Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa Jurnal STUPA merupakan Jurnal Ilmiah Jurusan Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Tarumanagara sebagai wadah publikasi artikel ilmiah dengan tema: Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (STUPA) Jurusan Arsitektur dan Perencanaan en-US Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) 2685-5631 <span>This work is licensed under a <span>Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur/ STUPA <span><a href="http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/">Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License</a></span></span></span> Cover https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/29782 <p>@2024 - Cover Jurnal STUPA V6N1 - APRIL 2024</p> Jurnal STUPA Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 Redaksi https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/29783 <p>@2024 - Redaksi Jurnal STUPA V6N1 - APRIL 2024</p> Jurnal STUPA Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 Daftar Isi https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/29868 <p>@2024 - Daftar Isi Jurnal STUPA V6N1 - APRIL 2024 - OJS</p> Jurnal STUPA Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 KONSEP ERGONOMI BARU TERKAIT LANSIA SEBAGAI PRINSIP PERANCANGAN PADA SENIOR FARMERS MARKET https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27194 <p><em>The sandwich generation phenomenon raises the stereotype that the elderly are a "burden" for the younger generation. This makes the elderly want to be active, independent and productive through self-actualization. One way to overcome this problem is to provide opportunities for the elderly to work and contribute to society. Projects created to help the elderly tend to be less friendly to the elderly such as work environments that are not ergonomic, limited accessibility and services that are not in accordance with the needs of the elderly. Lack of attention to the comfort of the elderly in projects for the elderly can have a negative impact on the health and well-being of the elderly. Based on these problems, the design of the Senior Farmers Market requires an ergonomic study so that the elderly can work comfortably.</em><em> Thus, ergonomic work environment design is needed to create a comfortable and safe work environment for the elderly. Ergonomics study itself is a relevant approach to understanding and improving aspects of the design of a project that can affect the comfort and productivity of its users. This study aims to explore the ergonomics study approach as a design principle in the context of a senior farmers market that is friendly to its workers who are mostly elderly. This research uses a qualitative method with a literature study approach, observation, and ergonomic analysis to identify the ergonomic needs of the elderly.</em></p> <p><strong><em>Keywords:</em></strong><strong><em> Elderly; Ergonomics; Senior farmers market</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Fenomena <em>sandwich generation</em> memunculkan <em>stereotype</em> bahwa lansia adalah beban bagi generasi dibawahnya. <em>Stereotype </em>ini kemudian membuat lansia berkeinginan untuk mencapai kemandirian dan menciptakan kesejahtraan mereka sendiri. Hal ini membuat lansia ingin menjadi aktif, mandiri dan produktif melalui aktualisasi diri. Salah satu metode untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan memberikan kesempatan bagi lansia untuk bekerja dan berkontribusi dalam masyarakat. Proyek yang di buat untuk membantu lansia cenderung kurang ramah bagi lansia seperti lingkungan kerja yang tidak ergonomis, aksesibilitas yang terbatas dan pelayanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan lansia. Kurangnya perhatian terhadap kenyamanan para lansia dalam proyek-proyek untuk lansia dapat berdampak negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan lansia. Berdasarkan permasalahan tersebut, perancangan <em>Senior Farmers Market </em>yang dibuat dalam rangka membantu lansia beraktualisasi diri ini membutuhkan studi ergonomi agar para lansia dapat bekerja dengan nyaman. Oleh karena itu, desain lingkungan kerja yang ergonomis sangat penting untuk membuat tempat kerja yang aman dan nyaman bagi orang tua. Studi ini bertujuan untuk mengeksplorasi pendekatan studi ergonomi sebagai prinsip perancangan dalam konteks <em>senior farmers market</em> yang ramah bagi para pekerjanya yang sebagian besar merupakan lansia. Untuk menentukan kebutuhan ergonomi untuk orang lanjut usia, penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menggunakan metode studi literatur, observasi, dan analisis ergonomi yang sesuai untuk lansia.</p> Kimberly Kimberly Irene Syona Darmady Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 1 12 10.24912/stupa.v6i1.27194 PERTANIAN VERTIKAL SEBAGAI RESPONS PEDAGANG PASAR TRADISIONAL DI KECAMATAN KEMBANGAN TERHADAP PERUBAHAN POLA PERDAGANGAN DAN GAYA HIDUP MASYARAKAT https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27192 <p><em>Traditional markets are places for buying</em><em>, </em><em>selling and bargaining activities. However, currently people's interest in traditional markets is decreasing due to changes in people's lifestyles. This has a big impact on traditional market traders in urban areas, especially in </em><em>the </em><em>Kembangan District. Currently, people are starting to pay attention to their health through the quality of the food they consume so that the quality of the freshness of the fresh ingredients can determine consumer trust in traders. Apart from that, there has been a change in trading patterns, from initially conventional trading to now being completely digital, resulting in the loss of the role of traders who are distributors liaising between producers and consumers. This change in people's lifestyles has forced competitors such as modern markets and online traders to start selling fresh goods to attract people's interest. This sense of empathy for the problems of traditional market traders in the Kembangan area creates a desire to learn more about traditional traders and markets so that they can find solutions to these problems. In the process of empathy, an idea was discovered that could turn traders into "producers", namely by integrating vertical farming with traditional markets. By combining vertical farming with traditional markets, we can solve the problem of traders losing their function and the problem of increasing demands for the quality of fresh ingredients. The method used is to study the problems experienced by traditional market traders in</em><em> the</em><em> Kembangan District through literature studies and reviewing the data that has been obtained so that they can find the right strategy to respond to these problems. This research aims to enable traditional market traders in</em><em> the</em><em> Kembangan District to respond to changes in trading patterns which are included in changes in people's lifestyles.</em></p> <p><strong><em>Key words: Empathy; Market; Sellers; Vertical farming</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Pasar tradisional merupakan tempat untuk melakukan aktivitas jual beli dan tawar menawar. Namun, saat ini minat masyarakat terhadap pasar tradisional semakin berkurang akibat perubahan gaya hidup masyarakat. Hal tersebut sangat berdampak bagi pedagang pasar tradisional di kawasan perkotaan khususnya di Kecamatan Kembangan. Saat ini masyarakat mulai memperhatikan kesehatannya melalui kualitas makanan yang dikonsumsi sehingga kualitas bahan segar dapat menentukan kepercayaan konsumen terhadap pedagang. Selain itu, terdapat perubahan pola perdagangan yang awalnya perdagangan dilakukan secara konvensional kini menjadi serba digital sehingga terjadi hilangnya peran pedagang yang merupakan distributor penghubung antara produsen dengan konsumen. Perubahan gaya hidup masyarakat ini membuat para pesaing seperti pasar modern maupun pedagang online untuk mulai menjual bahan segar <em>(fresh goods) </em>untuk menarik minat masyarakat. Rasa empati terhadap permasalahan pedagang pasar tradisional di Kawasan Kembangan ini membuat adanya keinginan untuk mempelajari lebih dalam mengenai pedagang dan pasar tradisional sehingga dapat menemukan solusi atas masalah tersebut. Dalam proses berempati, ditemukan gagasan yang dapat menjadi pedagang menjadi “produsen” yaitu dengan mengintegrasikan pertanian vertikal dengan pasar tradisional. Dengan menggabungkan pertanian vertikal dengan pasar tradisional maka dapat memecahkan permasalahan pedagang yang kehilangan fungsinya dan permasalahan akan tuntutan kualitas bahan segar yang semakin meningkat. Metode yang digunakan adalah dengan mempelajari permasalahan yang dialami oleh pedagang pasar tradisional di Kecamatan Kembangan melalui studi literatur dan mengkaji data-data yang telah didapatkan sehingga dapat menemukan strategi yang tepat untuk menanggapi permasalahan ini. Penelitian ini bertujuan agar pedagang pasar tradisional di Kecamatan Kembangan dapat merespons perubahan pola perdagangan yang termasuk ke dalam perubahan gaya hidup masyarakat.</p> Justin Justin Suwardana Winata Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 13 22 10.24912/stupa.v6i1.27192 PERAN ARSITEKTUR TERHADAP KEMAJUAN UMKM DI BIDANG FASHION DI ERA DIGITALISASI MELALUI PENDEKATAN ARSITEKTUR EMPATI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27444 <p>MSMEs, or Micro, Small, and Medium Enterprises, represent productive ventures owned by individuals or entities qualifying as micro-enterprises. In the digitalization era, these MSMEs have witnessed rapid growth, significantly contributing to Indonesia's economic advancement. Recognizing their importance, both governmental and private sectors are actively promoting MSMEs in the country. A notable sector experiencing rapid expansion is the creative economy, particularly the fashion industry. However, challenges threaten the progress of fashion-oriented MSMEs in Indonesia's digital age. The digitalization era has intensified both national and global competition. Many enterprises struggle to adapt to these digital shifts, exacerbated by the lack of supportive facilities. This research examines the development of fashion-related MSMEs through an architectural lens, investigating how architectural and digital designs influence their evolution in an increasingly digital landscape. Utilizing both qualitative and quantitative methods, the study further analyzes transformations within the fashion business, encompassing shifts in physical store designs due to digitalization, and the role of architectural communication via social media, online branding, and digital marketing in shaping brand identity.</p> <p><strong>Keywords: Architecture; Digitalization; Fashion; MSMEs; Progress</strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>UMKM adalah singkatan dari usaha mikro, kecil dan menengah, UMKM merupakan usaha produktif yang dimiliki perorangan atau badan usaha yang telah memenuhi kriteria sebagai usaha mikro. UMKM berkembang cukup pesat di era digitalisasi ini, sehingga memiliki peranan penting terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, oleh karena itu pemerintah dan swasta tengah berupaya dalam memajukan UMKM di Indonesia, salah satu sektor industri yang berkembang cukup pesat saat ini adalah industri ekonomi kreatif dibidang fashion, namun, terdapat permasalahan yang dapat menghambat dan mengancam kemajuan UMKM bidang fashion di Indonesia di era digitalisasi. Era digitalisasi membuat persaingan nasional maupun global semakin ketat, dan masih banyak yang tidak mampu beradaptasi terhadap perkembangan digitalisasi, minimnya fasilitas yang mewadahi hal ini juga menjadi salah satu faktor yang menghambat kemajuan UMKM di Indonesia. Penelitian ini mendekati perkembangan UMKM dibidang fashion dengan perspektif arsitektural, mengeksplorasi desain arsitektur dan digital dapat mempengaruhi perkembangan UMKM di bidang fashion yang semakin terdigitalisasi dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif, selain itu penilitian ini juga bertujuan untuk menganalisis transformasi dalam konteks bisnis fashion dan kebutuhan UMKM, termasuk desain toko fisik yang mengalami perubahan akibat perkembangan digitalisasi, serta komunikasi arsitektur melalui media sosial, branding online, dan strategi pemasaran digital dapat memainkan peran dalam membangun identitas merek.</p> Sidharta Chandana Deva Martin Halim Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 23 36 10.24912/stupa.v6i1.27444 ARSITEKTUR ADAPTIF YANG MENJUNJUNG TINGGI KEMANUSIAAN DALAM BANGUNAN SIAP HUNI BAGI PENGUNGSI BANJIR https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27447 <p><em>Floods are a familiar disaster for Jakarta residents, often bringing detrimental impacts. These include disruptions to physical and mental health, property damage, and significant economic losses. With numerous residences submerged, affected residents are compelled to evacuate, seeking shelter and assistance. However, the high number of evacuees and the limited capacity of emergency shelters often result in a drastic decline in their quality of life. Additionally, government regulations regarding aid provision further exacerbate the disparity between the assistance provided and the needs of the evacuees. Acknowledging the shortcomings and responses from those who have experienced displacement, this journal explores the crucial role of architecture in meeting the needs of evacuees in flood-prone areas, particularly in Jakarta. It delves into how architecture can address the needs of evacuees through its design. The primary focus is on designing buildings that are adaptive to environmental conditions, considering essential needs. Involving humanitarian elements in housing development becomes a key aspect, as outlined in the journal, detailing efforts to enhance the quality of life and sustainability for the evacuee community. This research highlights the importance of adaptive architecture as an integral solution in addressing the impact of natural disasters from both architectural and human design perspectives. It provides a fresh perspective on handling evacuations in flood-prone areas.</em></p> <p><strong><em>Keywords: Adaptive; Architecture; Evacuees; Needs</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Banjir adalah salah satu bencana yang sudah tidak asing lagi bagi warga Jakarta, dan seringkali bencana ini membawa dampak negatif yang merugikan. Hal ini mencangkup gangguan terhadap kesehatan fisik dan mental, kerusakan properti, dan juga kerugian ekonomi yang signifikan. Dengan banyak terendamnya tempat tinggal, para warga yang tertimpa terpaksa mengungsi, mencari perlindungan, dan meminta bantuan. Sementara jumlah pengungsi yang tinggi, terdapat keterbatasan kapasitas dari tempat pengungsian darurat yang sering mengakibatkan penurunan drastis dari kualitas hidup mereka. Selain itu, dengan adanya peraturan mengenai bantuan kebutuhan dari pemerintah, kelebihan kapasitas ini membuat bantuan yang diberikan menjadi tidak sebanding dengan korban pengungsi yang ada. Mengetahui kekurangan dan respon dari para warga yang pernah mengungsi, jurnal ini mengeksplorasi peran krusial arsitektur dalam memenuhi kebutuhan pengungsi di kawasan rawan banjir, khususnya di Jakarta. Bagaimana arsitektur dapat memenuhi kebutuhan para pengungsi melalui rancangannya. Fokus utama adalah pada merancang bangunan yang adaptif terhadap kondisi lingkungan, dengan mempertimbangkan aspek kebutuhan esensial. Melibatkan elemen kemanusiaan dalam pengembangan ruang hunian menjadi elemen kunci, jurnal ini merinci upaya meningkatkan kualitas hidup dan keberlanjutan bagi komunitas pengungsi. Penelitian ini menyoroti pentingnya arsitektur adaptif sebagai solusi integral dalam menghadapi dampak bencana alam dari aspek rancangan arsitektur dan manusia, dan memberikan pandangan baru terhadap penanganan pengungsian di kawasan yang rentan terhadap banjir.</p> Reinhard Patricio Yonandi Martin Halim Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 37 48 10.24912/stupa.v6i1.27447 PENDEKATAN EMPATI-SALUTOGENIK DALAM PERANCANGAN FASILITAS PERAWATAN MASA NIFAS https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27449 <p><em>Postnatal care centers play an important role in facilitating a woman's physical and emotional recovery after giving birth. This journal discusses the integration of salutogenic and empathetic design principles within postnatal care centers, with the goal of providing an environment that comprehensively nurtures the health and well-being of postnatal mothers. Salutogenic design focuses on promoting health and resilience, while empathic design centers on recognizing and addressing individual needs. This paper explores the fundamental aspects of salutogenic design, including personalized spaces, exposure to natural light, access to natural elements, acoustic comfort and the integration of positive distractions. In addition, this journal emphasizes the importance of clear spatial organization and the provision of privacy within postnatal care centers to pay attention to psychological aspects. Simultaneously, empathetic design considerations involve creating spaces that support mothers' emotional well-being during the postpartum period that is vulnerable to physical and emotional instability. Incorporating these design principles within a postnatal care center can produce a therapeutic environment that not only supports physical recovery but also maintains emotional resilience. The research uses qualitative methods to look for relationships and impacts that can be produced by the application of salutogenics in the design process. The journal aims to provide application and determine the impact of implementing empathetic and salutogenic aspects into the design of postpartum facilities such as the integration of green areas, customized programs for the mother's physical and mental recovery, as well as customized units based on needs.</em></p> <p><strong><em>Keywords: Empathic; Post partum; Salutogenic</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Pusat perawatan masa nifas memegang peran penting dalam memfasilitasi pemulihan fisik dan emosional wanita setelah melahirkan. Jurnal ini membahas integrasi prinsip-prinsip desain salutogenik dan empatik di dalam pusat perawatan pasca melahirkan, dengan tujuan menyediakan lingkungan yang secara komprehensif memelihara kesehatan dan kesejahteraan para ibu pasca melahirkan. Desain salutogenik berfokus pada promosi kesehatan dan ketahanan, sementara desain empatik berpusat pada pengenalan dan penanganan kebutuhan individu. Makalah ini mengeksplorasi aspek mendasar desain salutogenik, mencakup ruang yang dipersonalisasikan seesuai kebutuhan, paparan cahaya alami, akses ke elemen alami, kenyamanan akustik, dan integrasi distraksi positif. Selain itu, jurnal ini menekankan pentingnya organisasi spasial yang jelas dan penyediaan privasi di dalam pusat perawatan masa nifas untuk memperhatikan aspek psikologis. Secara bersamaan, pertimbangan desain empatik melibatkan penciptaan ruang yang mendukung kesejahteraan emosional para ibu selama masa nifas yang rentan akan ketidakstabilan fisik dan emosional. Penggabungan prinsip-prinsip desain ini di dalam pusat perawatan pasca melahirkan dapat menghasilkan lingkungan terapeutik yang tidak hanya mendukung pemulihan fisik tetapi juga memelihara ketahanan emosional. Penelitian menggunakan metode kualitatif untuk mencari hubungan dan dampak yang dapat dihasilkan oleh penerapan salutogenik dalam proses perancangan. Jurnal bertujuan untuk memberikan penerapan dan mengetahui dampak penerapan aspek empati dan salutogenik kedalam desain fasilitas masa nifas seperti integrasi area hijau, program yang disesuaikan untuk pemulihan fisik dan mental ibu, serta unit yang terkostumisasi berdasarkan kebutuhan.</p> Cindy Carissa Alvin Hadiwono Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 49 60 10.24912/stupa.v6i1.27449 KONSEP DIGITAL HYBRID PADA RANCANGAN UNIT KIOS DI PASAR GROGOL - JAKARTA BARAT https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27450 <p><em>In the era of digital e-commerce, traditional market vendors face challenges in adapting to changes in consumer preferences and technological advancements. These vendors, who have long relied on face-to-face transactions and local customers, are now compelled to establish an online presence. Building trust with online customers is another key aspect of adaptation in this digital era. Adapting to the digital age also involves addressing logistical challenges. With changing shopping trends and evolving consumer preferences, there's a strong push to alter the capacity of kiosk units. Many markets have adopted a more flexible approach by offering customizable and modular kiosk units. This transformation brings traditional markets into a more modern and adaptive era, enabling vendors to be more responsive to changes in market demand and providing space for innovation and business growth. In conclusion, traditional market vendors must undergo a complex transition into the digital e-commerce era. They face challenges related to technology integration, product diversification, pricing strategies, customer trust, and logistics. Success in this ever-changing landscape depends on their ability to adapt, embrace technology, and strategically position themselves in the online market. Adapting to the digital age is not only crucial for the survival of traditional market vendors but also provides them with opportunities to access a larger market share.</em></p> <p><strong><em>Keywords: Electronic trading; Hybrid Market; traditional market; Trader</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Dalam era digital e-commerce, pedagang pasar tradisional menghadapi tantangan dalam beradaptasi dengan perubahan preferensi konsumen dan kemajuan teknologi. Pedagang pasar tradisional, yang selama ini bergantung pada transaksi tatap muka dan pelanggan lokal, kini terpaksa untuk mendirikan kehadiran online. Di era digital ini, membangun kepercayaan dengan pelanggan online adalah aspek kunci lain dari adaptasi. Beradaptasi dengan era digital juga melibatkan penanganan tantangan logistik. Dengan adanya perubahan tren belanja dan preferensi konsumen yang semakin berubah, terdapat dorongan kuat untuk mengubah kapasitas unit kios. Banyak pasar telah mengadopsi pendekatan yang lebih fleksibel dengan menawarkan unit kios yang dapat disesuaikan dan lebih modular. Transformasi ini membawa pasar tradisional ke dalam era yang lebih modern dan adaptif, memungkinkan pedagang untuk lebih responsif terhadap perubahan permintaan pasar serta memberikan ruang bagi inovasi dan pertumbuhan usaha. Sebagai kesimpulan, pedagang pasar tradisional harus menjalani transisi yang kompleks ke dalam era digital e-commerce. Mereka menghadapi tantangan terkait integrasi teknologi, diversifikasi produk, strategi penetapan harga, kepercayaan pelanggan, dan logistik. Keberhasilan dalam lanskap yang terus berubah ini bergantung pada kemampuan mereka untuk beradaptasi, merangkul teknologi, dan menempatkan diri secara strategis dalam pasar online. Beradaptasi dengan era digital bukan hanya penting untuk kelangsungan hidup pedagang pasar tradisional, tetapi juga memberi mereka kesempatan untuk mengakses pangsa pasar yang lebih luas dan tetap relevan dalam ekonomi global yang semakin terhubung.