. Namun, ancaman terhadap hutan adat semakin meningkat, dan pihak dengan wewenang yang lebih tinggi ingin mengintervensi kehidupan masyarakat adat dengan permasalahan sengketa lahan. Pemerintah berencana untuk berinvestasi dan mengkomersialkan kawasan tersebut tanpa mempertimbangkan nilai-nilai yang telah ada sebelumnya. Artikel ini menyampaikan bahwa adat dan budaya merupakan sebuah memori yang tidak akan lepas dari kehidupan manusia sehingga harus dihormati serta dipertahankan. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam artikel ini yaitu kualitatif interpretatif. Artikel ini bertujuan sebagai landasan dalam mengkompromikan adat dan kearifan lokal dengan modernitas tanpa menggeser sejarah yang telah ada. Sehingga tercipta desa wisata adat dengan pendekatan arsitektur neo-vernakular untuk mengkompromikan lokalitas dan modernitas<strong>.</strong></p> Celine Anatta Agustinus Sutanto Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 937 948 10.24912/stupa.v5i2.24245 PENGARUH KEBERADAAN MAKAM DAN MITOSNYA TERHADAP KEBERTAHANAN WARGA DI DESA BEDONO https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24246 <p><em>Bedono Village was originally a portrait of the life of a prosperous coastal community. Village life is filled with various activities that make the sea a source of livelihood. The village comprises groups of fishermen, farmers and fish traders, and small-medium industry players who process catches. The wheels of the local economy revolve around it so that residents can stay in the village to meet their needs. In 1998, it was the beginning of the change for the people of Bedono Village. Abrasion and land subsidence due to human activities consumed 2116.54 hectares of their native land. One by one, they started leaving their homeland, leaving the sea, looking for a safer place for their future. Besides the village, which has been partially submerged, a tomb stands upright and does not sink. It is the tomb of Sheikh Abdullah Mudzakir, a respected scholar who dedicated his life to spreading Islamic teachings. Those who already consider myth as "local wisdom" believe it is sacred and seek blessings from the tomb. The presence of the tomb has a power that makes them choose to stay in the village to protect their tomb and homeland. The spirit of survival was born from a mythical existence that was spread. Through myths, humans can learn to appreciate nature and its power. Through myths, villagers have the guarantee of the present and the future to survive in their last land. This paper will examine the impact of the presence of the tomb on the economic and social life of Bedono residents and find out how the spirit of survival born from a myth, and belief can lead them to form new spaces in the future</em><em>. The method that has been used in this paper is internet searching by taking online journals and e-books as references, taking printed media such as books as references, and live surveys &amp; interviews at the site location. The result of the research is an architecture design recommendation with a design scheme that is divided into cable cars, 3 towers, and fishing coordinates.</em></p> <p><strong><em>Keywords:</em></strong><strong><em> myth; sink; tomb; village</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Desa Bedono pada mulanya merupakan sebuah potret kehidupan masyarakat pesisir yang makmur. Kehidupan desa dipenuhi oleh berbagai aktivitas yang menjadikan laut sebagai sumber mata pencaharian. Desa tersusun dari kelompok-kelompok nelayan, petambak, dan pedagang ikan, dan pelaku industri kecil-menengah yang mengolah hasil tangkap. Roda perekonomian lokal berputar di dalamnya sehingga warga tidak perlu keluar desa untuk memenuhi kebutuhannya. Tahun 1998, adalah awal mula perubahan warga Desa Bedono, abrasi dan penurunan muka tanah dari hasil ulah manusia memakan habis 2116.54 hektar tanah kelahiran mereka. Satu per satu mulai meninggalkan tanah kelahiran mereka, mencari tempat yang lebih aman. Disamping desa yang sebagian sudah tenggelam, terdapat sebuah makam yang berdiri tegak dan tidak tenggelam. Makam tersebut merupakan makam Syekh Abdullah Mudzakir, ulama yang dihormati atas pengabdiannya menyebarkan ajaran Islam. Mereka yang sudah menganggap mitos sebagai "kearifan lokal", mempercayainya sebagai sesuatu yang keramat dan mencari berkah dari makam tersebut. Kehadiran makam tersebut memiliki kekuatan yang membuat mereka tetap memilih bertahan di desa untuk menjaga makam dan tanah kelahiran mereka. Semangat kebertahanan lahir dari sebuah eksistensi mitos yang tersebar. Lewat mitos, manusia bisa belajar menghargai alam dan kekuatan yang terkandung di dalamnya. Lewat mitos, warga desa memiliki jaminan masa kini dan masa depan, untuk tetap bertahan di tanah terakhir mereka. Tulisan ini akan mengkaji dampak dari kehadiran makam tersebut terhadap kehidupan ekonomi dan sosial warga Bedono dan mencari tahu bagaimana semangat kebertahanan yang lahir dari sebuah mitos dan kepercayaan dapat membawa mereka membentuk ruang baru di masa depan. Metode yang digunakan dalam penelitian untuk mengumpulkan data adalah melalui penelusuran situs internet dengan mereferensikan kepada jurnal online, dan e-book, referensi dari media cetak berupa buku, dan melalui survei dan wawancara secara langsung ke lokasi penelitian. Hasil penelitian merupakan rekomendasi perancangan arsitektur dengan skema perancangan yang terbagi menjadi kereta gantung, 3 menara, dan “<em>fishing coordinate</em>”.</p> Jovano Nathanael Agustinus Sutanto Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 949 958 10.24912/stupa.v5i2.24246 PENERAPAN ARSITEKTUR NEO-VERNAKUALAR DALAM PERANCANGAN LIMA FASE BERDUKA PADA KONTEKS WISATA KUBURAN BAYI KAMBIRA DI TANA TORAJA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24247 <p>Passiliran is a ritual of Toraja tribe which has been lost. In the past, babies who died before growing their teeth were buried in hollowed-out tree trunks covered with palm fiber. The Kambira Baby Graveyared is one of the historical evidences that this ritual was once practiced and is now become one of the tourist attractions in Tana Toraja. Although the government has designated this location as one of the Kaero tourist destinations in Sangalla, its appeal has diminshied due to other more well-known rituals and tourist objects such as rambu solo and tongkonan houses. As a result, the location is now abandoned, with only one tree trunk still standing, while others have fallen and become fragile. History and culture are important because they are the heritage and identity of a nation and reflect its people way of living. This article will examine and propose a development plan for the Kambira Baby Graveyard Tourist Area, adopting Kubler-Ross’s five stages of grief in designing space programs, starting from denial, anger, bargaining, depression, and acceptance. Each program will represent the corresponding grief stage as a journey from West to East. The design process is based on the application of neo-vernacular architecture as a form of appreciation for Toraja’s rich culture and architecture. The design proposal includes cultural suitability, the use of local materials and knowledge of tectonics, harmony with nature, ornamentation, and correlation with current practices.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>death;</em></strong><strong> kambira;</strong> <strong>grief; neo-vernacular; toraja</strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Passiliran adalah ritual suku Toraja yang telah hilang. Dahulu, bayi-bayi yang meninggal sebelum tumbuh gigi akan dimakamkan dalam batang pohon yang dilubangi dan ditutup dengan ijuk. Kuburan Bayi Kambira adalah salah satu bukti sejarah bahwa ritual ini telah dilakukan, dan hingga kini menjadi salah satu daya tarik wisata di Tana Toraja. Meskipun pemerintah telah mencanangkan lokasi ini sebagai salah satu destinasi wisata Kaero di Sangalla, daya tariknya tenggelam akibat adanya ritual dan objek wisata yang lebih di kenal seperti rambu solo dan rumah tongkonan. Alhasil, lokasi ini menjadi terbengkalai dengan hanya satu batang pohon tersisa yang masih berdiri tegak, dengan beberapa pohon lainnya tumbang dan sudah rapuh. Sejarah dan budaya merupakan hal yang penting karena merupakan warisan dan identitas sebuh bangsa serta merupakan cerminan kehidupan dari masyarakatnya. Tulisan ini akan membedah dan mengajukan rancangan pengembangan area Wisata Kuburan Bayi Kambira dengan mengadopsi lima fase berduka Kubler-Ross dalam perancangan program ruang, di mana fase berduka dimulai dari fase <em>denial, anger, bargaining, depression, </em>dan <em>acceptance</em>. Masing-masing program ruang akan merepresentasikan fase tersebut dalam bentuk suatu kesatuan perjalanan duka dari arah Barat ke Timur. Proses perancangan mengacu pada penerapan arsitektur neo-vernakular sebagai bentuk penghargaan terhadap budaya dan arsitektur Toraja yang kaya. Perancangan tersebut menghasilkan proposal desain yang mencakup kesesuaian dengan budaya, penggunaan material lokal dan pengetahuan tentang tektonika, keserasian dengan alam, penggunaan ornamen, serta korelasinya dengan praktik masa kini.</p> Cynthia Cynthia Agustinus Sutanto Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 959 972 10.24912/stupa.v5i2.24247 PENGEMBALIAN RTH PADA KAWASAN LOKAL KAMPUNG BENDUNGAN HILIR DENGAN PENDEKATAN AI DAN ARSITEKTUR https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24248 <p>The current rapid technological developments have brought significant changes in the development of cities in the world. Cities are getting smarter and more advanced thanks to the rapid adoption of technology. However, the definition of a city is no longer limited to where the capitalists live. According to Amos Rapoport, cities are large, dense and permanent settlements inhabited by groups of socially diverse individuals. Thus, marginal communities or urban kampung residents have an important role in shaping the memory and identity of a city which is an integral part of the city's cultural and social landscape. However, with the transformation in the modern era, marginal communities and urban village residents are faced with new challenges. Facing a future that is always full of challenges with limited resources. This is experienced by urban villages in Bendungan Hilir, Central Jakarta, living between the progress and decline of the capital city in order to survive with other residents. But in the end they had to face eviction by the government to make room for more advanced city developments. What is the survival for the villagers after the evictions and how can they adapt to the growing advances in artificial intelligence technology? How can they utilize the existing potential to sustain their lives amidst a future full of progress? Therefore, this project aims to restore green areas but still maintain existing life by making the most out of future technology. So that residents continue to contribute through life and their environment and adapt to the progress of the city.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>locality; future; technology</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Perkembangan teknologi yang pesat telah membuat perubahan yang relevan dalam perkembangan kota di dunia. Kota-kota semakin cerdas dan maju berkat adopsi teknologi yang pesat. Namun, definisi kota tidak lagi terbatas pada tempat tinggal kaum kapitalis. Berdasarkan Amos Rapoport, kota merupakan pemukiman padat, besar, dan permanen yang dihuni oleh golongan perseorangan yang beragam secara sosial. Maka masyarakat marginal atau warga kampung kota memiliki peran penting dalam membentuk memori dan identitas sebuah kota yang merupakan bagian integral dari lanskaap sosial dan budaya kota. Namun dengan adanya transformasi di era modern, masyarakat marginal dan warga kampung kota dihadapkan pada tantangan baru. Menghadapi masa depan yang selalu penuh dengan tantangan dengan sumber daya yang terbatas. Hal tersebut dialami oleh kampung kota di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat dengan hidup di antara kemajuan dan kemunduran ibu kota demi bertahan hidup bersama warga lainnya. Namun pada akhirnya harus menghadapi penggusuran oleh pemerintah untuk memberikan ruang bagi perkembangan kota yang lebih maju. Bagaimana kelangsungan hidup bagi para warga kampung setelah penggusuran dan bagaimana mereka dapat beradaptasi dengan kemajuan teknologi <em>artificial intelligence </em>yang semakin berkembang? Bagaimana mereka dapat memanfaatkan potensi yang ada untuk mempertahankan kehidupan mereka di tengah masa depan yang penuh dengan kemajuan? Maka dari itu, proyek ini bertujuan untuk mengembalikan area hijau namun tetap mempertahankan kehidupan yang ada dengan memanfaatkan potensi teknologi masa depan secara maksimal. Sehingga warga tetap berkontribusi melalui kehidupan serta lingkungannya dan beradaptasi dalam kemajuan kota.</p> Sutiana Sutiana Agustinus Sutanto Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 973 980 10.24912/stupa.v5i2.24248 EMPATI ARSITEKTUR DALAM PENINGKATAN KOMPETENSI LULUSAN SMK/SMA MELALUI PENYEDIAAN WADAH PELATIHAN TENAGA KERJA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24249 <p><em>In big cities such as DKI Jakarta, the number of high school and vocational high school graduates is increasing every year, while employment opportunities for them are increasingly limited. This resulted in unemployment due to various factors. The high demands of job providers also mean that not all of these graduates are able to compete for jobs in the formal sector. The lack of experience in working in the formal sector and the many competitors in finding a job, make it difficult for all graduates to find a job.</em> <em>This research is based on empathy for the condition of high school and vocational high school graduates in getting jobs in the formal sector. With this research, it can increase the opportunities for vocational and high school graduates to enter the world of work. The research method uses a qualitative approach, both in data collection, data analysis and interpretation processes. An architectural empathy approach is applied in developing the concept of designing workforce training facilities for SMA and SMK graduates.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>emphaty; labor</em></strong><strong><em>raining; unemployment</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Di berbagai kota besar seperti DKI Jakarta, jumlah lulusan sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan setiap tahun semakin meningkat sementara penyerapan lapangan kerja bagi mereka semakin terbatas. Hal ini mengakibatkan pengangguran karena adanya berbagai faktor. Tuntutan penyedia lapangan kerja yang tinggi juga menyebabkan tidak semua lulusan tersebut mampu bersaing mendapatkan pekerjaan di sektor formal. Kurangnya pengalaman dalam bekerja di sektor formal dan banyaknya saingan dalam mencari pekerjaan, berakibat semua lulusan sulit dalam mencari pekerjaan. Riset ini didasari pada rasa empati kepada kondisi lulusan sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan dalam mendapatkan pekerjaan di sektor formal. Dengan adanya riset ini diharapkan dapat meningkatkan kesempatan lulusan SMK dan SMA untuk masuk ke dunia kerja. Metode riset menggunakan pendekatan kualitatif, baik dalam pengumpulan data, analisis data dan proses interpretasi. Pendekatan empati arsitektur diterapkan dalam menyusun konsep perancangan fasilitas pelatihan tenaga kerja bagi lulusan SMA dan SMK.</p> Yoseph Karunia Diah Anggraini Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 981 990 10.24912/stupa.v5i2.24249 STUDI SPATIAL PERCEPTION DALAM PENYEDIAAN RUANG AKTIVITAS BAGI TUNA RUNGU DI KELAPA GADING https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24250 <p><em>Every human being must have felt that there is something lacking in them, some people feel lacking because of difficulties and some people are also grounded because of thoughts or psychological influences. Both have a real impact on their own suffering. Having a deficiency of one of our five main senses must have a pretty significant impact. This book is written to discuss one of them, which is the rhetoric on the senses of hearing. Having this hearing impairment can be due to genetic factors (derivatives); congenital (from within the womb); or what we can as long as we live our lives. This prevents recipients from socializing and some people in the community may even stay away from them, because they find it difficult to communicate with them. This can make her suffering feel isolated, fearful, and give up to struggle to live her life. As my fellow humans have a sense of empathy for them, i can imagine how difficult it is for them to live their day-to-day lives in the midst of a civilization that relies on sound as the primary sign or signal to communicate. Then you have to help them and give them the "ears to see."</em></p> <p><strong><em>K</em></strong><strong><em>eywords: empth</em></strong><strong><em>y</em></strong><strong><em>; hearing disorder; spatial perception</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Setiap manusia pasti pernah merasa ada sesuatu yang kurang dalam diri mereka, ada yang memang merasakan kekurangan karena mengalami kesulitan dan ada juga yang dilandasi karena pikiran atau pengaruh psikologis. Keduanya memiliki dampak yang nyata pada diri penderitanya. Memiliki kekurangan dari salah satu lima panca indera utama kita pasti memiiki dampak yang cukup signifikan. Tulisan ini ditulis untuk membahas salah satunya yaitu kekuranagn pada indera pendengaran. Memiliki gangguan pendengaran ini bisa dikarenakan faktor genetik ( turunan ); kongenital (dari sejak dalam kandungan ); maupun yang kita dapat selama kita menjalani kehidupan. Hal ini menghambat penerita untuk bersosialisasi dan beberapa orang dalam masyarakat pun mungkin menjauhi mereka, karena merasa sulit untuk berkomunikasi dengan mereka. Hal ini bisa membuat penderitanya merasa diasingkan, ketakutan, dan menyerah untuk berjuang menjalani kehidupannya. Sebagai sesama manusia saya memiliki rasa empati terhadap mereka, saya membayangkan betapa sulitnya bagi mereka untuk menjalani kehidupan sehari - harinya di tengah peradaban yang mengandalkan bunyi sebagai tanda atau sinyal utama untuk berkomunikasi, bahkan beberapa rambu lalu lintas pun juga menggunakan bunyi sebagai penanda. Maka harus membantu mereka dan memberikan meraka "telinga untuk melihat."</p> Michael Geraldo Diah Anggraini Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 991 1002 10.24912/stupa.v5i2.24250 PENDEKATAN KAMUFLASE DALAM PERANCANGAN RUANG AMAN BAGI PENYINTAS KEKERASAN SEKSUAL DI JAKARTA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24251 <p>Violence is one of the global issues that is often difficult to overcome, partly because there are variables that are difficult to predict, such as subject, place, and time. There are various types of violence, one of which is sexual violence. In Indonesia itself, the average number of sexual violence cases has increased each year and has become the first most reported violence case from 2020 to 2022 (SIMFONI-PPA, 2023). Unfortunately, this data is not comprehensive enough due to information sources that are still not integrated with each other and even though there has been an increase in the number of cases, existing laws and facilities still lack empathy for victims. Even though the impact felt by victims varies, victims often experience severe trauma in which they feel like losing their place in the world, which makes it difficult for them to return to their normal activities. Through this, victims need to be a priority as well. Qualitative methods obtained through secondary sources are used to obtain in-depth information about victims and camouflage design method will be applied in the design of one-stop emergency facilities as a form of empathy for sexual violence victims. By using existing methods, the authors hope to be able to frmulate a design concept for facilities that are empathetic and in accordance with the needs of the victims so that later they can recover from their wounds and continue their lives by finding their respective places in society.</p> <p><strong><em>Keywords: camouflage; human psychology; rehabilitation; sexual violence</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Kekerasan menjadi salah satu permasalahan global yang kerap terjadi dan sulit untuk diatasi, salah satunya karena terdapat variabel yang sulit untuk diprediksi, seperti subjek, tempat, dan waktu. Ada berbagai macam jenis kekerasan, salah satunya adalah kekerasan seksual (sexual violence). Di Indonesia sendiri, kasus kekerasan seksual rata-rata mengalami peningkatan jumlah dari tahun ke tahun dan menjadi kasus kekerasan terlapor terbanyak pertama dari tahun 2020 hingga 2022 (SIMFONI-PPA, 2023). Sayangnya, data ini masih kurang menyeluruh akibat sumber informasi yang masih belum terintegrasi satu sama lain dan walaupun mengalami peningkatan jumlah kasus, hukum serta fasilitas yang ada masih kurang berempati kepada korban. Meskipun dampak yang dirasakan korban beragam, tetapi sering kali korban mengalami trauma yang berat hingga merasa kehilangan tempat di dunia, sehingga mereka sulit untuk kembali beraktivitas secara normal seperti sediakala. Melihat realita ini, maka korban perlu menjadi prioritas juga. Metode kualitatif yang diperoleh melalui sumber sekunder digunakan untuk mendapatkan informasi mendalam mengenai korban dan metode perancangan kamuflase akan diterapkan dalam desain fasilitas one-stop emergency sebagai bentuk empati bagi para korban kekerasan seksual. Dengan menggunakan metode yang ada, penulis berharap dapat merumuskan konsep desain fasilitas yang berempati dan sesuai dengan kebutuhan para korban agar nantinya dapat bangkit dari luka dan melanjutkan hidupnya dengan kembali menemukan tempatnya masing-masing dalam masyarakat.</p> Glenda Vania Diah Anggraini Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1003 1016 10.24912/stupa.v5i2.24251 STUDI ARSITEKTUR EPHEMERAL DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN BERHUNI BAGI TUNAWISMA DI JAKARTA BARAT https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24252 <p><em>Humans will actually continue to look for ways to get a better life. One of them is by moving to a place that feels better and has potential. Big cities are often the target for some people who wander to start a new life, one of them is the city of Jakarta. With all the diversity in Jakarta, this city cannot be separated from the socio-economic problems that are also experienced by various parties, including the marginalized. Marginalized people themselves are people who are marginalized when they fail to achieve a welfare life such as the homeless or commonly called the homeless. The bum comes from the word "midfielder" which means "a wanderer, a wanderer" (Onghokham, 1986). Thus, the homeless can also be defined as someone who does not have a permanent and proper place to live (Hanson-Easey et al., 2016) such as living on a shopping terrace, under a bridge, park bench, etc. For reasons of frugality, it indirectly impacts the welfare of the homeless. Referring to the book Motivation and Personality by Maslow (1970), humans have 5 hierarchies of needs that must be met, especially basic needs (such as food and shelter) so that other needs can be met as well. By moving places frequently, homeless people become more flexible to potential situations and utilize the resources around them in the process of dismantling and installing a temporary (ephemeral) architectural space. Through ephemeral architecture with the concept of in-compatibility, the author seeks to present a temporary living space as a form of fulfilling the basic needs of the homeless. With the help of data obtained from the results of surveys and interviews, the authors present a habitable space program by utilizing the surrounding resources and paying attention to the boundaries that exist in an environment.</em></p> <p><strong><em>keywords: dwelling; ephemeral architecture; homeless</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Manusia sejatinya akan terus mencari cara untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Salah satunya dengan cara berpindah ke tempat yang dirasa lebih baik dan memiliki potensi. Kota besar seringkali menjadi sasaran bagi sebagian orang yang mengembara untuk memulai kehidupan baru, salah satunya Kota Jakarta. Dengan segala keanekaragaman di Jakarta, membuat kota ini tidak terlepas dari masalah sosial ekonomi yang turut dialami oleh berbagai pihak termasuk kaum marginal. Kaum marginal sendiri merupakan orang-orang yang terpinggirkan ketika tidak berhasil mencapai suatu kesejahteraan hidup seperti gelandangan atau biasa disebut tunawisma. Gelandangan berasal dari kata “gelandang” dengan arti “yang mengembara, yang berkelana” (Onghokham, 1986). Sehingga, tunawisma dapat didefinisikan juga sebagai seorang yang tidak memiliki tempat tinggal tetap dan layak (Hanson-easey et al., 2016) seperti tinggal di teras pertokoan, kolong jembatan, bangku taman, dll. Dengan alasan berhemat, secara tidak langsung berdampak pada kesejahteraan hidup tunawisma. Merujuk kepada buku Motivation and Personality oleh Maslow (1970), manusia memiliki 5 hierarki kebutuhan (<em>Hierarchy of Needs</em>) yang harus dipenuhi terutama kebutuhan dasar (seperti makanan dan tempat tinggal) agar kebutuhan lain dapat terpenuhi juga. Dengan perpindahan tempat yang sering dilakukan, tunawisma menjadi lebih fleksibel terhadap keadaan potensial dan memanfaatkan sumber daya yang ada disekitarnya dalam proses pembongkaran dan pemasangan suatu ruang arsitektural secara sementara (<em>ephemeral</em>). Melalui arsitektur <em>ephemeral</em> dengan konsep<em> in-compatibility</em>, penulis berupaya menghadirkan ruang berhuni sementara sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan dasar tunawisma. Dengan dibantu data yang didapatkan dari hasil survei serta wawancara, penulis menghadirkan program ruang berhuni dengan memanfaatkan sumber daya sekitar serta memperhatikan batasan yang ada di suatu lingkung-bangun.</p> Michelle Rusli Diah Anggraini Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1017 1030 10.24912/stupa.v5i2.24252 PENERAPAN STRATEGI WAYFINDING DALAM PERANCANGAN FASILITAS TERAPI RAMAH PENDERITA ALZHEIMER https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24253 <p>Alzheimer’s is a disease that affects memory function and causes short-term memory to deteriorate. Alzheimer’s disease often affects people 60 years of age and older, and it is predicted that by 2050, that number will have doubled. There hasn’t been a precise cure for this ailment, despite the extensive research that has been done. Alzheimer’s patients typically struggle to navigate even familiar environments, making it challenging to reach their destination without getting lost or confused. This research uses phenomenological research methods and everydayness architectural design methods. The simplicity of an Alzheimer’s-friendly design can be observed in how simple it is to enter a location without becoming lost. This has to do with how well a building’s circulation works. It is envisaged that navigation may aid Alzheimer’s patients in becoming more autonomous and enabling them to reach their destination. It is envisaged that through enhancing architectural features such as spatial organization, form articulation, signs, landmarks, colours, and lighting, Alzheimer’s rehabilitation can be developed, further enhancing the welfare of Alzheimer’s patients.</p> <p><strong><em>keywords: alzheimer; disorientation; everydayness; therapy; wayfinding</em></strong></p> <p><strong><em><br /></em></strong>Abstrak</p> <p>Alzheimer merupakan penyakit gangguan daya ingat yang menyebabkan adanya degradasi memori sehingga memiliki ingatan jangka pendek. Umumnya penyakit Alzheimer diderita oleh lansia berusia 60 tahun ke atas dan dalam perkiraan, pada tahun 2050 akan meningkat hingga 2 kali lipat. Namun, dibalik banyaknya penelitian yang sudah dilakukan, sampai saat ini belum ditemukan penanganan khusus untuk menyembuhkan penyakit ini. Penderita Alzheimer umumnya mengalami masalah dalam menemukan jalan untuk mencapai suatu titik, bahkan pada tempat yang familiar bagi mereka sehingga mereka sulit untuk sampai ke lokasi tujuan tanpa tersesat dan kebingungan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian fenomenologi serta metode perancangan arsitektur keseharian. Kemudahan desain pada suatu rancangan untuk Alzheimer dapat dilihat dari kemudahannya untuk mencapai ke suatu ruang tanpa menciptakan adanya kebingungan. Hal ini berkaitan dengan adanya efektivitas suatu sirkulasi pada suatu bangunan. Dengan adanya bantuan wayfinding diharapkan dapat membantu para penderita Alzheimer agar mereka dapat menjadi lebih mandiri, sehingga mereka dapat sampai ke titik tujuan mereka. Dengan meningkatkan aspek elemen arsitektur seperti spasial, artikulasi bentuk, signage, landmark, warna, dan pencahayaan diharapkan dapat menciptakan rehabilitasi Alzheimer yang semakin meningkatkan kesejahteraan penderita Alzheimer.</p> Sebastian Joe Fermanto Lianto Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1031 1042 10.24912/stupa.v5i2.24253 KRITERIA DESAIN KAMAR RAWAT PENDERITA SKIZOFRENIA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24254 <p><em>Mental disorders, including schizophrenia, are significant health challenges in Indonesia. Schizophrenia is a complex mental disorder that affects millions of adults globally. However, despite the relatively high prevalence of schizophrenia, the accessibility and quality of mental health services in Indonesia, especially Jakarta, remain problematic. This study aims to enhance the well-being of individuals with schizophrenia in Jakarta through architectural design that caters to their specific needs, particularly in room design criteria. The </em><em>design </em><em>methods </em><em>are </em><em>Spatial Perception </em><em>and</em> <em>neuroarchitecture aspects that can contribute to creating an environment that supports the recovery of individuals with schizophrenia and facilitates their reintegration into society. Through literature review and case studies, this research seeks to identify the appropriate room design criteria and address critical aspects such as safety, functionality, lighting, ventilation, and open spaces for social interaction. Emphasizing the design criteria for the rooms can help reduce stress and improve comfort for individuals with schizophrenia, thus aiding in their overall recovery. This research endeavours to raise awareness in society about schizophrenia and mental health in general and prioritize the development of specialized spaces for individuals with schizophrenia in the construction of mental health facilities in Indonesia.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>architecture; designing; mental disorder; schizophrenia; society</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p> </p> <p>Gangguan mental, termasuk skizofrenia, merupakan salah satu tantangan kesehatan yang signifikan di Indonesia. Skizofrenia adalah gangguan mental kompleks yang mempengaruhi jutaan orang dewasa secara global. Namun, meskipun prevalensi skizofrenia yang cukup tinggi, aksesibilitas dan kualitas layanan kesehatan mental di Indonesia, terutama di Jakarta, masih menjadi permasalahan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan penderita skizofrenia di Jakarta melalui perancangan arsitektural yang sesuai dengan kebutuhan mereka, terutama dalam kriteria desain kamar. Metode yang digunakan dalam perancangan ini adalah <em>Spatial Perception</em> dan neuroarsitektur yang dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung pemulihan penderita skizofrenia dan memfasilitasi reintegrasi mereka ke dalam masyarakat. Melalui kajian literatur dan studi kasus, penelitian ini mencari kriteria desain kamar yang tepat dan memperhatikan aspek-aspek penting seperti keamanan, fungsi, pencahayaan, ventilasi, dan ruang terbuka yang memungkinkan interaksi sosial. Penekanan pada kriteria desain kamar ini dapat membantu mengurangi tingkat stres dan meningkatkan kenyamanan bagi penderita skizofrenia, sehingga membantu pemulihan mereka secara keseluruhan. Melalui penelitian ini, diharapkan kesadaran masyarakat tentang skizofrenia dan kesehatan mental secara keseluruhan dapat meningkat, dan perhatian terhadap perancangan ruang khusus untuk penderita skizofrenia menjadi prioritas dalam pembangunan fasilitas kesehatan mental di Indonesia.</p> David Priatama Sutarman Fermanto Lianto Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1043 1054 10.24912/stupa.v5i2.24254 PENERAPAN ARSITEKTUR PERILAKU TERHADAP PERKEMBANGAN KARAKTER ANAK AUTISM SPECTRUM DISORDER (ASD) https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24255 <p><em>Children with Autism Spectrum Disorder (ASD) have unique characteristics different from other children of their age. They tend to be more sensitive and easily distracted by things that can cause them to lose focus. This unusual character makes it difficult for them to be in a space or the environment in general, and it can trigger anxiety and unstable emotions. ASD children need a unique room design according to their needs and character. The existence of this phenomenon strengthens the reason for the need for the application of behavioural architecture in supporting the unique characteristics of ASD children. Appropriate space and adequate environmental conditions w</em><em>ould</em><em> make ASD children more organized, comfortable, and safe in their daily lives, increasing their development in academics and non-academics. Applying the behavioural architecture to the design for children with ASD requires a study. The research method used is the phenomenological research method, which directs researchers to feel directly and make observations and interviews on an event or experience that others own. Phenomenology is done by living with ASD children for a certain period. Through this research, data were obtained regarding the unique characteristics of ASD children along with their needs and limitations. The study's results are the application of design based on colour selection, lighting, spatial layout, spatial proportions, texture, materials, furniture, circulation, ambience, transitions, and markers.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>autism; behavioral architecture; character; phenomenology; space</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p> </p> <p>Anak dengan <em>Autism Spectrum Disorder</em> (ASD) memiliki karakter khusus yang berbeda dari anak-anak seusianya. Mereka cenderung lebih sensitif dan mudah terganggu oleh berbagai hal yang dapat menyebabkan kehilangan fokus. Karakter yang tidak umum ini membuat mereka kesulitan berada di ruang ataupun lingkungan pada umumnya, sehingga dapat memicu kegelisahan dan emosi yang tidak stabil. Hal inilah yang menyebabkan anak ASD membutuhkan rancangan ruang khusus sesuai dengan kebutuhan dan karakter mereka. Adanya fenomena tersebut memperkuat alasan dibutuhkannya penerapan arsitektur perilaku dalam menunjang karakter khusus anak ASD. Ruang yang sesuai serta kondisi lingkungan yang memadai akan membuat anak ASD menjadi lebih teratur, nyaman, dan aman dalam kesehariannya sehingga perkembangan mereka akan meningkat baik secara akademis maupun non akademis. Dalam menerapkan arsitektur perilaku ke dalam rancangan untuk anak ASD dibutuhkan sebuah penelitian. Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian fenomenologi dimana metode ini mengarahkan peneliti untuk merasakan secara langsung, melakukan observasi dan wawancara pada suatu kejadian atau pengalaman yang dimiliki oleh orang lain. Fenomenologi dilakukan dengan tinggal bersama dengan anak ASD dalam jangka waktu tertentu. Melalui penellitian tersebut diperoleh data mengenai karakter khusus anak ASD beserta kebutuhan dan keterbatasan yang mereka miliki. Hasil penelitian merupakan penerapan terhadap desain berdasarkan pemilihan warna, pencahayaan, tata letak ruang, proporsi ruang, tekstur, material, furniture, sirkulasi, suasana dan transisi serta penanda.</p> Celine Geraldine Fermanto Lianto Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1055 1066 10.24912/stupa.v5i2.24255 DESAIN PROTOTIPE PENJARA PEREMPUAN DENGAN PENDEKATAN RETHINKING TYPOLOGY DAN ARSITEKTUR EMPATI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24256 <p>Women Prison Architecture is the design and structure of a prison building specifically intended to hold female prisoners. Women's prisons are designed with the special needs, security and welfare of female prisoners in mind. Women's prisons in Indonesia have various problems, especially the physical environment that has not followed the standards so that the conditions of this prison become less humane for women prisoners. This phenomenon of problems occurs due to a lack of empathy and understanding of the definition of punishment towards the needs of women in Indonesia. Empathy is an integral part of architecture, because without empathy in the design process it can lead to architectural design failures that can reduce the quality of life of building users. This paper discusses the design of a prototype women's prison with a rethinking typology and empathy architecture approach. The first step of Rethinking Typology of women's prisons by dissecting each element of the typology of women's prisons based on the needs of women prisoners and the next step is completed through; programming; configuration of a new typology of women's prison architecture. The purpose of this Rethinking Typology is to produce a prototype of a women's prison that meets the standards and needs of women today. The new prototype emphasizes humanitarian standards and the needs of women. The new prototype is designed to respond to nature in order to create a healthy atmosphere for women prisoners. The surveillance system utilizes anti-authoritarian principles through the use of technology to create a non-intimidating prison environment. The design is also supported by re-empowering architectural programming so that women prisoners can be productive while in prison. This prototype can provide a balance of conducive living spaces that can help encourage women prisoners in the recovery or rehabilitation process for reintegration into the community.</p> <p><strong>Keywords: empathic architecture</strong><strong>; prison prototype; rethinking typology</strong><strong>;</strong><strong> women </strong><strong>prison architecture;</strong><strong> women prisoners</strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Arsitekur Penjara Perempuan merupakan sebuah desain dan struktur bangunan penjara yang ditujukan khusus untuk menahan tahanan perempuan. Penjara perempuan dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan, keamanan, dan kesejahteraan khusus dari narapidana perempuan. Penjara perempuan di Indonesia memiliki berbagai permasalahan terutama permasalahan lingkungan fisik yang sudah tidak mengikuti standar sehingga kondisi penjara ini menjadi kurang manusiawi terhadap narapidana perempuan. Fenomena permasalahan ini terjadi dikarenakan oleh kurangnya empati dan pemahaman mengenai definisi hukuman terhadap kebutuhan perempuan di Indonesia. Empati merupakan sebuah bagian yang tidak terpisahkan dari arsitektur, karena tanpa adanya empati dalam proses perancangan dapat mengakibatkan kegagalan desain arsitektur yang dapat menurunkan kualitas kehidupan pengguna bangunannya. Tulisan ini membahas tentang desain prototipe penjara perempuan dengan pendekatan rethinking typology dan arsitektur empati. Langkah pertama dari Rethinking Typology penjara perempuan dengan cara membedah setiap elemen tipologi penjara perempuan berdasarkan kebutuhan narapidana perempuan dan langkah selanjutnya penyelesaian melalui; penyusunan program; konfigurasi tipologi arsitektur penjara perempuan baru. Tujuan dari Rethinking Typology ini untuk menghasilkan sebuah prototipe penjara perempuan yang memenuhi standar dan kebutuhan perempuan masa kini. Prototipe baru ini menekankan pada standar kemanusiaan dan kebutuhan perempuan. Prorotipe baru ini didesain agar merespon alam agar dapat menciptakan atmosfer yang sehat bagi narapidana perempuan. Sistem pengawasan yang digunakan dengan prinsip anti-otoriter melalui penggunaan teknologi sehingga dapat menciptakan suatu lingkungan penjara yang tidak mengintimidasi<strong>.</strong> Desain ini didukung juga oleh pemrograman arsitektur yang dapat memberdayakan kembali sehingga narapidana perempuan menjadi produktif ketika berada di dalam penjara. Prototipe ini dapat memberikan sebuah keseimbangan ruang hidup kondusif yang dapat membantu mendorong narapidana perempuan dalam proses pemulihan atau rehabilitasi untuk integrasi kembali ke lingkungan masyarakat.</p> Michael Michael Priscilla Epifania Ariaji Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1067 1082 10.24912/stupa.v5i2.24256 DESAIN PROTOTIPE SEKOLAH DASAR ANTI-PERUNDUNGAN MELALUI PENDEKATAN ARSITEKTUR EMPATI DAN PERILAKU https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24257 <p>Most cases of bullying occurred in schools at the elementary level. This happens because most of the child's time is spent at school. This paper is about research in finding criteria for anti-bullying school prototypes. From an architectural point of view, negative space can influence a person's negative behavior. Some of the location points that are in the spotlight are the stairs, toilets, corridors, canteens, and classrooms. The data used in this study are secondary data obtained through interviews with psychologists, literature, and case studies. The data is used to design prototypes of school spaces that can help prevent cases of bullying. With this issue, the method that will be used is the architectural method of empathy, behavior, and psychology. These three deisgn methods are used with the aim of creating a school environment that avoids the creation of negative spaces so that bullying behavior can be controlled architecturally and the environment created feels safe as well as fun for children. The result of this study is a prototype of an anti-bullying elementary school that has the characteristics of a safe and comfortable environment for students. The elementary school environment is designed in such a way as to pay attention to social interactions between students, reduce negative spaces, and all rooms get passive supervision. In addition, social spaces are also designed to facilitate activities that can reduce stress and improve students' mental health as well as provide a place for parents in the school environment.</p> <p><strong><em>Keywords</em></strong>: <strong><em>anti-bullying </em></strong><strong><em>space</em></strong><strong><em>;</em></strong> <strong><em>behavioral architecture; </em></strong><strong><em>empathy architecture; </em></strong><strong><em>negative space</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>prototype element</em></strong><strong><em>s</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Kasus perundungan terbanyak terjadi pada sekolah di tingkat SD (Sekolah Dasar). Hal ini terjadi karena sebagian besar waktu anak dihabiskan di sekolah. Tulisan ini berisi tentang riset dalam mencari kriteria desain prototipe sekolah anti-perundungan. Dari segi arsitektur, ruang negatif dapat mempengaruhi perilaku negatif dari penghuninya. Beberapa titik lokasi yang menjadi sorotan adalah tangga, toilet, koridor, kantin, dan ruang kelas. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui wawancara dengan ahli psikologi, literatur, dan studi kasus. Data tersebut digunakan untuk merancang prototipe ruang sekolah yang dapat membantu mencegah kasus perundungan. Metode yang akan dipakai adalah dengan menggunakan pendekatan arsitektur empati, perilaku, dan psikologi. Ketiga pendekatan desain ini dipakai bertujuan untuk menciptakan suatu lingkungan sekolah yang menghindari terciptanya ruang negatif sehingga perilaku perundungan dapat dikontrol secara arsitektural serta lingkungan yang diciptakan terasa aman sekaligus menyenangkan bagi anak-anak. Hasil dari penelitian ini adalah sebuah prototipe sekolah dasar anti-perundungan yang memiliki karakteristik lingkungan yang aman dan nyaman bagi para siswa. Lingkungan sekolah dasar dirancang sehingga memperhatikan interaksi sosial antar siswa, mengurangi ruang-ruang negatif, dan seluruh ruangan mendapatkan pengawasan pasif. Selain itu, ruang-ruang sosial juga dirancang untuk memfasilitasi kegiatan yang dapat mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan mental para siswa serta menyediakan tempat bagi orang tua siswa di lingkungan sekolah.</p> Jordan Agnios Priscilla Epifania Ariaji Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1083 1094 10.24912/stupa.v5i2.24257 KAJIAN KRITERIA DESAIN RUANG BELAJAR ANAK AUTISTIK INDONESIA DENGAN MENGUNAKAN PENDEKATAN ARSITEKTUR PERILAKU DALAM PENERAPAN PERANCANGAN FASILITAS EDUKASI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24258 <p>This study discusses the criteria for designing educational buildings for children with autism using a behavioral architectural approach. Autistic children need a safe, comfortable and nurturing environment to support the development and refinement of their social skills. The right educational building design can provide an optimal learning environment for autistic children. The behavioral architectural approach was chosen because it focuses on the needs and behavior of individuals in the physical environment. In this study, research was conducted on the characteristics of autistic children and how they affect the design of educational buildings. Some of the factors analyzed include sensory, social, and physical environment factors. Sensory factors include sound, light, texture, and color, while social factors include social interaction and the need for privacy. Physical environmental factors include accessibility, security, and flexibility. The research method used was literature study, field observations, and interviews with parents of autistic children and teaching staff. Design criteria analyzed include the use of color, light, sound, texture, layout and shape of the building. The results of the analysis show that a good autism education building design must pay attention to these factors. Good lighting and sound, a clear room layout, and soothing and soothing colors and textures are important in creating a supportive environment for a child with autism. In addition, the shape of the building must also pay attention to the needs of autistic children for a safe and comfortable space.</p> <p><strong><em>Keywords</em></strong>: <strong><em>a</em></strong><strong><em>utistic; </em></strong><strong><em>b</em></strong><strong><em>ehavior </em></strong><strong><em>a</em></strong><strong><em>rchitecture;</em></strong><strong><em> c</em></strong><strong><em>riteria; </em></strong><strong><em>e</em></strong><strong><em>ducation </em></strong><strong><em>f</em></strong><strong><em>acility </em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Penelitian ini membahas kriteria perancangan bangunan pendidikan bagi anak ASD dengan menggunakan pendekatan arsitektur perilaku. Anak ASD membutuhkan lingkungan yang aman, nyaman, dan asuh untuk mendukung perkembangan dan penyempurnaan keterampilan sosialnya. Desain fasilitas edukasi yang tepat dapat memberikan lingkungan belajar yang optimal bagi anak ASD. Pendekatan arsitektur perilaku dipilih karena berfokus pada kebutuhan dan perilaku individu dalam lingkungan fisik. Pada penelitian ini dilakukan penelitian mengenai karakteristik anak ASD dan bagaimana pengaruhnya terhadap desain bangunan edukasi. Beberapa faktor yang dianalisis meliputi faktor sensori, sosial, dan lingkungan fisik. Faktor sensori meliputi suara, cahaya, tekstur, dan warna, sedangkan faktor sosial meliputi interaksi sosial dan kebutuhan akan privasi. Faktor lingkungan fisik meliputi aksesibilitas, keamanan, dan fleksibilitas. Metode penelitian yang digunakan adalah studi literatur, observasi lapangan, dan wawancara dengan orang tua anak ASD dan staf pengajar. Kriteria desain yang dianalisis meliputi penggunaan warna, cahaya, suara, tekstur, tata letak dan bentuk bangunan. Hasil analisis menunjukkan bahwa desain bangunan pendidikan ASD yang baik harus memperhatikan faktor-faktor tersebut. Pencahayaan dan suara yang baik, tata letak ruangan yang jelas, serta warna dan tekstur yang dapat menciptakan lingkungan yang mendukung bagi anak ASD.</p> Jovian Alexander Nugroho Priscilla Epifania Ariaji Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1095 1106 10.24912/stupa.v5i2.24258 MENGANGKAT ATRAKTOR BUDAYA DAN KOMUNITAS DI KAWASAN GLODOK UNTUK WADAH EKSPLORATIF KESENIAN DAN EDUKASI GENERASI MUDA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24259 <p><em>In looking at the developments that have occurred in the Glodok area until now there has been a degradation of Chinese culture which was caused by several aspects of the past, and cannot be separated from the role of the younger generation. Looking at what is there now, with the persistence of Chinese culture, one can see that empathy will be included in terms of cultural values that are passed on to the younger generation and become learning for all levels of society who are interested in more modernism as a form of renewal value. The role of architecture is needed in empathizing with the degraded Chinese culture in the Glodok Chinatown area. The method used to research the issues raised is a mixture of qualitative and quantitative cultural essence values which can later be contained as substance values in buildings and empathy for culture to be preserved. The empathy that is felt from the cultural degradation in the area will later be aimed at cultural actors, parents and the current generation who find it difficult to see the value of Chinese culture in Jakarta. The search is based on the early development of Chinese history in Jakarta. The selected site can respond to the issues raised regarding the degradation of Chinese culture and the problems that occur within the Glodok environment so that the site can have empathetic value conveyed in designing the building. The resulting spatial program responds to issues of cultural degradation that occur, recognition and preservation of culture as things to be emphatic.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>C</em></strong><strong><em>hinese</em></strong><strong><em>; c</em></strong><strong><em>ulture;</em></strong> <strong><em>d</em></strong><strong><em>egradation; </em></strong><strong><em>e</em></strong><strong><em>mpathy; </em></strong><strong><em>G</em></strong><strong><em>lodok</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Dalam melihat perkembangan yang terjadi di Kawasan Glodok hingga kini terjadi degradasi budaya Tionghoa yang diakibatkan beberapa aspek masa lampau, dan tidak terlepas juga dari peran generasi muda. Melihat apa yang ada sekarang dengan masih adanya ketahanan kebudayaan Tionghoa dapat dilihat empati akan masuk dalam hal nilai kebudayaan yang diwariskan ke generasi muda dan manjadi pembelajaran untuk semua lapisan masyarakat yang tertarik dalam lingkup hal yang lebih modernisme sebagai bentuk nilai pembaharuannya. Peran arsitektur dibutuhkan dalam berempati terhadap budaya Tionghoa yang terdegradasi di kawasan pecinan Glodok. Metode yang digunakan untuk meneliti perihal isu yang diangkat ialah campuran yakni kualitatif dan kuantitatif Nilai esensi kebudayaan yang nantinya dapat tertuang sebagai nilai substansi dalam bangunan dan empati terhadap budaya untuk dilestarikan. Empati yang dirasakan dari adanya degradasi budaya pada kawasan tersebut nantinya ditujukan kepada pelaku kebudayaan, orang tua dan generasi kini yang sulit melihat nilai budaya Tionghoa di Jakarta. Pencarian didasari perkembangan awal mula sejarah Tionghoa di Jakarta. Tapak yang dipilih dapat merespon mengenai isu yang diangkat tentang degradasi budaya Tionghoa dan permasalahan yang terjadi dalam lingkup Glodok sehingga tapak dapat mempunyai nilai empati yang disampaikan dalam mendesain bangunan. Program ruang yang dihasilkan merespon isu tentang degradasi budaya yang terjadi, pengenalan dan pelestarian budaya sebagai hal untuk diempatikan.</p> Yordy Christian Petrus Rudi Kasimun Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1107 1118 10.24912/stupa.v5i2.24259 KAJIAN STRATEGI DESAIN JUHANI PALLASMA DALAM PERANCANGAN FASILITAS KESEHATAN MENTAL MAHASISWA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24260 <p><em>A medical condition called depression can have a negative impact on a person's thoughts, behavior, emotions, and mental health. Currently, there is a significant increase in the number of depression cases among university students. The Research and Assessment Team (TRACK) of the Department of Studies and Strategic Action of BEM Faculty of Psychology UI 2019 found that two out of three UI students experience high psychological distress. Many adolescents suffer from depression, but few seek professional help because the negative stigma in society prevents them from getting the help they need. Limited counseling space is a problem because each individual has different needs in dealing with mental health problems. So this project is designed as a depression prevention and recovery facility for UI students by using the Juhani Pallasma design strategy as a design foundation using the Phenomenological observation method with observations and interviews with UI health clinics and the Behavioral Architecture design method to map the dominant depression problems in students. Then, through the Space Perception design concept to create an atmosphere that supports the recovery process. The purpose of this design is to create a facility that serves as a means of prevention and recovery for students who experience depression. This facility aims to change the negative views that may exist and increase public awareness about the importance of mental health issues. In addition, this facility also provides a space for them to reduce pressure and tension as a first step in dealing with depression or as part of the recovery process from depression.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>d</em></strong><strong><em>epression</em></strong><strong><em>;</em></strong> <strong><em>j</em></strong><strong><em>uhani </em></strong><strong><em>p</em></strong><strong><em>allasma</em></strong><strong><em>; p</em></strong><strong><em>revention</em></strong><strong><em>;</em></strong> <strong><em>r</em></strong><strong><em>ecover</em></strong><strong><em>y;</em></strong><strong><em> UI </em></strong><strong><em>s</em></strong><strong><em>tudents</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p> </p> <p>Kondisi medis yang disebut depresi dapat memiliki dampak negatif pada pikiran, perilaku, emosi, dan kesehatan mental seseorang. Saat ini, terdapat peningkatan yang signifikan dalam jumlah kasus depresi di antara mahasiswa. Tim riset dan Kajian (TRACK) Departemen Kajian dan Aksi Startegis BEM Fakultas Psikologi UI 2019 menemukan bahwa dua dari tiga mahasiswa UI mengalami psychological distress yang tinggi. Banyak remaja yang menderita depresi, tetapi sedikit yang mencari bantuan dari professional karena stigma negative di masyarakat menghambat mereka untuk mendapatkan bantuan yang diperlukan. Ruang konseling yang terbatas menjadi permasalahan dikarenakan setiap individu memiliki kebutuhan yang berbeda-beda dalam menangani permasalahan kesehatan mentalnya. Sehingga proyek ini dirancang sebagai fasilitas pencegahan dan pemulihan depresi bagi mahasiswa UI dengan menggunakan strategi perancangan desain Juhani Pallasma sebagai landasan perancangan dengan menggunakan metode pengamatan Fenomenologi dengan observasi dan wawancara dengan klinik kesehatan UI serta metode desain Arsitektur Perilaku untuk melakukan pemetaan terkait permasalahan depresi yang dominan pada mahasiswa. Lalu, melalui konsep desain Space Perception agar tercipatanya suasana yang mendukung proses pemulihan. Tujuan dari rancangan ini adalah menciptakan fasilitas yang berfungsi sebagai sarana pencegahan dan pemulihan bagi mahasiswa yang mengalami depresi. Fasilitas ini bertujuan untuk mengubah pandangan negatif yang mungkin ada serta meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya isu kesehatan mental. Selain itu, fasilitas ini juga memberikan ruang bagi mereka untuk mengurangi tekanan dan ketegangan sebagai langkah awal dalam menghadapi depresi atau sebagai bagian dari proses pemulihan dari depresi.</p> <p> </p> Gabriella Angelene Sinanta Petrus Rudi Kasimun Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1119 1128 10.24912/stupa.v5i2.24260 STRATEGI PEMBERDAYAAN PEMUDA TIDAK SEKOLAH DALAM MENDUKUNG PROGRAM KAMPUNG KITA DI KECAMATAN JATIUWUNG https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24261 <p><em>Youth not having access to school has become a pervasive problem in education systems around the world. While dropping out of school can result in high unemployment rates, especially in Indonesia. Responding to the challenges of this issue, a new strategy is needed to achieve the goal of reducing the unemployment rate as well as the dropout rate which is closely related to being empathetic towards it. in the manufacturing industry on the basis of empathy as spatial planning that adapts to the needs of the activities within it. By using quantitative and qualitative research methods, collecting data through a survey of empathy subjects, namely youth who have dropped out of school. Then a strategy can be produced to overcome this problem by designing a training and mentoring forum that embraces fields with a high proportion of workforce needs.</em></p> <p><strong><em>Keywords: dropout; empathy; manufacturing industry; training;</em></strong> <strong><em>unemployment</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Pemuda yang tidak berkesempatan sekolah telah menjadi masalah yang meluas dalam sistem pendidikan di seluruh dunia. Sementara putus sekolah dapat mengakibatkan tingginya angka pengangguran, terutama di Indonesia. Menanggapi tantangan isu ini, diperlukan sebuah strategi baru dalam mencapai tujuan yaitu mengurangi angka pengangguran sekaligus angka putus sekolah yang berkaitan erat dengan bersikap empati terhadap hal tersebut.Tujuan dari perancangan penelitian strategi ini adalah untuk memberdayakan pemuda tidak sekolah untuk dapat merencanakan karir dengan memanfaatkan kebutuhan urgensitas di industri manufaktur dengan dasar empati sebagai perencanaan ruang yang menyesuaikan dengan kebutuhan aktivitas di dalamnya. Dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif, mengumpulkan data melalui survey terhadap subjek empati yaitu pemuda putus sekolah. Maka dapat dihasilkan sebuah strategi untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah merancang sebuah wadah pelatihan dan pendampingan yang merangkul bidang dengan kebutuhan proporsi tenaga kerja tinggi.</p> <p> </p> Nathasya Nathasya Petrus Rudi Kasimun Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1129 1138 10.24912/stupa.v5i2.24261 POTENSI RELOKASI PKL KEBON KACANG SEBAGAI LAPANGAN KERJA YANG LAYAK DENGAN KONSEP MOVEABLE ARCHITECTURE DI JALAN TELUK BETUNG BOULEVARD https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24262 <p>The addition of street vendors or PKL in metropolitan cities in Indonesia is increasing over time. The existence of these street vendors is often described with negative impressions. One of them is the existence of Kebon Kacang street vendors or better known as “GI Side” street vendors. This roadside hawker plays an important role in the survival of the area and the daily life of its people. Therefore, DKI Jakarta Government's decision to evict the Kebon Kacang street vendors in early 2023 is considered unethical and detrimental to many parties. Through this research, the authors conducted a study through an empathetic architectural approach to find the best solution for the Kebon Kacang street vendors. From the results, the proposed solution was in the form of a Kebon Kacang street vendor relocation project which was previously located on Jl. Kebon Kacang Raya to Jl. Teluk Betung Boulevard which is located not far from the initial location. The relocation of street vendors is considered to be able to solve the problems while still being empathetic to the needs of traders and the community. In addition, to overcome the problem of land prices that are not proportional to the income, Moveable Architecture concept is applied in the design to create projects that are non-permanent and help project and site flexibility. Taking into account of robustness, resistance to climate and weather, as well as efficiency in the moving process, the resulting project uses shipping container as the main module in forming the mass compositions.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>culinary; moveable architecture; relocation; shipping container; street vendor</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Penjamuran pedagang kaki lima atau PKL di kota-kota metropolitan di Indonesia seiring waktu semakin meningkat. Keberadaan PKL ini sering kali digambarkan dengan kesan negatif. Salah satu diantaranya adalah keberadaan PKL Kebon Kacang atau yang lebih dikenal sebagai PKL “Samping GI”. Kawasan jajanan pinggir jalan ini berperan penting dalam kelangsungan hidup kawasan serta kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Oleh karena itu, keputusan Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan penggusuran PKL Kebon Kacang pada awal tahun 2023 dinilai tidak etis dan merugikan banyak pihak. Melalui penelitian ini, penulis melakukan studi melalui pendekatan arsitektur empati untuk menemukan solusi terbaik bagi para PKL Kebon Kacang. Dari hasil studi, penyelesaian yang diajukan berupa proyek relokasi PKL Kebon Kacang yang sebelumnya berada di Jl. Kebon Kacang Raya ke Jl. Teluk Betung Boulevard yang terletak tidak jauh dari lokasi awal. Relokasi PKL dinilai dapat menyelesaikan permasalahan yang ada namun tetap berempati terhadap kebutuhan para pedagang dan masyarakat sekitar. Selain itu, untuk mengatasi permasalahan harga tanah yang tidak sebanding dengan pendapatan pedagang, konsep Arsitektur Bergerak diterapkan dalam desain untuk menghasilkan proyek yang bersifat non-permanen dan membantu fleksibilitas proyek dan tapak. Dengan mempertimbangkan faktor kekokohan, ketahanan terhadap iklim dan cuaca, serta efisiensi dalam proses perpindahan, proyek yang dihasilkan menggunakan modul kontainer sebagai modul utama dalam pembentukan gubahan massa.</p> <p> </p> Alexander Jaya Kusli James Erich D. Rilatupa Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1139 1154 10.24912/stupa.v5i2.24262 RETHINKING TYPOLOGY DESAIN RUANG KERJA DENGAN PENDEKATAN PANCA INDERA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24263 <p>Over time, the trend of working remotely, or what is commonly known as remote working is increasing. Work is an effort made to make a living from a financial standpoint. When working, workers often experience stress. A survey conducted by SIRCLO in October 2020 showed that around 50% of workers in Indonesia experience stress during WFH activities. The high number of work stress that occurs makes the issue of work stress cannot be ignored. The latest workspace design typologies, developing technology, and the internet have led to the option of working remotely so the need for flexible workspaces for workers and workers' welfare conditions are the main considerations in this era. However, the fact that 50% of workers experience work stress indicates that the workspace design is not optimal. The purpose of this writing is to create a workspace design that can relieve work stress and increase work productivity with a five-sensory approach. Humans can feel the space around them because of the five senses that receive information, such as color, sound, texture, temperature, darkness, and light space. This information will be received by the brain and affect emotions. The design method used is the multisensory design method and rethinking typology to assist the authors in producing designs. The research was conducted using qualitative research methods with the hope of finding office design elements to update existing standards.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>multi-sensory; remote workers; stress; typology; work space</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p> </p> <p>Seiring berjalannya waktu, tren bekerja jarak jauh atau yang biasa dikenal dengan remote working semakin meningkat. Bekerja adalah usaha yang dilakukan untuk menyambung kehidupan dari sisi finansial. Saat bekerja, pekerja sering kali mengalami stres. Survei yang dilakukan oleh SIRCLO pada bulan Oktober 2020 menunjukkan bahwa sekitar 50% pekerja di Indonesia mengalami stres selama kegiatan WFH. Tingginya angka stres kerja yang terjadi membuat isu stres kerja tidak dapat diabaikan. Tipologi desain ruang kerja terkini, teknologi dan internet yang berkembang menyebabkan opsi bekerja jarak jauh sehingga perlunya ruang kerja yang fleksibel bagi pekerja dan kondisi kesejahteraan pekerja menjadi pertimbangan utama pada era ini. Namun, fakta bahwa 50% pekerja mengalami stres kerja menunjukkan bahwa desain ruang kerja belum optimal. Tujuan penulisan ini adalah membuat desain ruang kerja yang dapat meredakan stres kerja dan meningkatkan produktivitas kerja dengan pendekatan panca indera. Manusia dapat merasakan ruang di sekitarnya karena panca indera yang menerima informasi, misalnya warna, suara, tekstur, suhu, gelap dan terang suatu ruang. Informasi-informasi tersebut akan diterima oleh otak dan memberikan pengaruh terhadap emosi. Metode desain yang digunakan adalah metode multisensory design dan rethinking typology untuk membantu penulis dalam menghasilkan desain. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian kualitatif dengan harapan menemukan elemen perancangan kantor untuk memperbaharui standar yang ada.</p> Jason Brilliando James Erich D. Rilatupa Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1155 1168 10.24912/stupa.v5i2.24263 PENGARUH PERANCANGAN WARNA INTERIOR RUMAH SAKIT HEWAN TERHADAP PEMULIHAN KONDISI PSIKOLOGIS HEWAN PELIHARAAN https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24265 <p><em>Pet ownership has become a new trend in Indonesia in recent years, including married couples choosing to own pets. Most couples want a pet because it can provide emotional warmth and a loyal friend. Pets such as dogs or cats can provide unconditional love and become beloved members of the family. Raising a pet requires attention and responsibility. Couples who decide to have a pet must be responsible for the care and basic needs of their pet. The availability of information about the benefits and needs of pets on online platforms has sparked the interest of many married couples in pets. However, raising pets for married couples in Indonesia also has several challenges, such as: Maintenance costs and lack of adequate animal healthcare services and facilities. Therefore, it is important for couples to think carefully before getting a pet and make sure they are prepared to give their pet the care and responsibility it needs. Pet abandonment can be caused by several factors such as; the pet owner's ignorance of the pet owner's obligations, difficulties in care and costs, or problems related to the animal's health or inappropriate behavior. The vulnerable conditions to which pets are exposed can be extremely hazardous to the health and welfare of the animals themselves and threaten the health and safety of humans and the environment. Abandoned pets can transmit various diseases to other animals and humans. Abandoned animals are also more susceptible to disease due to a lack of vaccinations and proper healthcare. Abandoned pets can damage the environment, such as plants and buildings. Basic needs not met: Abandoned pets may not have enough food, water, safe shelter or medical attention.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>a</em></strong><strong><em>bandoned</em></strong><strong><em>;</em></strong> <strong><em>a</em></strong><strong><em>nimal </em></strong><strong><em>h</em></strong><strong><em>ealthcare</em></strong><strong><em>; p</em></strong><strong><em>ets; </em></strong><strong><em>w</em></strong><strong><em>elfare</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p> </p> <p>Kepemilikan hewan peliharaan menjadi tren baru di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, termasuk pasangan suami istri yang memilih untuk memiliki hewan peliharaan. Kebanyakan pasangan menginginkan hewan peliharaan karena dapat memberikan kehangatan emosional dan sahabat yang setia. Hewan peliharaan seperti anjing atau kucing dapat memberikan cinta tanpa syarat dan menjadi anggota keluarga tercinta. Membesarkan hewan peliharaan membutuhkan perhatian dan tanggung jawab. Pasangan yang memutuskan untuk memiliki hewan peliharaan harus bertanggung jawab atas perawatan dan kebutuhan dasar hewan peliharaannya. Ketersediaan informasi tentang manfaat dan kebutuhan hewan peliharaan di platform online memicu minat banyak pasangan suami istri terhadap hewan peliharaan. Namun memelihara hewan peliharaan untuk pasangan suami istri di Indonesia juga memiliki beberapa tantangan, seperti: Biaya pemeliharaan dan kurangnya pelayanan dan fasilitas kesehatan hewan yang memadai. Oleh karena itu, penting bagi pasangan untuk berpikir dengan hati-hati sebelum memelihara hewan peliharaan dan memastikan mereka siap memberikan perawatan dan tanggung jawab yang dibutuhkan hewan peliharaan mereka. Pengabaian hewan peliharaan dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti; ketidaktahuan pemilik hewan peliharaan tentang kewajiban pemilik hewan peliharaan, kesulitan dalam perawatan dan biaya, atau masalah yang berkaitan dengan kesehatan atau perilaku hewan yang tidak sesuai. Kondisi rentan dimana hewan peliharaan terpapar bisa sangat berbahaya bagi kesehatan dan kesejahteraan hewan itu sendiri serta mengancam kesehatan dan keselamatan manusia dan lingkungan. Hewan peliharaan yang terbengkalai dapat menularkan berbagai penyakit ke hewan lain dan manusia. Hewan terlantar juga lebih rentan terhadap penyakit karena kurangnya vaksinasi dan perawatan kesehatan yang tepat. Hewan peliharaan yang terbengkalai dapat merusak lingkungan, seperti tanaman dan bangunan. Kebutuhan dasar tidak terpenuhi: Hewan peliharaan terlantar mungkin tidak memiliki cukup makanan, air, tempat berlindung yang aman, atau perhatian medis.</p> <p> </p> Mohammad Iqbal Suwardana Winata Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1169 1178 10.24912/stupa.v5i2.24265 PERAN DESAIN BIOFILIK TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS HIDUP LANSIA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24268 <p><em>Globally, there has been a demographic change in which the elderly population is increasing. Indonesia itself has entered the old population structure since 2021. So that the health and welfare of the elderly is one of the important things in current social problems. One way to help the elderly achieve Healthy Aging is to provide opportunities for the elderly to be able to stay active and have interactions with other people. Research shows that having contact with nature can be beneficial for improving human mood, cognition and health to improve human quality of life. However, not all elderly people have easy access to nature, so assistance is needed, such as using the concept of biophilic design in design. Biophilic design is a form of architectural design that considers humans as organisms and focuses on efforts to achieve happiness and well-being through the mental and physical aspects of the body. The purpose of this research is to find out the relationship between nature and humans and the impact of biophilic design in improving the quality of life of the elderly and how to apply the principles of biophilic design in design so that it can benefit the elderly. The method used is the case study method which analyzes 2 case studies using the principles of biophilic design by Stephen Kellert in the book Nature by Design: The Practice of Biophilic Design. Data collection was carried out through literature studies in the form of data and reports that can support this research topic. The results showed that biophilic design can create different experiences and spatial atmospheres according to the application of attributes in the principles of biophilic design. In addition, biophilic design can present the presence of nature which can improve the quality of life of the elderly.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>biophilic; biophilic design; elderly; nature</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p> </p> <p>Secara global, telah terjadi perubahan demografi dimana penduduk lanjut usia semakin meningkat. Indonesia sendiri telah memasuki struktur penduduk tua sejak tahun 2021. Sehingga kesehatan dan kesejahteraan hidup lansia menjadi salah satu hal penting dalam masalah sosial saat ini. Salah satu cara untuk membantu lansia mencapai Healthy Ageing adalah dengan memberikan kesempatan bagi lansia untuk bisa tetap aktif dan memiliki interaksi dengan orang lain. Penelitian menunjukkan bahwa memiliki kontak dengan alam dapat bermanfaat untuk memperbaiki suasana hati, kognisi dan kesehatan manusia sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup manusia. Namun, tidak semua lansia memiliki akses yang mudah terhadap alam, sehingga diperlukan adanya bantuan seperti menggunakan konsep desain biofilik dalam perancangan. Desain biofilik merupakan suatu bentuk desain arsitektur yang menganggap manusia sebagai organisme dan berfokus pada upaya mencapai kebahagiaan serta kesejahteraan melalui aspek mental dan fisik tubuh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara alam dan manusia serta dampak dari desain biofilik dalam meningkatkan kualitas hidup lansia dan cara mengaplikasikan prinsip-prinsip desain biofilik dalam perancangan sehingga bisa bermanfaat bagi lansia. Untuk metode yang digunakan adalah metode studi kasus yang menganalisis 2 studi kasus menggunakan prinsip-prinsip desain biofilik oleh Stephen Kellert dalam buku Nature by Design: The Practice of Biophilic Design. Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur berupa data dan laporan yang dapat mendukung topik penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan desain biofilik dapat menciptakan pengalaman dan suasana ruang yang berbeda sesuai dengan pengaplikasian atribut dalam prinsip desain biofilik. Selain itu, desain biofilik dapat menghadirkan keberadaan alam yang dapat meningkatkan kualitas hidup lansia.</p> Carissa Bella Levaldrik Suwardana Winata Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1179 1192 10.24912/stupa.v5i2.24268 PERUBAHAN RUANG-RUANG KELAS TERKAIT PERKEMBANGAN SISTEM PEMBELAJARAN PADA ERA DIGITAL https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24269 <p>Currently, Indonesia is in a relatively low position in the field of education. Indonesian students have lagged far behind other countries in the quality of education. This lag has been increasingly felt since we entered the digital era. The government's efforts to improve the quality of education in Indonesia start with improving the education curriculum to adapt to the digital era. However, not only the education system has changed but also the students and teachers. Changes in learning character and student needs are the main factors. When combining places, activities, and actors, current school facilities are still unable to support learning with changes that occur in actors and curriculum. Schools as an important aspect of learning continue to be built to embrace the increasing number of students. Currently, changes that are occurring to students and the curriculum also make school effectiveness questionable, because schools are currently unable to accommodate the needs of students with a new learning system. The purpose of this study is to determine the design of classrooms that are by the development of the learning system in the digital era. The method used in this research is a case study in classrooms in the digital era. Data collection is done through literature studies such as databases, reports, or articles that are relevant to the research topic.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>classroom; digital age; learning system</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p> </p> <p>Saat ini Indonesia sedang berada pada posisi yang relatif rendah dalam bidang pendidikan. Siswa Indonesia telah tertinggal jauh dengan negara lain dalam kuliatas pendidikan. Ketertinggalan tersebut semakin terasa sejak kita memasuki era digital. Upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dimulai dari membenahi kurikulum pendidikan menyesuaikan dengan era digital. Namun, tidak hanya sistem pendidikan saja yang berubah tapi juga dengan siswa dan gurunya. Perubahan karakter belajar dan kebutuhan siswa menjadi faktor utama. Ketika menggabungkan tempat, kegiatan, dan pelaku, fasilitas sekolah saat ini masih belum dapat mendukung pembelajaran dengan perubahan yang terjadi pada pelaku dan kurikulum. Sekolah sebagai aspek penting dalam pembelajaran terus dibangun guna merangkul jumlah siswa yang kian meningkat, saat ini perubahan yang terjadi pada siswa dan kurikulum juga membuat efektivitas sekolah dipertanyakan, karena nyatanya sekolah saat ini belum mampu mewadahi kebutuhan siswa dengan sistem pembelajaran baru. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perancangan ruang kelas yang sesuai perkembangan sistem pembelajaran pada era digital. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus pada ruang kelas pada era digital. Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur seperti basis data, laporan, atau artikel yang relevan dengan topik penelitian. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara perubahan sistem pembelajaran dengan kebutuhan ruang pembelajaran.