</p> Angela Czarina Elise Alvin Hadiwono Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 61 70 10.24912/stupa.v6i1.27450 PENDEKATAN ARSITEKTUR AUTISME DALAM PERANCANGAN MUSEUM EDUKASI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27451 <p><em>Autism has received global attention due to communication limitations, social interaction difficulties, and repetitive behavior. Comprehensive understanding reduces stigma and discrimination, allows people to be more empathetic and provide better support. Knowledge about autism also supports early help and community understanding through architectural interventions. This research explores the factors of therapy methods, the importance of understanding autism through architecture, and the integration of autism architecture in educational design. Understanding autism strengthens community support, improves resources and services, encourages better education and treatment programs, and promotes inclusivity and welcoming communities. Therefore, understanding autism is not only the task of health professionals or educators, but also the responsibility of the general public. An educational museum was created to depict the characteristics of autism through supporting installations, providing in-depth insight into the experiences of children with autism.</em></p> <p><strong><em>Keywords: Describe; Disease; Stigmatism</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Autisme mendapat perhatian global karena keterbatasan komunikasi, kesulitan interaksi sosial, dan perilaku repetitif. Pemahaman menyeluruh mengurangi stigma dan diskriminasi, memungkinkan masyarakat lebih empatik dan memberikan dukungan lebih baik. Pengetahuan tentang autisme juga mendukung bantuan dini dan pemahaman masyarakat melalui intervensi arsitektural. Penelitian ini mengeksplorasi faktor metode terapi, pentingnya pemahaman autisme melalui arsitektur, dan integrasi arsitektur autisme dalam desain edukasi. Pemahaman tentang autisme memperkuat dukungan masyarakat, meningkatkan sumber daya dan layanan, mendorong program pendidikan dan perawatan yang lebih baik, serta mempromosikan inklusivitas dan masyarakat yang ramah. Oleh karena itu, memahami autisme bukan hanya tugas profesional kesehatan atau pendidik, tetapi juga tanggung jawab masyarakat umum. Sebuah museum edukasi didirikan untuk menggambarkan karakteristik autisme melalui instalasi-instalasi pendukung, memberikan wawasan mendalam tentang pengalaman anak-anak dengan autisme.</p> Marcella Stefanie Alvin Hadiwono Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 71 82 10.24912/stupa.v6i1.27451 EKSPLORASI PENGARUH DESAIN BANGUNAN TERHADAP KESEJAHTERAAN MENTAL DAN PENANGGULANGAN DEPRESI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27452 <p><em>This research delves into the significant role of architectural design in advancing mental well-being and its potential to address depression. In the midst of an era filled with pressure and stress, understanding the interconnection between the physical environment and mental health becomes increasingly vital. The research aims to identify architectural design principles that positively impact individual psychological aspects, encompassing elements such as natural lighting, spatial arrangement, access to nature, and art integration. The findings of this research indicate that architecturally responsive design to psychological needs has the potential to be a key factor in addressing the challenges of depression. By providing an environment that supports mental recovery, architectural design can play a crucial role in enhancing the overall well-being of society. The practical implications of this research provide impetus for architects, urban planners, and policymakers to create built spaces that are not only visually appealing but also contribute to individual psychological well-being. In summary, this research emphasizes that incorporating the dimension of mental well-being into built environment design has a significant positive impact in creating a holistically healthier society.</em></p> <p><strong><em>Keywords: Architecture; Depression; Mental disorders; Mental recovery</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Penelitian ini menyelidiki peran yang signifikan dari desain arsitektur dalam memajukan kesejahteraan mental dan potensinya untuk mengatasi depresi. Di tengah-tengah era yang dipenuhi tekanan dan stres, pemahaman akan keterkaitan antara lingkungan fisik dan kesehatan mental menjadi semakin penting. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi prinsip-prinsip desain arsitektur yang memiliki dampak positif pada aspek psikologis individu, mencakup elemen-elemen seperti pencahayaan alami, pengaturan ruang, akses ke alam, dan integrasi seni. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa desain arsitektur yang responsif terhadap kebutuhan psikologis memiliki potensi menjadi faktor kunci dalam menghadapi tantangan depresi. Dengan menyediakan lingkungan yang mendukung pemulihan mental, desain arsitektur dapat berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Implikasi praktis dari penelitian ini memberikan dorongan kepada arsitek, perencana kota, dan pembuat kebijakan untuk menciptakan ruang binaan yang tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan psikologis individu. Secara singkat, penelitian ini menegaskan bahwa memasukkan dimensi kesejahteraan mental dalam perancangan lingkungan binaan memiliki dampak positif signifikan untuk menciptakan masyarakat yang lebih sehat secara holistik.</p> Rizqi Ramadhan Maria Veronica Gandha Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 83 96 10.24912/stupa.v6i1.27452 RUANG KESEJAHTERAAN BERSAMA ANTARA MANUSIA-ANJING DALAM KONTEKS TERAPI PTSD https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27453 <p>The phenomenon of Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) in the film To be of Service is a documentary film about several military veterans with various physical and psychological injuries. This becomes an issue how this disorder not only affects themselves but also the people around them. This film also shows that the main character is often considered a strange and unstable person by the people around him. This problem reflects that the negative stigma towards PTSD sufferers greatly affects a person's psychological condition. Recent studies on dog therapy prove that interacting with dogs can reduce anxiety. The aim of this research is to create a space of shared well-being including social support, a sense of bonding, and feelings of trust that are built between PTSD sufferers and dogs. In an architectural context, this research is not just about physical design, but also includes creating holistic well-being by focusing on empathetic spaces for dogs and PTSD sufferers. This research uses descriptive research methods with a qualitative approach. In this case, architecture is about designing life and this research is an effort to design spaces that can strengthen the relationship between humans and dogs.</p> <p><strong><em>Keywords: dog; ptsd; </em></strong><strong><em>space</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Fenomena Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) dalam Film To be of Service merupakan film dokumenter kisah beberapa veteran militer dengan berbagai luka fisik dan psikologis. Hal ini menjadi sebuah isu bagaimana gangguan ini tidak hanya mempengaruhi diri mereka sendiri tetapi juga orang-orang di sekitarnya. Film ini juga menunjukan bahwa karakter utama sering dianggap sebagai orang yang aneh dan tidak stabil oleh orang-orang di sekitarnya. Masalah ini mencerminkan bahwa stigma negatif terhadap penderita PTSD sangat mempengaruhi kondisi psikologis seseorang. Adanya studi terbaru mengenai dog therapy membuktikan bahwa berinteraksi dengan anjing dapat menurunkan kecemasan. Tujuan riset ini adalah untuk membentuk ruang kesejahteraan bersama termasuk dukungan sosial, rasa ikatan, dan perasaan kepercayaan yang terbangun antara penderita PTSD dan anjing. Dalam konteks arsitektur, penelitian ini bukan hanya sekedar desain fisik, tetapi juga mencakup penciptaan kesejahteraan yang menyeluruh dengan memfokuskan ruang empati bagi anjing dan penderita PTSD. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dalam hal ini, arsitektur adalah tentang merancang kehidupan dan riset ini menjadi upaya untuk merancang ruang yang dapat mempererat hubungan manusia dan anjing.</p> Vania Amanda Maria Veronica Gandha Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 97 110 10.24912/stupa.v6i1.27453 PENERAPAN METODE BERTAHAP DAN MEKANISME SEDERHANA UNTUK MENGGALI BAKAT ANAK-ANAK AUTISME https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27191 <p>Autism Spectrum Disorder (ASD) or autism is a group of neurological developmental disorders that impact social life and can manifest as difficulties in communication. The challenges faced by children with autism should not serve as a reason to treat them differently from parents or the surrounding community. They are entitled to a decent life and the same comfort as other typically developing children. Children with autism often exhibit remarkable potential and talent in various fields such as arts, music, mathematics, computer science, and more. Despite facing difficulties in communication and social interaction, they possess unique intelligence and creativity. According to a 2019 study conducted by the University of California, Davis, gradual methods such as observation, communication with parents, skills testing, collaboration with professionals, exploring activities, and providing support and praise have proven effective in uncovering the talents of children with autism. The ultimate goal of this research is to create an inclusive environment that supports the development of children with autism, enabling them to thrive and make meaningful contributions in various aspects of life. The study aims to discover the hidden talents and potentials of children aged 6-17 with autism, with the hope that it will contribute to enhancing their quality of life.</p> <p><strong>Keywords:</strong> <strong>Autism; Potential; Talent</strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Autism Spectrum Disorder (ASD) atau autisme merupakan sekelompok gangguan perkembangan neurologis yang mempengaruhi kehidupan sosial yang dapat berupa sulit untuk berkomunikasi. Gangguan autisme yang di alami oleh anak bukan menjadi alasan bagi mereka memperoleh perlakuan yang berbeda dari orang tua maupun masyarakat sekitar. Mereka berhak mendapatkan kehidupan yang layak dan memiliki kenyamanan yang sama dengan anak normal lainnya. Anak-anak penyandang autisme sering kali memiliki potensi dan bakat yang luar biasa dalam berbagai bidang seperti seni, musik, matematika, ilmu pengetahuan komputer dan lainnya. Meskipun menghadapi kesulitan dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial, mereka memiliki kecerdasan dan kreativitas yang unik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh University of California, Davis pada tahun 2019 menyatakan bahwa metode bertahap seperti observasi, komunikasi dengan orang tua, pengujian keterampilan, berkolaborasi dengan professional, eksplorasi kegiatan dan dukungan dan pujian, metode-metode tersebut terbukti efektif dalam menemukan potensi bakat pada anak penyandang autisme. Penelitian ini bertujuan akhir untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung anak penyandang autisme agar mereka dapat berkembang dan memberikan kontribusi yang berarti dalam berbagai aspek kehidupan tanpa dibatasi oleh spektrum autisme yang mereka miliki dan untuk menemukan bakat dan potensi anak penyandang autisme yang masih terpendam dari anak berusia 6-17 tahun dengan harapan penelitian ini dapat membantu meningkatkan kualitas hidup mereka.</p> Dominikus Martin Sulistyawan Franky Liauw Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 111 120 10.24912/stupa.v6i1.27191 MEDALI RELASI ANTARGENERASI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27454 <p>Intergeneration relationships have a distance that is created unconsciously from everyday life. Identical to the existence of different views, there is a clash that results in an intergeneration gap. Often referred to as the generation gap, it is a condition created due to differences in experiences and attitudes between generations, which ultimately results in a gap or distance. A bridge is needed to unify intergeneration perceptions, making each generation cherish each other and coexist. Play is then considered to be one of the ways that can bridge the intergeneration gap that has been created to date. In a game there are various goals, victory being the most commonly encountered goal. Trophies or medals are identical as a form of appreciation for winning a competition or game. Like playing, it is hoped that there will be a game of definition from the appreciation for victory. No longer in the form of physical things like medals but in the form of intergeneration relationships. Qualitative and comparative data collection methods from a collection of journals and books. The target of this research is to show the positive side of playing together between generations, in order to strengthen intergeneration relationships.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>Cherish; Coexist; Intergeneration; Playing; Strengthen</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Hubungan antargenerasi memiliki jarak yang tercipta tanpa disadari dari kehidupan sehari-hari. Identik dengan adanya perbedaan pandangan, terjadi benturan yang mengakibatkan kesenjangan antargenerasi. Sering disebut dengan kesenjangan generasi atau generation gap yang merupakan suatu kondisi yang tercipta karena adanya perbedaan pengalaman dan sikap antargenerasi, sehingga pada akhirnya menghasilkan kesenjangan atau jarak. Diperlukan jembatan untuk menyatukan persepsi antargenerasi, menjadikan setiap generasi saling menghargai dan hidup berdampingan. Bermain kemudian dianggap menjadi salah satu cara yang mampu menjembatani kesenjangan antargenerasi yang telah tercipta hingga saat ini. Dalam sebuah permainan ada berbagai tujuan, kemenangan menjadi tujuan yang paling sering ditemui. Piala ataupun medali identik sebagai bentuk apresiasi akan kemenangan atas suatu perlombaan atau permainan. Layaknya bermain, diharapkan terjadi permainan definisi dari bentuk apresiasi kemenangan. Tak lagi berupa hal fisik layaknya medali namun berwujud atas terjalinnya hubungan relasi antargenerasi. Metode pengumpulan data kualitatif dan komparatif dari kumpulan jurnal dan buku. Target penelitian ini agar dapat menunjukkan sisi positif dari bermain bersama antargenerasi, demi mempererat hubungan antargenerasi.</p> Meilisa Christiani Susanto Franky Liauw Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 121 134 10.24912/stupa.v6i1.27454 PEMANFAATAN AIR LIMBAH SEBAGAI SUMBER DAYA KAMPUNG APUNG https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27455 <p>Kampung Apung is a slum located in Kapuk, West Jakarta. This place was formerly a Chinese and Malay ethnic cemetery known as Tanah Bengkok. Due to urgent housing needs in 1960, The locals built settlements at the edges of the cemetery, forming a settlement called Kapuk Teko.mKapuk Teko filled with rice fields and greenery. In 1979, excessive land reclamation was carried out due to the establishment of warehouses and industrial facilities, resulting in a reduction in land elevation. The continuous flood occurred due to the low lying terrain, leading wastewater from the slum and industries to fill the lower land permanently, and afterwards the slum is known as Kampung Apung. The floods faced a various problems, such as disrupted food chain ecosystem, physical degradation, and the residents’ quality of life. Algaes and water hyscinths began to appear on the wastewater surface as the result.Nevertheless, the “disaster” for the locals can be utilized as a resource for Kampung Apung. The methods used are descriptive, interviews, and direct observation. The program presented is a support community program with the aim of balancing the ecosystem and increasing the quality of life, and addressing physical degradation in Kampung Apung.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>Ecosystem; Physical degradation; Slums; Wastewater</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Kampung Apung merupakan kampung kota yang berlokasi di Kapuk, Jakarta Barat. Wilayah kampung ini dulunya merupakan area pemakaman etnis Cina dan Melayu yang dikenal dengan sebutan Tanah Bengkok. Dikarenakan kebutuhan mendesak akan tempat tinggal, pada tahun 1960, penduduk setempat membangun pemukiman di sekitar tepi pemakaman, yang secara perlahan membentuk pemukiman yang dinamakan Kapuk Teko. Kapuk Teko mempunyai ciri khas kampung yang kaya akan persawahan dan penghijauan. Pada tahun 1979, dilakukan pengurukan tanah secara berlebihan disekeliling pemukiman untuk kebutuhan pembangunan pergudangan dan industri. Pengurukan tersebut menciptakan cekungan pada lahan Kapuk Teko. Karena terjadinya banjir terus menerus dan pembuangan limbah air dari rumah tinggal dan industri, mengakibatkan tergenangnya air secara permanen, membuat pemukiman tersebut menjadi dikenal dengan Kampung Apung. Genangan permanen tersebut menyebabkan ketidakseimbangan dalam ekosistem, memicu degradasi fisik rumah tinggal, dan menurunkan kualitas hidup warga. Alga dan eceng gondok mulai bermunculan di permukaan air sebagai dampak genangan air limbah. Meskipun demikian, “bencana” bagi warga sekitar ternyata dapat dimanfaatkan bagi sumber daya Kampung Apung. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif, wawancara, dan observasi secara langsung. Program yang dihadirkan merupakan program pendamping warga yang dibuat dengan harapan agar dapat membantu mengembalikan keseimbangan ekosistem, meningkatkan kualitas hidup warga, serta degradasi fisik di Kampung Apung.</p> Pricillia Adeline Franky Liauw Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 135 148 10.24912/stupa.v6i1.27455 BEREMPATI TERHADAP BUKU FISIK SEBAGAI PENGGAGAS WADAH PEMINATAN AKTIVITAS MEMBACA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27188 <p>Physical books are an important part of the development of a civilization, history has repeatedly shown the huge impact of knowledge, ideas, and information that was spread directly starting from the era of Mesopotamia, Ancient Greek, Baghdad, Renaissance, and continuing until the present day. Indonesia has a stigma of low interest in reading, but socio-culture is not a natural thing but something systematic and created slowly. Pondok Cina Station has a history of causing hundreds of scholars to demonstrate and hold up KRL due to the eviction of 35 secondhand book stalls to modernize the station. A strong inner bond between scholars and literature is a reminder that physical books are not dead and need to be studied to achieve quality and widely useful socio-culture. Secondhand Bookstore and Physical Books are closely related to various educational institutions, apart from their cheap prices, they also have easy access to read the books beforehand. Secondhand Bookstore become an interesting opportunity in an empathetic movement that pays attention to one of human primitive abilities, namely cognitive. Empathizing with Secondhand Bookstores and Physical Books aims to find and examine the sweet spot that can provide a place that encourages users to be interested in literature, by using the heterotopia design method and emptiness (suwung) philosophy to give birth to a place that ignites a new culture that can be developed systematically and progressively to achieve a new era of literature.</p> <p><strong><em>Keywords: Architecture</em></strong><strong><em>;</em></strong> <strong><em>Bookstore</em></strong><strong><em>;</em></strong> <strong><em>Empathy Architecture;</em></strong><strong><em> Heterotopia</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>Physical Books</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Buku fisik merupakan bagian penting dalam perkembangan sebuah peradaban, sejarah telah berulang kali menunjukkan dampak besar dari pengetahuan, ide, dan informasi yang disebarkan secara langsung mulai dari era Mesapotomia, Yunani Kuno, Baghdad, Renaisans, dan terus begitu hingga masa kini. Indonesia memiliki stigma minat membaca yang rendah, namun sosio-kultur bukanlah hal yang natural melainkan sesuatu yang sistematis dan diciptakan secara perlahan. Stasiun Pondok Cina memiliki sejarah yang membuat ratusan mahasiswa berdemo dan menahan KRL akibat penggusuran 35 kios buku bekas untuk modernisasi stasiun. Sebuah ikatan batin yang kuat antara mahasiswa dan literasi menjadi sebuah pemantik bahwa buku fisik belum mati dan perlu dikaji untuk menggapai sosio-kultur yang berkualitas dan bermanfaat secara meluas. Toko Buku Bekas dan Buku Fisik sangat erat hubungannya dengan berbagai lembaga pendidikan, selain karena murahnya harga juga karena mudahnya akses untuk langsung membaca sebelum membeli. Toko Buku Bekas menjadi sebuah peluang dalam gerakan empatik yang merangkul sekaligus memperhatikan salah satu kemampuan primitif manusia yaitu kognitif. Berempati terhadap Toko Buku Bekas dan Buku Fisik bertujuan untuk mencari dan menelisik titik manis yang dapat menghadirkan wadah yang mendorong penggunanya untuk tertarik dengan literatur, dengan menggunakan metode desain heterotopia dan filsafat suwung untuk melahirkan sebuah wadah pemantik kultur baru yang dapat berkembang secara sistematis dan progresif untuk menggapai era literatur yang baru.