</p> Ione Susanto Suwardana Winata Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1193 1202 10.24912/stupa.v5i2.24269 KETAHANAN PANGAN DAN FASIILITAS BUDIDAYA CACING KAMPUNG CACING https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24270 <p><em>In the current global era, a country cannot meet its food needs only from domestic food production so that when a global food crisis occurs, the country's food needs are threatened. country. Because by developing and maintaining domestic food production can help in food security. Meanwhile, FAO said that in 2023 there will be an increased possibility of a global food crisis, besides that at the G20 event, food security will be one of the points of discussion. Some components of human nutritional needs are carbohydrates, fiber, fat, vitamins and protein. Fish is a source of protein whose consumption is quite significant in Indonesia. So that the ability to produce protein sources is important to maintain. One component that is often overlooked in food security is fish seed feed, fish seed feed is very influential in the development process of cultivated fish. One form of seed feed is Tubifex sp worms. In the city of Tangerang, to be precise, on the outskirts of the Cisadane river, there are worm seekers who supply freshwater fish farming sites, but the results of searching for worms are erratic due to the condition of the river currents. In addition, the number of worms in the river continues continuously taken there is a possibility that it will decrease or until there is no more. This problem is the subject of empathy in this project</em><em>.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>c</em></strong><strong><em>ultivation; </em></strong><strong><em>f</em></strong><strong><em>ood; </em></strong><strong><em>r</em></strong><strong><em>esilience; </em></strong><strong><em>T</em></strong><strong><em>ubifex</em></strong><strong><em> sp;</em></strong> <strong><em>v</em></strong><strong><em>illage; </em></strong><strong><em>w</em></strong><strong><em>orm</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p> </p> <p>Pada masa yang global saat ini suatu negara tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan nya hanya dari produksi pangan dalam negri sehingga ketika terjadi krisis pangan global kebutuhan pangan negara menjadi terancam, Sehingga jika terjadi krisis global suatu negara tentunya akan terpengaru secara buruk jika tidak mempersiapkan produksi pangan dalam negri. Oleh karena dengan mengembangkan dan menjaga produksi pangan dalam negri dapat membantu dalam ketahanan pangan. Sementara itu FAO mengatakan pada tahun 2023 akan terjadi meningkatnya kemungkinan terjadinya krisis pangan global selain itu pada acara G20 ketahanan pangan menjadi salah satu point pembahasaan. Beberapa komponen kebutuhan gizi manusia adalah karbohidrat, serat, lemak, citamin dan protein. Ikan menjadi salah satu sumber protein yang konsumsinya cukup signifikan di indonesia. Sehingga kemampuan memproduksi sumber protein tersebut menjadi hal yang pentinng untuk dijaga. Salah satu komponen yang sering dilupakan pada ketahanan pangan adalah pakan bibit ikan, pakan bibit ikan menjadi hal yang sangat berpengaruh pada proses perkembangan ikan budidaya. Salah satu bentuk pakan bibit adalah cacing <em>Tubifex sp</em>. Di kota tangerang tepatnya di pinggiran sungai Cisadane terdapat pencari cacing yang memasok tempat budidaya ikan air tawar, namun hasil dari pencarian cacing tidak menentu karena kondisi arus sungai, selain itu jumlah cacing di sungai jika terus menerus diambil ada kemungkinan akan berkurang atau samapai tidak ada lagi. Masalah tersebut yang menjadi subjek empati pada proyek ini.</p> Muhammad Akbar Husaini Mieke Choandi Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1203 1210 10.24912/stupa.v5i2.24270 EMPATI DI KAMPUNG SAWAH TERHADAP PERKEMBANGAN KAWASAN DI ABAD KE 21 MELALUI PROYEK MUSEUM https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24271 <p><em>The area of Kampung Sawah used to be covered by rice fields, now it has turned into a luxurious residential area for the residents of Bekasi City. This area has long been known for its agricultural products which have the potential to be the main livelihood for the local population. To avoid the potential of the area being forgotten over time, it is necessary to build a building that can save the movement from time to time in the Kampung Sawah area. The building is in the form of a museum which contains the history and development of agriculture in the Kampung Sawah area. It is hoped that the museum project can become a place to store stories of the development and culture of the Kampung Sawah area from time to time, commemorate and introduce agricultural potential and its products and introduce agriculture in Kampung Sawah to the younger generation as a means of village potential and education for the wider community. The agricultural museum is a place to study the agricultural history of Kampung Sawah, from traditional to modern farming tools, farming techniques methods, etc. In the long run, the Kampung Sawah Agricultural Museum project can become an educational tourist spot for local people and also outside the region.</em></p> <p><strong><em>Keywords: agricultur</em></strong><strong><em>al; farmer; museum; Sawah Village</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p> </p> <p>Wilayah Kampung Sawah dulu wilayahnya ditutupi oleh sawah-sawah sekarang sudah berubah menjadi pemukiman mewah warga Kota Bekasi. Sejak dulu kawasan ini dikenal dengan hasil pertaniannya yang berpotensi sebagai mata pencaharian utama bagi penduduk setempat. Untuk menghindari potensi kawasan menjadi terlupakan seiring baerjalannya waktu, maka dibutuhkan membangun suatu bangunan yang dapat menyimpan pergerakan dari masa ke masa wilayah Kampung Sawah. Bangunan berupa sebuah museum yang berisi mengenai sejarah dan perkembangan pertanian di wilayah Kampung Sawah. Diharapakan proyek museum dapat menjadi tempat untuk menyimpan cerita perkembangan dan budaya wilayah Kampung Sawah dari masa ke masa, mengenang dan memperkenalkan potensi pertanian dan hasilnya serta mengenalkan pertanian di Kampung Sawah kepada generasi muda sebagai sarana potensi desa dan edukasi bagi masyarakat luas. Museum pertanian menjadi tempat untuk mempelajari sejarah pertanian Kampung Sawah, mulai dari alat pertanian tradisional hingga modern, metode teknik bercocok tanam, dll. Dalam jangka panjang, proyek Museum Pertanian Kampung Sawah dapat menjadi tempat wisata edukasi bagi masyarakat lokal dan juga luar daerah.</p> Andhika Nicholas Mieke Choandi Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1211 1222 10.24912/stupa.v5i2.24271 EMPATI DALAM PENGEMBANGAN PASAR IKAN APUNG DI AREA KAMAL MUARA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24272 <p><em>Traditional fishermen in Kamal Muara face various significant challenges in carrying out their fishing activities, which directly affect their </em><em>life</em><em> conditions. In this context, an empathetic architectural approach can play an important role in designing sustainable and inclusive solutions to improve their well-being.</em> <em>There are 2 main factors that hinder the growth of fishermen's welfare, the first is the economic factor where fluctuations in fish prices, high production costs, low access to business capital and credit, and market uncertainty are economic factors that hinder the success of the fishing profession. Both environmental factors where climate change, environmental damage such as degradation of marine habitats and decreased fish stocks, as well as restrictions on access to fishing areas are environmental factors that hinder the sustainability of the fishing profession.</em> <em>The empathic architectural design proposes the development of a floating fish market in Kamal Muara which is able to provide equal access and opportunities for traditional fishermen in managing and utilizing the floating fish market. In addition, the design must also pay attention to the needs of the environment and the surrounding nature, and create spaces that are connected, inclusive, and respect equality among market users</em><em>.</em></p> <p><strong><em>Keywords:</em></strong> <strong><em>empat</em></strong><strong><em>hic</em></strong><strong><em> architecture</em></strong><strong><em>;</em></strong><strong><em> economic factors</em></strong><strong><em>;</em></strong><strong><em> environmental factors</em></strong><strong><em>;</em></strong><strong><em> fish markets</em></strong><strong><em>;</em></strong><strong><em> traditional fishing</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Para nelayan tradisional di Kamal Muara menghadapi berbagai tantangan yang signifikan dalam menjalankan kegiatan perikanan mereka, yang secara langsung mempengaruhi kondisi kehidupan mereka. Dalam konteks ini, pendekatan arsitektur yang empatik dapat memainkan peran penting dalam merancang solusi yang berkelanjutan dan inklusif untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Terdapat 2 faktor utama yang menghambat pertumbuhan kesejahteraan para nelayan, pertama faktor ekonomi dimana fluktuasi harga ikan, biaya produksi yang tinggi, rendahnya akses terhadap modal usaha dan kredit, serta ketidakpastian pasar merupakan faktor-faktor ekonomi yang menghambat keberhasilan profesi nelayan. Kedua faktor lingkungan dimana perubahan iklim, kerusakan lingkungan seperti degradasi habitat laut dan penurunan stok ikan, serta pembatasan akses ke wilayah perikanan menjadi faktor-faktor lingkungan yang menghambat keberlanjutan profesi nelayan. Desain arsitektur empati mengusulkan pengembangan pasar ikan apung di Kamal Muara yang mampu memberikan akses dan kesempatan yang sama bagi para nelayan tradisional dalam mengelola dan memanfaatkan pasar ikan apung. Selain itu, desain tersebut juga harus memperhatikan kebutuhan lingkungan dan alam sekitar, serta menciptakan ruang yang keterhubungan, inklusif, dan menghargai kesetaraan antar pengguna pasar.</p> Jonathan Yang Mieke Choandi Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1223 1232 10.24912/stupa.v5i2.24272 PERAN ARSITEKTUR EMPATI TERHADAP PETANI TAMBAK DAN MASYARAKAT DESA TANJUNG BURUNG https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24273 <p><em>Degradation and social inequality is one thing that very often occurs in every region, especially in districts. The degradation in question is the decline in the quality of a person in processing something. And social inequality that occurs due to differences economically and socially. Tanjung Bird has a wealth of marine products that are quite abundant, not only land fish from ponds such as milkfish, tilapia, shrimp, and so on. The location is close to the coast of Tanjung Burung and directly adjacent to the mouth of the Cisadane river. Therefore, making Tanjung Burung one of the places that produces marine and pond products which is well known for its abundant results. Over time and the development of the times, Tanjung Burung experienced a decline in terms of economic and social. The existence of land acquisition to be used as a place for real estate development, has an impact on the welfare of the people of Tanjung Burung village. Therefore, the designer designed a facility to provide a forum for the needs of fish farmers or fishermen and revive the activities of the people of Tanjung Burung village who experience social inequalities towards real estate development, one of which is by designing a Fish Market. It is hoped that with the construction of the Fish Market, it can improve the economy of the residents of Tanjung Burung village and can be utilized by the existence of real estate development so that it is mutually beneficial to one another.</em></p> <p><strong><em>Keywords: degradation; empathy; social gap; </em></strong><strong><em>Tanjung Burung</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>F</em></strong><strong><em>ish </em></strong><strong><em>M</em></strong><strong><em>arket</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Degradasi dan kesenjangan sosial merupakan salah satu hal yang sangat sering terjadi disetiap wilayah, terutama daerah kabupaten. Degradasi yang dimaksud adalah kemenurunan kualitas seseorang dalam mengolah sesuatu. Dan kesenjangan sosial yang terjadi akibat adanya perbedaan secara ekonomi maupun secara sosial. Tanjung burung memiliki kekayaan hasil laut yang cukup melimpah, tidak hanya itu ikan darat dari hasil tambak seperti ikan bandeng, nila, udang, dan sebagainya. Lokasinya berdekatan dengan pesisir pantai Tanjung Burung dan berdekatan langsung dengan muara sungai Cisadane. Oleh sebab itu menjadikan Tanjung Burung sebagai salah satu tempat penghasil hasil laut dan tambak yang cukup dikenal dengan hasilnya yang melimpah. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, Tanjung Burung mengalami penurunan dari segi ekonomi dan sosial. Adanya pembebasan lahan untuk dijadikan tempat pembangunan <em>real estate</em>, berdampak pada kesejahteraan masyarakat desa Tanjung Burung. Oleh karena itu perancang merancang sebuah Fasilitas untuk memberikan wadah terhadap kebutuhan petani atau nelayan ikan dan menghidupkan kembali kegiatan masyarakat warga desa Tanjung Burung yang mengalami kesenjangan sosial terhadap pembangunan <em>real estate</em> salah satunya dengan merancang Pasar Ikan. Berharap dengan adanya pembangunan Pasar Ikan, dapat meningkatkankan perekonomian warga desa Tanjung Burung dan dapat dimanfaatkan oleh adanya pembangunan <em>real estate</em> sehingga saling menguntungkan satu dengan yang lainnya.</p> Sugiharta Sugiharta Tony Winata Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1233 – 1244 1233 – 1244 10.24912/stupa.v5i2.24273 PENERAPAN HEALING ARCHITECTURE PADA MASA PRE - POST PARTUM https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24274 <p><em>Birth is the most anticipated moment for a mother and her family. The numerous adjustments a mother goes through during pregnancy and even after childbirth can lead to anxiety and stress, which may result in psychological disorders such as baby blues and postpartum depression. The approach of healing architecture in maternity accommodations, both during the prepartum (before birth) and postpartum (after birth) periods, can have an impact on the psychological well-being of the mother and her family. How can the aspects of healing architecture be implemented in building design and programs designed to meet the needs of the mother and contribute to indirect recovery by providing a comfortable environment? Incorporating elements of nature in the building design creates a natural impression and contributes to the healing process for mothers during these crucial periods. Various activity programs will be provided in the maternity accommodations for mothers during the pre- and postpartum periods to maintain their physical and mental well-being through enjoyable activities. These activities include yoga, spa treatments, and workshops that enhance the mother's physical readiness for childbirth and postpartum recovery, as well as activities that promote mental well-being, such as therapy and hypnobirthing classes to prepare the mother mentally.</em></p> <p><strong><em>Keywords: healing architecture; prepartum; postpartum</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p> </p> <p>Kelahiran adalah momen yang paling ditunggu bagi seorang ibu dan keluarga. Banyaknya proses penyesuaian ibu saat kehamilan bahkan sesudah kelahiran menimbulkan kecemasan hingga stress yang dapat berakhir pada gangguan psikologis seperti <em>baby blues </em>dan <em>postpartum depression</em>. Pendekatan <em>healing architecture</em> pada fasilitas penginapan ibu yang sedang berada di masa prepartum (sebelum kelahiran) dan postpartum (setelah kelahiran) dapat berpengaruh terhadap psikologis ibu dan keluarga. Bagaimana aspek - aspek <em>healing architecture </em>dapat diterapkan pada desain bangunan dan program yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan ibu dapat menjadi pemulihan secara tidak lansung karena ibu berada pada lingkungan yang nyaman. Pendekatan alam pada elemen - elemen bangunan menimbulkan kesan natural dan menjadi healing bagi ibu yang berada pada masa - masa krusial. Pada penginapan untuk ibu pada masa pre - post partum akan disediakan berbagai program aktivitas yang dapat menjaga kondisi ibu pada masa tersebut baik secara fisik dan mental karena program yang menyenangkan. Diantaranya adalah aktivitas yoga, spa, dan aktivitas workshop yang dapat meningkatkan kesiapan fisik ibu dalam menghadapi kelahiran maupun pemulihan fisik pasca melahirkan hingga aktivitas bagi mental ibu seperti terapi dan kelas <em>hypnobirthing </em>yang menyiapkan ibu secara mental.</p> Victoria Virginia Tony Winata Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1245 1256 10.24912/stupa.v5i2.24274 WISATA BAHARI TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI NELAYAN CISOLOK- PELABUHANRATU https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24275 <p>Cisolok is part of Pelabuhanratu Bay which is now part of UNESCO, where UNESCO wants to make Pelabuhanratu Bay a wonderful Indonesia-based tourism zone called Ciletuh-Geopark. Meanwhile, Tourism Development in the Pelabuhanratu Bay area is being designed in such a way that Pelabuhanratu has a tourist area development. This resulted in an idea for the development of marine tourism, especially in Cisolok. This marine tourism arises as a result of fishermen on the Cisolok coast who experience difficulties in carrying out their work and make their economic and social value decrease every year. Besides that, there are also several designs that failed, such as lobster cultivation to the construction of the cisolok dock. If this phenomenon is carried out further, it will make it more difficult for local fishermen to live their lives, especially in terms of social and economy. Even though the potential for fish and nature that they produce is quite a lot, with their beautiful geographical conditions, they can also be used as a place and identity for their region. So that one of the architectural solutions that can overcome this phenomenon is to change the development of the local area by providing advice and supporting infrastructure for fishermen, especially the Cisolok Pelabuhan Ratu fishermen so that local fishermen get supporting facilities both as a convenience for them to work and provide them with opportunities to attract the wider community to local fishermen through docks, tourist attractions, and fish markets. In this discussion, a marine tourism plan in the form of water and aquariums is designed to provide welfare for fishermen and the Cisolok Pelabuhan Ratu community without changing their living habits every day.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em> Cisolok; fisherman; life; Pelabuhanratu; tourism</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Cisolok merupakan bagian dari Teluk Pelabuhanratu yang sekarang menjadi bagian dari UNESCO, dimana UNESCO ini ingin menjadikan Teluk Pelabuhanratu menjadi zona wisata berbasis wonderful Indonesia yang bernamakan Ciletuh-Geopark. Sementara itu, Pengembangan Pariwisata pada daerah Teluk Pelabuhanratu ini sedang dirancang sedemikan rupa agar Pelabuhanratu memiliki pengembangan daerah wisata. Hal ini mengakibatkan, adanya ide untuk pengembangan wisata bahari khususnya di Cisolok. Wisata bahari ini muncul akibat para nelayan di pesisir pantai Cisolok yang mengalami kesulitan dalam menjalankan pekerjaan mereka dan membuat nilai ekonomi dan sosial mereka menurun setiap tahunnya. Selain itu ada juga berapa perancangan yang gagal dilakukan seperti budidaya lobster hingga pembuatan dermaga cisolok. Fenomena ini jika dilaksanakan lebih lanjut akan membuat para nelayan setempat makin kesulitan dalam menjalani hidup terutama dalam segi sosial dan ekonomi. Padahal potensi ikan dan alam yang mereka hasilkan cukup banyak dengan kondisi geografis mereka yang indah juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat dan identitas wilayah mereka. Sehingga salah satu solusi arsitektur yang dapat menanggulangi fenomena tersebut adalah merubah pengembangan wilayah setempat dengan memberikan saran dan prasarana penunjang bagi nelayan khususnya nelayan Cisolok Pelabuhan ratu ini agar nelayan setempat mendapatkan fasilitas penunjang baik sebagai kemudahan mereka dalam bekerja maupun memberikan mereka peluang daya tarik kepada masyarakat luas terhadap nelayan setempat melalui dermaga, tempat wisata, maupun pasar ikan. Pada pembahasan kali ini, sebuah perencanaan wisata bahari dalam bentuk air dan akuarium yang dirancang guna memberikan kesejahteraan bagi nelayan dan masayarakat Cisolok Pelabuhan Ratu tanpa merubah kebiasaan hidup mereka tiap harinya.</p> Jessica Jessica Tony Winata Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1257 1270 10.24912/stupa.v5i2.24275 PEMBAHARUAN TEMPAT PRODUKSI TAHU DAN TEMPE KAMPUNG RAWA DENGAN ARSITEKTUR EMPATI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24276 <p><em>Kampung Rawa is a well-known place for tofu and tempeh production in Johar Baru, Central Jakarta. Since COVID-19 hit, the production of tofu and tempeh has become sluggish, which has caused sales to decline. There are other issues such as production sanitation and waste disposal that affect the site's water quality. The purpose of this study is to overcome the problems that occur in tofu and tempeh production sites by using Empathy Architecture through a user-centered design method that emphasizes user-focused design processes. With Empathy Architecture, the design will adapt to the habits of workers while addressing existing problems. Through the culinary tourism program and processing of production waste, it is hoped that sales of tofu and tempeh in Kampung Rawa can increase and sanitation problems can be resolved so as to increase the number of consumers who come to Kampung Rawa. It is hoped that the success of the program can improve the economic conditions in Kampung Rawa.</em></p> <p><strong><em>Keywords: empathy architecture; user-centered design waste treatment; tofu and tempeh production; culinary tour</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Kampung Rawa merupakan tempat yang terkenal sebagai tempat produksi tahu dan tempe yang berada di Johar Baru, Jakarta Pusat. Semenjak COVID-19 melanda, produksi tahu dan tempe menjadi lesu yang membuat angka penjualan juga menurun. Terdapat permasalahan lainnya seperti sanitasi produksi dan pembuangan limbah yang mempengaruhi kualitas air lokasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di tempat produksi tahu dan tempe dengan menggunakan Arsitektur Empati melalui metode user- <em>centered design</em> yang menitikberatkan proses desain yang menfokuskan pengguna. Dengan Arsitektur Empati, desain akan beradaptasi mengikuti kebiasaan pekerja sambil mengatasi permasalahan yang ada. Melalui program wisata kuliner dan pengolahan limbah produksi diharapkan angka penjualan tahu dan tempe Kampung Rawa dapat meningkat dan masalah sanitasi dapat teratasi sehingga dapat meningkatkan jumlah konsumen yang datang ke Kampung Rawa. Diharapkan dengan keberhasilan program tersebut dapat meningkatkan kondisi ekonomi di Kampung Rawa.</p> Charles Chou Djidjin Wipranata Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1271 1284 10.24912/stupa.v5i2.24276 FASILITAS PRODUKSI KERAJINAN ROTAN UNTUK KAUM DISABILITAS https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24277 <p>A person's opportunity to work and produce a piece of work in his life is influenced by the abilities and skills of each individual. Every individual has the same opportunity as other individuals. In the world of work, efficiency in doing work is one of the important things so it cannot be denied, where someone who has good performance and performance will replace someone who has a low level of performance and performance. This is a problem that will be faced by everyone, but there are certain things that can affect a person's performance such as differences in a person's physical condition. With deficiencies in physical condition, a person's performance in doing a job will certainly be hampered and this obstacle will cause efficiency problems in a job. This will be felt by someone who has limitations in his physical condition. Some people are reluctant to hire someone with a disability because of a fear of sub-optimal performance at work. Even though a person with a disability in fact still has enormous potential and needs to be used as best as possible. To encourage and optimize the potential of a person with a disability, facilities are needed that can support their basic needs. One way to fix this problem is rattan crafts. So far, rattan handicrafts have opened up new job opportunities for many people, especially people with disabilities who have physical and educational limitations. With this job, people with disabilities can develop themselves and their interests. To support this, adequate facilities are needed and in accordance with the needs of disabilities. These supporting facilities are expected to increase the interest and effectiveness of craftsmen so that they are more optimal in carrying out an activity.</p> <p><strong><em>Keywords: disability; efficiency; physical condition; potential; supporting facilities</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Kesempatan seseorang untuk bekerja dan menghasilkan sebuah karya dalam hidup nya dipengaruhi oleh kemampuan dan keterampilan masing-masing individu. Setiap individu memiliki kesempatan yang sama dengan individu lainnya. Dalam dunia kerja, efisiensi dalam melakukan pekerjaan adalah salah satu hal penting sehingga tidak bisa di pungkiri, dimana seseorang yang memiliki kinerja dan performa bagus akan menggantikan seseorang yang tingkat performa dan kinerjanya kurang. Hal ini adalah permasalahan yang akan dihadapi oleh semua orang, namun terdapat hal-hal tertentu yang dapat mempengaruhi kinerja dari seseorang seperti perbedaan kondisi fisik seseorang. Dengan adanya kekurangan dalam kondisi fisik, kinerja seseorang dalam mengerjakan suatu pekerjaan tentunya akan terhambat dan hambatan ini akan menuliskan permasalahan efisiensi dalam sebuah pekerjaan. Hal ini akan sangat terasa oleh seseoran yang memiliki keterbatasan dalam kondisi fisiknya. Beberapa orang enggan untuk mempekerjakan seseorang disabilitas karena adanya ketakutan akan kinerja yang kurang optimal dalam melakukan pekerjaan. Padahal seseorang disabilitas nyatanya masih memiliki potensial diri yang sangat besar dan perlu dIpergunakan sebaik mungkin. Untuk mendorong dan juga mengoptimalkan potensi diri seorang disabilitas, diperlukan fasilitas yang dapat menunjang kebutuhan dasar mereka. Salah satu cara untuk memperbaiki permasalahan ini adalah kerajinan rotan. Selama ini kerajinan rotan telah banyak membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang, terutama kaum disabilitas yang memiliki keterbatasan fisik dan Pendidikan. Dengan adannya pekerjaan ini,kaum disabilitas dapat mengembangkan diri serta minat mereka. Untuk mendukung terjadinya hal tersebut, diperlukan fasilitas yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan disabilitas. Fasilitas penunjang ini diharapkan dapat meningkatkan minat serta efektifitas para pengrajin agar lebih optimal dalam mengerjakan suatu aktivitas.</p> Christopher Andrew Susanto Djidjin Wipranata Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1285 1298 10.24912/stupa.v5i2.24277 REHUMANISASI LINGKUNGAN ANAK TERLANTAR: PENGINGKATAN KUALITAS HIDUP ANAK MELALUI ARSITEKTUR EMPATI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24278 <p>Homeless children are a highly vulnerable group in society and often face difficulties in accessing quality education. The harsh living conditions of these children have sacrificed their childhood and forced them to live on the streets to meet their basic needs. Additionally, the lack of attention from parents who exploit their children for family economic purposes is a significant problem. In this context, this research aims to design solutions through an empathetic architecture approach to address the challenges faced by homeless children, both in the education system and personal development, including their interests and talents. Through the empathetic architecture approach, a comprehensive learning environment will be implemented to help homeless children break free from the harsh environment. This learning environment will provide support in the education system and children's personal development, including identifying and nurturing their interests and talents. The topic of rehumanizing homeless children is translated into the design of an innovative and inspiring learning environment that accommodates the needs of homeless children in Cilincing. Considering factors such as comfort, safety, and creative stimulation for the children. Additionally, the empathetic architecture approach will prioritize inclusivity, child participation, and environmental sustainability.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>education; environment; neglected; rehumanization</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p> </p> <p>Anak-anak terlantar adalah kelompok masyarakat yang sangat rentan dan seringkali mengalami kesulitan dalam memperoleh akses ke edukasi yang berkualitas. Lingkungan buruk dalam tempat tinggal anak terlantar telah mengorbankan masa kecil serta memaksa anak untuk hidup di jalanan demi memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu, kurangnya perhatian dari orang tua yang memanfaatkan anak dalam perekonomian keluarga menjadi permasalahan yang signifikan. Dalam konteks ini, penelitian ini bertujuan untuk merancang solusi melalui pendekatan arsitektur empati untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh anak terlantar, baik dalam sistem edukasi maupun pengembangan diri, termasuk minat dan bakat yang dimiliki oleh anak-anak tersebut. Melalui pendekatan arsitektur empati, perancangan lingkungan belajar yang menyeluruh akan diimplementasikan untuk membantu anak-anak terlantar keluar dari lingkungan buruk. Lingkungan belajar ini akan memberikan dukungan dalam sistem edukasi dan pengembangan diri anak-anak, termasuk mengidentifikasi dan mendorong minat dan bakat. Topik tentang merehumanisasi anak yang terlantar diterjemahkan menjadi perancangan lingkungan belajar yang inovatif dan inspiratif yang mengakomodasi kebutuhan anak-anak terlantar di Cilincing. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti kenyamanan, keamanan, dan stimulasi kreatif bagi anak-anak. Selain itu, pendekatan arsitektur empati akan memberikan perhatian khusus pada aspek inklusivitas, partisipasi anak, dan keberlanjutan lingkungan.</p> <p> </p> Moses Sahat Alexsandro Djidjin Wipranata Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1299 1310 10.24912/stupa.v5i2.24278 PENDEKATAN ARSITEKTUR MELALUI PERABAAN PADA SEKOLAH DASAR KHUSUS TUNANETRA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24280 <p><em>One part of society that needs attention is an extraordinary child, especially in terms of spatial design and circulation. This can be combined with a design that uses the healing therapeutic concept, namely the extraordinary abilities possessed by each extraordinary child, starting from social interaction, psychology and mindset. Extraordinary children need an education center with adequate facilities so that they can develop the potential of extraordinary children so that they can increase their self-confidence and be able to produce works that are useful for society. The educational facilities accommodated must think about a design according to their needs and adequate circulation to make it easier for them to move. To realize this, it is necessary to conduct research on space requirements and then realize these space requirements as a design plan. With the help of programs that stimulate other senses by special children, they will be more confident and independent in the outside environment and may not always depend on others. In this study, the authors presented the concept of healing therapeutics at this special education center for the blind by using a qualitative descriptive method, which means collecting data through literature studies and field observations.</em></p> <p><em><strong>Keywords: </strong></em><strong><em>e</em></strong><strong><em>ducation; </em></strong><strong><em>e</em></strong><strong><em>xtraordinary children; facilities; healing therapeutic</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Salah satu bagian dari masyarakat yang perlu diperhatikan adalah anak luar biasa terutama dalam rancangan keruangan dan sirkulasinya. Hal ini dapat dipadukan dengan desain yang menggunakan konsep <em>healing therapeutic</em> yaitu dengan keluarbiasaan yang dimiliki oleh masing-masing anak luar biasa mulai dari hal interaksi sosial, psikologis dan pola pikir. Anak luar biasa perlu adanya pusat pendidikan yang fasilitasnya memadai sehingga dapat mengembangkan potensi dari anak luar biasa agar mereka bisa meningkatkan kepercayaan diri yang dapat menghasilkan karya yang berguna bagi masyarakat. Fasilitas pendidikan yang diwadahi harus memikirkan rancangan desain sesuai dengan kebutuhan mereka dan sirkulasi yang memadai untuk memudahkan mereka dalam mobilitas. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu adanya penelitian dalam kebutuhan ruang lalu mewujudkan kebutuhan ruang tersebut sebagai rancangan desain. Dengan dibantu oleh program-program yang merangsang indera-indera lain oleh anak-anak luar biasa, mereka akan lebih percaya diri dan mandiri di lingkungan luar dan mungkin tidak selalu bergantung kepada orang lain. Dalam penelitian ini, penulis membawakan konsep healing therapeutic pada pusat pendidikan khusus tunanetra ini dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yang berarti mengumpulkan data yang dilakukan dengan studi literatur dan juga observasi lapangan.<strong><br /><br /></strong></p> Graciela Graciela Nafiah Solikhah Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1311 1322 10.24912/stupa.v5i2.24280 PENERAPAN THERAPEUTIC ARCHITECTURE TERHADAP PERANCANGAN GERIATRIC CLUB HOUSE https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24281 <p><em>The phenomenon for the design of the geriatric association house associated with statistical data on the growth of elderly people in Indonesia, to be precise in the city of Jakarta. The number reaches 9.2% of the total population and exceeds the national average of only 7%. Then, the lack of social space needs facilities to improve the quality of life of the elderly at the end of their lives. Facilities supporting these needs must be able to accommodate and pay attention to the standard needs and special needs of the activities of the elderly. The method used is the process of applying an object approach designed with a literature study and precedent study approach. The design of the social facility "Geriatric Club House" uses an appropriate therapeutic architectural approach. The Geriatric Club House is a gathering place for people who have stable health conditions but need help with their daily activities and to improve their quality of life at the end of their lives. The concept of therapeutic architecture, especially elements of architectural therapy, is used in the design of this facility. This approach focuses on the design elements of the therapeutic architecture. Spatial planning is designed by taking into account safety standards for the elderly. The building facade is designed using natural lighting and</em><em> </em><em>ve</em><em>n</em><em>t</em><em>ilation systems, thus creating a comfortable and healthy atmosphere. The use of coarse-fine materials is also considered in the design to provide beneficial sensory stimuli for the elderly. In addition, the garden is also presented as a medium for recovery and therapy. The application of a therapeutic architectural approach in this design can be felt by users, both the elderly and other visitors. This creates an empathetic architecture towards geriatricians, taking into account their needs and comforts.</em></p> <p><strong><em>K</em></strong><strong><em>e</em></strong><strong><em>ywords: club house; elderly; emphatic architecture; geriatric; therapeutic architecture</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Perancangan rumah perkumpulan geriatri, dilatar belakangi oleh data statistik pertumbuhan lansia di Indonesia tepatnya di Kota Jakarta. Jumlahnya mencapai 9,2% dari total penduduk dan melebihi rata-rata nasional yang hanya sebesar 7%. Lalu, kurangnya fasilitas kebutuhan ruang sosial untuk meningkatkan kualitas hidup lansia di akhir masa hidupnya. Fasilitas pendukung kebutuhan tersebut harus mampu mewadahi dan memperhatikan kebutuhan standar maupun kebutuhan khusus dari kegiatan lansia. Metode yang digunakan adalah proses pengaplikasian dalam objek yang dirancang dengan pendekatan studi literatur dan studi preseden. Perancangan fasilitas sosial, <em>Geriatric Club House</em> menggunakan pendekatan arsitektur terapeutik yang tepat. <em>Geriatric Club House</em> adalah tempat berkumpul yang ditujukan untuk orang-orang yang memiliki kondisi kesehatan stabil namun membutuhkan bantuan dalam aktivitas sehari-hari serta untuk meningkatkan kualitas hidup di akhir masa hidup mereka. Konsep arsitektur terapeutik, khususnya elemen-elemen terapi arsitektur, digunakan dalam perancangan fasilitas ini. Pendekatan ini berfokus pada elemen-elemen desain arsitektur terapi. Penataan ruang didesain dengan memperhatikan standar keamanan bagi lansia. Fasad bangunan dirancang dengan menggunakan sistem pencahayaan dan penghawaan alami, sehingga menciptakan suasana yang nyaman dan sehat. Penggunaan material yang kasar-halus juga dipertimbangkan dalam desain untuk memberikan stimulus sensorik yang bermanfaat bagi lansia. Selain itu, taman juga dihadirkan sebagai media pemulihan dan terapi. Penerapan konsep arsitektur terapeutik pada perancangan ini dapat dirasakan oleh para pengguna, baik lansia maupun pengunjung lainnya. Hal ini menciptakan arsitektur yang empatik terhadap geriatri, dengan memperhatikan kebutuhan dan kenyamanan mereka.