</p> Rahmat Maulidani Agustinus Sutanto Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 149 164 10.24912/stupa.v6i1.27188 MEMADUKAN DUNIA ANAK- ANAK MELALUI ARSITEKTUR BERMAIN: MERANCANG RUANG EDUKASI BERFOKUS SEJARAH PERMAINAN INDONESIA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27456 <p>In the face of rapid technological development, children's games have undergone significant transformation, leading to a decline in the physicality of play and the loss of the essence of play as a crucial aspect of child development. This study combines the Montessori approach, emphasizing the importance of play in developing sensory, motor, and social skills, with the concept of empathetic architecture. The focus is on redesigning playgrounds in two different locations: Cluster PIK2 and Kampung Lumpang. Through case studies, observations, and identification of children's needs, we have created design guidelines that integrate Indonesia's play heritage and empathetic architecture principles. The design program includes the redesign of playgrounds, art installations, and mural projects. Considering the needs of children in the local context, such as accessibility and the loss of the essence of street play, this design aims to rebuild physical, sensory, and social engagement through play. Through modularity and adaptation to the context of each location, this research unites the diversity of play spaces while respecting and preserving the history of Indonesian children's games, creating spaces that celebrate joy and the values of play in child development. The ultimate achievement of this design is the realization of a redesigned playground in a holistic and sustainable manner. Children in Kampung Lumpang and Cluster PIK2 can enjoy games that support the development of their sensory, motor, and social skills, while experiencing the joy and pride of Indonesia's play heritage. By involving them in the design process, this design also achieves the accomplishment of a shared sense of ownership within the community, creating strong social bonds and bringing together two potentially separate worlds.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>architecture empathy;</em></strong> <strong><em>montessori approach; play; playground</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Dalam menghadapi era perkembangan teknologi yang pesat, permainan anak-anak mengalami transformasi yang signifikan, mengakibatkan penurunan fisikalitas permainan dan kehilangan esensi permainan sebagai aspek utama perkembangan anak-anak. Studi ini menggabungkan pendekatan Montessori, yang menekankan pentingnya permainan dalam pengembangan sensorik, motorik, dan keterampilan sosial, dengan konsep arsitektur empati. Fokusnya adalah merancang kembali taman bermain di dua lokasi berbeda: <em>Cluster</em> PIK2 dan Kampung Lumpang. Melalui studi kasus, observasi, dan identifikasi kebutuhan anak-anak, kami menciptakan panduan desain yang mengintegrasikan warisan bermain Indonesia dan prinsip-prinsip arsitektur empati. Program desain mencakup redesain taman bermain, instalasi seni, dan proyek mural. Dengan mempertimbangkan kebutuhan anak-anak dalam konteks lokal, seperti aksesibilitas dan kehilangan esensi bermain di jalanan, desain ini bertujuan untuk membangun kembali keterlibatan fisik, sensorik, dan interaksi sosial melalui permainan. Melalui modularitas dan adaptasi terhadap konteks setiap lokasi, penelitian ini menyatukan keberagaman ruang bermain dengan menghormati dan memelihara sejarah permainan anak-anak Indonesia, menciptakan ruang yang merayakan kegembiraan dan nilai-nilai bermain dalam perkembangan anak-anak. Pencapaian akhir dari desain ini adalah terwujudnya taman bermain yang dirancang ulang secara holistik dan berkesinambungan. Anak-anak di Kampung Lumpang dan <em>Cluster</em> PIK2 dapat menikmati permainan yang mendukung perkembangan sensorik, motorik, dan keterampilan sosial mereka, sambil merasakan kegembiraan dan kebanggaan akan warisan bermain Indonesia. Dengan melibatkan mereka dalam proses perancangan, desain ini juga mencapai pencapaian berupa rasa kepemilikan bersama dari komunitas, menciptakan ikatan sosial yang kuat dan menyatukan dua dunia yang mungkin terpisah.</p> Fernando Janvier Karim Agustinus Sutanto Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 165 176 10.24912/stupa.v6i1.27456 PENERAPAN ARSITEKTUR PERILAKU DALAM DESAIN RUMAH SINGGAH KREATIF ANAK JALANAN https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27458 <p><em>The spread of street children in public spaces is still a very common problem faced in Indonesia, which is mainly caused by the increasing level of living welfare that is not matched by balanced employment opportunities. Children who go down to work on the streets are certainly influenced by the surrounding environment which has a high poverty rate so that they are vulnerable to dropping out of school because they have to work by force or self- sacrifice which reduces the interest in developing the academic or non-academic potential of the child. Street children usually have a mental and psychological condition that is still childish plus academic, motor skills, along with immature emotional intelligence due to lack of interaction from peers so that if they live in a bad environment there is a possibility that their thoughts are easily influenced if they are not given education. As part of the future of the nation's development, street children must be given proper living facilities that can provide them with a feeling of security and comfort but not forgetting interactive learning facilities that can equip their skill development so that they can grow into critical and productive individuals. Therefore, the creative boarding house is an alternative to combining residential space and creative learning space for street children used to develop their knowledge, hobbies, and skills according to their abilities. In order for the creative halfway house to be interactive with street children, the application of the applied design must follow the personality and life behavior of street children who prioritize flexibility and a sense of communal ownership</em></p> <p><strong><em>Keywords: communal ownership; creative boarding house; flexibility; living environment; street children</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Penyebaran anak jalanan di ruang publik masih menjadi masalah yang sangat umum dihadapi di Indonesia yang utamanya disebabkan oleh semakin meningkatnya taraf kesejahteraan hidup yang tidak diimbangi dengan lapangan pekerjaan yang seiimbang. Anak turun yang turun bekerja di jalan tentunya dipengaruhi oleh lingkungan hidup di sekitarnya yang memiliki angka kemiskinan yang tinggi sehingga mereka rentan dengan aksi putus sekolah karena harus bekerja secara paksaan atau pengorbanan diri sendiri yang menurunkan minat untuk mengembangkan potensi akademis ataupun non-akademis yang dimiliki anak tersebut. Anak jalanan biasanya memiliki kondisi mental dan psikis yang masih kekanak-kanakan ditambah lagi kemampuan akademik ,motorik, beserta kecerdasan emosional yang belum matang karena kurangnya interaksi dari teman sebaya sehingga bila ia hidup di lingkungan yang buruk ada besar kemungkinan pemikiran mereka mudah di pengaruhi bila tidak diberi pendidikan. Sebagai bagian dari masa depan pembangunan bangsa anak jalanan harus diberikan fasilitas hidup yang layak yang dapat memberikan mereka perasaan aman dan nyaman namun tidak melupakan fasilitas pembelajaran yang interaktif dapat membekali perkembangan skill mereka agar mereka dapat tumbuh berkembang menjadi pribadi yang kritis dan produktif. Oleh karena itu, rumah singgah kreatif menjadi salah satu alternatif penggabungan ruang hunian dan ruang aksi pembelajaran kreatif anak jalanan yang digunakan untuk mengembangkan ilmu, hobi, dan keahlian yang dimiliki sesuai dengan kemampuan mereka. Agar rumah singgah kreatif bisa mendapat interaktif dengan anak jalanan maka penerapan desain yang diterapkan harus mengikuti kepribadian dan perilaku hidup anak jalanan yang mengedepankan fleksibilitas maupun adanya rasa kepemilikan komunal.</p> Eric Nicholas Ryandi Priscilla Epifania Ariaji Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 177 186 10.24912/stupa.v6i1.27458 PENERAPAN PENDEKATAN EKSPERIMENTAL RASIONALISME YANG EMPATIK DALAM DESAIN FASILITAS PENGOLAHAN UDARA BERSIH DI JAKARTA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27196 <p><em>Jakarta ranks among the top 10 cities with the highest pollution levels globally. </em><em>A</em><em>rchitecture can play a role</em><em> to help reduce </em><em>air pollution by implementing </em><em>air purification </em><em>technology within buildings. This design method represents the application of experimental rationalism that has not been tried before. </em><em>With</em><em> experimental rationalism, the air filtration technology in the design becomes the basis for an empathetic program within the building. The primary purpose is to provide a healthy space for the general public, whose daily lives are threatened by health risks triggered by air pollution. The emerging program includes an air-based therapy space, a research and education center on air pollution and air filtration technology, and commercial areas to complement the building's facilities. The empathy emphasized is towards the people of Jakarta, particularly their health risks. The building is envisioned to be a facility for healthy air processing accessible to everyone, aiming to empathize with the community and its health conditions by implementing modern air filtration technology capable of filtering harmful pollutants in Jakarta's air.</em></p> <p><strong><em>Keywords:</em></strong> <strong><em>air filtration technology;</em></strong><strong><em> air purification architecture; </em></strong><strong><em>empathetic progra</em></strong><strong><em>m; </em></strong><strong><em>experimental rationalism</em></strong></p> <p><strong>Abstrak<em><br /></em></strong></p> <p>Jakarta menginjak peringkat 10 besar sebagai kota dengan polusi tertinggi di dunia. Disini arsitektur bisa berperan untuk membantu reduksi polusi udara, dengan cara mengimplementasikan teknologi penyaring udara dalam bangunan. Metode desain ini merupa penerapan eksperimental rasionalisme yang belum pernah dicoba sebelumnya. Menggunakan penerapan eksperimental rasionalisme, teknologi penyaring udara dalam desain dijadikan basis program empatik dalam bangunan, dimana pengolahan udara bersih yang diproduksi oleh bangunan tersebut dijadikan kegunaan utama bangunan, yang bertujuan untuk menyediakan fasilitas ruang sehat kepada masyarakat umum yang kesehariannya terancam oleh resiko kesehatan dipicu oleh polusi udara. Program yang dimunculkan adalah ruang terapi berbasis udara sehat, pusat riset dan edukasi polusi udara dan teknologi penyaring udara, serta area komersil untuk melengkapi fasilitas bangunan. Empati yang diambil merupakan empati terhadap masyarakat Jakarta. Empati terhadap kesehatan mereka yang di ancam oleh resiko kesehatan. Bangunan ini menjadi sebuah fasilitas pengolahan udara sehat yang dapat diakses oleh semua orang, dan bertujuan untuk berempati terhadap masyarakat dan kondisi kesehatannya dengan cara menerapkan teknologi modern penyaring udara yang dapat memfiltrasi polutan buruk di udara Jakarta.</p> <p> </p> Madeline Louis Lewinski Priscilla Epifania Ariaji Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 187 198 10.24912/stupa.v6i1.27196 PROGRAM REGENERASI TERHADAP DEGRADASI BUDAYA CINA BENTENG DI KOTA TANGERANG https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27464 <p><em>Cina Benteng are ethnic Chinese who dominate the Tangerang area. Regeneration activities in improving the quality of cultural elements to deal with the problem of cultural degradation have become the focal point for architectural program development. The problem of cultural degradation from modernization factors increasingly makes the value of a culture less visible and diminished by developments over time. The regeneration program is a development that maintains cultural heritage, traditions, and activities passed down from generation to generation, becoming a combination of programs in one complete space. Program conditions that have been supported by the surrounding social context which has been well acculturated support the program. With the regeneration program, it is hoped that it can become an important reference as a form of returning the memories that form the active interaction patterns of Cina Benteng, in order to maintain traditions passed down from generation to generation. The method of this research uses qualitative methods, through direct observation of existing buildings that have become icons for preserving the Cina Benteng cultural heritage. Analysis from Cina Benteng people in maintaining traditions becomes a reference for selected "regeneration" programs and activities, namely popular, potential, and ritual programs with spatial elements. The results of this research develop the adaptation of the activities of Cina Benteng community into a proposed regeneration program that is felt by users, the "Bakti" program which can be used as a design development, while also fighting cultural degradation.</em></p> <p><strong><em>Keywords: activi</em></strong><strong><em>ties</em></strong><strong><em>; cultur</em></strong><strong><em>al</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>cina benteng</em></strong><strong><em>; degradation; regeneration</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Cina Benteng merupakan etnis Tionghoa yang mendominasi kawasan Tangerang. Aktivitas regenerasi dalam meningkatkan kualitas elemen budaya untuk menghadapi masalah degradasi budaya, menjadi titik fokus pengembangan program secara arsitektur. Masalah Degradasi budaya dari faktor modernisasi, semakin membuat nilai suatu kebudayaan semakin kurang terlihat dan tergilis oleh perkembangan zaman. Program regenerasi menjadi pengembangan yang menjaga warisan budaya, tradisi, serta aktivitas turun-temurun, menjadi gabungan program dalam suatu ruang yang utuh. Kondisi program yang sudah didukung dari konteks sosial sekitar yang sudah terakulturasi dengan baik, mendukung program. Dengan adanya program regenerasi, diharapkan dapat menjadi acuan penting sebagai bentuk pengembalian memori-memori yang membentuk pola interaksi aktif user Cina Benteng, dalam menjaga tradisi turun-menurun. Metode dari penelitian ini menggunakan metode kualitatif, melalui pengamatan langsung ke eksisting bangunan yang sudah menjadi ikon menjaga warisan kebudayaan Cina Benteng. Analisis dari sudut pandang Cina Benteng dalam menjaga tradisi, menjadi acuan untuk program dan aktivitas “regenerasi” terpilih, yaitu program populer, potensial, dan ritual dengan elemen spasial. Hasil Penelitian ini mengembangkan adaptasi aktivitas masyarakat Cina Benteng menjadi usulan program regenerasi yang dirasakan oleh user, program “Bakti” yang dapat dijadikan pengembangan desain, sekaligus melawan degradasi budaya.</p> Ronaldo Ronaldo Theresia Budi Jayanti Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 199 210 10.24912/stupa.v6i1.27464 PENERAPAN ELEMEN ARSITEKTUR DALAM MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP LANSIA PADA RUANG PUBLIK https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27465 <p>Over time, older people experience physical and cognitive changes, such as: hearing, vision and physical strength impairment, which affect their well-being. Suitable mobile equipment should be considered. Seniors need a quiet space, good sleep, and social interaction. Elderly is synonymous with age and age, if discussed in general terms, life expectancy in Indonesia is quite low compared to other countries. One of the problems that occurs is due to higher levels of air pollution and a lack of implementing a healthy lifestyle. With the hope of improving the quality of life of the elderly and also the life expectancy of the elderly, we will implement several architectural elements that prioritize safety and comfort for the elderly. The problems that occur focus on the welfare of the elderly in Indonesia. The method of this research uses an architectural approach, which uses methods to analyze and design an architectural design object effectively. The results of this research develop the application of architectural elements which can later be applied to the use of building designs for the elderly. Architectural elements will be implemented based on the basic needs of the elderly.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>a</em></strong><strong><em>rchitectural elements</em></strong><strong><em>;</em></strong> <strong><em>e</em></strong><strong><em>lderly</em></strong><strong><em>;</em></strong> <strong><em>l</em></strong><strong><em>ife expectancy</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Seiring waktu, orang lanjut usia mengalami perubahan fisik dan kognitif, seperti: gangguan pendengaran, penglihatan dan kekuatan fisik, yang mempengaruhi kesejahteraan mereka. Peralatan bergerak yang sesuai harus dipertimbangkan. Lansia membutuhkan ruang yang tenang, tidur yang nyenyak, dan interaksi sosial. Lansia identik dengan umur maupun usia, jika dibahas scara umum, angka Usia harapan hidup di Indonesia tergolong cukup rendah dibandingkan negara – negara lain. Salah satu masalah yang terjadi dikarenakan tingkat polusi udara yang lebih tinggi dan kurangnya penerapan pola hidup sehat. Dengan memiliki harapan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia dan juga angka usia harapan hidup lansia, akan melakukan penerapan beberapa elemen arsitektur yang mementingkan keamanan serta kenyamanan bagi lansia. Masalah yang terjadi berfokus kepada kesejahteraan lansia di Indonesia. Metode dari penelitian ini menggunakan pendekatan arsitektur, yang dimana penggunaan metode untuk menganalisis dan merancang suatu objek rancangan arsitektur secara efektif. Hasil penelitian ini mengembangkan penerapan elemen arsitektur yang nantinya dapat diterapkan ke dalam penggunaan desain bangunan untuk lansia. Elemen arsitektur nantinya akan diterapkan berdasarkan kebutuhan dasar para lansia.</p> Jefferson Sariputra Theresia Budi Jayanti Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 211 222 10.24912/stupa.v6i1.27465 ARSITEKTUR HANDCRAFT RUMAH KAJANG DAN RUMAH SAPAU STUDI KASUS: KAMPUNG AIR BINGKAI, KABUPATEN LINGGA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27467 <p><em>The Sea nomade Tribe is a primitive nomadic tribe that lives in the sea. The Sea nomade Tribe spends their time living on boats (Kajang), but in several seasons, they also spend a lot of time in the land. One element of their cultural identity is their traditional houses called Kajang and Sapau which are have strong sacred values to this day. The Kajang House is a house on a boat covered with a roof of pandan leaves (mengkuang). Meanwhile, the Sapau house is a stopover house for the Sea nomade tribe people when the weather is bad. Sapau houses use woven pandan leaves (mengkuang) as the walls and roofs of their houses. The Sapau house structural system uses wooden piles. The use of building materials for sea nomadet tribe houses uses materials provided by nature. The Sea Nomade tribe house studied came from Air Bingkai Village, Tajur Biru sub-district, Lingga Regency. This village was chosen as a research object because of its easy access and the culture of nomadic and Madenese fishing arts is still maintained. The problem is that weaving is an ancestral work of art from the Sea tribe which is now starting to be degraded because they have become aware of the instantaneous culture of the land. The impact of this degradation is that their weaving abilities are no more advanced than their parents. The aim of this research is to get to know the art of weaving techniques and architecture of the Laut tribe in its implementation in their traditional house buildings. This research uses a historical qualitative method, namely a study based on the daily lives of the Laut people. Data collection techniques use interview and field observation methods. The data that can be compared with theories contained in the literature. The results are references to weaving techniques and manufacturing techniques from Kajang houses and Sapau houses</em></p> <p><strong><em>Keywords :</em></strong> <strong><em>degradation</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>kajang house</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>sapau house</em></strong><strong><em>;</em></strong><strong><em> webbing</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Suku Laut merupakan salah satu suku nomaden yang hidupnya berada di lautan. Suku Laut menghabiskan waktu hidup di perahu (Kajang), namun di musim tertentu, mereka juga banyak menghabiskan waktu di darat. Salah satu unsur indentitas budaya mereka yaitu rumah adatnya bernama Kajang dan Sapau yang memiliki nilai kesakralan yang kuat hingga kini. Rumah Kajang merupakan rumah berupa perahu ditutupi oleh atap daun pandan yang dianyam (mengkuang). Rumah Sapau merupakan persinggahan orang suku Laut apabila cuaca buruk. Sistem struktur rumah Sapau mengunakan pancang kayu. Penggunaan material anyaman rumah suku Laut menggunakan material disediakan oleh alam. Rumah suku Laut diteliti berasal dari Kampung Air Bingkai, kecamatan Tajur biru, Kabupaten Lingga. Kampung ini terpilih menjadi objek penelitian karena aksesnya yang mudah dijangkau serta kebudayaan seni melaut nomaden dan maden masih terjaga dan mempunyai bentuk rumah yang sangat spesifik. Permasalahannya adalah; anyaman merupakan karya seni leluhur suku Laut yang kini mulai terdegradasi budayanya akibat asimilasi orang laut yang di rumahan oleh pemerintah. Mereka harus beradaptasi kembali dan berbaur terhadap warga daratan (Melayu). Dampaknya mereka sudah melek terhadap kebudayaan daratan yang serba instan, hal tersebut membuat kemampuan menganyam mereka menurun seiring waktu. Tujuan penelitian ini adalah mengenal anyaman yang di implementasikan dalam bentukan arsitektur. Penelitian ini untuk mendapatkan data akurat mengunakan metode kualitatif historis yaitu kajian berdasarkan keseharian menganyam orang Laut. Teknik pengumpulan data mengunakan metode wawancara dan observasi lapangan. Data yang di dapat di sandingkan dengan teori yang terdapat di literatur. Hasil yang di dapat berupa penerapan anyaman di dalam rumah Kajang dan rumah Sapau.</p> Marco Willian Naniek Widayati Priyomarsono Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 223 236 10.24912/stupa.v6i1.27467 RUANG DEMOKRASI DI DESA ADAT CANGGU https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27468 <p>The village of Canggu has recently emerged as a prominent destination in Bali, celebrated for its serene rice fields, vibrant beaches, and thriving surf culture. Canggu seamlessly integrates modern conveniences with authentic Balinese culture, complemented by the warmth of its locals, making it an appealing choice for digital nomads and other immigrant communities to make a permanent home. This phenomenon creates a societal transformation of Bali, transitioning from a predominantly homogeneous community to a more diverse and pluralistic society. Creating a challenge to the current Banjar democratic system. The situation underscores the necessity for an inclusive and adapted space that accommodates the diverse ethnic backgrounds now shaping the community. Balancing tradition with innovation, fostering community dialogues, and embracing participatory approaches is essential to reconstruct the democratic value in Balinese culture. This calls for a calls for an architectural design approach that is both nuanced and empathetic, with Deleuze and Guattari's concept of the 'rhizome' as a cohesive approach demonstrates the complex and interrelated structure of the developing social framework in Bali. The utilisation of market as a program represent intangible democracy that extends beyond socio-economics limitations, encapsulating inclusivity. The architectural narrative presented by through empathy demonstrates a dedication to promoting togetherness, the architectural structures serve as a catalyst for facilitating the harmonic cohabitation of the diverse cultural fabric that characterises the dynamics of Balinese community.</p> <p><strong><em>Keywords:</em></strong><strong><em> balinese architecture; democracy, empathic architecture; rhizome</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Desa Adat Canggu baru-baru ini muncul sebagai tujuan wisata terkemuka di Bali, yang terkenal dengan sawahnya yang tenang, pantai yang semarak, dan budaya selancar yang berkembang. Canggu memadukan kenyamanan modern dengan budaya Bali yang otentik, dilengkapi dengan keramahtamahan penduduk setempat, menjadikannya pilihan yang menarik bagi para <em>digital nomad</em> dan imigran lainnya untuk berhuni secara permanen. Fenomena ini menciptakan transformasi sosial di Bali, beralih dari masyarakat yang homogen secara budaya menjadi masyarakat yang lebih majemuk. Menciptakan tantangan bagi sistem demokrasi Banjar saat ini. Situasi ini menggarisbawahi perlunya ruang yang inklusif dan adaptif yang mengakomodasi keragaman dalam tatanan masyarakat. Menyeimbangkan tradisi dengan inovasi dan merangkul pendekatan partisipatif sangat penting untuk merekonstruksi nilai demokrasi yang tertanam dalam tradisi Bali. Hal ini membutuhkan pendekatan desain arsitektur yang kompleks dan berempati. Konsep <em>‘rhizome’</em> dari Deleuze dan Guattari digunakan sebagai pendekatan yang kohesif menunjukkan struktur yang menciptakan keterkaitan dari kerangka sosial yang berkembang di Bali. Pemanfaatan program pasar sebagai representasi dari demokrasi yang <em>intangible</em> melampaui batasan sosio-ekonomi dan merangkum prinsip inklusivitas. Narasi arsitektur disajikan dengan menggunakan prinsip arsitektur empati menunjukkan dedikasi untuk mempromosikan kolektifitas dengan arsitektur yang berfungsi sebagai katalis untuk memfasilitasi kehidupan bersama yang harmonis dari beragam tatanan budaya yang menjadi ciri khas masyarakat Bali yang dinamis.</p> Tjahyadi Darmawan Naniek Widayati Priyomarsono Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 237 246 10.24912/stupa.v6i1.27468 PENDEKATAN ARSITEKTUR TERAPUTIK DALAM PERANCANGAN RUMAH TERAPI YANG AMAN BAGI PEREMPUAN KORBAN PELECEHAN SEKSUAL https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27470 <p>In recent years there has been a significant increase in the occurrence of sexual violence and harassment where almost 78% of victims of sexual violence and harassment are women ranging in age from 8 to 18 years. This high level of violence has resulted in the growth of victims who have experienced trauma from the events that have happened to them. In this case, empathy architecture plays a role in providing a safe recovery space for women victims of sexual violence. Therefore, using the therapeutic concept, this study aims to explore design approaches for safe spaces for victims to recover and treat their trauma so that victims can slowly return to the social sphere and live their lives. The research method is to make field observations of the needs of therapy rooms, study of precedents related to therapeutic architecture including tracing coping mechanisms, therapy houses, and safe spaces. The findings of this study refer to the architecture of empathy that has a spatial effect, differences in the form and level of impact of sexual violence on victims, the stages of the type of therapy and its effect on the spatial and therapeutic architecture in creating a safe therapeutic home.</p> <p><strong>Keywords: </strong><strong> empathic architecture</strong><strong>; safe</strong><strong> space; </strong><strong>sexual assault; therapy home; trauma</strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi peningkatan yang signifikan dalam terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual yang dimana hampir 78% korban kekerasan dan pelecehan seksual merupakan Perempuan yang memiliki rentang umur 8 - 18 tahun. Tingginya tingkat kekerasan ini mengakibatkan bertumbuhnya juga korban yang mengalami trauma akan kejadian yang telah menimpanya. Dalam hal ini, arsitektur empati berperan dalam menyediakan ruang pemulihan yang aman bagi para Perempuan korban kekerasan seksual. Maka dari itu dengan menggunakan konsep teraputik, penelitian ini bertujuan untuk menelusuri pendekatan perancangan bagi ruang yang aman bagi korban untuk memulihkan dan mengobati traumanya sehingga korban dapat secara perlahan kembali kedalam lingkup sosial dan menjalani kehidupannya. Metode penelitiannnya adalah dengan melakukan observasi lapangan terhadap kebutuhan ruang terapi, olah studi terhadap preseden terkait dengan arsitektur teraputik termasuk penelusuran coping mechanism, rumah terapi, dan ruang aman. Temuan penelitian ini merujuk pada arsitektur empati yang berpengaruh secara spasial, perbedaan bentuk dan tingkatan dampak kekerasan seksual terhadap korban, tahapan jenis terapi dan pengaruhnya terhadap keruangan dan arsitektur terapeutik dalam menciptakan rumah terapi yang aman.</p> Vicky Kosasih Olga Nauli Komala Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 247 258 10.24912/stupa.v6i1.27470 HEALTHY GRIEFING DALAM ALUR NARASI SPASIAL SEBAGAI PENDEKATAN PERANCANGAN RUMAH DUKA DAN KREMATORIUM CILINCING, JAKARTA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27471 <p><em>Architectural empathy is architecture that puts itself in the user's position so that it can truly understand the user's needs. Grief is a natural reaction when facing the death of someone close to you. The grief process can be ongoing and have a negative impact on physical and mental health if it is not experienced in a healthy way. Empathy architecture here acts as a medium and space that understands the needs of users who are grieving. The aim of this research is to explore a design approach that is empathetic to the grief process, especially in the design process for renewing funeral homes and crematoriums in Cilincing using narrative qualitative research methods. Cilincing Crematorium is one of the oldest crematorium and funeral home facilities in Jakarta, its condition is no longer good and needs updating. The Healthy Grieving concept is a design concept that aims to guide users to grieve in a healthier way. The narrative method is used so that architecture can tell the story of the user's experience of grief so that the user can better understand the tragedy that is being experienced. Understanding these feelings of grief can help users navigate the grief process.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>crematorium</em></strong><strong><em>;</em></strong><strong><em> funeral home; healthy grieving; narration</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Empati arsitektur adalah arsitektur yang menempatkan diri pada posisi pengguna sehingga dapat memahami betul kebutuhan pengguna. Duka adalah reaksi natural ketika menghadapi kematian dari orang orang terdekat. Proses duka dapat menjadi berkelanjutan dan berdampak buruk pada kesehatan fisik maupun mental apabila tidak dijalani dengan cara yang sehat. Arsitektur empati disini berperan sebagai suatu media dan ruang yang memahami kebutuhan pengguna yang sedang berduka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menelusuri pendekatan perancangan yang berempati terhadap proses kedukaan terutama dalam proses perancangan pembaharuan rumah duka dan krematorium di Cilincing dengan menggunakan metode penelitian kualitatif naratif. Krematorium Cilincing adalah salah satu fasilitas krematorium dan rumah duka paling tua di Jakarta, kondisi nya sudah tidak baik dan diperlukan pembaharuan. Konsep Healthy Grieving adalah konsep perancangan yang bertujuan untuk memandu pengguna agar dapat berduka dengan cara yang lebih sehat. Metode naratif digunakan agar arsitektur dapat menceritakan pengalaman duka pengguna sehingga pengguna dapat lebih memahami tragedi yang sedang dijalani. Pemahaman terhadap perasaan duka tersebut dapat membantu pengguna untuk menjalani proses duka.</p> Louis Nelson Nathaniel Olga Nauli Komala Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 259 272 10.24912/stupa.v6i1.27471 PENERAPAN TERAPI KREATIF DAN ARSITEKTUR TERAPEUTIK DALAM MENCIPTAKAN “TEMPAT KETIGA” BAGI REMAJA UNTUK MEMPROSES DUKA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27472 <p><em>Adolescence is a critical phase in identity formation, shaping the direction for individuals transitioning to adulthood. The primary challenge is overcoming identity confusion arising from the failure to discover one's identity. Grief experiences, especially due to death or relationship breakups, significantly impact the mental health of adolescents, increasing the risk of issues such as anxiety and depression. Comprehensive support is crucial to assist adolescents in coping with traumatic experiences and fostering their development. The main focus of this research is to aid adolescents in dealing with grief, particularly after losing someone, facilitating grief processing, and supporting identity development and intimacy processes in the late adolescent phase. The research employs qualitative methods, including observation, analysis, documentation, and interviews, to explore the impact of grief on adolescents, especially when losing a loved one. The subjects are adolescents in Jakarta, with the participation of psychologists as contributors. The research aims to guide the creation of architectural spaces that support adolescents in facing the grieving process. The findings indicate that grief therapy interventions for adolescents, using methods like writing trauma narratives, journaling, and engaging in artistic activities, play a crucial role. The concept of a third place, re-mapping relationship patterns, and integrating therapeutic architecture is revealed as an effective approach to supporting adolescent recovery. The combination of creative therapy and therapeutic architectural approaches creates an environment that supports adolescents in managing the experience of loss while considering their developmental needs.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>adolescent; creative theraphy; grief; remapping; third place</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Masa remaja merupakan fase kritis dalam pembentukan identitas, menentukan arah bagi individu menuju dewasa. Tantangan utama adalah mengatasi kebingungan identitas yang muncul dari kegagalan menemukan identitas. Pengalaman duka, terutama kematian atau putusnya hubungan, signifikan terhadap kesehatan mental remaja, meningkatkan risiko masalah seperti kecemasan dan depresi. Dukungan komprehensif penting untuk membantu remaja mengatasi pengalaman traumatis dan mendukung perkembangan mereka. Fokus utama penelitian ini adalah membantu remaja mengatasi duka, terutama setelah kehilangan seseorang, memfasilitasi pemrosesan kedukaan, dan mendukung perkembangan identitas serta proses intimasi pada fase remaja akhir. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan observasi, analisis, dokumentasi, dan wawancara untuk mengeksplorasi dampak kedukaan pada remaja, terutama saat kehilangan orang yang dicintai. Subjeknya adalah remaja di Jakarta, dengan partisipasi psikolog sebagai narasumber. Penelitian bertujuan mengarahkan pembentukan wadah arsitektur yang mendukung remaja dalam menghadapi proses kedukaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi terapi kedukaan pada remaja, dengan metode seperti menulis narasi trauma, menjalani jurnal, dan terlibat dalam kegiatan seni, memiliki peran krusial. Konsep tempat ketiga, pemetaan ulang pola hubungan, dan integrasi terapeutik arsitektur diungkapkan sebagai pendekatan efektif untuk mendukung pemulihan remaja. Kombinasi terapi kreatif dan pendekatan arsitektur terapeutik menciptakan lingkungan yang mendukung bagi remaja dalam mengelola pengalaman kehilangan dengan memperhatikan perkembangan mereka.</p> Amru Akbar Pane Olga Nauli Komala Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 273 284 10.24912/stupa.v6i1.27472 PERAN ARSITEKTUR WELLBEING DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN DAN MENGATASI SICK BUILDING SYNDROME DI LINGKUNGAN KERJA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27473 <p><em>Every workplace has the potential for dangers that can affect employee safety and health, making it difficult for employees to achieve wellbeing. This research aims to investigate problems in the physical work environment that influence employee wellbeing using a wellbeing architecture approach. Wellbeing is a sense of wellbeing that includes health, happiness and prosperity. Wellbeing architecture is used as an approach in designing buildings and spaces that focuses on creating an environment that supports the holistic well-being of its users. So it can minimize the occurrence of sick building syndrome. By focusing on the role of architecture in creating work spaces that support physical and mental balance while preventing employees from experiencing sick building syndrome, this research explores what employees feel when working and how the design of the physical environment can influence and contribute positively to employee well-being. The research method involves qualitative and quantitative analysis of the physical work environment and employee feelings, by combining data from employee surveys and questionnaires, workspace observations, and literature reviews related to wellbeing architecture. Based on the research results, symptoms of sick building syndrome and employees' dissatisfaction with their current work space were found. Apart from that, several factors were found that needed to be considered when designing the physical work environment, namely aspects of nature, movement, connection and air quality. It is hoped that the results of this research will provide in-depth insight into critical factors in the physical work environment that influence employee well-being.</em></p> <p><strong><em>Keywords: employee; physical work environment; sick building syndrome; well</em></strong><strong><em>b</em></strong><strong><em>eing</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Setiap ruang kerja memiliki potensi bahaya yang dapat memengaruhi keselamatan dan kesehatan karyawan yang membuat karyawan sulit mencapai <em>wellbeing. Penelitian</em> ini bertujuan untuk menginvestigasi masalah yang ada pada lingkungan kerja fisik yang berpengaruh terhadap kesejahteraan karyawan dengan pendekatan arsitektur <em>wellbeing. Wellbeing</em> adalah rasa sejahtera yang mencakup kesehatan, kebahagianh dan kemakmuran. Arsitektur <em>wellbeing</em> digunakan sebagai pendekatan dalam perancangan bangunan dan ruang yang berfokus pada penciptaan lingkungan yang mendukung kesejahteraan holistik penggunanya. Sehingga dapat meminimalisir terjadinya <em>sick building syndrome</em>. Dengan fokus pada peran arsitektur dalam menciptakan ruang kerja yang mendukung keseimbangan fisik dan mental sekaligus mencegah karyawan mengalami <em>sick building syndrome</em>, penelitian ini mengeksplorasi apa yang dirasakan karyawan saat bekerja dam bagaimana desain lingkungan fisik dapat berpengaruh dan berkontribusi positif terhadap kesejahteraan karyawan. Metode penelitian melibatkan analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap lingkungan kerja fisik dan perasaan karyawan, dengan menggabungkan data dari survei dan kuesioner karyawan, observasi ruang kerja, dan tinjauan literatur terkait arsitektur <em>wellbeing</em>. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan gejala <em>sick building syndrome</em> dan rasa tidak puas karyawan terhadap ruang kerja mereka saat ini. Selain itu ditemukan beberapa faktor yang perlu diperhatikan saat merancang lingkungan kerja fisik, yaitu aspek <em>nature, movement, connect, </em>dan <em>air quality. </em>Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mendalam mengenai faktor-faktor kritis dalam lingkungan kerja fisik yang mempengaruhi kesejahteraan karyawan.</p> Renaldy Joel Yodoin Disastra Mieke Choandi Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 285 294 10.24912/stupa.v6i1.27473 IMPLEMENTASI ARSITEKTUR BERKELANJUTAN DENGAN PENGELOLAAN SAMPAH MELALUI SISTEM TEKNOLOGI WASTE TO ENERGY (WTE) https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27474 <p><em>Waste processing with a sustainable architectural system essentially develops side by side, in order to achieve current needs and future sustainability. Fossil fuels are one of the factors triggering increasing global warming. Many developed countries are starting to innovate in developing waste processing systems. Apart from that, they are also trying to allocate investment in alternative energy. One that is relevant is waste to energy (WtE), a sustainable energy source that can reduce waste problems with technology. Developing countries find it difficult to get out of this serious threat that has never found a solution, such as Indonesia. Developed countries in Asia and Europe have started to implement technological systems and are growing rapidly to 29% in the European Union in 2018. It is clear that this application can reduce piles of waste, minimize accumulation in landfills, and produce recycling systems and technological processing into energy. But this development must be supported and involve the community and the government through appropriate habits, education, communities, programs and regulations. The WtE system is very possible to be implemented, because the high demand for energy and waste can be managed, so that the problem of waste that has been piled up for years can be reduced. Sustainable architecture with WtE technology innovation as a forum from the smallest community level programs to the development of private projects, can create architecture that prioritizes the environment by paying attention to healthy environmental issues where the architecture stands, as an inspiration for society and its behavior.</em></p> <p><strong><em>Keywords: energy; sustainable architecture; waste management; waste technology; waste to energy</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Pengolahan sampah dengan sistem arsitektur berkelanjutan hakikatnya berkembang berdampingan, guna mencapai kebutuhan masa kini dan keberlangsungan masa depan. Bahan bakar fosil merupakan salah satu faktor pemicu meningkatnya pemanasan global. Banyak negara maju mulai berinovasi dalam pengembangan sistem pengolahan sampah. Selain itu, pengalokasian investasi pada energi alternatif pun turut mereka upayakan. Salah satu yang relevan adalah <em>waste to energy</em> (WtE), sumber energi berkelanjutan yang dapat mengurangi permasalahan sampah dengan teknologi. Negara berkembang sulit untuk keluar dari ancaman serius ini yang tak kunjung menemukan solusi, seperti Negara Indonesia. Negara maju di Asia dan Eropa sudah mulai menerapkan sistem teknologi dan berkembang pesat hingga 29% di Uni Eropa 2018. Jelas penerapan ini dapat mengurangi tumpukan sampah, meminimalisir penumpukan di TPA, serta menghasilkan sistem daur ulang dan pengolahan teknologi menjadi energi. Tetapi pengembangan ini harus didukung dan melibatkan masyarakat sampai pemerintah melalui kebiasaan, pendidikan, komunitas, program, dan regulasi yang tepat. Sistem WtE sangat mungkin diterapkan di Indonesia, karena kebutuhan yang tinggi akan energi dan sampah dapat dikelola, sehingga masalah sampah yang sudah tertimbun bertahun-tahun dapat dikurangi. Arsitektur berkelanjutan dengan inovasi teknologi WtE sebagai wadah dari program tingkat terkecil masyarakat sampai pengembangan proyek swasta, dapat menciptakan arsitektur yang mengedepankan lingkungan dengan memperhatikan masalah lingkungan hidup sehat dimana aristektur itu beridiri, sebagai inspirasi bagi masyarakat dan perilakunya.</p> John Kevin Wirjawan Mieke Choandi Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 295 310 10.24912/stupa.v6i1.27474 PEMANFAATAN RUANG PUBLIK KOTA OLEH PKL DARI SUDUT PANDANG ARSITEKTUR EMPATI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27475 <p><em>Indonesia's population growth increases rapidly every year, one of the causes is urbanization. However, the availability of job opportunities in the formal sector cannot keep up with rapid population growth. Therefore, the informal sector is the last option for residents and immigrants to avoid unemployment, and street vendors (PKL) are one of the informal sectors that have developed into an integral part of the life of city residents in housing, education, recreation and other living spaces. The development of street vendors in the city has increased significantly and brought benefits to the community, but there are also several things that are detrimental to local communities, such as the use of pedestrian paths as business places for selling. This has a negative impact on the aesthetics and cleanliness of the city environment. This research uses a qualitative descriptive method with data obtained through interviews and conducting literature studies. This research focuses on investigating the extent to which architecture can help improve the welfare and survival of informal sector workers, especially street vendors and find solutions to overcome problems that arise due to the presence of street vendors on a small and large scale. Apart from that, this research aims to eliminate the stigma about street vendors being dirty and only </em><em>for</em><em> the lower middle class community. It is hoped that the results of this research can help and improve the quality of life of the community, especially in urban areas, without damaging the aesthetics of urban public spaces.