</p> <p> </p> Michael Ricardo Nafiah Solikhah Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1323 1334 10.24912/stupa.v5i2.24281 WADAH PENINGKATKAN KUALITAS HIDUP PADA REMAJA KELEBIHAN BERAT BADAN MELALUI BAKAT YANG DIMILIKINYA DI JAKARTA SELATAN https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24282 <p><em>Overweight problem</em><em> continues to increase, especially among adolescents, which causes a decrease in quality of life that affects their daily life. The decline in quality of life tends to be caused by the negative stigma </em><em>that </em><em>spread in society regarding overweight adolescents. This negative stigma can be changed by developing their talents through activity programs along with appropriate spatial design elements to improve their quality of life. </em><em>A </em><em> deeper understanding is needed regarding to improve the quality of life of overweight adolescents </em><em>with</em><em> their talents as empathy for the negative stigma of society through architectural design. The research was conducted using a qualitative descriptive research method through a narrative approach supported by literature studies to obtain data. Then, </em><em>the data</em><em> will be described based on the literature review. The results of the description focused on the 8 stages of the activity program based on the subject's talent as the basis for designing. By doing further elaboration, we can obtain a discussion of the talents that can be displayed in the design, the stages of the activity program sequentially, new rooms or areas that accommodate program activities, and the application of design elements to each room or area based on the needs of the activities so that an increase in quality of life is achieved. Improving the quality of life on the main subject is evidence of negative stigma in society and indicates that empathy has been realized in this architectural design.</em></p> <p><strong><em>Keywords</em></strong><strong><em>: quality</em></strong><strong><em> of life</em></strong><strong><em>; space; stigma; talent; </em></strong><strong><em>overweight</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Masalah kelebihan berat badan terus mengalami peningkatan terutama di kalangan remaja yang menyebabkan penurunan kualitas hidup hingga mempengaruhi kehidupan sehari-harinya. Penurunan kualitas hidup cenderung disebabkan oleh stigma negatif yang tersebar di masyarakat mengenai remaja kelebihan berat badan. Stigma negatif tersebut dapat diubah dengan cara mengembangkan bakat yang dimilikinya melalui program kegiatan beserta elemen desain keruangan yang sesuai untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Maka, dibutuhkan pemahaman lebih mendalam mengenai upaya peningkatan kualitas hidup remaja kelebihan berat badan melalui bakat yang dimilikinya sebagai empati terhadap stigma negatif masyarakat melalui rancangan arsitektur. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian deskriptif kualitatif melalui pendekatan naratif yang ditunjang dengan studi kepustakaan untuk memperoleh data. Kemudian, data-data yang telah diperoleh akan diuraikan dengan berpedoman pada kajian literatur. Hasil uraian terfokus pada 8 tahap program kegiatan berdasarkan bakat yang dimiliki subjek sebagai landasan merancang. Dengan melakukan penguraian lebih lanjut, dapat diperoleh pembahasan bakat-bakat yang dapat ditampilkan pada rancangan, tahapan program kegiatan secara runtun, ruangan atau area baru dan menarik yang mewadahi program kegiatan, dan penerapan elemen desain pada setiap ruangan atau area berdasarkan kebutuhan kegiatannya hingga tercapainya peningkatan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup pada subjek utama menjadi pembuktian terhadap stigma negatif di masyarakat dan menandakan sudah terwujudnya empati dalam rancangan arsitektur ini.</p> Nicole Samantha Nafiah Solikhah Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1335 1346 10.24912/stupa.v5i2.24282 LIMBAH PERCA SEBAGAI PENGGERAK INSPIRASI INDUSTRI FASHION MASA DEPAN https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24283 <p><em>The world of fashion is evolving and changing, making it a means for individuals to express themselves to the outside world. Before the pandemic of COVID-19, there was a fast-fashion trend, which contributed to an increase in production and left behind non-reusable fabric scraps. In 2019, DKI Jakarta, fabric waste had an impact on the East Ancol Beach in Pademangan, contaminating its shores and waters. This is concerning due to the negative effects on the environmental ecosystem and the health of nearby residents. To address this issue, an architecture program initiated the utilization of fabric scraps as a resource through processing, production,and clothing sales. The program aims to transform fabric waste into materials that hold added value. Through qualitative design methods and an educational approach, this architecture program was established to provide understanding and inspiration to the younger generation to innovate in creating unique products by utilizing fabric scraps. The existence of this program is expected to create awareness of the importance of managing fabric waste as a renewal. This program also aims to ignite a spirit of innovation and creativity among the community. By utilizing fabric scraps as a valuable resource and promoting environmentally friendly practices in the fashion industry, this program encourages the adoption of sustainable practice. Through collaboration between the younger generation and the community as producers and consumers, a collective awareness is created to preserve the environment and establish a responsible and future-oriented fashion industry. </em></p> <p><strong><em>Keywords: education; fabric scrap; fashion; innovation; wast</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Aktivitas dunia <em>fashion</em> semakin berkembang dan berubah, menjadikannya sebagai sarana untuk mengekspresikan diri seseorang kepada dunia luar. Sebelum masa pandemi Covid-19 berlangsung, terjadi fenomena <em>fast-fashion</em> trend yang mencuat, dimana produksinya telah berkontribusi pada peningkatan dan menyisakan limbah kain perca yang tidak dapat digunakan kembali. Tahun 2019 di DKI Jakarta, limbah perca berdampak ke lingkungan Pantai Timur Ancol, Pademangan yang ditemukan di bibir dan perairan pantai. hal ini mengkhawatirkan karena dampak negatifnya terhadap ekosistem lingkungan dan kesehatan manusia yang tinggal disekitarnya. Dalam mengatasi permasalahan tersebut, program arsitektur menginisiasi penggunaan kain perca sebagai sumber daya melalui pengolahan, produksi, dan penjualan pakaian. Program ini bertujuan untuk mengubah limbah perca menjadi bahan yang memiliki nilai tambah. Melalui metode perancangan kualitatif dan pendekatan edukatif, program arsitektur ini dibentuk untuk memberikan pemahaman serta inspirasi kepada generasi muda dalam berinovasi menciptakan produk unik melalui pemanfaatan limbah perca. Keberadaan program ini, diharapkan adanya kesadaran akan pentingnya pengelolaan limbah perca menjadi sebuah kebaharuan. Program juga bertujuan untuk membangkitkan semangat inovasi dan kreativitas di kalangan masyarakat. Pemanfaatan limbah perca sebagai sumber daya yang berharga dengan mendorong adopsi praktik ramah lingkungan dalam industri <em>fashion</em>. Melalui kolaborasi antara generasi muda dan masyarakat sebagai produsen dan konsumen, tercipta kesadaran kolektif untuk menjaga kelestarian lingkungan dan menciptakan sebuah industri <em>fashion</em> yang bertanggung jawab dan berwawasan masa depan.</p> <p> </p> Michelle Michelle Franky Liauw Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1347 1358 10.24912/stupa.v5i2.24283 DISKUSI SECARA MUSYAWARAH DENGAN PERANCANGAN AKTIVITAS BERMAIN OLIGOPOLI DI JAKARTA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24284 <p>Accustomed to demonstrations, activities carried out by the Indonesian people often end in riotous actions. This form of action deviates from the value of “musyawarah” which is one of the life guidelines of the Indonesian people. This deviating action in fact damages public space and the environment, the value of togetherness which is currently fading needs to be revived as the uniqueness of Indonesian society. This effort to generate musyawarah is wrapped up in a new activity that achieves community togetherness and reduces the negative impact of activities similar to demonstrations. By using a qualitative descriptive method, the selection of types of activities is based on considerations that are friendly to all people in Indonesia and let go of position boundaries. The activity formed is rarely done by adults even though it’s can be an activity that been carried out for a lifetime because it has a positive impact which is playing. Playing is not only about having fun and reconnecting with the inner child it also has a very positive impact on physical and emotional wellbeing. The new playing activity that formed is the game of oglipoli, a modification of monopoly to achieve togetherness and community deliberation into a game that simulates a topic of discussion (with a new regulation of how to play and the roles of related parties). Oglipoli activities form special space requirements whose elements are adjusted such as the shape and size of the room, the atmosphere of the room, the acoustics of the room, and so on.</p> <p><strong><em>Keywords: discussion</em></strong><strong><em>;</em></strong> <strong>musyawarah;</strong><strong><em> play</em></strong><strong><em>;</em></strong><strong><em> togethernes</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Terbiasa dengan demonstrasi, kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia sering kali berakhir dengan aksi yang ricuh. Bentuk aksi ini melenceng dari nilai musyawarah yang merupakan salah satu pedoman hidup masyarakat Indonesia. Aksi melenceng ini faktanya merusak ruang publik serta lingkungan, nilai kebersamaan yang saat ini pudar perlu dibangkitkan lagi sebagai keunikkan masyarakat Indonesia. Usaha untuk membangkitkan musyawarah ini dibungkus dalam sebuah aktivitas baru yang menggapai kebersamaan masyarakat dan mengurangi dampak negatif dari kegiatan serupa demonstrasi. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, pemilihan jenis aktivitas didasari pertimbangan ramah bagi seluruh masyarakat di Indonesia dan melepas batasan yang ada. Aktivitas yang dibentuk adalah bermain yang sudah jarang dilakukan oleh orang dewasa padahal bermain dapat menjadi kegiatan yang dapat dilakukan seumur hidup karena memiliki dampak positif. Bermain tidak hanya tentang bersenang-senang dan berhubungan kembali dengan anak batin juga memberi dampak yang sangat positif pada kesejahteraan fisik dan emosional. Aktivitas baru berupa bermain yang dibentuk adalah permainan oglipoli berupa modifikasi dari monopoli untuk mencapai kebersamaan dan musyawarah masyarakat menjadi permainan yang mensimulasikan sebuah topik pembahasan (dengan pengaturan baru terhadap cara bermain dan peran pihak terkait). Aktivitas bermain oglipoli membentuk kebutuhan ruang khusus yang elemennya disesuaikan seperti bentuk dan ukuran ruang, suasana ruang, akustik ruangan, dan sebagainya. </p> Denny Kurniawan Franky Liauw Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1359 1372 10.24912/stupa.v5i2.24284 PROGRAM PEMBELAJARAN BERBASIS SIMULASI UNTUK PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA ANAK https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24285 <p><em>The high number of young people who fall into drug abuse poses a serious threat to Indonesia. High curiosity and a desire to try, with a lack of understanding of the impact in the future, make children vulnerable to falling into drug abuse.</em> <em>Therefore a simulation-based learning space is needed as a way of prevention. These simulation spaces allow adolescents to experience a realistic drug-user-like experience with scenario programming without the actual risks associated with abuse. so that teenagers can understand the impact, help reduce curiosity, and make children aware of the prevention of falling into danger related to drug abuse. The method used in this research is a qualitative descriptive method aimed at describing and explaining the artificial situation, paying more attention to the characteristics, quality, and interrelationships of the activity space and the situation in which drug addicts interact. Based on the research results, the drug simulation room needs adjustments to the lives of drug users and observation of where drug users interact so that it can become a reference for the background atmosphere that will be realized in the space to be created. Therefore, it is necessary to pay attention to the basics of designing space simulations to ensure the effectiveness of the results.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>drugs; education; prevention; simulation; space</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Tingginya jumlah anak muda yang terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba menimbulkan ancaman serius bagi bangsa Indonesia. Keingintahuan yang tinggi dan keinginan untuk mencoba-coba, ditambah dengan kurangnya pemahaman akan dampaknya di masa depan, membuat anak-anak rentan terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba. Maka dari itu diperlukan ruang pembelajaran berbasis simulasi sebagai bentuk pencegahan. Ruang simulasi ini memungkinkan remaja untuk mengalami pengalaman yang mirip dengan pengguna narkoba secara realistis dengan program yang sudah diskenariokan, tanpa risiko sebenarnya yang terkait dengan penyalahgunaan. sehingga remaja dapat memahami dampak dan untuk membantu meredam rasa ingin tahu dan menyadarkan anak-anak sebagai pencegahan terjerumusnya dalam bahaya terkait penyalahgunaan narkoba. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif kualitatif ditujukan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan situasi suasana yang ada bersifat rekayasa, lebih memperhatikan mengenai karakteristik, kualitas, dan keterkaitan ruang kegiatan dan situasi tempat pecandu narkoba berinteraksi. Berdasarkan hasil penelitian, ruang simulasi narkoba perlu ada penyesuaian kehidupan pengguna narkoba dan mengobservasi tempat pengguna narkoba berinteraksi sehingga dapat menjadi acuan suasana latar yang akan direalisasikan pada ruang yang akan dibuat. Oleh sebab itu perlu memperhatikan dasar – dasar perancangan ruang simulasi guna memastikan kefektifan hasilnya</p> Christianto Julius Franky Liauw Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1373 1388 10.24912/stupa.v5i2.24285 WADAH INTERAKSI DAN KREATIFITAS DIGITAL KREATIF INTERGENERASI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24286 <p><em>The Covid-19 pandemic is forcing people to change the norms of working, studying, communicating, up to making transactions or shopping online. This situation encourages further use of integrated internet networks, which causes various new activities and jobs to emerge, followed by spatial designs that can be very different. In this case, is local architecture ready to accommodate changes in digital work styles for different groups of people? This research was created in order to design a place for creative digital interaction that aims to form a community where users can collaborate and grow together. In this case, it is hoped that the older generation can learn from the younger generation who are superior in the digital aspect, as well as how the thoughts of the older generation who have lived longer can inspire the younger generation to create and innovate. This can be achieved through the disprogramming design method, where multiple spatial programs can contaminate one another and could be adapted to various activities. This project is expected to become a casual working space as well as intergenerational education.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>creative digital industry; digital era; disprogramming; intergeneration</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Pandemi Covid-19 memaksa masyarakat merubah norma bekerja, belajar, komunikasi, hingga melakukan transaksi atau belanja secara daring. Keadaan ini mendorong penggunaan jaringan internet yang terintegrasi lebih jauh, yang mana menyebabkan timbulnya pelbagai aktifitas dan pekerjaan baru, diikuti oleh desain keruangan yang bisa menjadi sangat berbeda. Dalam hal ini, apakah arsitektur lokal sudah siapa mewadahi perubahan gaya bekerja digital bagi golongan masyarakat yang berbeda – beda? Penelitian ini dibuat dalam rangka mendesain sebuah tempat interaksi digital kreatif yang bertujuan untuk membentuk sebuah komunitas dimana penggunanya dapat berkolaborasi dan bertumbuh bersama. Dalam hal ini, generasi lansia diharapkan dapat belajar dari generasi muda yang lebih unggul pada aspek digital, juga bagaimana pemikiran generasi lansia yang sudah hidup lebih lama dapat menginspirasi generasi muda dalam berkreasi dan berinovasi. Hal ini dapat dicapai melalui metode perancangan <em>disprogramming</em>, dimana program keruangan yang jamak dapat mengkontaminasi satu sama lain dan dapat disesuaikan dengan berbagai aktivitas. Proyek ini diharapkan dapat menjadi ruang bekerja kasual sekaligus edukasi intergenerasi.</p> Joshua Junaidi Rudy Surya Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1389 1400 10.24912/stupa.v5i2.24286 PENDEKATAN ALAM PADA PERANCANGAN FASILITAS EDUKASI DAN PERAWATAN PASCA MELAHIRKAN TERHADAP PENCEGAHAN POSTPARTUM DEPRESSION https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24287 <p>Postpartum depression is a complication that commonly occurs in mothers after giving birth. It affects approximately 10-15% of women in the postpartum period and increases to 10-25% over the course of several years. Several factors contribute to the occurrence of postpartum depression, including lack of public awareness about postpartum depression, negative societal stigma towards depressed mothers, inadequate prioritization of maternal mental health in Indonesia, and limited availability of postpartum mental healthcare services. This research aims to prevent postpartum depression in mothers by using a nature-based approach in postpartum education and care facilities. The study employs qualitative research methods and an everyday architectural approach with a focus on nature. Postpartum depression can be prevented by increasing public awareness about postpartum depression and preparing future parents to adapt to their roles after giving birth, as well as through postpartum care. Incorporating natural elements into the design of education and postpartum care facilities through interactive gardens, water features, maximizing natural airflow and lighting through openings and voids in the space, using natural materials such as wood, and creating designs that foster a connection with nature can enhance the happiness of postpartum mothers and prevent postpartum depression.</p> <p><strong><em>Keywords: depression; nature; postpartum; prevention</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p><em>Postpartum depression</em> atau depresi pasca persalinan merupakan masalah komplikasi seorang ibu setelah dirinya melahirkan yang umum terjadi pada angka 10-15% dari populasi wanita, dan meningkat menjadi 10-25% dalam kurun waktu beberapa tahun. Faktor-faktor yang memicu terjadinya <em>postpartum depression</em> antara lain kurangnya wawasan masyarakat tentang depresi pasca melahirkan, stigma negatif dari masyarakat terhadap ibu depresi, kesehatan mental ibu pasca melahirkan yang belum menjadi prioritas di Indonesia, dan didukung oleh pelayanan mental pasca melahirkan yang belum tersedia banyak di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mencegah terjadinya depresi pasca melahirkan yang dialami ibu dengan menggunakan pendekatan alam pada fasilitas edukasi dan perawatan pasca melahirkan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif serta metode desain arsitektur keseharian dengan pendekatan alam. Depresi pasca melahirkan dapat dicegah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang depresi pasca melahirkan dan mempersiapkan calon orang tua menghadapi adaptasi peran setelah melahirkan, serta melalui perawatan pasca melahirkan. Pendekatan alam pada fasilitas edukasi dan perawatan pasca melahirkan dengan menghadirkan elemen-elemen alam pada objek rancangan dapat meningkatkan kebahagiaan ibu pasca melahirkan guna mencegah terjadinya <em>postpartum depression</em>, seperti menghadirkan <em>interactive garden</em>, fitur air, memaksimalkan aliran udara dan pencahayaan alami melalui bukaan dan void pada ruang, penggunaan material alami seperti kayu, serta rancangan yang memiliki koneksi dengan alam dapat meningkatkan kebahagiaan ibu pasca melahirkan guna mencegah terjadinya <em>postpartum depression</em>.</p> Jocelyn Elsa Angelia Rudy Surya Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1401 1412 10.24912/stupa.v5i2.24287 PERANCANGAN GELANGGANG REMAJA SEBAGAI MEDIA EKSPRESI DAN KEBERSAMAAN REMAJA PENYANDANG ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER DI JAKARTA BARAT https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24288 <p><em>ADHD (Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder) is a mental disorder that is common in childhood to adolescence. The adolescents referred to in this study are residents aged 10-19 years. Symptoms of ADHD in adolescents can reduce the quality of life and have an impact on social development, this can cause various problems for their social life. It is important for youth with ADHD to develop a sense of community and know that they are not alone. A youth center can help adolescents with ADHD in this aspect as well as a medium for channeling their energy. Youth center is a place for teenagers to do positive activities in their free time. Using a qualitative method by conducting observations, interviews, and literature on research subjects, the project designed a youth center that can build a sense of togetherness in the community of adolescents with ADHD with a sensory approach. The project location is in the Kedoya area, West Jakarta. The result of the research is a three-storey building with various applications of sensoric approach. The result of the design is a three-storey building with various applications of sensory approaches. Within the building there are: dance studios, ADHD community rooms, cafes, amphitheater, ADHD study rooms, basketball courts, music studios, art workshops and a rooftop garden which functions to support the needs and characteristics of adolescents with ADHD. The program was chosen considering the project's theme, namely togetherness and creativity so that programs tend to have activities that require collaboration or meeting other people.</em></p> <p><strong><em>Keywords: ADHD ; Togetherness; Youth Center</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>ADHD (<em>Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder)</em> merupakan salah satu penyakit gangguan mental yang umum terjadi pada masa anak-anak hingga remaja. Remaja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penduduk yang berusia 10-19 tahun. Gejala ADHD pada remaja dapat menurunkan kualitas hidup dan memiliki dampak termasuk dalam perkembangan sosial, hal ini dapat menimbulkan berbagai masalah bagi kehidupan sosial mereka. Penting bagi remaja penyandang ADHD untuk membangun rasa komunitas dan mengetahui bahwa mereka tidak sendiri. Sebuah gelanggang remaja dapat membantu remaja penyandang ADHD dalam aspek tersebut sekaligus sebagai media untuk menyalurkan energi mereka. Gelanggang remaja adalah sebuah tempat untuk remaja beraktivitas positif dalam waktu luangnya. Menggunakan metode kualitatif dengan melakukan observasi, wawancara, dan studi pustaka terhadap subjek penelitian, maka proyek merancang sebuah gelanggang remaja yang dapat membangun rasa kebersamaan dalam komunitas remaja penyandang ADHD dengan pendekatan sensorik. Lokasi proyek berada di daerah Kedoya, Jakarta Barat dengan. Hasil rancangan adalah bangunan tiga lantai dengan berbagai pengaplikasian pendekatan sensorik. Dalam bangunan terdapat: studio menari, ruang komunitas ADHD, cafe, amphitheater, ruang studi ADHD, lapangan basket, studio musik, workshop seni dan rooftop garden yang berfungsi untuk menunjang keperluan dan sifat remaja penyandang ADHD. Program dipilih mengingat tema proyek yaitu kebersamaan serta kreativitas sehingga program cenderung memiliki aktivitas yang membutuhkan kerja sama atau bertemu dengan orang lain.</p> Laurencia Josita Rudy Surya Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1413 1424 10.24912/stupa.v5i2.24288 INOVASI RUANG PUBLIK DAN TEKNOLOGI INTERAKTIF SEBAGAI PENGENALAN BUDAYA INDONESIA UNTUK GENERASI PENERUS BANGSA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24290 <p>Globalization is an inevitable phenomenon. Through social media, people from different parts of the world can get to know other aspects of the world. This is where a lot of exchange of ideas, concepts, politics, and culture takes place. However, many people in Indonesia fail to filter and discern the cultures they absorb. The excessive inclination towards foreign cultures leads people to become apathetic towards their own culture, resulting in a shift in culture and morality, as well as a change in the mindset of the younger generation who imitate aspects of foreign cultural life. Therefore, there is a need for an accessible space that can be accessed by everyone, especially the future generation, through the integration of interactive technology that can pique the interest of the community in reacquainting themselves with their own traditional culture so that it is not left behind or forgotten. This research aims to dissect the most effective methods, technologies, and architectural aspects to realize a love for the nation. Thanks to technological advancements, art and culture can be linked to sophisticated devices such as Augmented Reality and Virtual Reality. With the introduction of public spaces integrated with advanced technology, it can become an effective means to introduce and enhance the community's love for traditional culture. By combining traditional cultural heritage with the potential of modern technology, we can manifest love and pride in our own cultural identity, thereby having a positive impact on present and future generations.</p> <p><strong><em>Keywords: art; culture; public spaces; globalization; technology</em></strong> </p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p> </p> <p>Globalisasi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindarkan. Lewat media sosial, orang dari belahan dunia lain bisa mengenal sisi dunia lainnya. Dari sinilah banyak terjadi pertukaran ide, gagasan, politik termasuk budaya. Namun banyak dari masyarakat Indonesia bersikap tidak memilah serta menyaring budaya yang diserap. Kecenderungan kecintaan terhadap budaya luar yang berlebih membuat orang bersikap apatis terhadap budaya sendiri, terjadi pergeseran budaya dan akhlak serta mengubah pola pikir generasi muda untuk meniru aspek kehidupan budaya asing. Maka dari itu, diperlukan suatu ruang bebas yang dapat diakses oleh semua orang terutama generasi penerus bangsa lewat integrasi teknologi interaktif yang dapat menarik minat masyarakat untuk mengenal kembali budaya tradisional negara sendiri sehingga budaya sendiri tidak tertinggal dan tidak terlupakan. Penelitian ini bertujuan untuk membedah metode, teknologi serta aspek arsitektur seperti apa yang paling efektif untuk mewujudkan kecintaan terhadap bangsa. Berkat kemajuan teknologi, dapat dikaitkan antara seni dan kebudayaan dengan perangkat canggih seperti Augmented Reality dan Virtual Reality. Kemudian dengan hadirnya ruang publik yang diintegrasikan dengan teknologi canggih dapat menjadi sarana yang efektif untuk memperkenalkan dan meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap budaya tradisional. Dengan menggabungkan warisan budaya tradisional dengan teknologi modern, kita dapat mewujudkan cinta dan kebanggaan terhadap identitas budaya kita sendiri, sehingga membawa dampak positif bagi generasi sekarang dan masa depan.</p> <p> </p> Gilbert Sukanta Martin Halim Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1425 1440 10.24912/stupa.v5i2.24290 PEMANFAATAN POTENSI DESA CIBULUH, SUBANG DALAM PENINGKATAN RESILIENSI EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA MELALUI ARSITEKTUR PARTISIPATIF https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24291 <p><em>The village of Cibuluh, Subang, which is flowed by water and is also a meeting place for 7 rivers, shows its identity through spatial patterns and activities. The village has potential which includes the natural beauty of the hills and the use of agricultural land, as well as a well-maintained environment. The existence of the Cipunagara river pollution phenomenon in 2016 which was suspected to be the impact of factory waste has reduced the potential of Cibuluh Village, both from the economic, tourism and river culture aspects. The loss for Cibuluh Village is not only limited to the death of native fish, but the livelihoods of the village community are also threatened. The method for this writing uses a qualitative interpretive research method on the context of people's lives from an economic, social and cultural perspective as well as the use of space in Cibuluh Village. The discussion in this paper includes mapping the physical, social and cultural environment of the village; Identify existing potentials and challenges; as well as analyzing the relationship between rivers, agriculture, and culture of Cibuluh Village, Subang. The purpose and focus of this writing is to propose a program prospect that is able to increase village resilience starting from the cultural capital and local identity that is already owned. Overall, the results of the discussion from this writing are that Cibuluh Village has great cultural potential. The thickness of the community with traditional arts and skills is a capital that has the potential to be developed. However, there needs to be spaces to allow for program interventions that are able to help increase the existence of this Cibuluh Village. Application of Participatory Architecture and Collaboration between relevant stakeholders will be key in achieving the goals.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>p</em></strong><strong><em>articipatory </em></strong><strong><em>a</em></strong><strong><em>rchitecture; </em></strong><strong><em>l</em></strong><strong><em>ocal </em></strong><strong><em>i</em></strong><strong><em>dentity; </em></strong><strong><em>v</em></strong><strong><em>illage </em></strong><strong><em>r</em></strong><strong><em>esilience</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p> </p> <p>Desa Cibuluh, Subang yang dialiri sekaligus menjadi tempat bertemunya 7 aliran sungai ini memperlihatkan identitasnya melalui pola ruang dan aktivitasnya. Desa memiliki potensi yang meliputi keindahan alam perbukitan dan pemanfaatan lahan pertanian, serta lingkungannya yang tetap terjaga dengan baik. Adanya fenomena pencemaran sungai Cipunagara 2016 silam yang diduga merupakan dampak dari limbah pabrik telah menurunkan potensi dari Desa Cibuluh, baik dari aspek ekonomi, pariwisata, hingga budaya sungai. Kerugian bagi Desa Cibuluh bukan hanya sebatas matinya ikan natif, tetapi penghidupan masyarakat desa juga turut terancam. Metode untuk penulisan ini menggunakan metode penelitian interpretatif kualitatif terhadap konteks kehidupan masyarakat dari segi ekonomi, sosial, dan budaya serta pemanfaatan ruang di Desa Cibuluh. Pembahasan dalam penulisan ini meliputi pemetaan lingkungan fisik, sosial, dan budaya desa; Mengidentifikasi potensi dan tantangan yang ada; serta menganalisis hubungan antara sungai, pertanian, dan kebudayaan Desa Cibuluh, Subang. Adapun tujuan dan fokus dari penulisan ini adalah mengajukan suatu prospek program yang mampu meningkatkan resiliensi desa berangkat dari modal kebudayaan dan identitas lokal yang sudah dimiliki. Secara keseluruhan, hasil pembahasan dari penulisan ini yaitu Desa Cibuluh memiliki potensi budaya yang besar. Kentalnya masyarakat dengan kesenian dan keterampilan tradisional menjadi modal yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Namun, butuh adanya ruang-ruang untuk memungkinkan dilakukannya intervensi program yang mampu membantu meningkatkan eksistensi dari Desa Cibuluh ini. Penerapan Arsitektur Partisipatif dan Kolaborasi antara pemangku kepentingan yang relevan akan menjadi kunci dalam mencapai tujuan.</p> <p> </p> Felya Monica Martin Halim Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1441 1452 10.24912/stupa.v5i2.24291 PENERAPAN DESAIN ARSITEKTUR EMPATI SEBAGAI UPAYA MEREDEFINISI REHABILITASI PECANDU NARKOBA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24292 <p><em>Drug use is not entirely negative, what is dangerous about drugs is uncontrolled use, and one of the consequences is addiction, but not all addicts want to continue to use drugs. This project is a place for drug addicts who desire to recover regardless of their addiction, empathy is essential. If you look at the current condition of rehabilitation, not all can access rehabilitation facilities because the price is high so that not a few end up in prison. Inside rehabilitation feel like they are being punished and isolated because of the programs and physical facilities they provide, not much different from being in prison. This project tries to solve this by design with understanding addicts need to recover, not locking them up but preparing them to return to society and aftercare. But in reality, rehabilitation is only effective if the addict wants to quit, so this project used dis-programming content by combining drug rehabilitation and regulation, which looks contradictory but makes it easier to monitor drug use and its distribution. Applying the concept of a different form of panopticon with dispersed and natural surveillance so it doesn't create feelings of pressure, transparency but still has privacy. Located in West Jakarta, so as not to alienate drug addicts and make this building a new community vessel for recovering addicts, watching over others and engaging in activities to socialize with the community again.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>addict</em></strong><strong><em>ion; </em></strong><strong><em> </em></strong><strong><em>community; dis-program; empathic ; panopticons</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Penggunaan narkoba tidak sepenuhnya negatif, yang berbahaya dari narkoba yaitu penyebaran dan pemakaian tidak terkontrol salah satu akibatnya adalah adiksi, namun tidak semua pecandu narkoba ingin terus ketergantungan. Proyek ini menjadi tempat bagi pecandu narkoba yang ingin sembuh terlepas dari adiksinya, empati menjadi faktor penting. Jika dilihat pada kondisi rehabilitasi yang ada saat ini, tidak semua dapat mengakses rehabilitasi karena harganya yang tinggi sehingga tidak sedikit yang berakhir di penjara, di dalam rehabilitasi pun akan merasa seperti dihukum dan terisolasi karena program dan juga fasilitas fisik yang tidak jauh berbeda dengan di penjara. Hal tersebut yang berusaha diselesaikan dengan desain yang dapat memahami kebutuhan pecandu tidak mengurung tetapi mempersiapkan mereka kembali ke masyarakat. Kenyataannya rehabilitasi hanya efektif jika pecandu sudah ingin berhenti, pada proyek ini konten <em>dis-programming</em> digunakan dengan menggabungkan rehabilitasi dan regulasi narkoba, terlihat bertolak belakang tetapi sebenarnya memudahkan pengawasan penggunaan narkoba dan penyebarannya. Mengusung konsep bentuk <em>panopticons</em> yang berbeda dengan pengawasan yang tersebar dan alami sehingga tidak memunculkan perasaan tertekan, transparansi tapi masih memiliki privasi. Terletak di Jakarta Barat, agar tidak mengasingkan para pecandu narkoba serta menjadikan bangunan ini untuk menjadi wadah komunitas baru bagi para pecandu yang sembuh mengawasi sesama dan terlibat aktivitas untuk bersosialisasi dengan masyarakat kembali.</p> Richard Giovanni Denny Husin Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1453 1464 10.24912/stupa.v5i2.24292 PERANCANGAN GALERI TIDUR INTERAKTIF DI JAKARTA PUSAT https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24293 <p>In the last few decades, architecture has tended to be apathetic since aesthetics and function have been given more attention which has put the context of life aside. Architecture and empathy must go hand in hand so architects need to understand the spaces they design from the perspective of their users. Sleep disorders are problems in the quality and quantity of sleep that can cause stress and daytime sleepiness. Sleep disorders have a reciprocal relationship with mental health where sleep disorders can cause or be caused by mental illness. Since sleep disorder is a common thing in Indonesia, it leads to the normalization of sleep disorders which can cause a long-term negative impact on mental and physical health, lifestyle, work performance, social and economy. This design aims to provide a space that can increase awareness of sleep disorders as well as special therapy programs for sleep disorders through healing architecture. The benefit of this design is to provide a healing space for people with sleep disorders that focuses on the reception of the human senses on spatial quality. The design method used in this design is the everyday architectural method. The results of this design are interactive sleep gallery program, sleep-related research program, and special therapy programs for sleep disorders. Therapeutic programs are implemented so that people with sleep disorders can recover from sleep disorders in the long term by improving healthy lifestyle and creating good daily habits.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>architecture; empathy; healing; mental; </em></strong><strong><em>sleep</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Beberapa dekade terakhir, arsitektur cenderung bersifat apatis karena estetika dan fungsi lebih diperhatikan yang membuat konteks kehidupan dikesampingkan. Arsitektur dan empati harus berjalan beriringan sehingga arsitek perlu memahami ruang yang mereka rancang dari perspektif penggunanya. Gangguan tidur adalah masalah dalam kualitas dan kuantitas tidur yang dapat menyebabkan stres dan kantuk di siang. Gangguan tidur memiliki hubungan timbal balik dengan kesehatan mental dimana gangguan tidur dapat menyebabkan atau disebabkan oleh penyakit mental. Umumnya gangguan tidur di Indonesia menyebabkan adanya normalisasi gangguan tidur yang dapat berdampak negatif secara jangka panjang pada kesehatan mental dan fisik, gaya hidup, performa bekerja, sosial, hingga ekonomi. Perancangan ini bertujuan untuk menyediakan ruang yang dapat meningkatkan kesadaran akan gangguan tidur serta program terapi khusus untuk gangguan tidur melalui <em>healing architecture. </em>Manfaat dari perancangan ini adalah untuk menyediakan ruang penyembuhan bagi penderita gangguan tidur yang berfokus pada resepsi indera manusia terhadap kualitas spasial. Metode perancangan yang digunakan dalam perancangan ini adalah metode arsitektur keseharian. Hasil dari perancancangan ini berupa program galeri tidur interaktif, program penelitian terkait tidur, serta program terapi khusus gangguan tidur. Program yang bersifat terapi diterapkan agar penderita gangguan tidur dapat memulihkan gangguan tidur secara jangka panjang dengan memperbaiki pola gaya hidup dan menciptakan kebiasaan sehari-hari yang baik.</p> <p> </p> Brianna Wijaya Utama Denny Husin Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1465 1476 10.24912/stupa.v5i2.24293 REVITALISASI ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGI ARSITEKTUR https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24294 <p><em>The University of Indonesia (UI) is one of the favorite state universities where prospective students compete to be a part of the university. The university screens and selects students with potential and meet its standards. This makes student competition at UI quite tough which causes most of the students to experience stress symptoms that damage their mental health condition. UI, which is a leading state university, has caused many prospective students from other regions to migrate and get positions at this university. UI facilitates the needs of its overseas students with student dormitory facilities which are usually intended for middle to lower-middle-class overseas students. The phenomenon of the presence of overseas students in the UI area requires the presence of a proper hostel as an accommodation. The issue of research on dormitory design in this study is the high-stress resolution in students related to the daily space that is run. The purpose of this study is to offer a dormitory design that prioritizes design steps in the form of systems, programs, and types as well as units that prioritize the psychology of UI migrant students. The research method used is a qualitative method that includes psychological factors related to the formation of space in architecture. The findings from this study are that the existence of a dormitory as a space for students' daily activities has unfavorable conditions that trigger stress for UI overseas students caused by intense academic competition. Therefore, this design is based on architectural psychology standards while still considering affordable design outputs for dormitories. This is achieved by applying floor elevation, increasing the number of open spaces as communal, and focusing the design on one view orientation as a stress release.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>architecture; dormitory; psychology; revitalization; student</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Universitas Indonesia (UI) merupakan salah satu universitas negeri favorit di mana para calon mahasiswanya berlomba-lomba untuk dapat menjadi salah satu bagian dari universitas tersebut. Universitas ini menyaring dan memilih para mahasiswa yang berpotensi dan memenuhi standarnya. Hal ini membuat persaingan mahasiswa pada UI dapat dikatakan cukup berat yang menyebabkan sebagian besar mahasiswanya mengalami gejala stres yang merusak kondisi kesehatan mental mereka. UI yang menjadi universitas negeri unggulan menyebabkan banyaknya calon mahasiswa dari daerah lain untuk merantau dan mendapatkan posisi di dalam universitas ini. UI memfasilitasi kebutuhan mahasiswa perantaunya dengan fasilitas asrama mahasiswa yang biasanya diperuntukan bagi mahasiswa perantau menengah ke bawah. Fenomena kehadiran mahasiswa perantau di kawasan UI ini membutuhkan kehadiran asrama yang layak sebagai sebuah akomodasi. Isu penelitian desain asrama pada penelitian ini adalah penyelesaian stres yang tinggi pada mahasiswa terkait dengan ruang keseharian yang dijalankan. Tujuan penelitian ini menawarkan sebuah desain asrama yang memprioritaskan langkah-langkah desain berupa sistem, program, dan tipe serta unit yang mengedepankan psikologis mahasiswa perantau UI. Metode penelitian yang dipakai adalah metode kualitatif yang menyertakan faktor-faktor psikologis terkait dengan pembentukan ruang dalam arsitektur. Temuan dari penelitian ini adalah adanya asrama sebagai ruang berkegiatan sehari-hari mahasiswa memiliki kondisi yang kurang mendukung sehingga memicu munculnya stres para mahasiswa perantau UI yang disebabkan oleh persaingan akademik yang ketat. Oleh karena itu, perancangan ini didasarkan pada standar-standar psikologi arsitektur dengan tetap mempertimbangkan keluaran desain yang terjangkau bagi asrama. Hal ini dicapai dengan menerapkan permainan elevasi lantai, memperbanyak ruang-ruang terbuka sebagai komunal, dan memusatkan desain pada satu orientasi view sebagai stress release.</p> Teresa Josephine Denny Husin Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1477 1492 10.24912/stupa.v5i2.24294 FASILITAS REHABILITASI DAN PENGEMBANGAN BAKAT BAGI PECANDU INTERNET https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24295 <p>As time goes by, the development of science and technology is quite rapid causing teenager to easily obtain information and learn it, one example is online games. Online games are a way of learning by analyzing with a group/individual using strategies that can be done by connecting devices via an internet connection. The ease of accessing online games such as internet cafes, cellphones and computers causes teenager to play without supervision and lack of care from parents so they forget time. In this process, teenager can step into addiction stage because they like to playing games, the time that should be used to study and mingle with friends has been reduced or even not a priority in order to be able to sit for a long time to play online games Online game addiction will be the topic raised, the author will design a rehabilitation and talent development center with an approach to the interests of psychological and physical mental health of teenager and adolescent development. Humanitarian and psychological architecture focuses on development and health as the main factor. In addition, the Rehabilitation and talent development center will provide a place where teenager and young adult can rehabilitate, as a center for teenager development, and can also be a place to socialize in order to reduce the impact of people who are already addicted to online games.</p> <p><strong>Keywords: </strong><strong>o</strong><strong>nline </strong><strong>game</strong><strong>s, science and technology, </strong><strong>a</strong><strong>ddiction, </strong><strong>r</strong><strong>ehabilitation</strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p> </p> <p>Seiring berkembangnya zaman, perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Komunikasi) yang cukup pesat menyebabkan anak-anak mudah memperoleh informasi dan mempelajarinya, contohnya adalah internet khususnya game online. Game online merupakan suatu cara belajar dengan menganalisa bersama sekelompok/individu menggunakan strategi yang dapat dilakukan dengan menyambungkan perangkat melalui koneksi internet. Kemudahan dalam mengakses game online seperti warnet, ponsel dan komputer menyebabkan remaja dapat bermain tanpa adanya pengawasan dan penjagaan dari orang tua sehingga lupa waktu. Dalam proses ini remaja dapat memasuki tahap kecanduan karena merasa sudah asik bermain game, waktu yang seharusnya dipergunakan untuk belajar dan berbaur dengan teman telah berkurang atau bahkan tidak menjadi prioritas demi bisa duduk berlama-lama untuk bermain game online. Kecanduan game online akan menjadi topik yang diangkat, penulis akan melakukan perancangan pusat rehabilitasi dan pengembangan bakat dengan pendekatan kepentingan kesehatan mental psikis maupun fisik terhadap remaja dan juga perkembangan remaja. Arsitektur kemanusiaan dan psikologis memfokuskan perkembangan dan kesehatan menjadi faktor utama. Selain itu, perancangan pusat rehabilitasi dan pengembangan bakat akan memberikan wadah sebagai tempat remaja-dewasa muda dapat rehabilitasi, sebagai pusat perkembangan remaja, dan juga dapat menjadi wadah bersosialisasi agar dapat mengurangi dampak orang yang sudah kecanduan game online.</p> Victor Gunawan Timmy Setiawan Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1493 1506 10.24912/stupa.v5i2.24295 PENERAPAN ARSITEKTUR DIGITAL KONTEMPORER TERHADAP FASILITAS PELATIHAN TIM NASIONAL ESPORT & HUB CIKINI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24296 <p><em>Most esports athletes retire at the age of 22-24 years, and the average professional player will last for 2-3 years. Esports in Indonesia is often seen as just a hobby and lacks financial support and adequate infrastructure. The negative stigma about professional gamers and game fans also makes it difficult for esports to be accepted by the wider community. Some people still think that games are just a hobby that cannot be equated with physical sports that require athletic skills and physical activity. While professional athletes also need a lot of concentration, dedication, practice, preparation, mentality and stamina. Therefore, it is necessary to have a supportive space, through the design shown to the athletes of the Indonesian national esports team. This research will focus on integrating the training facilities of the Indonesian national esport team with public areas to encourage tolerance and openness. Contemporary digital concepts will be implemented, through renewed innovations towards digital sports. In an effort to improve the health performance and productivity of athletes, the latest technology is used to develop solutions and programs that can help athletes achieve their best performance. As well as the development of tech hub facilities that are developed for the public, can provide opportunities for technology developers and the esports industry to innovate and develop new solutions to improve the quality of digital sports, so that athletes are accustomed to facing several new challenges, gaining recognition and popularity.</em></p> <p><strong><em>Keywords: architecture, digital, esport, empathy, contemporary</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Kebanyakan atlet <em>esport</em> pensiun di usia 22-24 tahun, dan rata-rata pemain profesional akan bertahan selama 2-3 tahun. <em>Esports</em> di Indonesia sering dianggap hanya sebagai hobi dan kurang mendapat dukungan finansial serta infrastruktur yang memadai. Stigma negatif tentang <em>gamer Profesional </em> dan penggemar <em>game</em> juga membuat <em>esports</em> sulit diterima oleh masyarakat secara luas. Beberapa orang masih beranggapan bahwa game hanyalah hobi yang tidak dapat disamakan dengan olahraga fisik yang memerlukan keterampilan atletik dan aktivitas fisik. Sementara atlet profesional juga butuh banyak konsentrasi, dedikasi, praktik, persiapan, mental dan stamina. Oleh karena itu, perlu adanya keruangan yang mendukung, melalui perancangan yang ditunjukan kepada atlet tim nasional esport Indonesia. Penelitian ini akan berfokus pada mengintegrasikan fasilitas latihan tim nasional esport Indonesia dengan area publik untuk dapat mendorong toleransi, dan keterbukaan. Konsep digital kontemporer akan diterapkan, melalui perbaruan inovasi terhadap olahraga digital. Dalam upaya untuk meningkatkan kinerja kesehatan dan produktivitas para atlet, teknologi terbaru digunakan untuk mengembangkan solusi dan program yang dapat membantu para atlet mencapai performa terbaik mereka. Serta pengembangan fasilitas tech hub yang dikembangkan untuk publik, dapat memberikan kesempatan bagi pengembang teknologi dan industri esports untuk berinovasi dan mengembangkan solusi baru untuk meningkatkan kualitas olahraga digital, sehingga para atlet terbiasa menghadapi beberapa tantangan baru, mendapatkan pengakuan, dan popularitas.</p> Angellita Larrya Putri Kadewa Timmy Setiawan Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1507 1518 10.24912/stupa.v5i2.24296 PERANCANGAN DESAIN PUSAT PELATIHAN TIM NASIONAL SEPAKBOLA INDONESIA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24297 <p><em>As one of the countries with the most fans and connoisseurs of football, Indonesia is still lacking in terms of facilities that can support the continuation of the game, this is very unfortunate becauce the Indonesian national team does not have qualified training facilities to train in preparation for international competitions such as AFC Asian Cup. Football training center have an important role in the development of national teams in every country. The training center is used as a place for national team players to practice developing their technical, physical, mentality, and tactical abilities. The Garuda project tries to contribute as a platform and foundation for Indonesian football to continue to grow to reach the goals of all football fans in Indonesia. This project is a specially designed and exclusive football training center for the Indonesian National Football Team. In it, players and coaches can practice preparing technically, physically and mentally in preparation for friendly matches, domestic matches, to international matches. Assisted by the existence of an official office that takes care of all administrative interests of the Indonesian Football National Team. There are 2 football pitches with natural turf and synthetic turf in the football training centre, which comply with FIFA standards. Coupled with other facilities such as a gym area, hydrotherapy pool, physiotherapy area, strategy tactics education class, locker room, indoor court, and dormitory rooms as a complement to all training activities for the Indonesian National Football Team. </em></p> <p><strong><em>Keywords: football; indonesia national team; national training center</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Sebagai salah satu negara dengan jumlah penikmat sepakbola terbanyak, sepakbola di Indonesia masih kurang mumpuni dalam segi fasilitas yang dapat menunjang keberlangsungan permainan, hal ini sangat disayangkan dikarenakan tim nasional Indonesia tidak memiliki fasilitas latihan yang mumpuni untuk berlatih guna persiapan kompetisi internasional seperti <em>AFC Asian Cup</em>. Pusat pelatihan sepakbola memiliki peran yang penting dalam perkembangan tim nasional di setiap negara. Pusat pelatihan dijadikan sebagai wadah untuk para pemain tim nasional untuk berlatih mengembangkan kemampuan teknik, fisik, mental, dan taktik. Proyek The Garuda mencoba berkontribusi sebagai wadah dan pondasi sepakbola Indonesia untuk terus berkembang menggapai cita-cita seluruh penggemar sepakbola di Indonesia. Proyek ini merupakan pusat pelatihan sepakbola yang dirancang khusus dan eksklusif untuk Tim Nasional Sepakbola Indonesia. Di dalamnya dapat digunakan pemain dan pelatih berlatih mempersiapkan teknik, fisik, dan mental untuk persiapan pertandingan persahabatan, pertandingan domestik, hingga pertandingan internasional. Dibantu dengan adanya kantor official yang mengurus segala kepentingan administratif Tim Nasional Sepakbola Indonesia. Terdapat 2 lapangan sepakbola dengan rumput alami dan rumput sintetis di pusat pelatihan sepakbola, yang sesuai dengan standar FIFA. Ditambah dengan fasilitas lain seperti area gym, kolam hidroterapi, area fisioterapi, kelas edukasi taktik strategi, ruang ganti, lapangan indoor, dan kamar asrama sebagai pelengkap segala kegiatan pelatihan Tim Nasional Sepakbola Indonesia.</p> Rasyad Firzatila Timmy Setiawan Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1519 1534 10.24912/stupa.v5i2.24297 PENDEKATAN ARSITEKTUR PERILAKU DAN WELL-BEING PADA WADAH KOMUNITAS BAGI LANSIA KESEPIAN DAN TINGGAL SENDIRI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24298 <p><em>Indonesia has eight provinces that have entered the phase of an aging population structure. Meanwhile, DKI Jakarta has 8.91% of its population consisting of elderly individuals. The elderly phase is the final stage of life. During this phase, individuals experience physiological, affective, cognitive, and psychosocial declines, making the presence of someone who can assist and accompany the elderly in their daily activities crucial. This often leads to feelings of loneliness in the elderly, as they sometimes miss their children or require socialization and activities to fill their time.The objective of this research is to provide a platform for the elderly to experience happiness, peace, and prosperity, and to change the perception that old age marks the beginning of life and that entering old age means reaping the rewards of our hard work in our younger years and enjoying the present. Through this research, it is hoped to develop a design solution that helps the elderly overcome loneliness. The methods employed in this research are qualitative methods and design methods that focus on the phenomenon of abandoned elderly individuals as the basis for the design. Based on the research findings, it is found that the housing and community club design concept of the Senior Cielo Community Club, utilizing a behavioral architecture and well-being approach, can be an effective alternative in assisting abandoned and lonely elderly individuals in achieving a more peaceful, prosperous, and meaningful life.</em></p> <p><strong><em>Keywords: community</em></strong><strong><em> centre</em></strong><strong><em>; elderly</em></strong><strong><em>;</em></strong> <strong><em>loneliness</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Indonesia memiliki delapan provinsi yang sudah memasuki fase struktur penduduk tua. Sedangkan DKI Jakarta memiliki 8,91% penduduk lansia. Masa lansia ini merupakan masa paling akhir dalam fase kehidupan. Dalam masa ini, manusia akan mengalami penurunan fisiologis, afektif, kognitif, maupun psikososial sehingga keberadaan orang yang dapat membantu dan menemani lansia dalam aktivitas sehari-hari sangat diperlukan. Hal inilah yang seringkali menyebabkan loneliness/kesepian dalam diri lansia karena kadang lansia merasa rindu dengan anaknya/membutuhkan kegiatan sosialisasi dan aktivitas-aktivitas yang dapat mengisi waktu lansia. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mewadahi lansia untuk mendapatkan rasa bahagia, damai, sejahtera dan mengubah persepsi bahwa usia lansia ini adalah awal dari kehidupan dan memasuki masa tua berarti kita memetik hasil kerja keras kita di usia muda dan waktunya untuk berbahagia. Melalui penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan olah rancangan yang membantu lansia bebas dari rasa kesepian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan metode desain yang berfokus pada fenomena lansia terlantar sebagai dasar dari perancangan. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa rancangan hunian dan pusat komunitas yang mengusung konsep Community Club Senior Cielo dengan pendekatan arsitektur perilaku dan kesejahteraan dapat menjadi alternatif yang efektif dalam membantu lansia yang terlantar dan kesepian untuk mencapai kehidupan yang lebih damai, sejahtera, dan bermakna.</p> <p> </p> Reinald Audiel Naniek Widayati Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1535 1548 10.24912/stupa.v5i2.24298 PANTI ASUHAN UNTUK ANAK TERLANTAR DENGAN PENDEKATAN THERAPEUTIC HEALING https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24299 <p><em>Abandoned</em><em> children are a type of social welfare problem that is still unresolved. These children still do not receive optimal care, even though they have access to education and temporary shelter from orphanages. This is also driven by the problem of the capacity of orphanages exceeding the amount that should be. This lack of parenting affects the growth and development of children, especially in their psychosocial aspects. Most of the characters formed in abandoned children at the orphanage are divided into 2: inferior (passive) and superior (anarchist). Therefore, this design was created to help accommodate the growth dan development of children from the age of 5-12 years by providing intense assistance and programs that encourage children's psychosocial development. The aim is to provide a comfortable place and provide the necessary facilities such as temporary shelter and more practical education to prepare children to enter the world of work. The method used in this research is qualitative by conducting interviews with several neglected children and caretakers and experts at the orphanage. In addition, data collection is also done by conducting case studies from several related precedents. The results were then analyzed with existing theory so that conclusions were obtained as the basis for planning an orphanage project for neglected children with a therapeutic healing concept (the building design is focused on its users so that the space can accommodate the psychological recovery of its inhabitants)</em><em>.</em></p> <p><strong><em>Keywords: healing; neglected children; orphanage</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Anak terlantar merupakan salah satu jenis penyandang masalah kesejahteraan sosial yang masih belum terselesaikan. Anak–anak ini masih belum mendapatkan pengasuhan secara maksimal meski sudah mendapatkan akses pendidikan dan tempat singgah sementara dari panti asuhan. Hal ini juga didorong dengan permasalahan kapasitas panti asuhan melebihi jumlah yang seharusnya. Kurangnya pengasuhan ini mempengaruhi tumbuh kembang anak khususnya dalam psikososialnya. Karakter yang terbentuk dalam diri anak-anak terlantar di panti asuhan ini mayoritas terbagi menjadi 2 yakni inferior (pasif) dan superior (anarkis). Oleh karena itu, perancangan ini dibuat untuk membantu mewadahi pertumbuhan dan perkembangan anak dari usia 5-12 tahun dengan memberikan pendampingan intens serta program yang mendorong perkembangan psikososial anak. Tujuannya memberikan wadah yang nyaman dan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan seperti hunian sementara dan pendidikan yang lebih praktis untuk mempersiapkan anak – anak masuk ke dalam dunia kerja. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah kualitatif dengan cara mengadakan wawancara kepada beberapa anak terlantar dan pengurus serta para pakar di panti asuhan. Selain itu, pengambilan data juga dengan melakukan studi kasus dari beberapa preseden terkait. Hasil kemudian dianalisis dengan teori yang ada sehingga didapatkan kesimpulan sebagai dasar dari perencanaan proyek panti asuhan untuk anak terlantar yang berkonsep <em>therapeutic healing</em> (desain bangunan difokuskan kepada penggunanya sehingga ruang tersebut dapat mewadahi pemulihan psikis penghuninya).</p> Valencia Amadea Marin Naniek Widayati Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1549 1562 10.24912/stupa.v5i2.24299 PEREMAJAAN KAMPUNG KOJA MELALUI PENDEKATAN DESAIN KAMPUNG VERTIKAL YANG “ADAPTIF BANJIR” SEBAGAI BENTUK EMPATI TERHADAP KAUM MARGINAL BANTARAN KALI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24300 <p><em>Jakarta is a city that still has a marginal society from an economic, social and cultural perspective. They usually live in a settlement on the outskirts of the city in the form of an unstructured village. Kampung Koja RT 06 is one of the marginal group settlements in North Jakarta with the character of living space in the riverbank area. On the other hand, the residents do not want to be relocated, so the chosen alternative is to create settlements and the environment must be friendly to water. The existing problem is that the quality of habitation is decreasing day by day due to the inability of adaptive housing to water. In such conditions, the designer's empathy appears to design a residential system that is capable of being adaptive to flood conditions and normal conditions by considering topography, water flow, and vegetation. The method used was qualitative, namely studying literature, field observations, interviewing residents and RT heads so that data on the </em><em>specific </em><em>needs of residents to live on the banks of the river were obtained. The aim of the research is to get livable and friendly settlements with water. The design solution applied is a vertical village design approach with a stilt house system, improvement of the Koja area through land consolidation to open water absorption spaces as well as local social facilities, and naturalization of river banks. Through the concept of adaptive housing, this project can create a village that is friendly to water when it comes</em><em>.</em></p> <p><strong><em>Keywords: empathy; flood; </em></strong><strong><em>k</em></strong><strong><em>oja </em></strong><strong><em>v</em></strong><strong><em>illage RT 06; marginalized riverbanks</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Jakarta merupakan kota yang masih memiliki masyarakat marginal dari segi ekonomi, sosial, dan budaya. Mereka biasanya tinggal pada suatu permukiman di pinggiran kota berupa kampung yang tidak terstruktur. Kampung Koja RT 06 merupakan salah satu permukiman kelompok marginal di Jakarta Utara dengan karakter ruang bermukim di area bantaran kali. Pada sisi lain warga tidak ingin direlokasi sehingga alternatif terpilih adalah menciptakan permukiman dan lingkungan harus bersahabat dengan air. Permasalahan yang ada adalah semakin hari terjadi kemerosotan kualitas berhuni disebabkan karena ketidakmampuan hunian adaptif terhadap air. Pada kondisi demikian, empati perancang muncul untuk merancang sistem hunian yang mampu adaptif terhadap kondisi banjir maupun kondisi normal dengan mempertimbangkan topografi, aliran air, dan vegetasi. Metode yang dilakukan dengan cara kualitatif, yaitu mempelajari literatur, observasi lapangan, wawancara terhadap warga maupun ketua RT sehingga didapatkan data kebutuhan warga yang spesifik dalam bermukim di bantaran kali tersebut. Tujuan penelitian adalah mendapatkan permukiman layak huni dan bersahabat dengan air. Solusi perancangan yang diterapkan adalah pendekatan desain kampung vertikal dengan sistem rumah panggung, perbaikan kawasan Koja melalui konsolidasi lahan untuk membuka ruang peresapan air sekaligus fasilitas sosial lokal, serta naturalisasi bantaran kali. Melalui konsep hunian adaptif, proyek ini dapat menciptakan kampung yang bersahabat dengan air jika sewaktu-waktu datang.</p> Michael Gunawan Tjen Naniek Widayati Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1563 1578 10.24912/stupa.v5i2.24300 PEMANFAATAN FOOD LOSS UNTUK MENANGANI KRISIS PANGAN MELALUI ASPEK ARSITEKTURAL DI JAKARTA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24301 <p><em>Food is one of the main basic needs and must be fulfilled by humans at all times. However, over time, food that has been stored for too long experiences a decrease in quality and eventually becomes food waste. It should be noted that 40% of the total waste in Indonesia is food waste</em><em> (SIPSN, 2022)</em><em>. Based on data obtained from the databox in 2022, the City of DKI Jakarta is one of the highest producers of food waste in Indonesia, of which 2/3 comes from food loss. While food loss itself is food that is discarded before it reaches the consumer due to a decrease in quality and is still suitable for consumption. This continuous increase in the prevalence of food waste then triggers global warming that is happening in the world, where food waste contributes around 8-10% of carbon emissions. On the other hand, there is still a food crisis experienced by the number of people who tend to belong to the lower middle-class economy, which then exacerbates the problem of nutrition (stunting) in DKI Jakarta (FAO, 2021). This research examines the use of food loss to deal with food crises that occurred in Indonesia, especially in DKI Jakarta. The phenomenological method was used in this study as a solution to the problem, namely by capturing the phenomenon of increased food waste due to food loss, which was then linked to the phenomenon of nutritional problems in the form of stunting due to the food crisis that occurred in Jakarta. Thus, the main objective of this study is to propose an architectural solution. The results of this research are expected to be a solution to environmental and humanitarian problems, as well as to raise public awareness in the city of Jakarta.</em></p> <p><strong><em>Keywords: decline in food quality; food crisis; food loss; food waste; stunting</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p> </p> <p>Pangan merupakan salah satu kebutuhan utama yang mendasar dan harus dipenuhi oleh manusia di setiap saat. Namun seiring berjalannya waktu, pangan yang telah disimpan terlalu lama mengalami penurunan kualitas hingga akhirnya menjadi sampah makanan. Perlu diketahui bahwa 40% dari total sampah yang terdapat di Indonesia merupakan sampah makanan (SIPSN, 2022). Berdasarkan data yang diperoleh dari databoks pada tahun 2022, Kota DKI Jakarta menajadi salah satu penghasil sampah makanan tertinggi di Indonesia, yang 2/3 nya berasal dari <em>food loss</em>. Sementara <em>food loss</em> sendiri merupakan makanan yang dibuang sebelum mencapai konsumen akibat penurunan kualitas, dan sebenarnya masih layak untuk dikonsumsi. Peningkatan prevalensi sampah makanan secara terus menerus ini kemudian memicu pemanasan global yang terjadi di dunia, dimana limbah makanan menyumbang sekitar 8-10% emisi karbon. Pada sisi lain, masih terdapat krisis pangan yang dialami oleh sejumlah masyarakat yang cenderung tergolong pada ekonomi kelas menengah ke bawah, yang kemudian memperburuk permasalahan gizi (<em>stunting</em>) di DKI Jakarta (FAO, 2021). Penelitian ini mengangkat pemanfaatan <em>food loss</em> untuk menangani krisis pangan yang terjadi di Indonesia, khususnya pada DKI Jakarta. Metode fenomenologi digunakan pada penelitian ini sebagai penyelesaian masalah, yaitu dengan menangkap fenomena peningkatan sampah makanan akibat <em>food loss</em>, yang kemudian dihubungkan dengan fenomena permasalahan gizi berupa <em>stunting</em> akibat krisis pangan yang terjadi di Jakarta. Maka, tujuan utama dari penelitian ini yaitu untuk mengusulkan penyelesaian secara arsitektural. Hasil dari penelitian ini diharapkan agar dapat menjadi penyelesaian dari permasalahan lingkungan dan kemanusiaan, serta menjadi penyadaran masyarakat di Kota Jakarta.</p> <p> </p> Audrey Octaviani Samsu Hendra Siwi Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1579 1592 10.24912/stupa.v5i2.24301 SIMULASI GERAK TERHADAP PENGARUH RUANG PADA PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN TENAGA KERJA PENYANDANG TUNADAKSA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24302 <p><em>The need for employment is still difficult for the people of Indonesia, especially for people who have physical limitations, which leads to unemployment and discrimination against them. In 2022 DKI Jakarta Province has 410,585 residents (BPS) who do not have a job (unemployed). The workforce in Indonesia is still dominated by low-skilled workers. The high unemployment rate in Jakarta is caused by the large number of untrained human resources or workers. Untrained human resources are caused by several factors such as an unsupportive economy, inequality between workers, and lots of competition between job seekers. The purpose of this research is to accommodate people with disabilities and the community with disabilities as a layer of society in Indonesia who need jobs to prepare them to have jobs. This study used a qualitative method by conducting a literature review, especially related to the theory of architectural empathy and principles of behavior for persons with disabilities. This study also conducted an analysis of the space requirements needed for persons with disabilities with disabilities as a place for workforce development. The concept of the influence of space on motion stimulation is one of the efforts to provide comfort for disabled users in conducting workforce training.</em></p> <p><strong><em>Keywords: affordance; space ; physical disability; workforce</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Kebutuhan lapangan kerja dan diskriminasi terhadap kaum disabilitas masih terasa di masyarakat Indonesia, hal ini diakibatkan karena masih banyaknya pengangguran terutama pada kaum disabilitas. Kaum disabilitas terdapat beberapa jenis; Tunadaksa, Tunarungu, Tunanetra, Tunalaras, dan Tunagrahita. Pada penelitian ini mengangkat permasalahan tentang lapangan pekerjaan untuk kaum disabilitas Tunadaksa. Arsitektur sebagai disiplin ilmu sangat terkait dalam menjawab aspek keruangan yang terkait dengan kaum disabilitas dan ruang geraknya untuk penyediaan fasilitas pelatihan dan pengembangan tenaga kerja terutama penyandang tunadaksa. Penelitian ini bertujuan memberikan wadah untuk pelatihan dan pengembangan tenaga kerja tunadaksa berdasarkan simulasi gerak. Oleh karena itu metode yang dipakai adalah kualitatif dengan melakukan penelusuran kajian pustaka, terutama fenomenologi, <em>affordance </em>dan prinsip - prinsip perilaku bagi penyandang disabilitas, sehingga akan mendapatkan desain yang sesuai dengan kebutuhan disabilitas. Hasil dari penelitian ini berupa desain yang menjawab kebutuhan disabilitas tunadaksa pada ruang pelatihan dan pengembangan tenaga kerja berdasarkan ruang geraknya. Konsep pengaruh ruang terhadap stimulasi gerak merupakan salah satu usaha dalam memberikan kenyamanan bagi pengguna penyandang tunadaksa dalam melakukan pelatihan tenaga kerja.</p> Jonathan Nabasa Sinaga Samsu Hendra Siwi Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1593 1604 10.24912/stupa.v5i2.24302 RELOKASI KAMPUNG NELAYAN CILINCING https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24303 <p>The Cilincing Fishermen Village, located in North Jakarta, Indonesia, has a history dating back to the 1920s as a fishing village. The majority of its residents work as fishermen, relying on the sea's resources as their livelihood. The village follows a linear two-sided settlement pattern, stretching along the road. Currently, the fishermen of Cilincing face environmental and economic challenges, such as frequent flooding and pollution from industries, impacting their livelihoods. This study also involves an analysis of social and cultural dynamics, categorizing main livelihoods, supporting livelihoods, family roles, social values, and fishing community skills before and after the relocation of the village to the sea. This will help understand the values, norms, and social practices crucial to the fishing community. The study aims to design a floating settlement that meets the physical, social, and economic needs of the fishermen, taking into account the geographical and environmental conditions. The goal is to create a sustainable relocation of the fishing community, considering architectural, economic, social, and environmental aspects that suit the fishermen's and marine environment's conditions.</p> <p><strong><em>Keywords: fishing village; floating; community; fishermen; marine environment</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Kampung Nelayan Cilincing, yang terletak di Jakarta Utara, Indonesia, memiliki sejarah sebagai kampung nelayan sejak tahun 1920-an, sebagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayan yang mengandalkan hasil laut sebagai penopang kehidupan mereka, dengan pola pemukiman sejajar (linier dua sisi) merupakan permukiman yang memanjang di sepanjang jalan. Saat ini nelayan Cilincing menghadapi tantangan lingkungan dan ekonomi, seperti banjir yang sering terjadi, dan pencemaran dari industri, yang mempengaruhi penghidupan nelayan. Studi ini juga harus melibatkan analisis tentang dinamika sosial dan budaya dengan kategori yang dibagi dalam mata pencaharian utama, mata pencaharian pendukung, peran keluarga, nilai sosial, dan keterampilan komunitas nelayan sebelum dan setelah pemindahan kampung ke laut. Hal ini akan membantu memahami nilai-nilai, norma, dan praktik sosial yang penting bagi komunitas nelayan. Studi ini bertujuan untuk merancang pemukiman terapung yang memenuhi kebutuhan fisik, sosial, dan ekonomi nelayan dengan mempertimbangkan kondisi geografis dan lingkungan sekitarnya. Agar dapat Merancang relokasi permukiman nelayan yang berkelanjutan, dengan memperhatikan aspek-aspek arsitektural, ekonomi, sosial, dan lingkungan yang sesuai dengan kondisi masyarakat nelayan dan lingkungan laut.</p> Dominikus Gusti Wihardani Nina Carina Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1605 1618 10.24912/stupa.v5i2.24303 PERAN ARSITEKTUR EDUKASI DAN MEDITASI SEBAGAI PENGHILANG STIGMA MASYARAKAT TERHADAP PENYANDANG DISABILITAS MENTAL https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24304 <p><em>The community's bad stigma towards Persons with Mental Disabilities (PDM) adds to the occurrence of discrimination and exclusion that occurs from year to year. The lack of knowledge and the lack of opportunity and willingness of the community, especially the lower middle class to understand PDM, makes discriminatory behavior and fear continue to occur in society which then hinders the process of recovery and development of the potential that a PDM actually possesses. Difficulties in obtaining facilities and knowledge on how to educate PDM, especially during childhood, further hampered the recovery process for PDM themselves. This has an impact on the life of the PDM family itself, the independence of PDM so that the stigma of PDM in society continues. Thus a facility is needed that not only handles and trains PDM but also has educational methods, socialization for families and the community. With increased family and community understanding and knowledge of PDM, it is hoped that their empathy will increase so that they can accept the existence of PDM as members of society who also have their own potential.</em></p> <p><strong><em>Keywords:</em></strong> <strong><em>p</em></strong><strong><em>eople with </em></strong><strong><em>m</em></strong><strong><em>ental </em></strong><strong><em>d</em></strong><strong><em>isabilities</em></strong><strong><em>;</em></strong> <strong><em>s</em></strong><strong><em>tigma</em></strong><strong><em>;</em></strong> <strong><em>e</em></strong><strong><em>ducational and </em></strong><strong><em>meditation</em></strong> <strong><em>program</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Stigma Buruk masyarakat terhadap Penyandang Disabilitas Mental (PDM) menambah terjadinya diskriminasi dan pengucilan yang terjadi dari tahun ke tahun. Kurangnya pengetahuan dan minimnya kesempatan serta kemauan masyarakat terutama kalangan menengah kebawah untuk memahami PDM membuat perilaku diskriminatif dan ketakutan terus terjadi dalam masyarakat yang kemudian menghalangi proses pemulihan serta pengembangan potensi yang sesungguhnya juga dimiliki seorang PDM. Kesulitan mendapat fasilitas dan pengetahuan tentang cara mendidik PDM terutama pada masa kanak-kanak semakin menghambat proses pemulihan bagi PDM itu sendiri. Hal ini berdampak bagi kehidupan Keluarga PDM sendiri, kemandirian PDM hingga membuat stigma PDM di masyarakat tetap berlanjut. Dengan demikian diperlukan sebuah fasilitas yang tidak hanya menangani dan melatih PDM namun juga memiliki metoda pendidikan, sosialisasi bagi keluarga dan masyarakat. Dengan bertambahnya pemahaman dan pengetahuan keluarga dan masyarakat terhadap PDM diharapkan rasa empatik mereka akan meningkat sehingga dapat menerima keberadaan PDM sebagai anggota masyarakat yang juga memiliki potensinya masing-masing.