</em></p> <p><strong><em>Keywords: informal sector; public space; quality of life; street food vendors; urbanization</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Pertumbuhan penduduk Indonesia meningkat pesat tiap tahunnya, salah satu penyebabnya adalah urbanisasi. Namun, ketersediaan lapangan kerja di sektor formal tidak dapat mengimbangi pertumbuhan penduduk yang pesat. Oleh karena itu, sektor informal menjadi opsi terakhir bagi penduduk dan pendatang untuk menghindari pengangguran, dan pedagang kaki lima (PKL) termasuk salah satu sektor informal yang berkembang menjadi bagian integral dalam tata kehidupan warga kota di perumahan, pendidikan, rekreasi dan ruang kehidupan lainnya. Perkembangan PKL di kota meningkat signifikan dan membawa keuntungan bagi masyarakat, tetapi terdapat pula beberapa hal yang merugikan masyarakat lokal sekitar, seperti pemakaian jalur pejalan kaki menjadi tempat usaha untuk berjualan. Hal ini berdampak buruk terhadap estetika dan kebersihan dari lingkungan kota. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan data yang didapat melalui wawancara dan melakukan studi pustaka. Penelitian ini berfokus untuk menginvestigasi sejauh mana arsitektur dapat membantu meningkatkan kesejahteraan dan kelangsungan hidup pekerja sektor informal, khususnya PKL dan menemukan solusi untuk mengatasi masalah yang timbul akibat kehadiran PKL dalam skala kecil maupun besar. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk menghilangkan stigma tentang PKL yang kotor dan hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menengah ke bawah saja. Diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu dan meningkatkan kualitas hidup dari masyarakat terutama di perkotaan, tanpa merusak estetika dari ruang publik kota.</p> Joses Gandhi Mieke Choandi Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 311 324 10.24912/stupa.v6i1.27475 PENERAPAN HEALING THERAPEUTIC ARCHITECTURE PADA HUNIAN SEMENTARA PASIEN RAWAT JALAN DI KOTA BAMBU SELATAN https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27476 <p><em>Outpatient is a term used to describe someone who is undergoing a treatment process outside the hospital, so a temporary shelter is needed to help these outpatients, Shelter is a place to provide a sense of belonging, warmth, love, and security for patients and their companions, shelter can also be used as a place of daily activities, social gatherings, and physical buildings. South Bamboo City still lacks temporary housing for patients in need. Therefore, temporary housing is needed to help patients who live far from the hospital. The functions of temporary shelters are as a place to live and stay for sick people, as a patient information center, as a place for social workers, as a place for patients and their companions, as a place for early detection of disease, and as a temporary residence. Empathy Means putting yourself in someone else's shoes and feeling the emotions they feel. Using the Healing Therapeutic Architecture method, we can help outpatients both mentally and physically by providing the support and resources they need, using descriptive methods, qualitative approaches, and research management. The goal is to improve the physical and mental health of outpatients through program design, implementation, and to create a safe and comfortable living environment. Outpatients face many problems when they want to go to the hospital for treatment, so this temporary shelter can facilitate outpatients.</em></p> <p><strong><em>Keywords: mental therapy</em></strong><strong><em>;</em></strong> <strong><em>outpatient; physical therapy</em></strong><strong><em>;</em></strong> <strong><em>purpose of temporary shelter</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>temporary shelter</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Pasien rawat jalan merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang sedang menjalani proses pengobatan di luar rumah sakit, sehingga diperlukannya sebuah hunian sementara untuk membantu pasien rawat jalan tersebut, Hunian merupakan tempat untuk memberikan rasa memiliki, kehangatan, cinta, dan keamanan bagi pasien dan pendampingnya, hunian juga dapat digunakan sebagai tempat aktivitas sehari-hari, pertemuan sosial, dan bangunan fisik. Kota Bambu Selatan masih kekurangan hunian sementara bagi pasien yang membutuhkan. Oleh karena itu, hunian sementara sangat diperlukan untuk membantu pasien yang tinggal jauh dari rumah sakit. Fungsi hunian sementara adalah sebagai tempat tinggal dan tinggal bagi orang sakit, sebagai pusat informasi pasien, sebagai tempat pekerja sosial, sebagai tempat pasien dan pendampingnya, sebagai tempat deteksi dini penyakit, dan sebagai tempat tinggal sementara. Empati Berarti menempatkan diri sendiri pada posisi orang lain dan merasakan emosi yang mereka rasakan. Dengan menggunakan metode <em>Healing Therapeutic Architecture</em>, kami dapat membantu pasien rawat jalan baik secara mental maupun fisik dengan memberikan dukungan dan sumber daya yang mereka butuhkan, menggunakan metode deskriptif, pendekatan kualitatif, dan manajemen penelitian. Tujuannya untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental pasien rawat jalan melalui rancangan, implementasi program, dan untuk menciptakan lingkungan hidup yang aman dan nyaman. Pasien rawat jalan banyak menghadapi masalah ketika ingin melakukan perawatan ke rumah sakit, maka dengan adanya hunian sementara ini dapat memudahkan pasien rawat jalan.</p> Jenny Aprillia Coananda Sutarki Sutisna Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 325 334 10.24912/stupa.v6i1.27476 PERAN ELEMEN WAYFINDING SEBAGAI SOLUSI PERMASALAHAN LANSIA DEMENSIA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27478 <p>Dementia generally affects elderly people aged 65 years and over, where care facilities for dementia are rarely provided. Difficulty in orienting and navigating in the environment, especially in familiar places, is a major challenge for people with dementia. The increasing number of elderly sufferers from year to year shows that this disease is very susceptible to attacking the elderly and emphasizes the urgency to find a solution. Wayfinding as a concept and method focusing on the human ability to orient and navigate in the environment has become a research target to improve spatial memory in dementia patients. This approach not only involves technical elements, but also emphasizes the importance of empathy and understanding of the lived experiences of dementia patients. By considering the wayfinding element, this research shows that facilities adapted to their emotional and cognitive needs can act as a place to organize health programs that are more secure, provide care for the relationship between memory, memory, time and a better experience of space, provide comfort, and makes navigation easier, thereby helping them to live their daily lives with a greater level of independence and meaning.</p> <p><strong><em>Keywords: dementia; elderly; element; wayfinding</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Demensia umumnya diderita oleh lansia berusia 65 tahun ke atas, dimana fasilitas perawatan untuk demensia masih jarang disediakan. Kesulitan dalam berorientasi dan bernavigasi di lingkungan, terutama pada tempat yang akrab, menjadi tantangan utama bagi penyandang demensia. Meningkatnya jumlah penderita lansia dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa penyakit ini sangat rentan menyerang lansia dan menekankan urgensi untuk mencari solusi. <em>Wayfinding</em> sebagai konsep dan metode berfokus pada kemampuan manusia untuk berorientasi dan bernavigasi di lingkungan telah menjadi target penelitian untuk meningkatkan memori spasial pada pasien demensia. Pendekatan ini tidak hanya melibatkan elemen teknis, tetapi juga menekankan pentingnya empati dan pengertian terhadap pengalaman hidup pasien demensia. Dengan mempertimbangkan elemen <em>wayfinding</em>, penelitian ini menunjukkan bahwa fasilitas yang disesuaikan dengan kebutuhan emosional dan kognitif mereka dapat berperan sebagai tempat menyelenggarakan program kesehatan yang lebih terjamin keamanannya, memberikan perawatan hubungan antara memori, ingatan, waktu serta pengalaman ruang yang lebih baik, memberikan kenyamanan, dan memudahkan navigasi, sehingga membantu mereka untuk hidup sehari-hari dengan tingkat kemandirian dan makna yang lebih baik.</p> Fergie Christabelle Tandanu Sutarki Sutisna Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 335 346 10.24912/stupa.v6i1.27478 PENGARUH HEALING ENVIRONMENT TERHADAP PEMULIHAN PASIEN ADIKSI NARKOBA DI SENTUL https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27479 <p>The rehabilitation of drug addiction plays a vital role in aiding the recovery of patients addicted to narcotics, yet challenges persist in creating an environment conducive to well-being and recovery. The healing environment is recognized as a crucial factor in facilitating the physical, social, and psychological recovery process. This research aims to identify the influence of a healing environment on the well-being and recovery of drug addiction patients using a literature review approach. Relevant data was gathered from journals, books, theses, and internet sources. Data analysis was conducted to manage information that would serve as a guide in developing drug rehabilitation facilities prioritizing a holistic healing environment. The study demonstrates the importance of a healing environment in designing drug rehabilitation centers. Factors such as physical design, spatial arrangement, integration with nature, natural lighting, and social support are identified as key elements that enhance the well-being and recovery of drug addiction patients. With various natural facilities and green open spaces available, Sentul holds potential as an environment supportive of implementing the concept of a healing environment. Infrastructure that enables outdoor activities and engagement with nature can be crucial in facilitating the recovery process of drug addiction patients in that area. This research will result in a design concept for a drug rehabilitation center, constructing a physical atmosphere aligned with the needs of behavioral design. The design outcome will encompass the entirety of buildings, both indoor and outdoor spaces</p> <p><strong>Keywords: </strong><strong>drug addiction</strong><strong>;</strong> <strong>healing environment</strong><strong>;</strong> <strong>recovery</strong><strong>;</strong> <strong>rehabilitation center</strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Rehabilitasi narkoba berperan vital dalam membantu pemulihan pasien adiksi narkotika, namun tantangan dalam menciptakan lingkungan yang mendukung kesejahteraan dan pemulihan masih ada. Lingkungan penyembuhan diakui sebagai faktor penting dalam memfasilitasi proses pemulihan secara fisik, sosial, dan psikologis. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pengaruh <em>healing environment</em> terhadap kesejahteraan dan pemulihan pasien adiksi narkoba dengan menggunakan pendekatan studi literatur. Data relevan dikumpulkan dari jurnal, buku, skripsi, dan sumber internet. Analisis data dilakukan untuk mengelola informasi yang nantinya akan menjadi pedoman dalam pengembangan bangunan rehabilitasi narkoba yang mengutamakan lingkungan penyembuh secara holistik. Studi ini memperlihatkan pentingnya <em>healing environment</em> dalam merancang rehabilitasi narkoba. Faktor-faktor seperti desain fisik, pengaturan ruangan, integrasi dengan alam, pencahayaan alami, dan dukungan sosial diidentifikasi sebagai elemen kunci yang meningkatkan kesejahteraan dan pemulihan pada pasien adiksi narkoba. Dengan berbagai fasilitas alam dan ruang terbuka hijau yang ada, Sentul memiliki potensi sebagai lingkungan yang mendukung penerapan konsep <em>healing environment</em>. Infrastruktur yang memungkinkan aktivitas luar ruangan dan keterlibatan dengan alam dapat menjadi aspek penting dalam memfasilitasi proses pemulihan pasien adiksi narkoba di daerah tersebut. Dari penelitian ini akan dihasilkan sebuah konsep desain tempat rehabilitasi narkoba, dengan membangun suasana fisik yang menyesuaikan dengan kebutuhan perilaku perancangan ini. Hasil desain akan mencangkup bangunan, ruang luar dan dalam secara keseluruhan.</p> Grady Fornathan Halim Sutarki Sutisna Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 347 360 10.24912/stupa.v6i1.27479 PENERAPAN KONSEP ARSITEKTUR EMPATI DALAM MENGINTEGRASIKAN FASILITAS TERAPI DAN PENDIDIKAN BAGI PENYANDANG DOWN SYNDROME, JAKARTA UTARA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27193 <p><em>Individuals with Down syndrome are one of the special needs groups that require special attention, including the provision of an inclusive and supportive environment. Down syndrome is mentioned as the most common cause of intellectual disability, accounting for about 15-20% of the total population of individuals with intellectual disabilities. Down syndrome occurs in about 1 in 1,000 births. The most common cause of Down syndrome is trisomy 21, a condition in which body cells have 3 copies of chromosome 21, whereas there should only be 2 copies. Besides trisomy 21, Down syndrome can also be caused by genetic abnormalities such as chromosomal translocations and mosaicism. Individuals with Down syndrome have specific needs regarding physical accessibility, lighting, and visual elements. This research aims to design an inclusive and supportive built environment for children with Down syndrome using an empathetic architectural approach that prioritizes users' issues and needs, ranging from their physical to sensory needs. Based on the research findings, a built environment is designed with the concept of the Pillar of Growth, drawing inspiration from the philosophy that each individual is like a pillar supporting their own growth and potential. This building will serve as a visual metaphor and a concrete experience reflecting growth pillars for children with Down syndrome, emphasizing sustainability, growth, and support. Architectural explorations in this research include floor designs symbolizing growth stages, beautiful open spaces to stimulate physical and sensory growth, and environmentally friendly materials to create a healthy and safe environment. By combining the empathetic architectural approach and the Pillar of Growth concept, it is hoped to create an inclusive and supportive built environment for the optimal growth and development of children with Down syndrome and contribute to society.</em></p> <p><strong>Keywords: <em>down syndrome; empathic architecture; pillar of growth</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p><em>Down syndrome </em>terjadi pada sekitar 1 dari 1.000 kelahiran. Penyebab paling umum dari <em>Down syndrome</em> adalah trisomi 21, yaitu kondisi di mana sel-sel tubuh memiliki 3 salinan kromosom 21, padahal seharusnya hanya ada 2 salinan. Selain trisomi 21, <em>Down syndrome</em> juga dapat disebabkan oleh kelainan genetik berupa translokasi kromosom dan mosaik. Penyandang <em>Down syndrome</em> adalah salah satu kelompok masyarakat yang membutuhkan perhatian khusus, termasuk dalam hal penyediaan lingkungan yang inklusif dan mendukung. <em>Down syndrome</em> merupakan penyebab tersering dari kondisi tunagrahita (disabilitas intelektual), yakni sekitar 15-20% dari total populasi penyandang tunagrahita. Penyandang <em>Down syndrome</em> memiliki beberapa kebutuhan khusus dalam hal aksesibilitas fisik, pencahayaan, dan elemen visual. Penelitian ini bertujuan untuk merancang sebuah lingkungan binaan yang inklusif dan mendukung bagi anak-anak penyandang <em>Down syndrome</em> dengan menggunakan pendekatan arsitektur empati yang mengutamakan masalah dan kebutuhan pengguna mulai dari kebutuhan fisik hingga sensorik mereka. Berdasarkan hasil penelitian, maka dirancang sebuah lingkungan binaan dengan konsep <em>Pillar of Growth</em>, konsep ini mengambil inspirasi dari filosofi bahwa setiap individu adalah seperti pilar yang mendukung pertumbuhan dan potensi mereka sendiri. Bangunan ini akan menjadi metafora visual dan pengalaman konkret yang mencerminkan pilar-pilar pertumbuhan bagi anak-anak penyandang <em>Down syndrome</em>, menekankan keberlanjutan, pertumbuhan, dan dukungan. Eksplorasi arsitektural yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi; desain berlantai yang melambangkan tahapan pertumbuhan, ruang terbuka yang indah untuk merangsang pertumbuhan fisik dan sensorik, material ramah lingkungan untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan aman. Dengan penggabungan pendekatan arsitektur empati dan konsep <em>Pillar of Growth</em>, diharapkan dapat menciptakan sebuah lingkungan binaan yang inklusif dan mendukung untuk tumbuh dan kembang anak-anak <em>Down syndrome</em> secara optimal, serta berkontribusi dalam masyarakat.</p> Hafizh Zulfikar Nafiah Solikhah Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 361 372 10.24912/stupa.v6i1.27193 PENDEKATAN EDUPLAY PADA FASILITAS PEMBELAJARAN SEKOLAH DASAR DI BOJONG BARU, KABUPATEN BOGOR https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27484 <p><em>In 2045, Indonesia's population will be the golden generation. Therefore, children aged 6-12 years have an important role to prepare themselves in the crucial factor, education. One of the challenges in the education sector in Indonesia is the lack of adequate facilities. According to data from the </em><em>Badan Pusat Statistik</em><em> (BPS) in the 2019/2020 school year, only 14% of classrooms in Indonesia were in good and adequate condition. Based on BPS data, Bogor Regency is at the top of the list with 8,243 classrooms that are inadequate for learning on Java Island. Based on preliminary research conducted by the author in 2023, there are 5 elementary schools in Bojong Baru and these schools have no other facilities besides classrooms.</em> <em>Meanwhile, according to the 1945 Constitution Article 31, schooling is the need and right of every citizen. The purpose of this research is to produce design criteria for the design of educational spaces for elementary school children by adjusting the characteristics of children who still like to play, lively and creative with the eduplay approach. Through the eduplay approach to building and space design, it is expected to create a learning environment that is fun, interesting, can stimulate children's growth and development and can balance learning and playing activities. This eduplay approach can be applied to the entire building, both exterior and interior. Covering: interactive classrooms, facilities to indoor-outdoor play areas.</em></p> <p><strong><em>Keywords:</em></strong><strong><em> Bojong Baru; education; eduplay; elementary school; kabupaten Bogor</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Pada tahun 2045, penduduk Indonesia akan menjadi generasi emas. Oleh karena itu, anak usia 6-12 tahun memiliki peran penting untuk mempersiapkan diri dalam faktor krusialnya, pendidikan. Salah satu tantangan pada sektor pendidikan di Indonesia adalah masih kurang memadainya fasilitas. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun ajaran 2019/2020, tersisa 14% ruang kelas di Indonesia yang dalam kondisi baik dan memadai. Berdasarkan data BPS, Kabupaten Bogor berada pada urutan teratas dengan jumlah 8.243 ruang kelas yang tidak memadai untuk pembelajaran di Pulau Jawa. Berdasarkan riset awal yang dilakukan oleh penulis pada tahun 2023, terdapat 5 sekolah dasar di Bojong Baru dan sekolah tersebut tidak memiliki sarana lain selain ruang kelas. Sedangkan, menurut UUD 1945 Pasal 31, sekolah merupakan kebutuhan dan hak setiap warga negara. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan kriteria desain rancangan ruang pendidikan bagi anak sekolah dasar dengan menyesuaikan karakteristik anak yang masih suka bermain, lincah dan kreatif dengan pendekatan eduplay. Melalui pendekatan eduplay terhadap desain bangunan dan peruangan, diharapkan dapat menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, menarik, dapat merangsang tumbuh kembang anak serta dapat menyeimbangkan kegiatan belajar dan bermain. Pendekatan eduplay ini dapat diterapkan pada seluruh bangunan, baik exterior maupun interior. Meliputi: ruang kelas yang interaktif, fasilitas-fasilitas hingga area bermain indoor-outdoor.</p> Angela Subagio Nafiah Solikhah Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 373 386 10.24912/stupa.v6i1.27484 PENERAPAN METODE PLACEMAKING PARAMETER USES AND ACTIVITIES TERHADAP RANCANGAN LIFESTYLE CENTER UNTUK PRODUK FASHION LOKAL SKALA MIKRO https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27485 <p><em>Currently, local fashion entrepreneurs in Indonesia, especially those operating in the micro sector, still face serious challenges in maintaining their existence against imported products that dominate the market. One of the causes is the incompatibility of platforms for promoting and developing local fashion products. Teten Masduki, Minister of Cooperatives and SMEs, stated that local fashion products often do not get business space in their own country, even though their quality is no less, or even better, than imported products. This situation is further complicated by the incompatibility of attractive functions and activities which causes a decline in public interest in local fashion products. Based on these problems, facilities are needed to develop local, micro-scale fashion products that are suitable and can attract public interest, especially Generation Z among late teens towards adulthood (aged 16-26 years), where this generation holds the largest percentage of the population in Indonesia, but their awareness Local fashion products are still very lacking. This research aims to examine the application of the placemaking method with a focus on uses and activities parameters in lifestyle center design for local fashion products, thereby producing an architectural platform that can prioritize the needs of local fashion businesses. From this research, it is hoped that the project design can become a basis for supporting business actors and the growth of local fashion products.</em></p> <p><strong><em>Keywords:</em></strong> <strong><em>generation Z; lifestyle center; local fashion product; placemaking</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Saat ini, pelaku usaha fashion lokal di Indonesia, terutama yang beroperasi di sektor mikro, masih menghadapi tantangan serius dalam mempertahankan eksistensinya terhadap produk impor yang mendominasi pasar. Salah satu penyebabnya adalah ketidaksesuaian wadah dalam untuk mempromosikan dan mengembangkan produk fashion lokal. Teten Masduki, Menteri Koperasi dan UKM, menyatakan bahwa produk fashion lokal seringkali tidak mendapatkan ruang usaha di negeri sendiri, meskipun kualitasnya tidak kalah, bahkan lebih baik daripada produk impor. Situasi ini semakin dipersulit dengan tidak sesuainya daya tarik fungsi dan aktivitas yang menyebabkan penurunan minat masyarakat terhadap produk fashion lokal. Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan fasilitas untuk mengembangkan produk fashion lokal skala mikro yang sesuai dan dapat menarik minat masyarakat, terutama Generasi Z kalangan remaja akhir menuju dewasa (usia 16-26 tahun), di mana generasi ini memegang persentase terbesar penduduk di Indonesia, namun kesadarannya akan produk fashion lokal masih sangat kurang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerapan metode placemaking dengan fokus pada parameter uses and activities terhadap rancangan lifestyle center untuk produk fashion lokal, sehingga menghasilkan wadah arsitektur yang dapat memprioritaskan kebutuhan pelaku usaha fashion lokal. Dari penelitian ini, diharapkan rancangan proyek dapat menjadi landasan untuk mendukung usaha pelaku dan pertumbuhan produk fashion lokal.</p> Kavita Laurensia Bachtiar Nafiah Solikhah Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 387 402 10.24912/stupa.v6i1.27485 MENERJEMAHKAN EKSPRESI DEPRESI REMAJA MENJADI VOLUME KERUANGAN MENGGUNAKAN TEORI SEQUENCE OF EVENTS https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27486 <p><em>The adolescent phase is a phase of self-discovery and identity development to enter a certain social sphere. The phenomenon that occurs in this adolescent phase is that many adolescents experience depression due to self-discovery and inappropriate decision making. The lack of a place in the form of a free environment as a place to mingle with friends and get emotional support and a place of escape from a toxic environment, it requires novelty to the function of space that adjusts the mental condition of adolescents both psychologically and socially, therefore this research raises the issue of spatial sequence for depressed adolescents. The function of the space is developed with spatial elements translating the mental expression of adolescents and used as an interactive element as a form of understanding adolescents. The research method uses a descriptive method that describes literature studies collected qualitatively and quantitatively either through journals, books, articles, experiences, research results, or questionnaires. Sequence of Events as a design method translates the narrative taken through a movie montage which is converted into a spatial volume with Luigi Moretti's theory. The result of the design is the volume of space that affects the spatial experience of the narrative space formed by the montage. Narrative space uses architectural elements to translate the size and scale used to fulfill a unique and interactive spatial experience that encourages teenagers to understand their mental state well.</em></p> <p><strong><em>Keywords:</em></strong><em> <strong>adolescent depression, montage, narrative space, psychosocial</strong></em></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Fase remaja merupakan fase mencari jati diri dan mengembangkan identitas untuk masuk ke lingkup sosial tertentu. Fenomena yang terjadi pada fase remaja ini adalah banyak remaja yang mengalami depresi karena pencarian jati diri dan pengambilan keputusan yang kurang tepat. Kurangnya wadah berupa lingkungan yang bebas sebagai tempat bercengkerama bersama teman dan mendapatkan <em>emotional support</em> serta tempat pelarian dari lingkungan yang<em> toxic</em>, maka dibutuhkan kebaruan terhadap fungsi ruang yang menyesuaikan kondisi mental remaja baik secara psikis maupun sosial, karena itu penelitian ini mengangkat isu <em>spatial sequence</em> untuk remaja yang depresi. Fungsi ruang dikembangkan dengan elemen keruangan menerjemahkan ekpresi mental remaja dan dijadikan elemen interaktif sebagai salah satu bentuk pemahaman remaja. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif yang menjabarkan studi literatur yang dikumpulkan secara kualitatif maupun kuantitatif baik melalui jurnal, buku, artikel, pengalaman, hasil riset, atau kuisioner. <em>Sequence of Events</em> sebagai metode perancangan menerjemahkan narasi yang diambil melalui montase sebuah film yang diubah menjadi volume keruangan dengan teori Luigi Moretti. Hasil perancangan adalah volume ruang yang mempengaruhi pengalaman keruangan dari <em>narrative space</em> yang terbentuk oleh montase tersebut. <em>Narrative space</em> menggunakan elemen arsitektural untuk menerejemahkan ukuran dan skala yang digunakan untuk memenuhi pengalaman keruangan yang unik dan interaktif sehingga mendorong keingin remaja memahami kondisi mentalnya dengan baik.</p> Ryan Giffari Sidhi Wiguna Teh Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 403 414 10.24912/stupa.v6i1.27486 MENCIPTAKAN ARSITEKTUR FUNGSIONALIS PADA PENYANDANG TUNANETRA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27487 <p><em>T</em><em>he daily challenges faced by people with disabilities, particularly people with visual impairments, are significant in urban areas. research shows that vision is the most important aspect for all human beings, affecting their quality of life and access to education, employment, and health services among others. </em><em>A</em><em>lthough there are many visually impaired people in indonesia, the infrastructure in urban areas is still inadequate to meet the navigation needs of people with disabilities. </em><em>B</em><em>lindness and visual impairment are still a low priority in the healthcare system.</em><em> Overcoming such problems requires an in-depth understanding of the needs of visually impaired people. one solution to addressing urban infrastructure issues for visually impaired people is through architectural design that considers physical accessibility, social support, and appropriate technology to help them move and navigate more independently. in addition, educating the public about visual disabilities, both positive and negative, is key to building a more inclusive society. This is so that even if appropriate infrastructure is created but the community lacks knowledge, it will not last long. By creating architectural designs that support the mobility of visually impaired people and educating the public, we can pave the way for a society that is more welcoming to diversity and the rights of visually impaired people.</em></p> <p><strong><em>Keywords:</em></strong> <strong><em>community; </em></strong><strong><em>disabilities</em></strong><strong><em>;</em></strong> <strong><em>infrastructure; </em></strong><strong><em>priority</em></strong><strong><em>; </em></strong><strong><em>visual impairments</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Tantangan sehari-hari yang dihadapi oleh penyandang disabilitas, khususnya penyandang disabilitas indera penglihatan, merupakan hal yang signifikan di wilayah perkotaan. Penelitian menunjukkan bahwa penglihatan adalah aspek terpenting bagi seluruh manusia, yang mempengaruhi kualitas hidup dan akses mereka terhadap pendidikan, pekerjaan, dan layanan Kesehatan dan yang lain - lainnya. Meskipun terdapat banyak penyandang tunanetra di wilayah Indonesia, infrastruktur – infrastruktur didalam perkotaan masih belum memadai untuk memenuhi kebutuhan navigasi para penyandang disabilitas. Masalah kebutaan dan gangguan penglihatan masih menjadi prioritas yang cukup rendah dalam sistem layanan Kesehatan. Dalam mengatasi permasalahan seperti ini memerlukan pemahaman mendalam terhadap kebutuhan – kebutuhan bagi para penyandang tunanetra. Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan infrastruktur di perkotaan untuk para penyandang tunanetra yaitu dari desain arsitektur yang mempertimbangkan aksesibilitas fisik, dukungan sosial, dan teknologi tepat guna dapat membantu mereka bergerak dan bernavigasi dengan lebih mandiri. Selain itu, mengedukasi masyarakat tentang penyandang disabilitas penglihatan, baik positif maupun negatif, adalah kunci untuk membangun masyarakat yang lebih inklusif. Cara ini berguna supaya meskipun sudah terciptanya infrastruktur yang sesuai tetapi masyarakatnya minim pengetahuan juga tidak akan bisa bertahan lama. Selain itu hal ini bertujuan untuk menciptakan desain arsitektur yang mendukung mobilitas penyandang tunanetra dan mendidik masyarakat, kita dapat membuka jalan bagi masyarakat yang lebih ramah terhadap keberagaman dan hak-hak penyandang tunanetra.</p> Alvin Osvaldo Yaptan Sidhi Wiguna Teh Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 415 426 10.24912/stupa.v6i1.27487 PENGOPTIMALAN PERANCANGAN RUANG ARSITEKTUR MELALUI KEGIATAN MENENUN MASYARAKAT ENDE https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27488 <p>Traditions play a central role in the lives of people in many parts of Indonesia, and that includes the region of Ende, East Nusa Tenggara. Ende, which is rich in unique traditions and culture, not only sees traditional customs as an ancestral heritage, but also as an element of identity, social guidance, and community glue. Even in the face of changing times, the people of Ende remain closely connected to the values and norms of customs passed down from generation to generation. Customs provide guidance in various aspects of daily life, including in traditional governance systems, religious ceremonies, marriage, agriculture, personal traits of people, and other areas. But over time, the traditions and also the guidance of the people's lives there began to disappear. Where the Ende community used to do weaving activities together, they now do it individually in their individual homes. Many things make this happen, for example because of the individualistic nature of the community, changing times, technological developments, and others. Due to these things, the people there began to forget their traditions. However, despite facing challenges from globalization, urbanization, and modernization, the people of Ende strive to maintain and apply their customs. This research uses qualitative methods in order to produce a comprehensive synthesis which aims to better understand the essential needs of the people living in the area. This project aims to find out the potential role of architecture in shaping the ideal architectural space to accommodate all the activities of the Ende community based on local traditions.</p> <p><strong><em>Keywords: community; identity; individual; society; traditions</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Adat istiadat memiliki peran utama dalam kehidupan masyarakat di berbagai daerah Indonesia, hal itu termasuk di wilayah Ende, Nusa Tenggara Timur. Ende, kaya akan tradisi dan budaya unik, tidak hanya melihat adat istiadat sebagai warisan leluhur, tetapi juga sebagai elemen identitas, panduan sosial, dan perekat komunitas. Walaupun dihadapkan pada perubahan zaman, masyarakat Ende tetap terhubung erat dengan nilai-nilai dan norma adat istiadat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Adat istiadat memberikan pedoman dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam sistem pemerintahan tradisional, upacara keagamaan, pernikahan, pertanian, sifat pribadi orang, dan bidang lainnya. Tetapi lama kelamaan adat istiadat dan juga pendoman hidup masyarakat di sana mulai hilang. Yang dulunya masyarakat Ende melakukan aktivitas menenun secara bersama - sama sekarang mereka lakukan secara individu di rumahnya masing – masing. Banyak hal yang membuat tersebut terjadi, contohnya karena sifat individualis masyarakat, perubahan jaman, perkembangan teknologi, dan lain – lain. Oleh karena hal–hal tersebut masyarakat di sana mulai melupakan adat istiadat namun demikian, meskipun menghadapi tantangan dari globalisasi, urbanisasi, dan modernisasi, masyarakat Ende berusaha dengan gigih untuk mempertahankan dan menerapkan adat istiadat mereka. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif supaya bisa menghasilkan sintesis yang komprehensif yang dimana hal ini bertujuan supaya lebih memahami kebutuhan esensial masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Proyek ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peran arsitektur dalam membentuk ruang arsitektur yang ideal untuk mewadahi segala aktivitas masyarakat Ende berdasarkan adat istiadat setempat.</p> Justinus Hermawan Sultono Agnatasya Listianti Mustaram Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-03 2024-04-03 6 1 427 440 10.24912/stupa.v6i1.27488 RUANG BIOSKOP RAMAH KURSI RODA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27489 <p>Persons with disabilities still often experience various obstacles and limitations when seeking access to meet their needs, including difficulties in obtaining public services and facilities. There are only less than 30% of people with disabilities in Indonesia who can carry out activities in public independently so there is currently a need for government awareness to make changes and innovations in fulfilling and ensuring public services and facilities for people with disabilities. Entertainment and recreation facilities have become one of the important factors in people's lives today and watching in a movie theater is one of the most popular entertainment activities with the aim of entertaining themselves and providing pleasure when they feel bored. However, in terms of accessibility rights, the availability of cinema entertainment facilities and infrastructure is still minimal to provide a friendly space experience for people with physical disabilities. So this research will discuss the design of a friendly cinema space for people with physical disabilities who use wheelchairs. The research method used is descriptive qualitative research method with literature study approach and data development. With further elaboration, a discussion will be obtained regarding the design and application of design elements in the cinema room specifically for wheelchair users. The author hopes that this research can help to provide an ideal space experience for people with physical disabilities who use wheelchairs so that they can feel and enjoy cinema facilities safely and comfortably.</p> <p><strong><em>Keywords: cinema; disabilit</em></strong><strong><em>ies</em></strong><strong><em>; wheelchair</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Penyandang disabilitas masih sering mengalami berbagai rintangan dan keterbatasan ketika mencari akses untuk memenuhi kebutuhan mereka, termasuk kesulitan dalam mendapatkan layanan dan fasilitas publik. Hanya terdapat kurang dari 30% penyandang disabilitas di Indonesia yang dapat melakukan aktivitas di publik secara mandiri sehingga saat ini diperlukan kesadaran pemerintah untuk melakukan perubahan dan inovasi dalam memenuhi dan menjamin pelayanan dan fasilitas publik bagi penyandang disabilitas. Fasilitas hiburan dan rekreasi telah menjadi salah satu faktor penting dalam kehidupan masyarakat saat ini dan menonton di bioskop merupakan salah satu kegiatan hiburan yang banyak diminati dengan tujuan untuk menghibur diri dan memberikan kesenangan ketika sudah merasa jenuh. Namun dalam hak aksesibilitas, ketersediaan sarana dan prasarana hiburan bioskop masih minim untuk memberikan pengalaman ruang yang ramah bagi penyandang disabilitas fisik. Sehingga penelitian ini akan membahas desain ruang bioskop yang ramah bagi penyandang disabilitas fisik yang menggunakan kursi roda. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi literatur dan pengembangan data. Dengan penguraian lebih lanjut, akan diperoleh pembahasan mengenai rancangan dan penerapan elemen desain pada ruang bioskop yang dikhususkan untuk pengguna kursi roda. Penulis berharap agar penelitian ini dapat membantu untuk memberikan pengalaman ruang yang ideal bagi penyandang disabilitas fisik yang menggunakan kursi roda agar dapat merasakan dan menikmati fasilitas bioskop dengan aman dan nyaman.</p> Novinca Debora Tubalawony Agnatasya Listianti Mustaram Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 441 452 10.24912/stupa.v6i1.27489 RUMAH TERAPI BAGI REMAJA PENDERITA TRAUMA INNER CHILD https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27490 <p><em>The Inner Child within a person is a past and present experience that can occur whenever and wherever the individual is. An experience can significantly impact behaviour when the child enters adulthood, even in old age. For this reason, it is necessary to study more deeply the cause and effect of the Inner Child with a descriptive analysis method and a narrative architecture approach that can help find solutions to recover Inner Child trauma. Based on the data, Inner Child is mostly experienced by teenagers, namely in cases of Domestic Violence. Parents as perpetrators cannot provide good parenting to children, so when children reach adulthood, their behaviour and emotions become unstable. A high awareness and empathy must be needed to restore these adolescents’ psychic and mental health. One of the design strategies applied is social care, where a camp-like lodging place (glamping) is provided to provide a sense of togetherness and kinship. Then, it is also necessary to use several therapeutic techniques from psychologists to restore the Inner Child trauma of adolescents. The therapeutic techniques performed w</em><em>ould</em><em> be converted into the form of architectural space as an act of empathy for adolescent victims of domestic violence who have poor Inner Child trauma. The space plays with materials, textures, nuances, and light as a procedure for Inner Child therapy techniques to release the inner child trauma.</em></p> <p><strong><em>Keywords: adolescent victim; inner child; narrative architecture</em></strong><strong><em>;</em></strong><strong><em> therapeutic home</em></strong><strong><em>;</em></strong><strong><em> trauma</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p><em>Inner Child</em> yang berada di dalam diri seseorang merupakan pengalaman masa lalu dan masa yang sekarang dapat terjadi kapanpun dan dimanapun individu berada. Suatu pengalaman yang dialami dapat berdampak besar kepada perilaku ketika anak tersebut telah masuk usia dewasa, bahkan usia tua. Untuk itu perlu dikaji lebih dalam mengenai sebab akibat <em>Inner Child</em> dengan metode deskriptif analisis dan pendekatan arsitektur naratif yang dapat membantu menemukan solusi untuk memulihkan trauma<em> Inner Child</em>. Berdasarkan data <em>Inner Child</em> banyak dialami oleh remaja yaitu pada kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Orang tua sebagai pelaku tidak dapat memberikan pola asuh yang baik kepada anak, sehingga ketika anak menyentuh usia dewasa, tingkah laku serta emosi mereka menjadi tidak stabil. Perlu adanya tingkat <em>awareness</em> serta empati yang tinggi untuk memulihkan psikis serta mental remaja tersebut. Strategi desain yang diterapkan salah satunya yaitu <em>social care, </em>dimana disediakan tempat penginapan yang menyerupai perkemahan (<em>glamping</em>) untuk memberikan makna kebersamaan dan kekeluargaan. Lalu perlu juga menggunakan beberapa teknik terapi dari ahli psikolog untuk memulihkan trauma <em>Inner Child </em>remaja. Teknik terapi yang dilakukan akan dikonversikan ke dalam bentuk ruang arsitektur sebagai tindakan empati kepada remaja korban KDRT yang memiliki trauma <em>Inner Child</em> yang buruk. Ruang bermain dalam material, tekstur, nuansa, dan cahaya sebagai prosedur teknik terapi<em> Inner Child</em> untuk melepaskan emosi.</p> Reynaldi Tanoto Fermanto Lianto Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 453 468 10.24912/stupa.v6i1.27490 DESAIN PASAR PAKAIAN BEKAS DAN TERMINAL BUS SENEN DENGAN KONSEP FASHION ARCHITECTURE, DRIVE-THRU, DAN PARK & RIDE https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27492 <p>Pasar Senen, one of Jakarta’s oldest markets, has an area called Pasar Malam Senen, which is open from night until dawn. In this area, sellers sell second-hand clothes on the side of a main road, creating an unsafe and uncomfortable situation because the area is congested with vehicles. A similar problem occurs at the Senen Bus Terminal, which has not yet undergone revitalization, maintaining disorganized conditions and making it uncomfortable for users. The problem was identified as how to improve the image of the Pasar Malam Senen and Senen Bus Terminal with Fashion Architecture to meet user needs. This research aims to improve the image of both by applying Fashion Architecture and Drive-Thru. This research uses descriptive analysis methods to analyze data from interviews and direct observation at Senen Night Market and Senen Bus Terminal. Programs from both locations were combined into one large program to design a building that integrated the two. The result is a building design that combines the concepts of Fashion Architecture, a Drive-Thru second-hand clothes market, and a bus terminal in Senen. Drive-Thru is implemented to meet the daily needs of Senen Night Market sellers and buyers, with goods displayed on the road without the need to get out of the vehicle. The building design includes a corrugated roof and second skin. With this approach, it is hoped that the image of the Bus Terminal and second-hand Clothing Market in Senen can improve while meeting user needs.</p> <p><strong><em>Keywords: drive-thru; fashion architecture; park and ride; second-hand clothes market; terminal</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Pasar Senen, salah satu pasar tertua di Jakarta, memiliki area bernama Pasar Malam Senen, yang buka dari malam hingga subuh. Di area ini, pedagang berjualan pakaian bekas di jalan raya menciptakan situasi jual-beli tidak aman dan nyaman dikarenakan area padat dengan kendaraan. Masalah serupa terjadi di Terminal Bus Senen yang belum mengalami revitalisasi, mempertahankan kondisi tidak tertata dan kumuh sehingga tidak nyaman bagi penggunanya. Diidentifikasi masalah bagaimana meningkatkan citra Pasar Malam dan Terminal Bus Senen dengan <em>Fashion Architecture</em> agar memenuhi kebutuhan pengguna. Penelitian ini bertujuan meningkatkan citra keduanya dengan mengaplikasikan <em>Fashion Architecture</em> dan <em>Drive-Thru</em>. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis untuk menganalisis data dari wawancara dan observasi langsung di Pasar Malam Senen dan Terminal Bus Senen. Program-program dari kedua lokasi digabungkan menjadi satu program besar untuk merancang bangunan yang mengintegrasikan keduanya. Hasilnya adalah desain bangunan yang memadukan konsep <em>Fashion Architecture, Drive-Thru </em>pasar pakaian bekas, dan terminal bus di Senen. <em>Drive-Thru </em>diterapkan untuk memenuhi kebutuhan harian penjual dan pembeli Pasar Malam Senen, dengan barang dipajang di jalan raya tanpa perlu turun dari kendaraan. Desain bangunan mencakup atap bergelombang dan <em>second skin</em>. Dengan pendekatan ini, diharapkan citra Terminal Bus dan Pasar Pakaian Bekas di Senen dapat meningkat sambil memenuhi kebutuhan pengguna.