</p> Samuel Christian Nina Carina Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1619 1632 10.24912/stupa.v5i2.24304 ASRAMA MAHASISWA UNTAR DENGAN PENERAPAN RUANG KOMUNAL https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24305 <p><em>Student dormitories have an important role in providing a comfortable place to live and support their social development. However, dormitories often only focus on physical aspects, such as providing sleeping space and basic facilities, without paying attention to the social needs of students. In this context, implementing empathetic communal spaces is a relevant solution. By implementing empathetic communal spaces, dormitories provide attention and respect for students as individuals in a dormitory environment. This communal space is designed to support students' social development, allowing them to share experiences, ideas and creativity. This approach is based on empathic architecture, which aims to create an environment that pays attention to and cares for the social needs of students. The application of communal space in student dormitory designs as a solution to empathic architecture makes a positive contribution in creating an environment that pays attention to students' social needs. This not only promotes healthy social interaction between students, but also enhances their experience of living during their studies in the hostel. With an empathic communal space, students can feel supported, valued and cared for as individuals, which in turn can help in their social development. In conclusion, the application of communal space in student dormitory design as a solution to empathic architecture has a positive impact on creating an environment that pays attention to the social needs of students. This creates a space for healthy social interaction and enhances their life experience during their study period at the hostel.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>e</em></strong><strong><em>mpathy </em></strong><strong><em>a</em></strong><strong><em>rchitecture</em></strong><strong><em>;</em></strong> <strong><em>s</em></strong><strong><em>tudent </em></strong><strong><em>d</em></strong><strong><em>ormitory</em></strong><strong><em>;</em></strong> <strong><em>c</em></strong><strong><em>ommunal </em></strong><strong><em>s</em></strong><strong><em>pace</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Asrama mahasiswa memiliki peran penting dalam menyediakan tempat tinggal yang nyaman dan mendukung perkembangan sosial mereka. Namun, seringkali asrama hanya fokus pada aspek fisik semata, seperti menyediakan ruang tidur dan fasilitas dasar, tanpa memperhatikan kebutuhan sosial mahasiswa. Dalam konteks ini, penerapan ruang komunal yang empatik menjadi solusi yang relevan.Dengan menerapkan ruang komunal yang empatik, asrama memberikan perhatian dan penghargaan terhadap mahasiswa sebagai individu dalam lingkungan asrama. Ruang komunal ini dirancang untuk mendukung perkembangan sosial mahasiswa, memungkinkan mereka berbagi pengalaman, ide, dan kreativitas. Pendekatan ini didasarkan pada arsitektur empatik, yang bertujuan menciptakan lingkungan yang memperhatikan dan peduli terhadap kebutuhan sosial mahasiswa.Penerapan ruang komunal dalam desain dormitory mahasiswa sebagai solusi dari arsitektur empatik memberikan kontribusi positif dalam menciptakan lingkungan yang memperhatikan kebutuhan sosial mahasiswa. Ini tidak hanya mempromosikan interaksi sosial yang sehat antara mahasiswa, tetapi juga meningkatkan pengalaman hidup mereka selama masa studi di asrama. Dengan adanya ruang komunal yang empatik, mahasiswa dapat merasa didukung, dihargai, dan diperhatikan sebagai individu, yang pada gilirannya dapat membantu dalam perkembangan sosial mereka. Penerapan ruang komunal dalam desain dormitory mahasiswa sebagai solusi dari arsitektur empatik memberikan dampak positif dalam menciptakan lingkungan asrama yang memperhatikan kebutuhan sosial mahasiswa. Ini menciptakan ruang untuk interaksi sosial yang sehat dan meningkatkan pengalaman hidup mereka selama masa studi di asrama.</p> Hendrik Heriyanto Sutarki Sutisna Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1633 1646 10.24912/stupa.v5i2.24305 PERANCANGAN ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS TARUMANAGARA DENGAN PENDEKATAN DESAIN BIOFILIK https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24306 <p>Along with the times, character of cities and generations keeps on changing, especially students. Starting from the development of new technologies that affects their life and way of living causing students to prefer living in cities. This has led to urbanization due to the desire of students to get a better education. Tarumanagara University is one of the student learning options. However, with the increase in enrollment of students at Tarumanagara University, this has led to developments of buildings that can accommodate students needs but with limited land and population density have resulted in inefficient student housing development, so that there is still a lack of facilities that can support student needs. An empathic architectural approach is applied to fulfill the desire of a student dormitory design that can follow student preferences while studying both physically and spiritually so that it can be a form of solution in meeting student needs. Spatial perception method with a biophilic architectural approach is used as a design method that seeks to present a room that can accommodate the needs of Tarumanagara University students both from a psychological or physical perspective. These two methods are used by applying the concept of housing that is green and blends with nature based on the five senses which can affect their level of concentration, health and can be an effort in providing green open spaces for both students and the surrounding community.</p> <p><strong>Keywords</strong><strong>:</strong> <strong>b</strong><strong>iophilic </strong><strong>a</strong><strong>rchitecture</strong><strong>; e</strong><strong>mpathic </strong><strong>a</strong><strong>rchitecture; </strong><strong>s</strong><strong>tudent </strong><strong>d</strong><strong>ormitory;</strong><strong> student</strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Seiring perkembangan zaman, menyebabkan perubahan pada karakter kota dan generasi yang terus berganti terutama mahasiswa. Dimulai dari teknologi baru yang mempengaruhi cara hidup dan tinggal mereka sehingga mahasiswa lebih memilih untuk tinggal di kota. Hal tersebut menimbulkan terjadinya urbanisasi karena keinginan mahasiswa untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Universitas Tarumanagara merupakan salah satu pilihan pembelajaran mahasiswa. Namun dengan peningkatan pendaftaran jumlah mahasiswa Universitas Tarumanagara menyebabkan pembangunan yang dapat mengakomodasi kebutuhan mahasiswa tetapi dengan keterbatasan lahan dan kepadatan penduduk menyebabkan pembangunan hunian mahasiswa yang tidak efisien sehingga masih memiliki kekurangan fasilitas yang dapat menunjang kebutuhan mahasiswa. Pendekatan arsitektur empatik diterapkan untuk dapat mewujudkan suatu keinginan dari perancangan asrama yang dapat mengikuti preferensi mahasiswa saat berada dilingkup pendidikan baik secara jasmani dan rohani sehingga dapat menjadi bentuk solusi dalam memenuhi kekurangan kebutuhan mahasiswa. Metode persepsi spasial dengan pendekatan arsitektur biofilik digunakan sebagai metode perancangan yang berupaya untuk menghadirkan ruangan yang dapat mengakomodasi kebutuhan mahasiswa Universitas Tarumanagara baik dari segi psikologi atau fisik. Kedua metode ini digunakan dengan mengaplikasikan konsep hunian yang bersifat hijau dan menyatu dengan alam berdasarkan panca indra yang dapat mempengaruhi tingkat konsentrasi mereka, kesehatan dan dapat menjadi upaya dalam penyediaan ruang terbuka hijau baik untuk mahasiswa atau masyarakat sekitar.</p> Jason Ngasinur Sutarki Sutisna Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1647 1664 10.24912/stupa.v5i2.24306 FASHION SEBAGAI WADAH REKREASI DI KALANGAN REMAJA BANDUNG https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24307 <p><em>The discussion begins with a focus on the transitional period of adolescence, which is a phase of transition from childhood to adulthood. During this period, teenagers search for identity, habits, and personal interests, which leads to an interest in purchasing clothing or fashion items. This is evident in teenagers aged 16-21 who spend more money on appearance-related needs, particularly in terms of fashion or style. This research focuses on the consumptive behavior of teenagers in Bandung, chosen due to the abundance and distribution of fashion stores in the area. The consumptive behavior of teenagers towards material goods has developed due to clothing no longer being seen as a necessity but rather a desire or influence stemming from the globalization of the economy in Indonesia. Additionally, consumptive behavior among teenagers is seen as a recreational outlet or source of pleasure. The aim of this research is to understand how architecture can accommodate and respond to the recreational needs of Bandung's teenagers to address their consumptive behavior. The research adopts a qualitative-descriptive approach, with a focus on collecting descriptions of relevant issues and solutions. In the context of the significant influence of fashion stores on teenagers' consumptive behavior, there is a need to develop empathy towards spaces that can fulfill their needs. The recreational spaces should remain present but incorporate education to transform or limit consumptive behavior. Therefore, a combination of commercial spaces and informative spaces that are beneficial for teenagers is essential.</em></p> <p><strong><em>Keywords: bandung; consumptive behavior; fashion; recreation; teenagers</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Pembahasan dimulai dengan fokus pada periode transisi remaja, yang merupakan fase peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Selama masa ini, remaja mencari identitas, kebiasaan, dan minat pribadi, sehingga muncul minat dalam membeli pakaian atau <em>fashion</em>. Terlihat pada remaja usia 16-21 tahun yang menghabiskan lebih banyak uang untuk kebutuhan penampilan, terutama dalam hal <em>fashion </em>atau mode. Penelitian ini berfokus pada perilaku konsumtif remaja di Bandung, yang dipilih karena jumlah dan penyebaran toko <em>fashion </em>yang cukup banyak. Perilaku konsumtif remaja terhadap benda berkembang dikarenakan pakaian yang bukan lagi dari kebutuhan melainkan hasrat atau keinginan pengaruh lainnya dari arus globalisasi ekonomi yang masuk ke Indonesia. Selain itu perilaku konsumtif dikalangan remaja dilakukan karena dianggap sebagai wadah rekreasi atau kesenangan mereka. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana arsitektur dapat mengakomodasi dan merespons kebutuhan wadah rekreasi remaja Bandung untuk menjawab perilaku konsumtif yang dilakukan. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, dengan fokus pada pengumpulan deskripsi tentang masalah dan solusi yang berkaitan. Dalam konteks banyaknya toko <em>fashion </em>yang memengaruhi perilaku konsumtif remaja, ada kebutuhan untuk mengembangkan empati terhadap ruang yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Wadah rekreasi yang tetap ada namun dimasukan edukasi sehingga bisa mengubah atau membatasi perilaku konsumtif ini. Oleh karena itu, pencampuran ruang untuk adanya kegiatan perdagangan dengan adanya ruang yang berisikan informasi yang berguna bagi remaja.</p> Dennis Dennis Sutarki Sutisna Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1665 1674 10.24912/stupa.v5i2.24307 RUANG GRAFITI SEBAGAI RUANG INSPIRASI ASPIRASI MASYARAKAT https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24308 <p><em>Graffiti art painted in urban areas has a negative impact on the views of the social community. Social problems that cannot be conveyed by the community are problems that are common in the current generation. However, graffiti artists dare to move to convey the inspiration and aspirations of the people with works of art in urban areas. However, some observers often misunderstand and are offended by this and are viewed badly by the public, which turns the work of art into vandalism. The anxiety of graffiti artists is illustrated when city stickers are often affixed with service posters which actually eliminates the aesthetics of cities compared to graffiti in urban areas. Therefore, this study aims to get to know more about graffiti art in order to provide an approach to society so that misunderstandings do not occur and it can be accepted and the community has the courage to channel inspiration and aspirations towards existing social problems. Apart from that, providing a space for moving graffiti where among the space programs that occur there will be graffiti as an interactive program and close to the community. The design method is taken from existing urban graffiti to be opened and analyzed as on the basis of spatial design as well as the results of collage exploration to form a new space for graffiti artists. The design was carried out in Kemang as one of the areas that needed a stopover space as an urban space and close to graffiti art. The spatial approach to graffiti in urban areas is so that it can provide new views for the community so that they can provide new inspiration and aspirations when side by side with graffiti artists in carrying out activities.</em></p> <p><strong><em>Keywords: aspiration; graffiti; inspiration; social; vandalism</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Seni grafiti yang dilukis di perkotaan memberikan dampak yang negatif di pandangan masyarakat sosial. Permasalahan sosial yang tidak dapat tersampaikan oleh masyarakat menjadi permasalahan yang sudah biasa terjadi di generasi sekarang. Namun, pelaku seni grafiti berani bergerak untuk menyampaikan inspirasi dan aspirasi masyarakat dengan karya seni di perkotaan. Tetapi, beberapa pandangan yang melihat sering salah menangkap dan tersinggung akan hal tersebut dan dipandang buruk oleh masyarakat yang membuat karya seni tersebut menjadi vandalisme. Keresahan seniman grafiti tergambarkan ketika perkotaan seringkali ditempelkan stiker poster-poster jasa yang justru menghilangkan estetika kota dibandingkan grafiti yang ada di perkotaan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengenal lebih jauh seni grafiti untuk memberikan pendekatan terhadap masyarakat agar tidak terjadi salah persepsi dan dapat diterima dan masyarakat berani untuk menyalurkan inspirasi dan aspirasi terhadap masalah sosial yang ada. Selain itu, memberikan sebuah ruang untuk grafiti bergerak yang dimana diantara program ruang yang terjadi disitu akan ada grafiti sebagai program interaktif dan dekat dengan masyarakat. Metode perancangan diambil dari grafiti di perkotaan yang ada untuk dibuka dan dianalisis sebagai atas dasar desain keruangan maupun hasil eksplorasi kolase untuk membentuk sebuah ruang baru untuk seniman grafiti. Perancangan dilakukan di Kemang sebagai salah satu kawasan yang memerlukan ruang singgah sebagai ruang perkotaan dan dekat dengan seni grafiti. Pendekatan keruangan grafiti di perkotaan agar dapat memberikan pandangan baru untuk masyarakat agar bisa memberikan inspirasi dan aspirasi baru apabila berdampingan dengan seniman grafiti dalam melakukan aktivitas.</p> Daniel Christopher Sutarki Sutisna Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1675 1686 10.24912/stupa.v5i2.24308 EMPATI ARSITEKTUR : ASRAMA MULTIFUNGSI BERBASIS EMPATI ARSITEKTUR https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24309 <p>Empathy in architecture is an important concept that focuses on the emotional experience and understanding of users and the environment. Empathic architecture creates spaces that are responsive to the physical and psychological needs of humans, prioritizing safety, comfort, and environmental sustainability. In this approach, architects consider cultural diversity, design spaces with sensitivity, pay attention to sensory experiences, and create harmonious relationships between humans and nature. With a focus on human well-being and the environment, empathic architecture creates inspiring spaces that have a positive impact on all occupants. Dormitories or residences that employ the concept of empathic architecture usually consider the target market or residents who will live in the dormitory, such as activities that will be carried out by the residents, what kind of spaces will make the residents feel comfortable, and how many dormitory units are needed to ensure comfortable living for the students. By using this method, we can design a dwelling that is perfectly suited to the design target, as we have studied the needs of the target occupants of our building.</p> <p><strong><em>Keywords:</em></strong> <em><strong>a</strong></em><em><strong>rchitecture</strong></em><em><strong>; b</strong></em><em><strong>alance</strong></em><em><strong>;</strong></em> <em><strong>d</strong></em><em><strong>ormitory</strong></em><em><strong>; </strong></em><em> <strong>e</strong></em><em><strong>mpath</strong></em><em><strong>; e</strong></em><em><strong>motional </strong></em><em><strong>e</strong></em><em><strong>xperience</strong></em></p> <p><em><strong>Abstrak</strong></em></p> <p>Empati dalam arsitektur adalah konsep penting yang menitik beratkan pada pengalaman emosional dan pemahaman terhadap pengguna dan lingkungan. Arsitektur yang empati menciptakan ruang yang responsif terhadap kebutuhan fisik dan psikologis manusia, mengutamakan keamanan, kenyamanan, dan keberlanjutan lingkungan. Dalam pendekatan ini, arsitek mempertimbangkan keberagaman budaya, merancang ruang dengan sensitif, memperhatikan pengalaman sensorik, dan menciptakan hubungan harmonis antara manusia dan alam. Dengan fokus pada kesejahteraan manusia dan lingkungan, arsitektur empati menciptakan ruang yang menginspirasi dan berdampak positif bagi semua penghuninya, asrama atau hunian yang menggunakan konsep empati arsitektur biasanya memikirkan target pasar atau penghuni yang akan tinggal di dalam asrama tersebut, seperti kegiatan apa saja yang akan dilakukan oleh para penghuni, ruang seperti apa yang akan membuat para penghuni merasa nyaman, dan juga seberapa banyak unit asrama yang diperlukan agar asrama tersebut dapat ditinggalkan secara nyaman oleh para mahasiswa. Dengan menggunakan metode ini, kita dapat merancang suatu hunian yang sangat tepat dikarenakan kita sudah mempelajari kebutuhan daripada target penghuni bangunan kita.</p> Kevin Hadi Doddy Yuono Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1687 1698 10.24912/stupa.v5i2.24309 INTERAKSI MANUSIA DAN AI SEBAGAI PENDEKATAN DESAIN RUANG KREATIF https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24310 <p>Human interaction and artificial intelligence (AI) in the creative industries have progressed rapidly, with AI becoming a digital tool that supports human creativity and creates creative engagement to meet the needs of original creativity. The integration of AI into the creative process influences the way creators create more innovative and complex creative content, even pushing the boundaries of their own creativity and creating works that were previously unimaginable. However, several efforts to introduce the integration of AI and humans have so far focused on museums or exhibitions as AI educational locations. Creative expression between humans and AI will require creative space that can facilitate individuals to critically evaluate AI technology; communicate and collaborate effectively with AI. So this article discusses how the trend of human and AI collaboration has brought about significant changes in creative studio design. From augmented intelligence that expands human capabilities to the use of chatbots and virtual assistants that facilitate communication.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>AI; design; human interaction; creative space</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Interaksi manusia dan kecerdasan buatan (AI) dalam industri kreatif telah berkembang pesat, dengan AI menjadi alat digital yang mendukung kreativitas manusia dan menciptakan keterlibatan kreatif untuk memenuhi kebutuhan kreativitas orisinil. Integrasi AI ke dalam proses kreatif mempengaruhi cara kreator membuat konten kreatif yang lebih inovatif serta kompleks, bahkan mendorong batas kreativitas mereka sendiri dan menciptakan karya yang dulunya tidak terbayangkan. Namun, beberapa upaya pengenalan integrasi AI dan manusia sampai saat ini masih berfokus di museum ataupun eksibisi sebagai lokasi edukasi AI. Ekspresi kreatif antara manusia dan AI akan membutuhkan ruang gerak kreatif yang dapat memfasilitasi individu untuk mengevaluasi secara kritis teknologi AI; berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan AI. Maka artikel ini membahas bagaimana tren kolaborasi manusia dan AI telah membawa perubahan signifikan dalam desain studio kreatif. Dari augmented intelligence yang memperluas kemampuan manusia hingga penggunaan chatbot dan asisten virtual yang memudahkan komunikasi.</p> Melita Kristianto Doddy Yuono Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1699 1710 10.24912/stupa.v5i2.24310 PERANCANGAN RUANG UNTUK PENYENDIRI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24311 <p><em>Busy lives and high productivity demands make individuals feel the need to take a moment for themselves. However, public spaces in cities, such as parks and other public places, are often crowded with people, making it difficult for individuals to find peace in solitude. Loners are alone for various reasons such as some individuals choose to be alone because it suits their personality or lifestyle, this can be associated with introverted personalities. Some are also alone because they don't like other people, there are also loners who are forced to be alone. Some people also stay away from other people only temporarily, either for a break or simply because they enjoy being alone. Individuals often find it difficult to find a safe and comfortable place to spend time alone. By paying attention to the needs of different individuals, designing spaces that are friendly to loners can broaden access for individuals who need space to be alone. This is important to create an inclusive and welcoming environment for everyone. The Design Method is the result of studies and theories regarding the spatial needs of a loner. The design was carried out in the Infill area in the Senayan area, South Jakarta because this area is an area with high level of activity in Jakarta. Infill building is a method of constructing buildings by filling empty areas in the surrounding areas where there are existing buildings and emphasizing harmony between the design results and the surrounding environment. Infill design is needed to utilize land that has not been fully developed in this strategic area.</em></p> <p><strong><em>Keywords: infill; solitude; loner</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Kehidupan yang sibuk dan tuntutan produktivitas yang tinggi membuat individu merasa perlu untuk mengambil waktu sejenak untuk sendiri. Namun, ruang publik yang ada di kota, seperti taman dan tempat umum lainnya, sering kali ramai dikunjungi oleh masyarakat sehingga sulit bagi individu untuk menemukan ketenangan dalam kesendirian. Penyendiri menyendiri dengan berbagai alasan seperti beberapa individu memilih untuk sendiri karena sesuai dengan kepribadian atau gaya hidup mereka, hal ini bisa dikaitkan dengan kepribadian introvert. Beberapa juga menyendiri karena tidak menyukai orang lain, ada juga penyendiri yang dipaksa untuk menyendiri. Beberapa orang juga menjauh dari orang lain hanya untuk sementara waktu, baik untuk istirahat atau hanya karena mereka menikmati kesendirian. Para penyendiri seringkali merasa sulit untuk menemukan tempat yang aman dan nyaman untuk menghabiskan waktu sendiri. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ruang seperti apa yang cocok untuk penyendiri. Dengan memperhatikan kebutuhan individu yang berbeda-beda, perancangan ruang yang ramah bagi para penyendiri dapat memperluas akses bagi individu yang membutuhkan ruang untuk sendiri. Ini penting untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan ramah bagi semua orang. Metode Perancangan merupakan hasil dari kajian dan teori mengenai kebutuhan spasial seorang penyendiri. Perancangan dilakukan di area Infill di Kawasan Senayan, Jakarta Selatan dikarenakan area tersebut merupakan area yang tinggi aktivitas di Jakarta. Bangunan infill merupakan metode mendirikan bangunan dengan mengisi area kosong pada wilayah yang sekelilingnya terdapat bangunan eksisting dan menitikberatkan pada keselarasan antara hasil rancangan dan lingkungan sekitar. Peracangan infill diperlukan untuk memanfaatkan lahan yang belum sepenuhnya dibangun di kawasan yang strategis.</p> Nicson Bunawidjaya Doddy Yuono Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1711 1722 10.24912/stupa.v5i2.24311 EMPATI PERCAYA DIRI BAGI PEMUDA PAPUA DI JAKARTA DALAM PENDEKATAN PERANCANGAN PARA-PARA CENDRAWASIH https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24312 <p><em>Responding to current developments, every community is required to be able to interact and cooperate with others to achieve the ideals of national progress as a whole on the basis of "Unity in Diversity". However, discrimination is still common in society against certain identities and ethnicities. So there is social inequality and barriers by society. Lack of empathy in society. Research on Papuan students and students who study in Jakarta, but they are often treated with discrimination and racism, which causes them to feel inferior and lack the confidence to actively interact in their social life freely and feel uncomfortable. In this case, there needs to be an approach and solution. Through sources of knowledge and information from Papuan children, what are the obstacles and problems that affect the limited space for movement and activities. Among them is the acceptance of their identity (Empathy for oneself), the uniqueness that is felt as an obstacle. How can they interact within the scope of diversity, of course, requires a space and program that can accommodate, through the approach and character of the Papuan children's activities themselves, the meeting point of Papuan children (homogeneous) but open to the public in the same space, With the existence of a transsis, forum for mental development (Mental Revolution), acceptance of self-identity, for Papuan children who start their education in Jakarta, In order to adapt to a heterogeneous urban environment. debriefing, the beginning is needed in order to be able to adapt and space for assembly and expression that can expose the characteristics of Papua.</em></p> <p><strong><em> Keywords: </em></strong><strong><em>a</em></strong><strong><em>ctivity, </em></strong><strong><em>a</em></strong><strong><em>dapt, </em></strong><strong><em>i</em></strong><strong><em>nteraction, diversity, meeting</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Menyikapi perkembangan saat ini, setiap masyarakat dituntut untuk bisa keluar berinteraksi dan bekerja sama dengan sesama untuk mencapai cita-cita kemajuan bangsa secara menyeluruh dengan dasar “Bhineka Tunggal Ika”. Namun masih sering dijumpai diskriminasi yang terjadi didalam masyarakat terhadap identitas, etnis tertentu. Sehingga terjadi kesenjangan sosial dan sekat-sekat oleh masyarakat. Kurangnya rasa Empati dalam kalangan masyarakat. Penelitian terhadap Pelajar dan Mahasiswa/Mahasiswi Papua yang menuntut ilmu di Jakarta, namun mereka sering mendapat perlakuan diskriminasi dan rasisme, yang mengakibatkan mereka jadi minder dan kurang percaya diri untuk aktif berinteraksi dalam kehidupan sosialnya secara leluasa dan tidak merasa nyaman. Dalam hal tersebut perlu adanya pendekatan dan solusi, Melalui sumber pengetahuan dan informasi dari anak-anak Papua, apa kendala dan permasalahan yang mempengaruhi ruang gerak dan aktivitasnya terbatas. Diantaranya apakah penerimaan terhadap identitasnya (Empati terhadap diri Sendiri), keunikan yang dimiliki dirasa sebagai penghambat. Bagaimana caranya agar mereka bisa berinteraksi dalam lingkup keberagaman, tentunya membutuhkan sebuah ruang dan program yang bisa mewadahi, melalui pendekatan dan karakter Aktivitas anak-anak Papua itu sendiri, titik temu Anak-anak Papua (homogen) namun terbuka bagi umum dalam satu ruang yang sama. Dengan adanya suatu wadah stransis pembinaan mental <em>(Revolusi Mental)</em>, penerimaan identitas diri, bagi anak-anak Papua yang mengawali pendidikan di Jakarta. Agar dapat beradaptasi dengan lingkungan perkotaan yang heterogen. pembekalan, awal dibutuhkan agar bisa beradaptasi dan ruang berkumpul dan berekspresi yang bisa mengekspos Karakteristik Papua.</p> Erikson Otniel Indouw Doddy Yuono Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1723 1734 10.24912/stupa.v5i2.24312 PENDEKATAN EMPHATIC ARCHITECURE TERHADAP KONSEP AKTIF PADA ASRAMA MAHASISWA SEMESTER AWAL UNIVERSITAS TARUMANAGARA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24313 <p><em>Nowadays, having a Bachelor's degree is the standard of education in big cities and in the regions because one of the demands is to work one of them, but in some areas they don't have campuses that are said to be quite good compared to big cities, which causes people to have to migrate to gain knowledge. When they migrate, they are confused about where to live, because they do not have relatives to be able to live in, one of which is in the city of Jakarta. The real conditions are especially on the Tarumanagara University campus. Apart from that security and safety are also feared by their parents, a special dormitory for Tarumanagara University students is needed. In a residence for students, of course, students have different needs where each faculty such as the faculty of medicine and engineering has different needs where architects need a large desk while medical students need a large blackboard to draw and study, they have different space requirements and Emphatic Architecture works by giving users the space they need. Therefore the required design will suit the needs of Tarumangara University students by providing supporting facilities and the application of active concepts contained inside and outside the building and from games on the exterior. Primary data was obtained through surveys and interviews while secondary data was obtained from books and literature on the internet.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><em> <strong>active; architecture; dormitory; emphatic architecture; students.</strong></em></p> <p><em><strong>Abstrak</strong></em></p> <p>Pada zaman sekarang memiliki gelar S1 merupakan standar pendidikan dikota besar maupun di daerah karena salah satu tuntutan untuk bekerja salah satunya, tetapi di beberapa daerah tidak memiliki kampus yang cukup dikatakan baik dibandingkan di kota besar, yang menyebabkan orang harus merantau untuk mendapatkan ilmu. Ketika mereka merantau, kebingungan akan tempat tinggal, karena mereka tidak mempunyai sanak saudara untuk dapat menumpang tinggal, salah satunya seperti di kota Jakarta. Kondisi nyata terutama pada kampus Universitas Tarumanagara. Selain itu keamanan dan keselamatan pun dikhawatirkan oleh orang tua mereka, maka diperlukan asrama khusus mahasiswa dan mahasiswi Universitas Tarumanagara. Dalam sebuah tempat tinggal untuk mahasiswa tentu mahasiswa itu memiliki kebutuhan yang berbeda-beda dimana setiap fakultas seperti fakultas kedokteran dan teknik memiliki kebutuhan yang berbeda dimana anak arsitek yang membutuhkan meja yang besar sedangkan anak kedokteran membutuhkan sebuah papan tulis besar untuk menggambar dan belajar, mereka memiliki kebutuhan ruang yang berbeda dan <em>Emphatic Architecture</em> bekerja dengan memberi ruang yang dibutuhkan untuk pengguna. Oleh karena itu desain yang dibutuhkan akan menyesuaikan dengan kebutuhan para mahasiswa Universitas Tarumangara dengan memberikan fasilitias penunjang serta penerapan konsep aktif yang terdapat didalam bangunan maupun diluar bangunan dan dari permainan pada eksteriornya. Data primer diperoleh melalui survei dan wawancara sedangkan data sekunder diperoleh dengan buku dan literatur pada internet.</p> Winsen Setiawan Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1735 1748 10.24912/stupa.v5i2.24313 DESAIN ASRAMA PRODUKTIF BERBASIS KOMUNITAS MAHASISWA UNIVERSITAS TARUMANAGARA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24314 <p><em>Located in West Jakarta, Tarumanagara University not only has students from within Jakarta, but also from another city. A number of students live far away from Tarumanagara University, so many prefer to stay at shared house. The reasons students move into the shared house varies, a few of them are time efficiency and productivity. But the shared house mostly only generally designed, consider meeting basic needs, such as sleeping, eating, taking a shower, and studying. While there are actually a few needs that haven’t been fulfilled in only one room or one shared house. For example, not all shared house provides a place to socialize or to build a community, and a lack of room for students from various majors. Community is expected to form by providing room that is needed where it can boost student’s productivity. Therefore, a dormitory design which can adapt especially to Tarumanagara University’s student needs is needed, from basic needs to other facilities that will boost productivity and form a community. This research is using empathic architecture approach. Data were collected thorough a primer sources like surveys and interviews, secondary resources like books, literature, and website. This project focuses on building a dormitory next to Tarumanagara University, by providing space for students to live temporarily, and facilities that can boost student productivity, either dormitory students or Tarumanagara University students generally.</em></p> <p><strong><em>Keywords: dormitory</em></strong><strong>; <em>empathy</em>; <em>community</em>; <em>students</em>; <em>productivity</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Berlokasi di Jakarta Barat, Universitas Tarumanagara tidak hanya memiliki mahasiswa dari Jakarta, namun juga berbagai kota lainnya. Sejumlah mahasiswa bertempat tinggal jauh dari Universitas Tarumanagara, maka banyak yang lebih memilih untuk tinggal di kos. Alasan mahasiswa pindah ke kos beragam, diantaranya adalah efisiensi waktu dan produktivitas. Namun, tempat kos yang disewakan kebanyakan hanya dirancang secara general, dengan memikirkan pemenuhan kebutuhan dasar saja, seperti tidur, makan, mandi, maupun belajar. Sedangkan sebenarnya masih ada kebutuhan mahasiswa yang tidak terpenuhi dalam satu kamar atau satu tempat kos. Misalnya, tidak semua tempat kos menyediakan ruang untuk bersosialisasi atau mendukung terbentuknya komunitas, maupun kurangnya ruang untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa dari beranekaragam jurusan. Diharapkan terbentuknya komunitas dengan penyediaan ruang dimana dapat mendorong produktivitas mahasiswa. Oleh karena itu dibutuhkan adanya suatu desain asrama yang dapat menyesuaikan dengan kebutuhan, khususnya bagi mahasiswa Universitas Tarumanagara, dari kebutuhan dasar hingga fasilitas lain yang mendukung produktivitas serta dapat membentuk komunitas. Penelitian ini menggunakan pendekatan arsitektur empati. Data diperoleh melalui sumber data primer seperti survei dan wawancara, serta sumber data sekunder seperti buku, literatur, jurnal, dan web. Proyek ini berfokus pada pembangunan asrama yang bersebelahan dengan Universitas Tarumanagara, selain menyediakan tempat bagi mahasiswa untuk tinggal sementara, juga menyediakan fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung produktivitas mahasiswa penghuni asrama, maupun mahasiswa Universitas Tarumanagara secara general.</p> Budi Rahayuningtyas Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1749 1764 10.24912/stupa.v5i2.24314 PERANCANGAN FASILITAS PEMBINAAN DAN REKREASI TUNANETRA DENGAN PENDEKATAN INDERA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24315 <p>According to the Indonesian Ministry of Health, the blind population in Indonesia is estimated to be around 1.5% of the total Indonesian population, including those who are totally blind or have milder visual impairment. The Ministry of Women's Empowerment and Child Protection, explained that individuals with visual disabilities are those who have a visual clarity level of less than 6 per 60 after correction or have no visual ability at all. This significant amount is still not comparable to the provision of special facilities for the blind. Social discrimination is also experienced by blind people in Indonesia. In everyday life, children with visual impairments really need parental guidance and vice versa, parents who act as caregivers and intermediaries for children in the community must adapt to their child's condition. They need to learn a lot in assisting with special needs and monitoring the growth and development of their children. The design uses behavioral and narration methods through direct observation of the visually impaired which is very dependent on the senses of hearing and touch. The way the blind "see" is by hearing, tapping and touching. In addition, objects or furniture around become a way of finding for the blind. The design solution uses an empathetic architecture which is a key element of human-centred design. The design focuses on sensory design which is expected to help the blind to get to know their surroundings better and make it easier for them to move. Aspects of the building that are strengthened are lighting, texture, aroma, and location of space. This design accommodates the needs for mobility and sensory development for blind people aged 0-17 years and families with disabilities. Apart from that, it provides educational recreation for the public so they can empathize with the blind in a veiled and enjoyable way.</p> <p><strong><em>Keywords: </em><em>blind; development; family; recreation; society</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Menurut Kementerian Kesehatan RI, populasi tunanetra di Indonesia diperkirakan sekitar 1,5% dari keseluruhan penduduk Indonesia, termasuk mereka yang mengalami kebutaan total maupun gangguan penglihatan yang lebih ringan. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, menjelaskan bahwa individu dengan disabilitas penglihatan adalah mereka yang memiliki tingkat kejelasan penglihatan kurang dari 6 per 60 setelah koreksi atau tidak memiliki kemampuan penglihatan sama sekali. Jumlah yang signifikan ini ternyata masih belum sebanding dengan penyediaan fasilitas khusus bagi para tunanetra. Diskriminasi sosial juga dialami oleh penyandang tunanetra di Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari anak penyandang tunanetra sangat membutuhkan bimbingan orang tua dan sebaliknya orang tua yang berperan sebagai perawat dan perantara anak kepada masyarakat harus menyesuaikan kondisi anaknya. Mereka perlu banyak belajar dalam mendampingi kebutuhan khusus dan mengawasi tumbuh kembang anaknya. Perancangan menggunakan metode perilaku dan narasi melalui observasi langsung pada tunanetra sangat bergantung pada indera pendengar dan peraba. Cara tunanetra "melihat" adalah dengan mendengar, mengetuk dan meraba. Selain itu, benda atau perabot sekitar menjadi <em>way of finding</em> bagi tunanetra. Solusi desain menggunakan arsitektur empati yang merupakan suatu elemen utama dari desain yang berpusat pada manusia. Perancangan berfokus pada desain sensorik yang diharapkan dapat membantu tunanetra untuk lebih mengenal sekitar dan mempermudah mereka beraktivitas. Aspek bangunan yang diperkuat merupakan pencahayaan, tekstur, aroma, dan lokasi ruang. Perancangan ini mewadahi kebutuhan pembinaan mobilitas dan indera penyandang tunanetra usia 0-17 tahun dan keluarga penyandang. Selain itu memberikan rekreasi edukatif bagi masyarakat agar dapat berempati pada tunanetra dengan cara yang terselubung dan bisa dinikmati.</p> Evangelista Putri Herlambang Mekar Sari Suteja Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1765 1778 10.24912/stupa.v5i2.24315 PERANCANGAN RUANG EDUKASI DAN INTERAKSI MAHASISWA SEBAGAI RUANG KETIGA DI JAKARTA BARAT https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24279 <p>The learning process is one of the important activities in a student’s daily life. The higher level of education would get more academic demands that will lead to the regular learning processes and concentration needed. The needs for good quality of learning process is also experienced by college students. Based on the level of the study period time, college students are divided into first, middle, and final levels. Each level has a different way of learning. Sometimes stress or pressure arises due to academic demands and the difficulties experienced by college students in their learning process. A comfortable ambiance in the study room is needed to support the learning process and reduce student’s stress. Based on this phenomenon, college students are starting to look for other places outside their campus and homes that can accommodate their learning needs and reduce stress. Public buildings and facilities are chosen by them as a place for their learning activities. The use of public spaces has begun to function as study spaces because college students consider these places more comfortable and flexible for studying individually or in groups. The higher the need, a public facility that is built for college student learning activity is needed. Not just as a space, but specifically designed to be able to support various ways of learning and be able to reduce the student’s stress.</p> <p><strong><em>Keywords: flexible; learning; public; space; student</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Kegiatan belajar tidak lepas dari kehidupan sehari-hari pelajar, terutama mahasiswa. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka tuntutan akademik semakin besar sehingga proses belajar yang rutin dan konsentrasi yang cukup diperlukan. Keperluan akan tingginya kebutuhan belajar turut dialami oleh mahasiswa perguruan tinggi. Berdasarkan tingkatannya masa studinya, mahasiswa terbagi menjadi tingkat pertama, menengah, dan akhir. Masing-masing tingkatan memiliki cara belajar yang berbeda. Tidak jarang timbul stres atau tekanan yang dialami akibat tuntutan akademik dan kesulitan yang dialami oleh mahasiswa dalam proses belajar. Kenyamanan dalam ruang belajar diperlukan untuk menunjang proses belajar dan meminimalisir stres mahasiswa. Berdasarkan fenomena tersebut, mahasiswa kini mulai mencari tempat lain di luar kampus dan rumah yang dapat mengakomodir kebutuhan belajar dan mengurangi stres yang terjadi dalam prosesnya. Bangunan dan fasilitas publik dipilih oleh mahasiswa untuk melangsukan kegiatan belajarnya. Akibatnya penggunaan ruang publik mulai banyak yang terfungsikan sebagai ruang belajar karena mahasiswa menganggap tempat tersebut lebih nyaman, leluasa dan fleksibel untuk belajar secara individu maupun berkelompok. Semakin tingginya kebutuhan tersebut, maka diperlukan suatu fasilitas publik yang dibangun untuk kegiatan belajar mahasiswa. Tidak sekedar ruang saja, tetapi yang terdesain secara khusus untuk dapat menunjang berbagai cara belajar dan mampu mengurangi stres yang dialami oleh mahasiswa.</p> Gabriella Baptista Varani Mekar Sari Suteja Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1779 1792 10.24912/stupa.v5i2.24279 STUDI PERENCANAAN JALAN WAHID HASYIM SEBAGAI COMMERCIAL URBAN CORRIDOR https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24322 <p>Jalan Wahid Hasyim corridor in Central Jakarta is a road corridor that is famous for its commercial area and is one of the centers of commercial activities in Central Jakarta. The Jalan Wahid Hasyim corridor has easy access. Jalan Wahid Hasyim corridor is traversed by Jalan M.H. Thamrin which is a regional and national economic center, and connects other economic centers in Central Jakarta and South Jakarta. Economic activities that occur on Jalan M.H. Thamrin are supported by commercial activities along Jalan Wahid Hasyim. Jalan Wahid Hasyim is dominated by commercial hotels that become accommodation places for visitors both on vacation and on work assignments in Jakarta. The strategic location of the Jalan Wahid Hasyim corridor makes this road corridor crowded with people, coupled with activities carried out around the road corridor such as culinary tourism on Jalan Haji Agus Salim or often called Jalan Sabang. However, from the observations made in the road corridor, there are still several problems found in the Jalan Wahid Hasyim corridor. The problems found are in the form of commercial building conditions, access in and out of buildings, and parking circulation. Seeing these problems, research was conducted to find the main problems that occurred in the Jalan Wahid Hasyim corridor, Central Jakarta. The research was carried out by making direct observations of the Jalan Wahid Hasyim corridor and comparing it with the theory used as a reference for good and correct road corridor planning. So that from the theory used, the problem points can be found and concluded to then be planned into a good road corridor as described by the theory. In this case, the theory used is the Oakland Design Guideline and Commercial Areas theory. Based on the theory of Design Guideline and Commercial Areas, there are several elements that need to be considered in shaping road corridors, especially commercial buildings in order to facilitate commercial activities that take place in the Jalan Wahid Hasyim corridor. The necessary elements concern the placement of buildings, parking lots, building design, to the presence of facilities on the pedestrian path in order to improve the condition of the road corridor on Jalan Wahid Hasyim, Central Jakarta.</p> <p><strong><em>Keywords: Commercial; Corridor; Design Guidelines; Wahid Hasyim Street</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Koridor Jalan Wahid Hasyim di Jakarta Pusat merupakan koridor jalan yang terkenal dengan area komersialnya dan merupakan salah satu pusat kegiatan komersial di Jakarta Pusat. Koridor Jalan Wahid Hasyim memiliki akses yang mudah dijangkau. Koridor Jalan Wahid Hasyim dilalui oleh Jalan M.H. Thamrin yang merupakan sentra perekonomian daerah dan nasional, dan menghubungkan pusat-pusat perekonomian lainnya di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Kegiatan ekonomi yang terjadi di Jalan M.H. Thamrin didukung dengan aktivitas komersial di sepanjang Jalan Wahid Hasyim. Jalan Wahid Hasyim didominasi oleh komersial hotel yang menjadi tempat akomodasi bagi pengunjung baik yang sedang berlibur maupun yang sedang tugas kerja di Jakarta. Lokasi koridor Jalan Wahid Hasyim yang strategis menjadikan koridor jalan ini ramai dikunjungi masyarakat, ditambah dengan aktivitas-aktivitas yang dilakukan di sekitar koridor jalan seperti adanya wisata kuliner di ruas Jalan Haji Agus Salim atau sering disebut Jalan Sabang. Namun, dari hasil pengamatan yang dilakukan di koridor jalan, masih terdapat beberapa permasalahan yang ditemukan di koridor Jalan Wahid Hasyim. Permasalahan yang ditemukan berupa kondisi bangunan komersial, akses keluar masuk ke bangunan, hingga sirkulasi parkir. Melihat permasalahan tersebut, dilakukan penelitian untuk mencari permasalahan utama yang terjadi di koridor Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat. Penelitian tersebut dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap koridor Jalan Wahid Hasyim dan membandingkannya dengan teori yang digunakan sebagai acuan sebagai perencanaan koridor jalan yang baik dan benar. Sehingga dari teori yang digunakan tersebut, titik permasalahan dapat ditemukan dan disimpulkan untuk kemudian direncanakan menjadi koridor jalan yang baik sebagaimana dijelaskan oleh teori tersebut. Dalam hal ini, teori yang digunakan adalah teori Oakland Design Guideline and Commercial Areas. Berdasarkan teori ini ditemukan beberapa elemen yang perlu menjadi perhatian dalam membentuk koridor jalan khususnya bangunan untuk komersial agar dapat memfasilitasi kegiatan komersial yang berlangsung di koridor Jalan Wahid Hasyim. Elemen yang diperlukan menyangkut penempatan bangunan, lahan parkir, desain bangunan, sampai keberadaan fasilitas di jalur pedestrian agar dapat meningkatkan kondisi koridor jalan di Jalan Wahid Hasyim Jakarta Pusat.</p> Miracle Tjiabrata Regina Suryadjaja Suryadi Santoso B. Irwan Wipranata Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-11-25 2023-11-25 5 2 1793 1802 10.24912/stupa.v5i2.24322 IMPLEMENTASI NILAI NASIONALISME PADA MONUMEN PEMBEBASAN IRIAN BARAT https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24335 <p>Banteng Field Park is one of the city parks in Jakarta that has historical value, this park has existed since the Dutch colonial era. Until when the Republic of Indonesia was released from Japanese colonization, the name was changed to Banteng Field by President Soekarno to become Banteng Field. In this park there is a monument, namely the West Irian Liberation Monument. This monument was built in 1962 and inaugurated on August 17, 1963, where the idea of this monument was a proposal from President Soekarno. This monument is a symbolization as a sign to commemorate the return of West Irian in the territory of the Republic of Indonesia and the beginning that the territory of the Republic of Indonesia became intact for the first time. Banteng Field Park has been revitalized in 2018, with three zones in it, namely the Urban Forest zone, Monument zone and Sports Zone, with the main zone being the Monument Zone. This research has the aim of assessing whether the revitalization that has been carried out can strengthen the historical value of the Banteng Field Park or actually eliminate the historical value. In collecting data, researchers conducted primary and secondary data collection, namely conducting interviews, field surveys and literature reviews. To achieve the research objectives, this research uses descriptive qualitative research methods. The result of the research is to know that the revitalization that has been carried out has strengthened the historical value, as well as its implementation on the West Irian Liberation Monument.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><em>Nationalism</em><em>;</em><em> Revitalization</em><em>; West Irian Liberation Monument</em></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Taman Lapangan Banteng merupakan salah satu taman kota di Jakarta yang memiliki nilai sejarah, taman ini sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Hingga pada saat NKRI terlepas dari penjajahan Jepang, digantilah nama menjadi Lapangan Banteng oleh Presidden Soekarno menjadi lapangan Banteng. Di taman ini terdapat sebuah monumen, yakni Monumen Pembebasan Irian Barat. Monumen ini dibangun pada tahun 1962 dan diresmikan pada 17 Agustus 1963, yang mana gagasan monument ini merupakan usulan dari Presiden Soekarno. Monumen ini merupakan simbolisasi sebagai tanda untuk memeperingati kembalinya Irian Barat dalam wilayah NKRI dan menjadi awal bahwa wilayah NKRI menjadi utuh untuk pertama kalinya. Taman Lapangan Banteng telah selesai direvitalisasi pada tahun 2018, dengan tiga zona di dalamnya yaitu zona Hutan Kota, zona Monumen dan Zona Oalahraga, dengan zona utama yakni Zona Monumen. Penelitian ini memiliki tujuan yakni menilai revitalisasi yang telah dilakukan dapat menguatkan nilai sejarah dari Taman Lapangan Banteng atau justru menghilangkan nilai sejarah tersebut. Dalam mengumpulkan data peneliti melakukan pengumpulan data primer dan sekunder yakni melakukan wawancara, survei lapangan dan kajian pustaka. Untuk mencapai tujuan penilitian, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Hasil dalam penelitian adalah mengetahui ini bahwa dengan revitalisasi yang telah dilakukan sudah menguatkan nilai sejarah, serta implementasinya pada Monumen Pembebasan Irian Barat.</p> Dominika Eufran Paseli B. Irwan Wipranata Suryadi Santoso Regina Suryadjaja Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1803 1814 10.24912/stupa.v5i2.24335 STUDI INTEGRASI SERTA KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA TRANSPORTASI UMUM DI KAWASAN STASIUN TENJO, KABUPATEN BOGOR https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24338 <p>Tenjo Station is the main public transportation mode in Tenjo District which is one of the mobillity centers in the area. Tenjo Station is a stopping place for the Commuter Line which requires support from other modes of transportation to reach it hence a high quality transportation infrastructure is needed to be able to create interdependent integration. In addition, regional development can be a benchmark that requires integration between modes in forming an area. Therefore, to find out the conditions of integration and the availability of transportation facilities and infrastructure, it is carried out through network and movement analysis and analysis of transportation facilities and infrastructure using a descriptive-qualitative methods such as observational data, interviews and secondary data obtained from Google Maps and the Moovit application. Network and movement analysis is carried out by processing road network data that can be accessed to reach Tenjo Station. While the analysis of transportation facilities and infrastructure is carried out by processing data on stop points and routes from transportation modes with assessment tools standardization of bus stop making. In order to find out these conditions that are supported by the results of the two analyzes, development recommendations can be carried out by adding transportation infrastructure in the form of bus stop as a place to switch modes in order to create integration. As well as recommendations for the improvement of Tenjo Station as the main station so that it is more adequate in its use.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>Tenjo Station; Integration of Transportation Mode; Availability of Transportation Facilities and Infrastructure</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Stasiun Tenjo merupakan moda transportasi umum utama di Kecamatan Tenjo yang merupakan salah satu pusat mobilitas pada kawasan tersebut. Stasiun Tenjo adalah tempat pemberhentian Kereta Rel Listrik (KRL) yang memerlukan dukungan dari moda tranportasi lain untuk dapat mencapai Stasiun Tenjo sehingga dibutuhkan prasarana transportasi yang baik untuk dapat menciptakan integrasi yang saling bergantung. Selain itu, pengembangan kawasan dapat menjadi tolak ukur bahwa diperlukan integrasi antar moda dalam membentuk suatu kawasan. Dengan demikian, untuk mengetahui kondisi integrasi dan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi dilakukan melalui analisis jaringan dan pergerakan dan analisis sarana dan prasarana transportasi dengan metode deskriptif - kualitatif seperti data hasil observasi, wawancara serta data sekunder yang diperoleh dari Google Maps dan Aplikasi Moovit. Analisis jaringan dan pergerakan dilakukan dengan mengolah data jaringan jalan yang dapat diakses untuk mencapai Stasiun Tenjo. Sedangkan analisis sarana dan prasarana transportasi dilakukan dengan mengolah data titik pemberhentian dan rute dari moda transportasi dengan alat penilaian standarisasi pembuatan bus stop. Dalam rangka mengetahui kondisi tersebut yang didukung dari hasil kedua analisis, rekomendasi pengembangan dapat dilakukan dengan penambahan prasarana transportasi berupa bus stop sebagai tempat peralihan moda agar terciptanya integrasi. Serta rekomendasi untuk dilakukan peningkatan Stasiun Tenjo sebagai stasiun utama agar semakin memadai dalam penggunaannya.</p> <p> </p> Alivia Putri Winata Regina Suryadjaja Suryadi Santoso B. Irwan Wipranata Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1815 1826 10.24912/stupa.v5i2.24338 HUBUNGAN RESILIENSI DENGAN ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR DI TELUK GONG KECAMATAN PENJARINGAN JAKARTA UTARA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24339 <p><em>Teluk Gong has become an area that is often flooded every year, especially during the rainy season. The intensity of rain is high and accompanied by the inability of drainage channels and reservoirs that should be able to collect rainwater. Floods in Teluk Gong have occurred since 2007 and floods continue every year. Therefore, the author wants to do research on Teluk Gong. The author uses 2 methods, namely the analysis of the characteristics and impacts of flooding and the relationship between resilience and adaptation forms. The research approach that the author uses is a quantitative method and the nature of this research is scientific research which is research conducted based on facts that actually occur in the field and is supported by theoretical studies related to disaster resilience and adaptation theory as a basis for identifying the relationship between resilience and form of adaptation of the Teluk Gong community house, Penjaringan District. The results of the analysis show that the majority of the people of Teluk Gong have a high level of resilience, with a percentage of 53% and as much as 69% of the people of Teluk Gong have adapted by increasing the floors of their houses, emptying part of the first floor of the building, using flood water barriers, and making parks as a water absorbent.</em></p> <p><strong><em>Keywords: resilience; adaptation; floods disaster</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Teluk Gong telah menjadi Kawasan yang sering terendam banjir setiap tahunnya, khususnya pada musim hujan. Intensitas hujan yang tinggi dan disertai ketidakmampuan saluran drainase dan waduk yang seharusnya bisa menampung air hujan. Banjir di Teluk Gong sudah terjadi dari tahun 2007 dan setiap tahunnya terus terjadi banjir. Maka dari itu, penulis ingin melakukan penelitian pada Teluk Gong. Penulis menggunakan 2 metode yaitu analisis karakteristik dan dampak banjir dan hubungan resiliensi terhadap bentuk adaptasi. Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah metode kuantitatif dan sifat penelitian ini adalah penelitian ilmiah yang merupakan penelitian yang dilakukan berdasarkan fakta yang benar-benar terjadi di lapangan dan didukung dengan kajian teori yang bersangkutan dengan resiliensi bencana dan teori adaptasi sebagai bahan landasan untuk menidentifikasi hubungan resiliensi dengan bentuk adaptasi rumah masyarakat Teluk Gong Kecamatan Penjaringan. Hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Teluk Gong memiliki tingkatan resiliensi yang tinggi yaitu dengan persentase sebesar 53% dan sebanyak 69% masyarakat Teluk Gong telah beradaptasi dengan cara meningkatkan lantai rumah, mengosongkan bagian lantai satu bangunan, menggunakan barier penahan air banjir, dan membuat taman sebagai penyerap air.</p> Steven Steven Priyendiswara Agustina Bella I.G. Oka Sindhu Pribadi Liong Ju Tjung Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1827 1836 10.24912/stupa.v5i2.24339 PENERAPAN KONSEP WATER SENSITIVE URBAN DESIGN TERHADAP PERENCANAAN PERUMAHAN PADA KAWASAN RAWAN BANJIR KECAMATAN PERIUK https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24341 <p><em>Flooding in Periuk Sub-district has been a priority issue for the local government for a long time. Until now, flood control is still an annual work program of several related parties. Meanwhile, the population growth rate of Tangerang City is increasing, so the need for residential land is also increasing over time. As an area planned as an integrated residential area, Periuk Sub-district, which borders directly with Tangerang Regency (Pasarkemis Sub-district), has experienced good progress in the development of residential areas dominated by private developers. However, flood vulnerability is an important consideration in the development of new residential areas, as is the case with the vacant land of the study object between Situ Bulakan and Situ Gelam. With the land designation as housing based on spatial plan (RTRW) Tangerang City 2023, the vacant land has not been optimally utilized because it is included in the flood-prone area. By applying the concept of water sensitive urban design (WSUD), the spatial arrangement of the residential area will focus on water cycle management (Drainage) and public open space as water catchment areas. In addition, adjustments are also made to the requirements for residential development in flood-prone areas to produce recommendations for components that are most suitable for the characteristics of the study object.</em></p> <p><strong><em>Keywords: housing planning; water sensitive urban design (</em></strong><strong><em>WSUD</em></strong><strong><em>); and flood-prone area</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p><em>Kerawanan bencana banjir di Kecamatan Periuk sudah menjadi permasalahan prioritas pemerintah daerah dahulu. Hingga kini, pengendalian banjir masih menjadi program kerja tahunan dari beberapa instansi atau pihak terkait. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk Kota Tangerang semakin meningkat, sehingga kebutuhan akan lahan hunian juga semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Sebagai wilayah yang direncanakan sebagai kawasan permukiman terpadu, Kecamatan Periuk yang berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Tangerang (Kecamatan Pasarkemis) mengalami perkembangan dalam pengembangan kawasan hunian yang cukup baik dan didominasi oleh pengembang swasta. Namun kerawanan bencana banjir menjadi pertimbangan penting dalam pengembangan kawasan perumahan baru, seperti yang terjadi pada lahan kosong objek studi di antara Situ Bulakan dan Situ Gelam. Dengan peruntukan lahan sebagai perumahan berdasarkan RTRW Kota Tangerang tahun 2030, lahan kosong belum dimanfaatkan dengan optimal karena termasuk ke dalam kawasan rawan banjir. Dengan menerapkan konsep water sensitive urban design (WSUD), penataan ruang kawasan perumahan akan difokuskan pada pengelolaan siklus air (Drainase) dan ruang terbuka publik sebagai daerah resapan air. Selain itu juga dilakukan penyesuaian terhadap syarat pengembangan hunian pada kawasan rawan banjir untuk menghasilkan rekomendasi komponen yang paling sesuai dengan karakteristik objek studi. </em></p> Priska Stefani B. Irwan Wipranata Regina Suryadjaja Suryadi Santoso Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1837 1852 10.24912/stupa.v5i2.24341 PERHITUNGAN TINGKAT WALKABILITY DI KAWASAN TERPADU SUDIRMAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERHITUNGAN MATEMATIS IPEN PROJECT https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24345 <p>Compared to the development of facilities for other modes of transportation, the Indonesian government has not placed much emphasis on the development of pedestrian facilities. There are many reasons for this, one of which is the inadequate provision of pedestrian facilities as a result of the shift in function from public space to parking lots or commercial space. It is this lack of an approach to facility provision that considers environmental factors as well as pedestrian behavior and preferences that leads to non-conformity. Planning for urban development often emphasizes transportation routes over pedestrian routes, giving vehicular routes greater priority. In addition, cities today are required to have a good level of walkability. The current definition of walkability is still qualitative with subjective assessments. Therefore, it is necessary to re-understand walkability that can be assessed quantitatively and more objectively. The purpose of this research is to determine the level of walkability objectively using the IPEN Project mathematical methodology, which is based on the Connectivity index, Entropy index, FAR index and Household index. The Sudirman Central Business District (SCBD) area will be the study object of this research. In this research, the object of study will be divided into several area units, and the walkability value of each unit will be compared to identify places with high or low walkability value. The results show that places with high activity levels are located in areas with commercial zone designations so that the area has a high walkability value compared to other areas..</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>Sudirman Central Business District</em></strong><strong> (SCBD</strong><strong>); <em>Walkability; </em>IPEN <em>Project</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p> </p> <p>Dibandingkan dengan pengembangan fasilitas untuk moda transportasi lain, pemerintah Indonesia belum memberikan penekanan pada pengembangan fasilitas pejalan kaki. Ada banyak alasan untuk hal ini, salah satunya adalah tidak memadainya penyediaan fasilitas bagi pejalan kaki sebagai akibat dari pergeseran fungsi dari ruang publik ke tempat parkir atau menjadi lahan komersial. Kurangnya pendekatan terhadap penyediaan fasilitas yang mempertimbangkan faktor lingkungan serta perilaku dan preferensi pejalan kaki inilah yang menyebabkan ketidaksesuaian ketentuan. Perencanaan untuk pembangunan perkotaan sering menekankan jalur transportasi di atas jalur pejalan kaki, memberikan jalur kendaraan prioritas yang lebih besar. Selain itu, kota saat ini di tuntut harus memiliki tingkat <em>walkability</em> yang baik. Definisi <em>walkability</em> yang di pahami saat ini masih bersifat kualitatif dengan penilaian yang subjektif. Oleh karena itu, diperlukannya pemahaman ulang mengenai <em>walkability</em> yang dapat dinilai secara kuantitatif dan lebih obyektif. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat <em>walkability</em> secara objektif menggunakan metodologi matematika IPEN <em>Project</em>, yang didasarkan pada <em>Connectivity index</em><em>, </em><em>Entropy index</em><em>, </em><em>FAR index </em>dan <em>Household index</em>. Kawasan <em>Sudirman Central Business District</em> (SCBD) akan menjadi objek studi dari penelitian ini. Dalam penelitian ini, objek penelitian akan dibagi menjadi beberapa unit area, dan nilai <em>walkability</em> masing-masing unit akan dibandingkan untuk mengidentifikasi tempat-tempat dengan nilai <em>walkability</em> tinggi maupun rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tempat-tempat dengan tingkat aktivitas yang tinggi berada di kawasan dengan peruntukan zona komersial sehingga kawasan tersebut memiliki nilai <em>walkability</em> yang tinggi dibandingkan dengan daerah lain.</p> <p> </p> Hanna Zulfiah Priyendiswara Agustina Bella I.G. Oka Sindhu Pribadi Liong Ju Tjung Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1853 1866 10.24912/stupa.v5i2.24345 PENGELOLAAN SARANA DAN PRASARANA KAWASAN WISATA CANDI MUARO JAMBI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24346 <p>Muaro Jambi Temple is the largest Hindu-Buddhist temple complex in Southeast Asia which is possibly a historical heritage from the Sriwijaya kingdom and the Malay kingdom located in Muaro Jambi Regency. Because it is a relic of an ancient site that is hundreds of years old, Muaro Jambi Temple is vulnerable to transitional climates due to layers of rock that have begun to collapse. This paper aims to find out how the Muaro Jambi Temple is managed in order to increase the potential in the Muaro Jambi Temple History area. According to the results of research conducted by the author, Muaro Jambi Temple has added value to become a cultural tourism spot because of its many historical values ​​which can also add to the knowledge of visiting tourists. Muaro Jambi Temple has been designated as a world heritage by UNESCO. To go to the location of the Muaro Jambi Temple is not too far from the city center, it only takes 30 minutes with a distance of 25 km from the center of Jambi.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><em>management; national strategic are; temple</em></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Candi Muaro Jambi adalah sebuah kompleks percandian agama Hindu-Buddha terluas di Asia Tenggara yang kemungkinan merupakan peninggalan sejarah dari kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Melayu yang terletak di Kabupaten Muaro Jambi. Karena merupakan peninggalan situs purbakala yang telah berumur ratusan tahun, Candi Muaro Jambi rentan terhadap iklim pancaroba karena lapisan batu yang mulai runtuh. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengelolaan Candi Muaro Jambi agar dapat meningkatkan potensi pada kawasan Sejarah Candi Muaro Jambi. Menurut hasil penelitian yang penulis lakukan, Candi Muaro Jambi memiliki nilai tambah untuk menjadi tempat wisata budaya dikarenakan nilai sejarahnya yang banyak juga bisa menambah pengetahuan bagi wisatawan yang datang. Candi Muaro Jambi sudah di tetapkan sebagai warisan duania oleh UNESCO. Untuk menuju ke lokasi Candi Muaro Jambi tidak terlalu jauh dari pusat kota, hanya memerlukan waktu 30 menit saja dengan jarak tempuh 25 km dari pusat kota Jambi.</p> Ahmad Fauzan Al Fajri Priyendiswara Agustina Bella Liong Ju Tjung I.G. Oka Sindhu Pribadi Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1867 1878 10.24912/stupa.v5i2.24346 STUDI POSITIONING POTENSI WISATA DESA KENDERAN TERHADAP DESA WISATA DI KABUPATEN GIANYAR https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24348 <p><em>Kenderan Tourism Village, a traditional settlement, is still developing today. The word kendran stands for the word sense, which is a pengater (prefix) ke and pangiring (suffix) an, so it actually becomes the word kendran, kasutr which becomes kendran. Tourism development has now become a major part of Indonesia's national development and also a source of national income. Indonesia is a country rich in diversity of art, culture and natural beauty. This wealth has the potential to be empowered through the development of tourism, including tourist villages. Tourism development is related to the role of local communities in a tourist destination. However, in Gianyar regency, there are many tourist villages that can be said to be competing with each other, therefore the authors conducted a positional study of the existence of Kenderan village against other tourist villages because Kenderan village has a lot of potential.</em></p> <p><strong><em>Keywords:</em></strong><em> traditional settlements; po</em><em>s</em><em>itioning; Traditional Villages; Tourism Villages; Tri Hita Karana</em></p> <p><em>Abstrak</em></p> <p>Desa Wisata Kenderan sebuah permukiman tradisional masih terus berkembang sampai saat ini, Kata nama Kendran berdiri dari kata indra, yang merupakan pengater (awalan) ke dan pangiring (akhiran) an, sehingga sebenarnya menjadi kata keindraan, kasutryang menjadi kendran. Pengembangan pariwisata kini sudah menjadi bagian utama dari adanya pembangunan nasional Indonesia dan juga sumber dari pendapatan nasional. Indonesia adalah negara yang kaya dengan keanekaragaman seni, budaya dan keindahan alam. Kekayaan tersebut memiliki potensi untuk diberdayakan melalui pengembangan pariwisata, termasuk desa wisata. Pembangunan kepariwisataan berkaitan dengan peranan masyarakat lokal di suatu destinasi wisata<em>. </em>Namun di dalam kabupaten Gianyar terdapat banyak desa Wisata yang bisa dikatakan saling bersaing, oleh karena itu penulis melakukan studi <em>po</em><em>s</em><em>itioning</em> keberadaan desa Kenderan terhadap desa Wisata yang lain karena banyak potensi yang dimiliki oleh desa Kenderan.</p> Joshua Marcell Iglecia Putralim Regina Suryadjaja Suryadi Santoso B. Irwan Wipranata Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1879 1888 10.24912/stupa.v5i2.24348 KAJIAN KARAKTERISTIK KORIDOR JALAN BOULEVARD KELAPA GADING SEBAGAI KORIDOR KOMERSIAL https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24349 <p>Boulevard Kelapa Gading Street Corridor located in Kelapa Gading District, North Jakarta, is one of the main corridors that supports activities in Kelapa Gading area. This street corridor is one of the connecting accesses between areas around North Jakarta and East Jakarta, and the land use around this corridor is also supported by the presence of upper middle class housing, thus helping the ongoing commercial activities along this road corridor. Land use and business activities on the right and left of this corridor have various types and are dominated by well-known retailers and restaurants, so that commercial activities in this corridor can grow rapidly and are crowded with people visiting for work or just sightseeing and enjoying culinary. However, based on observations, there are still some problems and lack of physical corridor conditions that should be improve to be a better conditions to facilitate the continuity of commercial activities in this corridor, including pedestrian paths, public transportation facilities, building conditions, parking, public open spaces. and greenery. According to the Commercial Corridor Strategy guidelines, there are a number of characteristics of Commercial Corridors that can be applied to facilitate the maximum continuity of commercial activities, and based on these guidelines aspects of building conditions, mobility of pedestrian paths, public transportation, parking, local scale economy, and open public spaces in Boulevard Kelapa Gading Street corridor that needs to be improved to support commercial activities in this corridor.</p> <p><strong><em>Keywords: Boulevard Kelapa Gading Street; street corridor; commercial; physical condition</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Koridor Jalan Boulevard Kelapa Gading yang berlokasi di Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara, merupakan salah satu koridor utama yang menopang kegiatan di kawasan Kelapa Gading. Koridor jalan ini menjadi salah satu akses penghubung antar kawasan di sekitar Jakarta Utara dan Jakarta Timur, serta penggunaan di sekitar koridor ini juga didukung dengan adanya hunian kelas menengah atas, sehingga membantu berlangsungnya aktivitas komersial yang berada di sepanjang koridor jalan ini. Penggunaan lahan dan kegiatan usaha yang berada di kanan dan kiri koridor ini memiliki jenis yang beragam dan didominasi oleh retail dan restoran yang terkenal, sehingga kegiatan komersial di koridor ini dapat bertumbuh dengan pesat dan ramai didatangi masyarakat untuk keperluan bekerja maupun sekedar jalan-jalan dan menikmati kuliner. Namun, berdasarkan hasil observasi, masih terdapat beberapa permasalahan dan kekurangan dari segi kondisi fisik koridor yang seharusnya dapat ditingkatkan untuk kondisi yang lebih baik untuk memfasilitas keberlangsungan aktivitas komersial di koridor ini, diantaranya yaitu jalur pedestrian, fasilitas transportasi umum, kondisi bangunan, parkir, ruang terbuka publik dan penghijauan. Menurut panduan Commercial Corridor Strategy, terdapat sejumlah karakteristik Commercial Corridor yang dapat diterapkan untuk memfasilitasi keberlangsungan kegiatan komersial secara maksimal, dan berdasarkan panduan tersebut aspek kondisi bangunan, mobilitas (jalur pedestrian, transportasi umum), parkir, perekonomian skala lokal, dan ruang terbuka publik di koridor Jalan Bouelavrd Kelapa Gading perlu ditingkatkan untuk menunjang kegiatan komersial di koridor ini.</p> Hanneke Vianda Sari Regina Suryadjaja Suryadi Santoso B. Irwan Wipranata Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1889 1904 10.24912/stupa.v5i2.24349 KAJIAN PENERAPAN KONSEP DAN PRINSIP EKOLOGI TAMAN KOTA (STUDI KASUS : TEBET ECO PARK, JAKARTA SELATAN) https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24350 <p>Provision of green open space is one of the efforts in environmental development which aims to maintain balance in a densely populated urban area. One type of green open space in meeting these needs is a city park that has an ecological function. Tebet Eco Park is one of the city parks in Jakarta that implements this function. Tebet Eco Park is located on Jalan Tebet Barat and has a land area of 73,000 m². Tebet Eco Park was inaugurated on April 23, 2022 by Anies Baswedan. This park is the result of the revitalization of Taman Tebet and Taman Bibit by carrying out the concept of connecting people with nature, meaning connecting humans with nature. The revitalization aims to restore the function of the park ecologically and can be used as a means of recreation, education and interaction. The main function of an ecological park is to reduce the potential for flooding, play a role in the hydrological function in absorbing and balancing water resources, plants as noise and pollution dampers, as shade and a place for biological conservation of flora and fauna. In the existing condition there are several ecological functions that have been implemented. However, this application has not been carried out optimally, so this study aims to identify and analyze the application of ecological concepts and principles in Tebet Eco Park. The research method used is descriptive qualitative method. The results of this study are the need to add various types of flora to maximize ecological functions as well as the availability of information boards as educational facilities as well as the vacant land that is still available can be used as sports fields and to increase the number of MSMEs originating from the surrounding community and the role of the community in managing, announcing and develop gardens.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><em>city park; eco park; urban park</em></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Penyediaan ruang terbuka hijau menjadi salah satu upaya dalam pembangunan lingkungan yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan di suatu daerah perkotaan yang padat penduduk. Salah satu jenis RTH dalam memenuhi kebutuhan tersebut ialah taman kota yang memiliki fungsi ekologis. Tebet Eco Park merupakan salah satu taman kota di Jakarta yang menerapkan fungsi tersebut. Tebet Eco Park terletak di Jalan Tebet Barat dan memiliki luas lahan sebesar 73.000 m². Tebet Eco Park diresmikan pada tanggal 23 April 2022 oleh Anies Baswedan. Taman ini merupakan hasil revitalisasi dari Taman Tebet dan Taman Bibit dengan mengusung konsep connecting people with nature artinya menghubungkan manusia dengan alam. Revitalisasi tersebut bertujuan untuk mengembalikan fungsi taman secara ekologis dan dapat dijadikan sebagai sarana rekreasi, edukasi dan interaksi. Fungsi utama dari taman ekologis ialah sebagai pereduksi potensi banjir, berperan dalam fungsi hidrologi dalam penyerapan dan keseimbangan sumber daya air, tanaman sebagai peredam kebisingan serta polusi, sebagai peneduh dan tempat konservasi hayati flora serta fauna. Pada kondisi eksistingnya terdapat beberapa fungsi ekologis yang sudah diterapkan. Namun, penerapan tersebut belum dilakukan secara maksimal sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis penerapan konsep dan prinsip ekologis di Tebet Eco Park. Metode penelitian yang digunakan ialah metode deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini ialah perlu ditambahkan berbagai jenis flora guna memaksimalkan fungsi ekologis serta tersedianya papan informasi sebagai sarana edukasi serta lahan kosong yang masih tersedia dapat dimanfaatkan menjadi lapangan olahraga dan memperbanyak jenis UMKM yang berasal dari masyarakat sekitar dan adanya peran dari masyarakat dalam mengelola, merencanakan serta mengembangkan taman.