</p> Metta Widyanti Fermanto Lianto Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 469 482 10.24912/stupa.v6i1.27492 RUANG BAGI PEMULUNG DAN TEMPAT DAUR ULANG SAMPAH PLASTIK https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27493 <p>The existence of scavengers is often ignored by society and the government, with some living in slums, collecting scrap to sell, and even living on the side of the road as homeless people. Inadequate housing and workplaces result in low welfare. The architectural involvement improves the livelihood of scavengers through innovative and empathetic design. This research aims to create a space that can facilitate scavengers in selling the waste they collect, provide a shelter for homeless scavengers around West Jakarta, and develop facilities to recycle plastic waste collected from waste pickers. The research method used is description analysis, including survey method, observation and description, case studies, and literature study. The results obtained are a space for scavengers to sell the waste they collect by setting up a waste bank and a stopover facility for scavengers who do not have a place to live. These facilities' spatial design and circulation arrangements need to be simplified so that scavengers can easily navigate the area. By establishing a safe, convenient, and sustainable stopover, scavengers can have a facility that meets their basic needs and provides safety and comfort while resting. In addition, the waste brought by scavengers can be processed by providing a recycling area for plastic waste to become plastic flakes.</p> <p><strong>Keywords: homeless people; plastic flakes; recycling; scavangers; shelter</strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Keberadaan pemulung sering kali diabaikan oleh masyarakat dan pemerintah, sebagian pemulung tinggal di permukiman kumuh, mengumpulkan barang bekas untuk dijual, bahkan tinggal di pinggir jalan sebagai tunawisma. Tempat tinggal dan tempat kerja yang tidak layak mengakibatkan rendahnya kesejahteraan mereka. Keterlibatan arsitektur untuk meningkatkan kelayakan hidup pemulung melalui perancangan yang inovatif dan berempati. Penelitian ini bertujuan menciptakan suatu ruang yang dapat memfasilitasi pemulung dalam menjual sampah yang mereka kumpulkan, menyediakan tempat singgah bagi pemulung tunawisma di sekitar Jakarta Barat, dan mengembangkan fasilitas untuk melakukan daur ulang sampah plastik yang dikumpulkan dari pemulung. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis yang mencakup metode survei, pengamatan dan mendeskripsikan, mempelajari studi kasus, dan studi pustaka. Hasil yang diperoleh adalah ruang bagi pemulung untuk menjual sampah yang mereka kumpulkan dengan mendirikan bank sampah dan fasilitas persinggahan bagi pemulung yang tidak memiliki tempat tinggal. Perancangan ruang dan pengaturan sirkulasi pada fasilitas ini perlu disederhanakan agar pemulung dapat dengan mudah menavigasi area tersebut. Dengan membangun tempat persinggahan yang aman, nyaman, dan berkelanjutan, pemulung dapat memperoleh fasilitas yang memenuhi kebutuhan dasar mereka serta memberikan perasaan aman dan nyaman saat beristirahat. Selain itu, sampah yang dibawa oleh pemulung dapat diolah dengan menyediakan area daur ulang sampah plastik sampai menjadi <em>plastic flakes</em>.</p> Fatiyah Azzahrah Fermanto Lianto Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 483 498 10.24912/stupa.v6i1.27493 KONSEP ARSITEKTUR TERAPEUTIK UNTUK DESAIN RUANG KONSELING BAGI PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DI JAKARTA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27494 <p>High rates of sexual violence in Jakarta cause severe psychological trauma, including post-traumatic stress disorder, anxiety, depression, behavior changes, and insecurity. The issue lies in the insufficient number of hospitals with Integrated Service Centers (PPT) for sexual violence victims, leading to a shortage of counseling and therapy rooms. This research, utilizing qualitative methods such as interviews and literature studies, seeks to address the problem by exploring a spatial concept to overcome trauma. Results indicate that the physical environment, particularly room conditions, significantly impacts victims' physical and psychological health. Introducing therapeutic architecture to counseling and therapy rooms is proposed to support the healing process by reducing stress and creating a comfortable treatment atmosphere. The research findings highlight that implementing appropriate design strategies in these rooms can effectively address the trauma of sexual violence victims, contributing significantly to understanding the link between the physical environment and mental health. Additionally, it introduces a new therapeutic direction for helping victims overcome the profound psychological impact of such traumatic experiences.</p> <p><strong><em>Keywords</em></strong><em>: </em><strong><em>architecture; counseling; sexual; therapeutic</em></strong><strong><em>; violence</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Fenomena tingginya angka kekerasan seksual di Jakarta memberikan dampak serius terhadap trauma psikologis, termasuk gangguan stres pasca-trauma, kecemasan, depresi, perubahan perilaku, dan perasaan tidak aman. Isu yang muncul adalah ketidakselarasan jumlah rumah sakit yang menyediakan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT), khususnya untuk korban kekerasan seksual di Jakarta. Adapun masalah yang ditemukan adalah bahwa ruang konseling maupun terapi untuk korban kekerasan seksual yang sudah ada belum cukup mewadahi korban. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan konsep dalam mengatasi trauma akibat kekerasan seksual melalui ruangan menggunakan metode kualitatif melalui studi kasus wawancara dan studi literatur untuk mengeksplorasi permasalahan ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan sekitar, terutama kondisi ruangan, memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesehatan fisik dan psikis korban. Untuk mengatasi permasalahan ini, penerapan konsep arsitektur terapeutik pada ruang konseling dan terapi untuk korban kekerasan seksual dapat mendukung proses penyembuhan. Konsep ini bertujuan untuk mengurangi tingkat stres dan menciptakan suasana yang nyaman selama perawatan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa penerapan strategi desain yang tepat pada ruang konseling dan terapi dapat menjadi solusi efektif untuk mengatasi trauma korban kekerasan seksual. Temuan ini tidak hanya memberikan kontribusi signifikan pada pemahaman tentang korelasi antara lingkungan fisik dan kesehatan mental, namun juga arah baru dalam pendekatan terapeutik untuk membantu korban mengatasi dampak psikologis yang mendalam dari pengalaman traumatis tersebut.</p> Verin Novella Christanto Denny Husin Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 499 508 10.24912/stupa.v6i1.27494 PENGALAMAN MULTISENSORI TEMAN TULI DALAM PERANCANGAN EDUKASI-HIBURAN DI KEMBANGAN https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27495 <p><em>There</em><em> is still</em><em> a spatial phenomenon that concerns Deaf Friends' accessibility</em> <em>and their availability of facilities, including jobs and education. This </em><em>acts</em><em> as a consequence of Jakarta's present space shortage for </em><em>edutainment</em><em> facilities that might encourage employment and education. Furthermore, a significant number of public spaces fail to accommodate the visual</em><em> demand of D</em><em>eaf Friends demand. </em><em>By</em><em> enhancing the Deaf Friends' sensory experience, this research attempts to establish a non-formal </em><em>edutainment</em><em> area with a forum for social interaction between Deaf Friends and hearing friends.</em><em> For the purpose of investigating Deaf Friends as users, the author employed a qualitative method that involved reading literature reviews and analyzing prior research on deaf rooms and special schools in Jakarta, with conducted interviews and observations. Theoretically, Deaf Friends' senses affect the way they move and go about their everyday lives. To ensure that the experience of space is felt holistically, the steps involve considering all senses. This designated outcome includes an educational-entertainment for art talent interest, exhibition and amphitheater, community cafe, indoor and outdoor park for motor sensory, as well as hearing examination and therapy area. The inventions are in the form of an edutainment area that stimulates Deaf Friends' five sensory and an interaction space that allows hearing friends to feel what Deaf Friends feel in a room. The novelty of the three programs collaboration can bring good influence both to Deaf Friends and the Hearing Friends environment. </em></p> <p><strong><em>Keywords</em></strong><strong><em>: d</em></strong><strong><em>eaf</em></strong><strong><em>; interaction;</em></strong> <strong><em>edutainment;</em></strong> <strong><em>s</em></strong><strong><em>ensory</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Fenomena ruang akses teman tuli dalam fasilitas tuli masih kurang, termasuk dalam pendidikan dan pekerjaan. Hal tersebut dapat terjadi karena isu ruang yang berkaitan dengan ruang kreativitas yang dapat menunjang pendidikan dan pekerjaan di Jakarta yang masih jarang. Tidak hanya itu, banyak fasilitas umum belum memenuhi visualisasi yang dibutuhkan oleh teman tuli. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan mengangkat ruang edukasi-hiburan yang bersifat non-formal dengan wadah interaksi sosial antara teman tuli dan teman dengar, dengan memaksimalkan sensori teman tuli. Metode kualitatif digunakan dengan membaca kajian literatur dan membedah preseden yang sudah ada terkait ruang tuli dan sekolah luar biasa di Jakarta, serta didukung dengan wawancara dan observasi untuk mendalami teman tuli sebagai pengguna. Secara hipotesis indra teman tuli berpengaruh terhadap kesehariannya dalam beraktvitas, bergerak, dan berpindah, karena sensori dan perilaku merupakan sebuah kesinambungan. Langkah yang digunakan yaitu mempertimbangkan semua indra dalam pengalaman ruang agar dapat dirasakan secara holistik. Desain yang dihasilkan berupa area edukasi-hiburan untuk minat bakat kesenian, pameran dan <em>amphitheater</em>, kafe komunitas, area dalam dan luar untuk sensorik motorik, serta area pemeriksaan pendengaran dan terapi. Temuannya berupa desain pelatihan dan area sensorik motorik yang menstimuli kelima indra sensori teman tuli dan ruang interaksi agar teman dengar dapat merasakan yang dirasakan oleh teman tuli pada suatu ruangan. Kebaruan dari penyatuan ketiga program dapat membawa pengaruh baik bagi teman tuli dan lingkungan teman dengar.</p> Stella Felicia Collin Denny Husin Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 509 522 10.24912/stupa.v6i1.27495 KONSEP LANSIA AKTIF DALAM PERANCANGAN PANTI JOMPO DI KEMANG SELATAN https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27496 <p>The phenomenon of the number of elderly facilities is still quite insufficient and not proportional to the number of elderly people. The issue of space in nursing homes also still does not meet safety and security standards for the elderly who experience physical limitations. This can cause the elderly to feel uncomfortable and can even experience accidents in living their daily lives. The purpose of this design is to design the needs of the elderly that are intensively met in the design of senior living based on active ageing strategies. Qualitative research methods are carried out by surveys and interviews with individual elderly people or elderly people living in institutions. The steps are carried out by finding data collection surveys and interviews, then determining the needs according to the results of the data that has been found by applying appropriate concepts to existing problems. The design results consist of residential services for independent elderly, non-self-occupancy, elderly care clinic, gardening area as the main program and intergenerational activities as supporting programs such as food court, cooking class, sewing, knitting, music club, book club, and movie club. The project findings are the merging of senior living with intergenerational programs. The novelty of combining the two programs can have a positive impact on both the elderly and the younger generation.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>active; elderly; living; senior living</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Fenomena jumlah fasilitas lansia yang masih cukup kurang dan tidak sebanding dengan jumlah lansia di Indonesia terbilang cukup penting. Isu ruang dalam panti jompo juga belum memenuhi standar keselamatan dan keamanan bagi lansia yang mengalami keterbatasan fisik. Hal tersebut dapat mengakibatkan lansia merasa kurang nyaman bahkan dapat mengalami kecelakaan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Tujuan dari perancangan ini adalah untuk mendesain kebutuhan lansia yang terpenuhi secara intensif dalam rancangan hunian lansia berbasis strategi active ageing. Metode penelitian kualitatif dilakukan dengan survei dan wawancara kepada lansia individu ataupun lansia yang tinggal di panti. Langkah penelitian dimulai dengan mencari data, lalu menentukan kebutuhan sesuai dengan hasil dari data yang sudah ditemukan dengan penerapan konsep yang sesuai untuk permasalahan yang ada. Hasil desain terdiri dari layanan hunian lansia mandiri, hunian non-mandiri, klinik perawatan lansia, area berkebun sebagai program utama dan aktivitas antargenerasi sebagai program penunjang seperti pujasera, kelas memasak, menjahit, merajut, ruang musik, ruang baca, dan ruang menonton. Temuan proyek adalah penggabungan senior living dengan program antargenerasi. Kebaruan dari penggabungan kedua program dapat memberi dampak positif pada lansia maupun generasi muda.</p> Sesilia Revalina Haryadi Denny Husin Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 523 534 10.24912/stupa.v6i1.27496 RUANG KOMUNITAS ANAK JALANAN DI GROGOL, JAKARTA BARAT https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27497 <p><em>Children are the nation's next generation who are expected to realize positive hopes in the future. Until now, the phenomenon of street children is still a social problem that is often found in big cities in Indonesia, one of which is Jakarta. Street children is a term for children aged 6 to 18 years who spend most of their time on the street to survive by earning income, either in the form of money or goods. Grogol Petamburan, as an administrative area in West Jakarta, is one of the locations with the most social welfare problems. Environment is a crucial factors that influences children's health physically, psychologically and socially. The streets in Grogol, with high vehicle intensity and unhealthy air quality have the potential to hinder the growth and development process of children. The majority of street children in Grogol have the same enthusiasm for learning as other children. However, they have little opportunity to pursue non-formal education outside of school. Based on research, they have special behavior in learning, which also influences their activity space. Therefore, a community space is needed that can improve the quality of life of street children. Through empathetic architecture, community space is realized through productive activities in the form of training, teaching and socialization. The space-forming elements that are created must be based on the behavioral patterns of street children in order to create a comfortable place for street children as the main users.</em></p> <p><strong><em>Keywords: activity; behavior; children; environmen; street</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Anak merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan mampu mewujudkan harapan positif di masa yang akan datang. Hingga saat ini, fenomena anak jalanan masih menjadi masalah sosial yang banyak ditemui di kota-kota besar di Indonesia, salah satunya Jakarta. Anak jalanan merupakan sebuah istilah untuk anak-anak berusia 6 hingga 18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalan untuk bertahan hidup dengan memperoleh pemasukan, baik dalam bentuk uang ataupun barang. Grogol Petamburan sebagai wilayah administratif di Jakarta Barat, menjadi salah satu lokasi dengan penyandang masalah kesejahteraan sosial terbanyak. Lingkungan merupakan salah satu faktor krusial yang mempengaruhi kesehatan anak secara fisik, psikologi, maupun sosial. Jalanan di Grogol, dengan intensitas kendaraan yang tinggi dan kualitas udara dalam kategori tidak sehat berpotensi menghambat proses tumbuh kembang pada anak. Mayoritas anak jalanan di Grogol memiliki semangat belajar yang sama dengan anak-anak lainnya. Hanya saja, kecil kesempatan mereka untuk menempuh pendidikan non-formal di luar sekolah. Setelah diteliti, anak jalanan memiliki perilaku khusus dalam belajar, yang turut mempengaruhi ruang aktivitas mereka. Oleh karena itu, diperlukan ruang komunitas untuk meningkatkan kualitas hidup anak jalanan. Melalui arsitektur yang berempati, ruang komunitas diwujudkan melalui aktivitas produktif berupa pelatihan, pengajaran, dan sosialisasi. Elemen pembentuk ruang yang diwujudkan harus didasari oleh pola perilaku anak-anak jalanan agar sesuai dan nyaman bagi anak jalanan selaku pengguna utama.</p> Janice Adriana Wijaya Nina Carina Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 535 550 10.24912/stupa.v6i1.27497 PENERAPAN KONSEP ECO-CULTURAL TOURISM DALAM PENGEMBANGAN KAMPUNG BATIK CIWARINGIN DI CIREBON https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27498 <p><em>Cirebon is a city in West Java that is not only famous for its nickname of Shrimp City but also for its rich batik cultural heritage. In addition to Trusmi, which has now become a national tourist attraction, Cirebon also has Ciwaringin area that produces Ciwaringin Batik. Ciwaringin Batik comes from Ciwaringin Village, Cirebon Regency, Ciwaringin Batik has maintained the tradition of written batik for three generations. Ciwaringin Batik Village, especially in Kebon Gedang Block, is the center of a community of batik artisans who produce written batik with traditional processes. The difference between Ciwaringin Batik and Trusmi Batik is that besides the difference in motifs, Ciwaringin Batik is made using natural dyes. Currently, the potential of Ciwaringin Batik is not widely known due to several obstacles such as limited production facilities, lack of physical and non-physical marketing facilities, hard-to-reach locations due to limited transportation systems. This results in the next generation of Ciwaringin culture is also less interested in preserving and developing Ciwaringin Batik. Through Empathy Architecture and the use of the concept of Eco-Cultural Tourism in the design, the author conducts research using qualitative descriptive methods to be able to identify the real needs to propose facilities. This facility is expected to promote local culture, improve the quality of life and economic conditions of the residents, and encourage the growth of Ciwaringin Batik art at the national and international levels. This is necessary in order to ensure the continuity and sustainability of the heritage of Ciwaringin Batik art.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>b</em></strong><strong><em>atik </em></strong><strong><em>ci</em></strong><strong><em>waringin, </em></strong><strong><em>c</em></strong><strong><em>irebon,</em></strong><strong><em> eco-cultural tourism,</em></strong> <strong><em>empathic architecture</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Cirebon merupakan Kota di Jawa Barat yang tidak hanya terkenal dengan julukan Kota Udang namun juga dengan kekayaan warisan budaya batiknya. Selain Trusmi yang saat ini sudah menjadi obyek kunjungan wisata nasional, Cirebon juga memiliki Kawasan Ciwaringin yang memproduksi Batik Ciwaringin. Batik Ciwaringin berasal dari Kampung Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Batik Ciwaringin telah mempertahankan tradisi batik tulis selama tiga generasi. Kampung Batik Ciwaringin, terutama di Blok Kebon Gedang, menjadi pusat komunitas pengrajin batik yang menghasilkan batik tulis dengan proses tradisional. Perbedaan antara Batik Ciwaringin dengan Batik Trusmi selain perbedaan motif, Batik Ciwaringin dibuat menggunakan pewarna alam. Saat ini potensi Batik Ciwaringin belum dikenal luas akibat beberapa kendala seperti keterbatasan fasilitas produksi, kurangnya fasilitas fisik dan non fisik pemasaran, lokasi yang sulit dijangkau akibat keterbatasan sistem transportasi. Hal ini mengakibatkan generasi penerus budaya Ciwaringin juga kurang tertarik untuk melestarikan dan mengembangkan Batik Ciwaringin. Melalui Arsitektur Empati dan penggunaan konsep<em> Eco-Cultural Tourism </em>pada penelitian, penulis melakukan penelitian yang menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk dapat mengidentifikasikan kebutuhan riil guna mengusulkan fasilitas. Wadah ini diharapkan dapat mempromosikan budaya lokal, meningkatkan kualitas hidup ,kondisi ekonomi penduduk, serta mendorong pertumbuhan seni Batik Ciwaringin di tingkat nasional dan internasional. Hal ini diperlukan agar dapat menjamin keberlangsungan dan keberlanjutan warisan dari seni Batik Ciwaringin ini.</p> Sharron Nurwinata Nina Carina Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 551 564 10.24912/stupa.v6i1.27498 PERANCANGAN RUANG KELAS BAGI ANAK USIA SEKOLAH DASAR PENYANDANG ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27189 <p>Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) is a disorder that often appears in elementary school-age children (6-12 years). Its prevalence in Indonesia is estimated at around 5% (Dewi, 2011), reaching 26.2% among elementary school children in the DKI Jakarta area (Saputro, 2009). Global trends also show a significant increase in ADHD cases (Abdelnour et al., 2022). The impact greatly influences children's adaptation to various aspects of life, from academic contexts to social relationships and psychological aspects. At elementary school age (ages 6-12 years), children are at the beginning stages of learning to manage school with ADHD. Therefore, it is crucial to provide appropriate accommodation to facilitate their adaptation to the learning environment. One way is by modifying the classroom's learning environment according to their needs. This research uses qualitative methods (observation and in-depth interviews) to identify ideal classroom designs for elementary school-age children with ADHD. The research began by examining the behavior of children with ADHD and analyzing their space needs. From the research that has been carried out, good classroom design criteria for children with ADHD will be produced, along with applying these design criteria to the classroom design. It is hoped that the research will help examine the design of good learning spaces to help maintain the focus and mental well-being of children with ADHD.