</p> Nurhalizah Pratiwi Putri Regina Suryadjaja Suryadi Santoso B. Irwan Wipranata Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1905 1916 10.24912/stupa.v5i2.24350 RENCANA PENATAAN ZONA SEMPADAN SUNGAI STUDI KASUS ZONA SEMPADAN SUNGAI CISADANE KOTA TANGERANG https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24352 <p><em>The Tangerang City Block on the Cisadane River is one of the areas of Tangerang City with great development potential and one of the areas of Tangerang City with inherent potential for urban beauty. It is separated by the Cisadane River. But not all riverside blocks in Tangerang city are well maintained and not all riversides have good infrastructure and banks. When constructing the river bank block attention should be paid to the disaster factors of the river bank block. The flood affected areas of the Cisadane River Block in Tangerang City are still affected by the flood disaster. . Floods are occurring in areas that have not yet been managed. The main objective of this study is to find out the current situation of Tangerang City West Cisadane Riverside area from several aspects at macro meso and micro levels to provide context for the analysis process and make recommendations for compromise. The western plains border the inland riverine area but still manage to identify the coastal city by integrating the main features of the urban area through the use of infrastructural space and support facilities. The study obtained data through field surveys and stakeholder interviews. The results of this study came in the form of a planning master plan concept which includes flood risk adaptation mechanisms and infrastructure locations and utilization of ancillary facilities for urban activities in the West Cisadane River Block of Tangerang City.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><em>zone planning; riverfront; disaster adaptation; waterfront development</em></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Zona Sempadan sungai Cisadane Kota Tangerang merupakan salah satu area pada Kota Tangerang yang memiliki potensi yang besar untuk pembangunan Kota Tangerang, serta potensi pada keindahan kota yang dimana pada dasarnya Kota Tangerang Sendiri yang letaknya terbelah oleh Sungai Cisadane. Tetapi tidak semua Zona Sempadan Sungai pada Kota Tangerang sudah tertata dan belum semua zona sempadan memiliki infrastruktur dan tepian sungai yang baik. Pada penataan zona sempadan sungai jua harus memperhatikan faktor bencana yang ada pada zona sempadan sungai, yang dimana pada zona sempadan Sungai Cisadane Kota Tangerang masih ada yang terdampak bencana banjir, dan kebanykan yang masih terdampak banjir yaitu pada area yang belum tertata. Tujuan utama dari penelitian yang penulis lakukan yaitu untuk dapat mengidentifikasi pada kondisi eksisting kawasan zona sempadan Sungai Cisadane di Kota Tangerang dalam wilayah makro, mezzo, serta mikro dalam beberapa aspek yang menjadi suatu acuan dalam melakukan analisis, serta membuat suatu usulan dari konsep penataan kawasan sempadan Sungai Cisadane namun tetap mengaplikasikan karakter utama yang sudah ada pada daerah perkotaan dari memanfaatkan tata ruang yang ada, ketersediaan infrastruktur, serta adanya fasilitas pendukung untuk merealisasikan waterfront city. Data yang diperoleh pada penelitian yag dilakukan oleh penulis yaitu dengan melakukan survey lapangan ke lokasi objek studi dan melakukan wawancara dengan stakeholder yang memang wewenang dari kawasan zona sempadan Sungai Cisadane Kota Tangerang. Dari penelitian yang dilakukan oleh penulis terdapat output berupa suatu konsep dari masterplan perencanaan dengan pendekatan adaptasi bencana banjir pada Zona Sempadan Sungai Cisadane Kota Tangerang.</p> Robby Alghi Fary Regina Suryadjaja B. Irwan Wipranata Suryadi Santoso Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1917 1932 10.24912/stupa.v5i2.24352 PEMANFAATAN SEMPADAN SUNGAI SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN KONSEP WATERFRONT DEVELOPMENT https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24353 <p>Mookervart is a canal that crosses the capital city of DKI Jakarta and Tangerang. Mookervart itself was made by the Dutch colonial Vincent Van Mookin 1681 and completed in 1687. Initially, this canal was made with the aim of being a river toll road connecting Batavia to Tangerang to facilitate the delivery of accommodation in the form of food and handicraft materials such as wood and bamboo. The construction of this river toll road can shorten shipping travel time and be safer. This river toll quotes a levy fee for each boat that crosses. In addition, the canal has a function as a link between the Angke River and the Cisadane River. However, today the function of Mookervart as a water toll has disappeared only to separate the historical side. The existing condition is fairly disorganized and messy with many piles of garbage on the boundaries of the channel and landslides and poor water quality that causes silting of the water surface. With that, a good arrangement is needed to create the river and the river border in accordance with its basic function. For this reason, researchers aim to make a proposal for the arrangement and utilization of the Mookervart canal boundary as a green open space with the concept of waterfront development. In addition, the author uses a qualitative approach as well as a descriptive method that uses description in the arrangement of the boundaries of the Mookervart channel as a green open space. And the arrangement of Mookervart is analyzed based on applicable policies, the availability of green open space around, and population. Where the analysis aims to get a concept that will be planned on the edge of Mookervart.</p> <p><strong><em>Keywords: regional planning; riverfront; prehistory; waterfront development; green open space</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Mookervart merupakan sebuah saluran atau terusan yang melintasi wilayah Ibu Kota DKI Jakarta dan Kota Tangerang. Mookervart sendiri dibuat oleh pemerintahan kolonial Belanda pada tahun 1681 oleh Vincent Van Mook dan selesai dibangun pada tahun 1687. Pada awalnya saluran ini dibuat dengan tujuan sebagai tol sungai yang menghubungkan Batavia menuju ke Tangerang guna memudahkan pengiriman akomodasi berupa bahan makanan maupun bahan-bahan kerajinan seperti kayu maupun bambu. Pembangunan tol sungai ini dapat memperpendek waktu tempuh pelayaran dan lebih aman. Tol sungai ini mengutip biaya retribusi bagi setiap kapal atau perahu yang melintasi. Selain itu, saluran tersebut memiliki fungsi sebagai penghubung antara Kali Angke dengan Sungai Cisadane. Namun, saat ini fungsi Mookervart sebagai tol air sudah hilang hanya menyisahkan sisi sejarah. Kondisi eksistingnya pun terbilang tidak tertata dan berantakan dengan terdapatnya banyak tumpukan sampah pada sempadan saluran tersebut dan tepian yang longsor serta kualitas air yang buruk hingga menyebabkan pendangkalan permukaan air. Dengan itu maka perlu sebuah penataan yang baik guna menciptakan sungai maupun sempadan sungai tersebut sesuai dengan fungsi dasarnya. Untuk itu peneliti bertujuan untuk membuat usulan rencana penataan dan pemanfaatan sempadan saluran Mookervart sebagai ruang terbuka hijau dengan konsep waterfront development. Selain itu penulis menggunakan pendekatan kualitatif serta metode deskriptif yang menggunakan pendeskripsian dalam penataan sempadan saluran Mookervart sebagai ruang terbuka hijau. Serta penataan Mookervart ini dianalisis berdasarkan kebijakan yang berlaku, ketersediaan ruang terbuka hijau yang ada disekitar, dan kependudukan. Dimana analisis tersebut bertujuan untuk mendapatkan konsep yang akan direncanakan pada tepian Mookervart.</p> Fergia Wisudha Regina Suryadjaja Suryadi Santoso B. Irwan Wipranata Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1933 1944 10.24912/stupa.v5i2.24353 STUDI KONEKTIVITAS ANTAR MODA ANGKUTAN UMUM DI KAWASAN INTERMODA BSD CITY, KABUPATEN TANGERANG https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24354 <p>Cities continue to experience unavoidable developments, both from an economic, social and cultural perspective as reflected in an increase in population and activity in urban areas. One example of activities in urban areas is people who want to do mobility from one place to another in order to fulfill their activity objectives. It's the same with the people in Tangerang Regency who live in Cisauk District and Pagedangan District. To meet this need, an area called "Intermoda BSD City" was built, where in the area there are two modes of transportation that are integrated with each other, namely trains and shuttle buses. Based on the guidelines of the Institute for Transportation and Development, intermodal integration has connectivity aspects where each mode must be integrated efficiently with each other and be able to reach the surrounding area. In the Intermodal BSD City case, Cisauk Station is integrated with the BSD Link shuttle bus terminal mode of transportation which only serves the BSD City Area route, even in its existing conditions there are still very few users of the Shuttle Bus and people prefer to use private transportation as a secondary mode. This is certainly not in accordance with the concept of good intermodal integration. Therefore, this study aims to determine the condition of the regional transportation system, especially in the intermodal connectivity of public transportation served by Intermodal BSD City. The results of this study are to provide suggestions and recommendations regarding the problems that have been identified.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><em>facilities and infrastructure; integration; intermodal; public transport</em></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Kota terus mengalami perkembangan yang tidak dapat dihindari, baik dari segi ekonomi, sosial dan juga budaya yang tercermin dari peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas pada perkotaan. Salah satu contoh kegiatan aktivitas pada perkotaan adalah masyarakat yang ingin melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat lainnya guna memenuhi tujuan aktivitasnya. Sama halnya dengan masyarakat pada Kabupaten Tangerang yang bertempat tinggal di Kecamatan Cisauk dan Kecamatan Pagedangan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dibangunlah sebuah kawasan bernama “Intermoda BSD City”, dimana dalam kawasan tersebut terdapat dua moda transportasi yang saling terintegrasi, yaitu kereta api dan <em>shuttle bus</em>. Berdasarkan panduan <em>Insitute for Transportation and Development</em>, integrasi antar moda memiliki aspek konektivitas dimana setiap antar moda harus saling terintegrasi dengan efisien dan mampu menjangkau daerah sekitarnya. Pada kasus Intermoda BSD City, Stasiun Cisauk terintegrasi dengan moda transportasi terminal <em>shuttle bus</em> BSD Link yang hanya melayani rute Kawasan BSD City saja, pada kondisi eksistingnya pun pengguna dari shuttle bus tersebut masih sangat sedikit dan pengguna lebih memilih menggunakan transportasi pribadi sebagai moda lanjutan. Hal tersebut tentunya tidak sesuai dengan konsep dari integrasi antar moda yang baik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sistem transportasi kawasan khususnya pada konektivitas antar moda transportasi umum yang dilayani oleh Intermoda BSD City. Hasil dari studi ini ialah memberikan saran serta rekomendasi mengenai permasalahan yang telah diidentifikasi.</p> Sonia Azmy Regina Suryadjaja B. Irwan Wipranata Suryadi Santoso Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1945 1958 10.24912/stupa.v5i2.24354 STRATEGI REPOSISI PASARAYA BLOK M DALAM RANGKA MENINGKATKAN DAYA TARIK https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24355 <p><em>Repositioning a shopping mall is a strategic approach aimed at revitalizing and defining its image and tenant offerings to adapt to market dynamics. The competitive retail industry, particularly shopping malls, faces various challenges, including changing consumer behavior or lifestyles and the emergence of online shopping systems, all of which have been impacted by the global COVID-19 pandemic. To remain relevant and attract customers, shopping malls need to undergo a repositioning process, which involves realigning target market segmentation, brand identity, tenant mix, and overall positioning in the market.</em> <em>In more detail, the repositioning process generally involves several key steps, including market research, brand evaluation, and the implementation of new marketing concepts. This includes introducing new retail concepts, enhancing the ambiance and design of the shopping mall, integrating entertainment elements and unique experiences, and creating a diverse mix of tenants that appeal to the target market. By understanding the changing demands, shopping malls can adjust their offerings and shopping experiences to better cater to the target audience.This study utilizes a descriptive method to describe the market conditions and the physical environment surrounding Pasaraya Blok M. The research results in the identification of Pasaraya Blok M's position and the development of repositioning strategies considering various factors such as supply-demand, trade area, catchment area, and potential competitors.</em></p> <p><strong><em>Keywords: market analyze; reposition; shopping mall; ; trade area</em></strong><em>; <strong>STP</strong></em></p> <p><em><strong>Abstrak</strong></em></p> <p>Reposisi pusat perbelanjaan adalah pendekatan strategis yang bertujuan untuk menghidupkan kembali dan mendefinisikan citra dan penawaran penyewanya agar dapat beradaptasi dengan dinamika pasar. Sektor industri ritel yang kompetitif saat ini, khususnya pusat perbelanjaan menghadapi berbagai tantangan, termasuk perilaku konsumen atau gaya hidup yang berubah, sistem atau cara belanja online yang muncul, itu semua merupakan salah satu dari dampak peristiwa global pandemi COVID-19. Untuk tetap relevan dan menarik pelanggan, pusat perbelanjaan perlu menjalani proses reposisi, dimana proses reposisi pusat perbelanjaan melibatkan pengaturan ulang segmentasi target pasar, identitas merek, bauran penyewa, dan reposisi secara keseluruhan di pasar. Untuk lebih rinci reposisi umumnya melibatkan beberapa langkah kunci, termasuk riset pasar, evaluasi merek, dengan demikian diperlukan implementasi konsep pemasaran baru. Hal ini mencakup pengenalan konsep ritel baru, peningkatan suasana dan desain pusat perbelanjaan, integrasi elemen hiburan dan pengalaman yang unik serta kombinasi penyewa yang beragam yang menarik bagi target pasar. Dengan memahami perubahan permintaan pusat perbelanjaan dapat menyesuaikan penawarannya dan pengalaman berbelanja agar lebih sesuai dengan audiens target. Penelitian ini memakai metode deskriptif untuk menjelaskan kondisi pasar dan kondisi fisik lingkungan sekitar Pasaraya Blok M. Dalam penelitian ini menghasilkan identifikasi dari posisi Pasaraya Blok M, serta menghasilkan strategi reposisi dengan mempertimbangkan banyak faktor seperti <em>supply-demand</em>, <em>trade area</em> and <em>catchment area</em>, dan <em>potential competitor</em>.</p> Ghaby Sava Aulanda B. Irwan Wipranata Suryadi Santoso Regina Suryadjaja Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1959 1974 10.24912/stupa.v5i2.24355 STUDI PERBEDAAN PERSEPSI TINGKAT KEPUASAN ANTARA PENGHUNI TIPE TOWER DAN TIPE BLOK RUSUNAWA PENJARINGAN TERHADAP SISTEM PENGELOLAANNYA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24356 <p><em>Population growth in urban areas is increasing rapidly and limited land has made the construction of Flats (Rusun) a flagship program in tackling slums in urban areas. This is what the Provincial Government of DKI Jakarta has also done through the DKI Jakarta Housing Agency and Regional Government Building in overcoming slum settlements in the Penjaringan Village, North Jakarta. Penjaringan flats are one of the flats that have been established since 1988. with a rental system. However, after being revitalized, there are two differences in the characteristics of the building, namely towers and blocks. at a glance the tower section has an appearance that is suitable for occupants to live in, but in the tower block section that has not undergone revitalization the existing conditions are quite worrying, indicating that the flat can be said to be far from the criteria for habitable housing. The purpose of this study is to evaluate Penjaringan Flats based on livable and sustainable principles. The method used is a quantitative method with descriptive analysis techniques, and to measure occupant satisfaction the author uses the independent sample test method as a reference in conducting the analysis. Some of the aspects that are the focus of this research are the occupants' satisfaction with Penjaringan flats, and the socio-economic life of the residents. The results of this study show the current condition of Penjaringan Flats. This can be seen from the different priorities in the assessment given by the Rusunawa management, as well as the social and economic conditions of the occupants.</em></p> <p><strong>Keywords: </strong><strong><em>occupants' satisfaction; subsidized housing; system management</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Pertumbuhan penduduk di perkotaan yang semakin meningkat pesat serta lahan yang terbatas membuat pembangunan Rumah Susun (Rusun) menjadi program unggulan dalam penanggulangan permukiman kumuh di daerah perkotaan. Hal ini lah yang juga dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta dalam mengatasi permukiman kumuh di Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara. Rusunawa Penjaringan merupakan salah satu rusun yang sudah berdiri sejak tahun 1988. dengan sistem sewa. Namun, setelah direvitalisasi terdapat perbedaan dua karakteristik gedung yaitu tower dan blok. pada bagian tower sekilas memiliki tampilan yang sudah layak untuk dihuni oleh para penghuni, tetapi pada bagian blok rusun yang belum mengalami revitalisasi memiliki kondisi eksisting yang cukup menghawatirkan, menandakan bahwa rusun tersebut dapat dikatakan jauh dari kriteria hunian layak huni. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi Rusunawa Penjaringan berdasarkan kaidah layak huni dan berkelanjutan. Metode yang dilakukan adalah metode kuantitatif dengan teknik analisis deskriptif, dan untuk mengukur kepuasan penghuni penulis mengunakan metode independent sample test sebagai acuan dalam melakukan analisis. Beberapa aspek yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah aspek kepuasan penghuni terhadap hunian Rusunawa Penjaringan, dan kehidupan sosial ekonomi penghuninya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan kondisi Rusunawa Penjaringan saat ini. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan prioritas dalam penilaian yang diberikan oleh pihak pengelola rusunawa, serta kondisi sosial dan ekonomi penghuninya.</p> Dhafa Kurnia Putra Priyendiswara Agustina Bella Liong Ju Tjung I G. Oka Sindhu Pribadi Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1975 1988 10.24912/stupa.v5i2.24356 MANAJEMEN LIMPASAN AIR HUJAN PADA BANGUNAN HIJAU (OBJEK STUDI: ALTIRA BUSINESS PARK) https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24357 <p>The rapid development of development in the city of Jakarta has had a lot of influence on land use. The land has now been converted into skyscrapers, concrete and asphalt roads, and residential areas which have had a major impact on the reduction of water catchment areas. Rainwater that cannot seep directly into the ground will become runoff. Runoff that is not handled properly will put a burden on city drainage which will cause more problems, especially causing flooding and erosion problems. Runoff also affects the quality of river water. Areas that have high water runoff usually have poor river water quality. Therefore, to support sustainable development, rainwater runoff management is one of the green building criteria that needs to be met. This study analyzes runoff and maximization of rainwater infiltration in one of the platinum-certified green building buildings in Jakarta, which aims to analyze the amount of surface runoff and analyze rainwater runoff that has been successfully handled. Analysis of rainwater runoff is calculated using the rational method. The analytical method includes secondary data processing in the form of site plans, runoff handling facilities, runoff volume, and average rainfall on rainy days obtained from the study object building manager. Calculations are made using the rational method in accordance with Indonesian national standards and government regulations. This research was conducted by following Green Building Council Indonesia's greenship benchmarks in terms of land use efficiency, namely water runoff management, where green buildings are expected to be able to handle rainwater by at least 50%. Green buildings have a big responsibility towards rainwater management for environmental sustainability and so as not to damage the land.</p> <p><strong><em>Keywords: green building; runoff; stormwater management; water infiltration</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Perkembangan pembangunan yang pesat di kota Jakarta memberikan banyak pengaruh kepada tata guna lahan. Lahan-lahan saat ini telah beralih fungsi menjadi bangunan-bangunan pencakar langit, jalan beton dan beraspal, hingga permukiman penduduk yang berdampak besar kepada semakin berkurangnya area resapan air. Air hujan yang tidak dapat meresap secara langsung ke dalam tanah akan menjadi limpasan. Limpasan yang tidak tertangani dengan baik akan memberikan beban kepada drainase kota yang nantinya akan menimbulkan lebih banyak masalah, terutama menyebabkan masalah banjir dan erosi. Limpasan air juga berpengaruh terhadap kualitas air sungai. Daerah yang memiliki limpasan air yang yang tinggi biasanya mempunyai kualitas air sungai yang buruk. Maka dari itu, untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, manajemen limpasan air hujan menjadi salah satu kriteria bangunan hijau yang perlu dipenuhi. Penelitian ini menganalisis limpasan dan pemaksimalan resapan air hujan pada salah satu gedung bersertifikat platinum bangunan hijau di Jakarta, yang bertujuan menganalisa jumlah limpasan permukaan dan menganalisa limpasan air hujan yang berhasil ditangani. Analisa limpasan air hujan dihitung menggunakan metode rasional. Metode analisis yang meliputi pengolahan data sekunder berupa site plan, fasilitas penanganan limpasan, volume limpasan, dan curah hujan rata-rata pada hari hujan yang didapat dari pengelola gedung obyek studi. Perhitungan yang dilakukan menggunakan metode rasional dengan disesuaikan dengan standar nasional Indonesia dan peraturan pemerintahan. Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti tolok ukur greenship Green Building Council Indonesia dalam aspek tepat guna lahan yaitu manajemen limpasan air, dimana bangunan hijau diharapkan bisa menangani air hujan sebesar minimal 50%. Bangunan hijau memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pengelolaan air hujan demi keberlanjutan lingkungan dan agar tidak merusak lahan.</p> Nazareth Meisila Permata Bobo Priyendiswara Agustina Bella Liong Ju Tjung I G. Oka Sindhu Pribadi Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 1989 2000 10.24912/stupa.v5i2.24357 EVALUASI KEBERHASILAN PENGELOLAAN SCIENTIA SQUARE PARK SEBAGAI TAMAN REKREASI BERBAYAR (THEME PARK) DI GADING SERPONG https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24358 <p><em>the main developer in Gading Serpong to facilitate the lifestyle of city people who are very dynamic and increasingly attached to technology. This public green park is also an alternative means of entertainment for families. Scientia Square Park has an area of 7,500 m2 which can be a place to do various exciting activities as well as educate.</em> <em>With the existence of public open space in the Gading Serpong area, it provides a healthy atmosphere and balances the environment in an area. The benefits of green open space in a city or region provide comfort and more beautiful scenery also has many benefits for physical and mental health.</em> <em>Quantitative data collection is carried out by distributing questionnaires to visitors and structured interviews to the management. The results of this study will know the success provided by Scientia Square Park.</em></p> <p><strong><em>Keywords: green open space (RTH); recreation; park management</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Scientia Square Park merupakan taman kota yang didirikan sejak tahun 2013 oleh PT. Summarecon Agung, sebagai pengembang utama di Gading Serpong untuk memfasilitasi gaya hidup masyarakat kota yang sangat dinamis dan semakin lekat dengan teknologi. Taman hijau publik ini juga menjadi sarana hiburan alternatif untuk keluarga. Scientia Square Park memiliki luas 7.500 m<sup>2</sup> yang bisa menjadi wadah untuk melakukan berbagai aktivitas seru sekaligus mengedukasi. Dengan adanya ruang terbuka publik di daerah Gading Serpong memberikan suasana yang sehat dan menjadi penyeimbang lingkungan di suatu daerah. Manfaat ruang terbuka hijau di sebuah kota atau wilayah memberikan kenyamanan dan pemandangan lebih indah juga memiliki banyak manfaat bagi kesehatan fisik dan mental. Pengumpulan data kuantitatif yang dilakukan secara menyebar kuesioner kepada pengunjung dan wawancara terstruktur kepada pihak pengelola. Hasil penelitian ini akan mengetahui keberhasilan yang di berikan oleh pihak Scientia Square Park.</p> Muhammad Nashiruddin Suharyadi Priyendiswara Agustina Bella Liong Ju Tjung SettingsI G. Oka Sindhu Pribadi Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 2001 2014 10.24912/stupa.v5i2.24358 EVALUASI PASCA HUNIAN RUSUNAWA CIBESEL,CIPINAG BESAR SELATAN, KECAMATAN JATINEGARA, KOTA JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24359 <p><em>Rent Flats is a housing program that is used to overcome housing problems especially in urban areas. DKI Jakarta Government in development, has one of its visions, namely the realization of settlements that are sustainable. It is ensured that the purpose of building this flat cannot be separated from the aspects – aspects of sustainable housing which combines environmental, social and environmental aspects into the development strategy to ensure environmental integrity as well safety, capability, welfare, and quality of the current and future generations front. Therefore, this study aims to conduct a study of Rusunawa CIbesel is one of the flats built by DKI Jakarta based on the vision to see the form of implementation - the application of sustainable aspects that have been carried out and evaluate it so that in addition to conducting studies it can also be provide advice and recommendations on aspects of sustainable housing needs to be improved. The research method used is qualitative method descriptive. The research results obtained are that in the application of aspects sustainability, especially in Rusunawa Cibesel, environmental aspects are aspects which needs a lot of improvement. Because in this aspect Rusunawa Cibesel has have the system, but not running optimally. As for the social and the economy of Rusunawa Cibesel has been going quite well in its implementation. With As a result, Rusunawa Cibesel has implemented many aspects of sustainable housing although these various aspects need to be improved in order to achieve a stable settlement better sustainability.</em></p> <p><strong>Keywords: sustainable housing; sustainable; rusunawa</strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Rumah Susun Sewa merupakan program perumahan yang digunakan untuk mengatasi masalah perumahan khususnya di daerah perkotaan. Pemerintah DKI Jakarta dalam pembangunannya, memiliki salah satu visinya yaitu dapat terwujudnya permukiman yang berkelanjutan. Dipastikan bahwa tujuan dibangunya rusunawa ini tidak lepas dari aspek – aspek hunian berkelanjutan yang dimana memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi kedalam strategi pembangunan untuk menjami keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu generasi saat ini dan generas masa depan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melakukan studi terhadap Rusunawa CIbesel salah satu rusunawa yang dibangun oleh DKI Jakarta dengan berlandaskan visi tersebut untuk melihat bentuk penerapan – penerapan aspek berkelanjutan yang telah dilakukan dan melakukan evaluasi terhadapnya sehingga selain melakukan studi juga dapat memberikan saran dan rekomendasi terhadap aspek – aspek hunian keberlanjutan yang perlu ditingkatkan. Metode penelitian yang digunakan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian yang didapatkan adalah bahwa dalam penerapan aspek – aspek keberlanjutan khususnya di Rusunawa Cibesel, aspek lingkungan merupakan aspek yang perlu banyak ditingkatkan. Karena pada aspek tersebut Rusunawa Cibesel sudah memiliki sistemnya, tetapi belum berjalan optimal. Sedangkan untuk aspek sosial dan ekonomi Rusunawa Cibesel sudah berjalan cukup baik dalam penerapanya. Dengan hasil ini, Rusunawa Cibesel sudah menerapkan banyak aspek hunian berkelanjutan walaupun berbagai aspek tersebut perlu ditingkatkan agar tercapai suatu permukiman yang berkelanjutan yang lebih baik.</p> Feris Karel Priyendiswara Agustina Bella Liong Ju Tjung I G. Oka Sindhu Pribadi Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 2015 2024 10.24912/stupa.v5i2.24359 STUDI PENATAAN KAWASAN PARIWISATA MANGROVE DI KABUPATEN TANGERANG (OBJEK STUDI: URBAN AKUAKULTUR KETAPANG) https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24360 <p><em>Tourism development in an area has great potential or benefits for a region. The Ketapang Urban Aquaculture area is no exception in the Tangerang district, precisely in the Mauk District on Jl. Raya Tanjung Kait, Ketapang village. It is a tourist area of a mangrove conservation park and in it there is fish and shrimp cultivation. The development of the Ketapang Urban Aquaculture program focuses on mangrove forest conservation, but also organizes the area around the coastal area and builds several supporting infrastructures, and seeks to increase the economy of the people in the village so that it can become a new tourist area/destination in the coastal areas of the Tangerang district.</em> <em>This area has also been equipped with various supporting facilities to support tourism activities in the area, such as spots for taking pictures with mangrove views in the background, parking lots, jogging tracks, lighting for the night and others, but the facilities are still lacking to become a good tourism area. , such as the absence of a place to eat, the absence of a pavilion/gazebo for visitors to rest.</em> <em>Therefore the author wants to look for potentials and deficiencies so as to be able to provide an appropriate arrangement plan for the Ketapang urban aquaculture area. Where this arrangement is carried out using several analytical methods, such as location analysis, site analysis, attractiveness analysis, best practices analysis, and several other analyses. And some of this analysis is useful for looking for weaknesses and strengths that can support the arrangement of the urban aquaculture Ketapang area so that it becomes an even better tourism area and becomes superior tourism in the Mauk area.</em></p> <p><strong><em>Keywords</em></strong><strong><em>:</em></strong> <strong><em>urban aquaculture</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>mangroves</em></strong><strong><em>;</em></strong><strong><em> arrangement of tourism areas</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Pengembangan pariwisata pada suatu kawasan memiliki potensi atau manfaat yang besar bagi sebuah wilyah. Tidak terkecuali pada kawasan Ketapang Urban Akuakultur berada di kabupaten Tangerang tepatnya di Kecamatan Mauk di Jl. Raya Tanjung Kait, desa Ketapang. Merupakan sebuah Kawasan wisata taman konservasi mangrove serta didalamnya terdapat budidaya ikan dan udang. Pengembangan program Ketapang Urban Aquakultur berfokus pada konservasi hutan mangrove, namun juga melakukan penataan pada wilayah sekitar daerah pesisir serta membangun beberapa infrastruktur pendukung,dan berupaya menaikan ekonomi masyarakat didesa tersebut sehingga bisa menjadi kawasan/destinasi wisata baru di daerah pesisir laut kabupaten Tangerang. Kawasan ini juga sudah dilegkapi berbagai fasilitas pendukung guna Mendukung kegiatan pariwisata di Kawasan tersebut, seperti spot untuk berfoto dengan latar belakang pemandangan mangrove,tempat parkir,jogging track,lampu penerangan untuk malam hari dan lainnya namun fasilitasnya dirasa masih kurang untuk menjadi Kawasan pariwisata yang baik, seperti tidak adanya tempat makan, tidak adanya pendopo/gazebo untuk pengunjung beristirahat. Maka dari itu penulis ingin mencari potensi serta kekurangan sehingga mampu memberikan rencana penataan kepada Kawasan Ketapang urban akuakultur yang sesuai. Yang mana penataan ini dilakukan dengan beberapa metode analisis, seperti analisis lokasi, analis tapak, analisis daya tarik, analisis best practices, dan beberapa analisis lainnya. Dan beberapa analisis ini berguna untuk mencari kekurangan serta kelebihan yang bisa mendukung penataan Kawasan Ketapang urban akuakultur agar menjadi Kawasan pariwisata yang lebih baik lagi dan menjadi pariwisata unggul didaerah Mauk.</p> Calvin Jonathan Priyendiswara Agustina Bella Liong Ju Tjung I G. Oka Sindhu Pribadi Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 2025 2038 10.24912/stupa.v5i2.24360 STUDI RUANG TERBUKA HIJAU DI SEMPADAN SUNGAI CISADANE KELURAHAN CILENGGANG, KECAMATAN SERPONG, KOTA TANGERANG SELATAN https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24361 <p>The City of Tangerang Selatan is an independent city which currently has a spatial planning objective as a service center for education, housing, trade and services. Green open space can be used as a guarantor for increasing land value, for adding value to the urban environment, for providing natural tourism spaces, for maintaining historical aspects, for providing spaces for community interaction, etc., and most importantly, for creating harmonious and balanced spaces between built and unbuilt areas. However, with the rapidly increasing population growth in the development of South Tangerang City, the area with the green open space function has decreased and has not yet reached 20% of the area of ​​South Tangerang City. With the arrangement of green open space at the study location, it is known that there are potential contributors to green open space in the City of South Tangerang as a fulfillment of the need for public open space by utilizing green open space on the border of the Cisadane River, Cilenggang Village, Serpong District, South Tangerang City, but still with due regard policies that apply in order to remain in accordance with its function and create an optimal arrangement.</p> <p><strong><em>Keywords: green open space, borders, rivers, space requirements</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Kota Tangerang Selatan adalah kota mandiri yang memeiliki tujuan penataan ruang menjadi pusat pelayan bagi pendidikan, perumahan, serta perdagangan dan jasa. Ruang Terbuka Hijau bisa dijadikan sebagai pemberi nilai tambah bagi lingkungan kota, sebagai penambah jaminan peningkatan nilai tanah, sebagai penyediaan ruang untuk wisata alam, pemertahanan aspek historis, penyedia ruang interaksi masyarakat dll, serta yang terpenting dapat menjadi ruang yang seimbang serta serasi anytara area terbangun dan yang tidak. Namun dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat pesat serta pembangunan di Kota Tangerang Selatan besar, menjadikan kawasan ruang terbuka hijau di dalamnya menurun dan belum mencapai 20% dari luas Kota Tangerang Selatan. Dengan adanya penataan ruang terbuka hijau pada lokasi studi, diketahui bahwa adanya potensi penyumbang ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan menjadi pemenuh kebutuhan ruang RTH publik dengan memanfaatkan ruang terbuka hijau di sempadan sungai cisadane Kelurahan Cilenggang, Kecamatan Serpong Kota tangerang Selatan, namun tetap dengan memperhatikan kebijakan yang berlaku agar tetap sesuai dengan fungsinya dan menjadikan penataan yang optimal.</p> Elisabeth Gabriela Van Der Linde Priyendiswara Agustina Bella Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 2039 2048 10.24912/stupa.v5i2.24361 STUDI PASAR PERUMAHAN MAYA RESIDENCE MUKTIWARI CIBITUNG, KABUPATEN BEKASI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/24362 <p>Maya Residence Muktiwari Housing is a newly developed housing complex in Muktiwari Village, Cibitung District, Bekasi Regency, West Java Province. Maya Residence Muktiwari housing is located in a residential area where there are already many other housing estates that have been built beforehand. With so many housing estates that have been built beforehand or are competitors, the author wants to conduct a study on Maya Residence Muktiwari Housing. The author uses the method of location analysis, site analysis and legality analysis to find the potential and constraints of Maya Residence Muktiwari Housing. By doing this analysis, it is hoped that the author can provide input or recommendations to the project owner so that this housing development project can run smoothly and benefit the community.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>feasibility;</em></strong> <strong><em>housing; study</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Perumahan Maya Residence Muktiwari merupakan perumahan yang baru dikembangkan di Desa Muktiwari, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Perumahan Maya Residence Muktiwari berlokasi pada kawasan hunian yang sudah ada banyak perumahan – perumahan lainnya yang sudah dibangun terlebih dahulu. Dengan banyaknya perumahan – perumahan yang sudah dibangun terlebih dahulu atau kompetitor, penulis ingin melakukan studi terhadap Perumahan Maya Residence Muktiwari. Penulis menggunakan metode analisis lokasi, analisis tapak, analisis legalitas dan analisis pasar untuk mencari potensi dan kendala dari Perumahan Maya Residence Muktiwari. Dengan dilakukannya analisis ini, diharapkan penulis dapat memberikan masukan atau rekomendasi terhadap pemilik proyek agar proyek pembangunan perumahan ini dapat berjalan dengan lancar dan bermanfaat bagi masyarakat.</p> Satrio Wicaksono Priyendiswara Agustina Bella I G. Oka Sindhu Pribadi Liong Ju Tjung Copyright (c) 2023 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2023-10-31 2023-10-31 5 2 2049 2060 10.24912/stupa.v5i2.24362