</p> <p><strong><em>Keywords:</em></strong><strong><em> attention deficit hyperactivity disorder; classroom;</em></strong> <strong><em>school-age children</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan salah satu gangguan yang kerap muncul pada anak usia sekolah dasar (6-12 tahun). Prevalensinya di Indonesia diperkirakan sekitar 5% (Dewi, 2011), angka ini mencapai 26,2% di anak sekolah dasar wilayah DKI Jakarta (Saputro, 2009). Tren global juga menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam kasus ADHD (Abdelnour et al., 2022). Dampaknya sangat memengaruhi adaptasi anak-anak dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari konteks akademik hingga hubungan sosial dan aspek psikologis. Pada usia sekolah dasar (usia 6-12 tahun), anak-anak berada pada tahap awal dalam belajar mengelola sekolah dengan ADHD. Maka dari itu, sangat penting untuk memberikan akomodasi yang tepat supaya mempermudah adaptasi mereka di lingkungan pembelajaran. Salah satunya, yaitu melalui modifikasi lingkungan belajar di ruang kelas sesuai dengan kebutuhan mereka. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif (studi literatur dan in-depth interview) untuk mengidentifikasi desain ruang kelas yang ideal bagi anak usia sekolah dasar dengan ADHD. Penelitian dimulai dengan mengkaji perilaku anak dengan ADHD dan menganalisis kebutuhan keruangan mereka. Dari penelitian yang telah dilakukan, akan dihasilkan kriteria desain ruang kelas yang baik bagi anak dengan ADHD, beserta dengan penerapan kriteria desain tersebut terhadap perancangan sebuah ruang kelas. Penelitian diharapkan dapat membantu mengkaji desain ruang pembelajaran yang baik untuk membantu menjaga fokus dan kesejahteraan mental dari anak penyandang ADHD.</p> Claurent Surya Mekar Sari Suteja Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 565 576 10.24912/stupa.v6i1.27189 PENERAPAN KONSEP PLAYFUL DALAM PERANCANGAN RUMAH TUMBUH KEMBANG ANAK DI KAWASAN CASA JARDIN, JAKARTA BARAT https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27500 <p>Early childhood, often referred to as the golden age, represents a critical period in a child's development that spans from birth to eight years old. During this time, children undergo rapid growth and development, shaping moral, religious, physical, social, emotional, linguistic, artistic values, and acquiring knowledge and skills appropriate to their developmental stages. In relation to this crucial phase, known as the "Golden Period" between ages 0-5, the formation of brain nerve cells serves as the foundational basis for a child's intellectual development. Both genetic and environmental factors play pivotal roles in assessing a child's quality, influencing motor, cognitive, and language development. An emerging innovative approach involves integrating the concept of playfulness. This journal aims to explore the application of the playful concept in child development centers, focusing on its benefits for child development and the challenges that may arise during its implementation. Through literature reviews, the journal illustrates that a playful approach can stimulate creativity, social interaction, and healthy physical activities that are enjoyable for children. By combining theory and practice, this journal offers profound insights for design professionals, educators, and parents on leveraging the playful approach to create environments conducive to optimal child development.</p> <p><strong><em>Keywords: age; child; gold; playful</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Usia dini, sering disebut sebagai usia emas, menjadi periode kritis dalam perkembangan anak yang mencakup kelahiran hingga delapan tahun. Selama masa ini, anak-anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cepat, membentuk nilai-nilai moral, agama, fisik, sosial, emosional, bahasa, seni, serta memperoleh pengetahuan dan keterampilan sesuai tahap perkembangan mereka. Terkait dengan fase krusial ini, dikenal sebagai "Masa Emas" pada usia 0-5 tahun, pembentukan sel syaraf otak menjadi landasan utama perkembangan kecerdasan anak. Faktor genetik dan lingkungan memainkan peran penting dalam evaluasi kualitas anak, mempengaruhi perkembangan motorik, kognitif, dan bahasa. Salah satu pendekatan inovatif yang sedang berkembang adalah integrasi konsep <em>playful</em>. Jurnal ini memiliki tujuan yaitu untuk mengeksplorasi penerapan konsep <em>playful</em> dalam rumah tumbuh kembang anak, dengan fokus pada manfaatnya terhadap perkembangan anak dan tantangan yang mungkin dihadapi dalam implementasinya. Melalui studi literatur, jurnal ini menunjukkan bahwa pendekatan <em>playful</em> dapat merangsang kreativitas, interaksi sosial, dan aktivitas fisik yang sehat dan menyenangkan bagi anak. Dengan menggabungkan teori dan praktik, jurnal ini memberikan wawasan mendalam kepada profesional desain, pendidik, dan orangtua tentang bagaimana memanfaatkan pendekatan <em>playful</em> untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan optimal anak.</p> Marcella Hanny Mekar Sari Suteja Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 577 586 10.24912/stupa.v6i1.27500 PENYEDIAAN SARANA PENDUKUNG UNTUK MENINGKATKAN MINAT BACA REMAJA BEKASI https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27501 <p>According from a study from United States, Indonesia is ranked 60<sup>th</sup> out of 61 countries measured by its population’s reading interest (Mikhael Gewati, 2016). One of the worst case existed in Bekasi, where only 10 percent of its teenagers has a sufficient reading interest. The main causes are the non-matching teenager’s character that is dynamic with the existing library’s characters which are enclosed and monotonous, as well as the obligation of text books usage, which makes them feel like they are being given additional “task” when reading other books (Quora, 2022). Both statements are proven after few teenagers are surveyed, where only 1 of 20 teenagers took interest in reading routinely. From this problem, hybrid-public library design is proposed, with programs such as reading analog and digital book, discussing, studying, eating together, watching video, playing games, and resting, to highlight the productive aspects of reading, not only done by just “staring texts”. After searching strengths and weaknesses of existing libraries in Bekasi, the location at Jl. Kimangun Sarkoro, RW.006, Bekasi Jaya, Kec. Bekasi Timur is recognized as the perfect place for the design. Since the surrounding buildings are low-rise, the library will be made with just 3-storey height, with the minimum required area is 5018,57 square meter. Architectural theme that will be applied has characters of “youth” which are flexible, unimpeded, with various material expressions and different from existing libraries.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>reading facility; reading interest; teenager</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Menurut sebuah studi yang berasal dari Amerika Serikat, Indonesia memasuki urutan ke-60 dari 61 negara yang diukur berdasarkan minat baca penduduknya (Gewati, 2016). Kasus yang parah berada di Kota Bekasi, di mana hanya 10 persen remaja yang tinggi minat bacanya. Penyebab utamanya adalah ketidaksesuaian karakter remaja yang dinamis dengan karakter sarana baca eksisting yang tertutup dan monoton, serta kewajiban penggunaan buku pelajaran, yang membuat mereka seperti diberi “tugas” tambahan saat membaca buku lain (Quora, 2022). Kedua hal ini terbukti setelah beberapa remaja di survei, dimana hanya 1 dari 20 anak remaja minat membaca secara rutin. Dari masalah ini, diusulkan perancangan sarana pustaka umum hibrida dengan program membaca buku analog dan digital, diskusi, belajar, berkumpul sambil makan, nonton video, bermain, dan istirahat, untuk menonjolkan aspek produktif dari membaca, yang tidak hanya sekedar “melihat teks”. Setelah menelusuri kelebihan dan kekurangan sarana pustaka eksisting di Bekasi, didapat lokasi Jl. Kimangun Sarkoro, RW.006, Bekasi Jaya, Kec. Bekasi Timur sebagai tempat yang tepat untuk rancangannya. Karena bangunan sekitar bertingkat rendah, maka sarananya akan dibuat setinggi 3 lantai saja, dengan luas yang dibutuhkan minimal 5018,57 meter persegi. Tema arsitektur yang digunakan berkarakter “youth” yang fleksibel, leluasa, dengan ekspresi material yang beragam dan berbeda dari sarana pustaka eksisting.</p> Ricky Chandra Budi Adelar Sukada Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 587 602 10.24912/stupa.v6i1.27501 IMPLEMENTASI DESAIN SARANA TERAPI BERMAIN UNTUK PENGEMBANGAN KEMAMPUAN WICARA DAN BAHASA ANAK PENYANDANG TUNARUNGU https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27502 <p><em>The World Health Organization (WHO) states that 10 percent of the total population of Indonesia has disabilities. The deaf occupies</em><em> the second position with the largest number of people with disabilities in the world; Apart from that, it was reported by the Central Committee for the Management of Hearing Loss and Deafness that as many as 5,200 million children in Indonesia have the potential to be born deaf. Deafness refers to individuals who have lost part or all of their sense of hearing and therefore require hearing aids. However, with the limited supply of hearing aids, we need to provide alternatives to respond to the needs of the deaf community. The project target is aimed at deaf children aged 0-12 years so that the atmosphere created has a playful nuance; as one of the basic needs of children aged 0-12 years is to play. Research analysis uses a rationalistic approach with qualitative methods through interviews and observations. Play therapy is the main activity of the project which is used to improve children's interpersonal processes in learning and socializing as well as as an intervention for responsive parenting. The activity program offered is educational and recreational. In this way, the play therapy room is made of a variety of games. The room is designed simply and decorated with curved corners to give a soft and feminine impression.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>La</em></strong><strong><em>nguage</em></strong><strong><em>; d</em></strong><strong><em>eaf person; play therapy; </em></strong><strong><em> </em></strong><strong><em>speech</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan sebesar 10 persen dari total penduduk negara Indonesia menyandang disabilitas. Tunarungu atau biasa disebut sebagai Tuli menempati posisi kedua dengan jumlah penyandang disabilitas paling banyak di dunia; selain itu dilaporkan oleh Komite Pusat Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian sebanyak 5.200 juta anak di Indonesia berpotensi terlahir Tunarungu. Tunarungu merujuk kepada individu yang mengalami kehilangan sebagian atau seluruh indera pendengarannya sehingga memerlukan alat bantu dengar. Namun dengan keterbatasan pasokan alat bantu dengar, maka kita perlu memberikan alternatif untuk menanggapi kebutuhan masyarakat Tunarungu. Target proyek ditujukan untuk anak penyandang Tunarungu mulai dari usia 0-12 tahun sehingga atmosfer yang tercipta bernuansakan <em>playful</em>; sebagaimana salah satu kebutuhan dasar anak pada usia 0-12 tahun adalah bermain. Analisa penelitian menggunakan pendekatan rasionalistik dengan metode kualitatif melalui wawancara dan observasi. Terapi bermain menjadi kegiatan utama proyek yang digunakan untuk meningkatkan proses interpersonal anak dalam belajar dan bersosialisasi serta sebagai intervensi dari pola asuh orang tua yang responsif. Program kegiatan yang ditawarkan bersifat rekreasional edukatif. Dengan demikian ruangan terapi bermain dibuat bervariasi permainan. Ruangan didesain dengan sederhana dan dihiasi sudut yang melengkung untuk memberikan kesan yang halus dan feminim.</p> Helen Leticia Handojo Budi Adelar Sukada Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 603 612 10.24912/stupa.v6i1.27502 SARANA PEMULIHAN FISIK DAN PSIKOLOGIS BAGI PASIEN PALIATIF STROKE DAN KELUARGA DI SULAWESI UTARA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27503 <p><em>Many Indonesian people suffer from stroke, especially in old age, residing in North Sulawesi. Inadequate hospital conditions, both in facilities and design, can cause stress or psychological effects on stroke patients. Stroke requires special treatment, such as that offered by specialized hospitals, covering physical, psychological, and emotional aspects. This research is designed to develop effective solutions to reduce the negative impact of strokes and improve the quality of life for patients and families, especially in spatial design and arrangement. The comparative method is used to determine the differences among various hospital typologies to produce a new hospital building typology by including elements that are requirements for palliative care. In the analysis process, qualitative methods were used to obtain something ideal for stroke sufferers. The study reveals that currently, stroke patient treatment in general hospitals largely follows general medical service guidelines. To become a special hospital (political stroke), it must be improved through new findings, such as spaces that are able to create a cheerful, free, spacious, cool, comfortable atmosphere without worrying, including a space for increasing faith.</em> <em>The next finding is that a free atmosphere and other requirements are impossible to find in a treatment room with a large capacity. In this research, a spatial planning simulation was successfully carried out. The conclusion for further steps is how to create a hospital for palliative patients with a large capacity due to the socio-economic conditions of the Indonesian people, but that can provide a much more comfortable atmosphere in terms of space.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>recovery; physical; psychological; stroke palliative</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Penyakit stroke banyak diderita masyarakat Indonesia khususnya di usia senja, termasuk masyarakat di Sulawesi Utara. Kondisi rumah sakit yang tidak memadai dari segi fasilitas dan desain bisa menambah stress atau menimbulkan efek psikologis pasien stroke. Stroke memerlukan perawatan khusus, seperti yang disediakan oleh Rumah Sakit Khusus, mencakup aspek fisik, psikologis, dan emosional. Penelitian ini dirancang untuk mengembangkan solusi efektif mengurangi dampak buruk dari penyakit stroke dan meningkatkan kualitas hidup bagi pasien dan keluarga khususnya dalam desain dan penataan ruang. Metode komparatif digunakan untuk mengetahui perbedaan antara tipologi rumah sakit satu dan lainnya untuk menghasilkan tipologi bangunan rumah sakit baru dengan memasukkan unsur-unsur yang menjadi persyaratan penurunan paliatif. Dalam proses analisis digunakan metode kualitatif untuk mendapatkan sesuatu yang ideal bagi penderita stroke. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa saat ini, penanganan pasien stroke di rumah sakit umum sebagian besar mengikuti pedoman pelayanan medis umum di rumah sakit. Untuk menjadi rumah sakit yang bersifat khusus (paliatik stroke) harus diperbaiki melalui temuan–temuan baru seperti ruang–ruang yang mampu menciptakan suasana ceria, bebas, luas, sejuk, nyaman, tanpa cemas disertakan pula ruang peningkatan iman. Temuan berikutnya suasana bebas dan persyaratan lainnya tidak mungkin ditemukan pada ruang perawatan dengan kapasitas besar. Dalam penelitian ini berhasil dilakukan simulasi penataan ruang. Kesimpulan untuk langkah lebih lanjut adalah bagaimana menciptakan rumah sakit penderita paliatif dengan kapasitas besar karena kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia namun bisa memberikan suasa yang jauh lebih nyaman secara ruang.</p> Felicia Belinda Mamahit J.M.Joko Priyono Santoso Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 613 628 10.24912/stupa.v6i1.27503 PENGUATAN KESEHATAN MENTALITAS KAUM TUNADAKSA MELALUI DESAIN RUANGAN https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27504 <p>Society often looks down on people with disabilities, especially people with physical limitations. In Indonesia, especially in Jakarta, there are still many disabled people who have fragile mental problems due to accidents/hereditary factors, which cause them to be physically disabled. This causes a decline in the mentality of the disabled. In fact, the rights of persons with disabilities are regulated in Law Number 4 of 1997 which discusses Persons with Disabilities, "any person who does not provide accessible or unequal opportunities and equal treatment to students with disabilities in units, study programs, types of and levels of educational administration sanctions”. The aim of this research is to analyze design methods, explore the design and space of buildings or activities that can make disabled people achieve good mental health so that later they can become better, and enable them to have a good quality of life for the outside world. The method used in this research is a qualitative descriptive method. This method was chosen based on the object of study taken in relation to the narrative of the life experiences of the physically disabled. For example, accessibility is an important part of improving environmental design. Physically disabled people cannot be free from their mental illness, until they are free from the trauma they have experienced. Which in the end can create a design design to enable disabled people to gain quality of life, as well as improve their mental health.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>h</em></strong><strong><em>ealing</em></strong><strong><em>; m</em></strong><strong><em>entality</em></strong><strong><em>;</em></strong> <strong><em>physical-disability</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Masyarakat seringkali memandang rendah penyandang disabilitas, terutama penyandang disabilitas keterbatasan fisik. Di Indonesia, terutama di Jakarta masih banyak kaum tunadaksa yang memiliki masalah mentalnya yang masih rapuh akibat dari kecelakaan/faktor keturunan, yang menyebabkan mereka cacat secara fisik. Hal ini menyebabkan penurunan mentalitas dari tunadaksa. Padahal, hak penyandang disabilitas sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 yang membahas tentang penyandang disabilitas, “Setiap orang yang tidak memberikan kesempatan yang dapat diakses atau tidak sama dan perlakuan yang sama kepada peserta didik penyandang cacat pada satuan, program studi, jenis dan jenjang sanksi administrasi pendidikan”. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis cara desain, mengeksplorasi desain dan ruang dari bangunan atau kegiatan yang dapat membuat Tunadaksa memperoleh kesehatan mental yang baik agar nantinya mereka bisa menjadi lebih baik, dan membuat mereka dapat memiliki kualitas hidup yang baik untuk dunia luar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode tersebut dipilih berdasarkan objek kajian yang diambil berkaitan dengan narasi pengalaman hidup dari tunadaksa. Misalnya, aksesibilitas adalah bagian penting dari peningkatan desain lingkungan. Tunadaksa tidak bisa terbebas dari penyakit mentalnya, sebelum mereka terbebas dari trauma yang mereka alami. Yang pada akhirnya bisa membuat perancangan desain rancangan untuk membuat tunadaksa mendapatkan kualitas dari hidup, sekaligus memperbaiki mentalnya kembali.</p> Filipus Jordan Kusuma Atmaja J.M. Joko Priyono Santoso Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 629 640 10.24912/stupa.v6i1.27504 DESAIN RUANG KEMOTERAPI DALAM MENDUKUNG PENYEMBUHAN FISIK DAN MENTAL PENDERITA KANKER PAYUDARA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27505 <p>In the era of advanced technology, cancer also has various types, the types recorded and spread throughout the world are around 200 types. In Indonesia alone, the cancer that dominates women is breast cancer. Breast cancer cases in Indonesia totaled 65,858 cases. But with the high number of cancer cases in Indonesia, treatment can only be done in hospitals or clinics located in hospital areas based on the regulations of the Ministry of Health of the Republic of Indonesia number 26 of 2018, section 27 article 36 paragraph 3. Which discusses clinics and clinic operations, treatment of cancer that can be treated outside a clinic or hospital through chemotherapy, and some healing and mental therapies. The expected goal is to create a chemotherapy room design that can support physical healing but can also help mental healing in terms of the use of color and the interior of the room and knowing the criteria or factors that go into the desired design. The method used to collect existing data is qualitative. This qualitative method can be used to find out about the spatial feeling of the chemotherapy room. And also by collecting data from existing literacy to find out the existing criteria to help mental healing for breast cancer sufferers. The results will be a form of design for a chemotherapy room that can help heal the mental health of breast cancer sufferers by paying attention to comfort and existing comfort-supporting elements.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>comfort; chemotherapy; interior; therapy room</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Pada era teknologi maju, penyakit kanker juga memiliki berbagai jenis, jenis yang tercatat dan tersebar di dunia berjumlah sekitar 200 jenis. Di Indonesia sendiri kanker yang mendominasi pada perempuan adalah kanker payudara. Kasus kanker payudara di indoneisa berjumlah 65.858 kasus. Tapi dengan tingginya kasus kanker di Indonesia penanganannya hanya bisa dilakukan di rumah sakit ataupun klinik yang berada di dalamawasan rumah sakit berdasarkan peraturan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia nomor 26 tahun 2018, bagian 27 pasal 36 ayat 3, yang membahas tentang klinik dan pengoperasian klinik, pengobatan kanker yang dapat dilakukan di luar klinik atau rumah sakit hanyalah kemoterapi dan beberapa terapi penyembuhan serta mental. Tujuan yang diharapkan adalah menciptakan desain ruang kemoterapi yang dapat mendukung penyembuhan fisik tapi juga dapat membantu penyembuhan secara mental dari segi penggunaan warna dan juga interior dari ruangan tersebut dan mengetahui kriteria atau faktor yang masuk kedalam desain yang diinginkan. Metode yang digunakan dalam menggumpulkan data yang ada dengan menggunakan kualitatif. Metode kualitatif ini yang dilakukan dapat mengetahui tentang perasaan keruangan dari ruang kemoterapi tersebut. Dan juga dengan menggumpulkan data dari literasi yang ada untuk mengetahui kriteria yang ada dalam membantu penyembuhan mental bagi penderita kanker payudara. Hasil yang ada akan menjadi bentuk desain dari ruang kemoterapi yang dapat membantu penyembuhan mental penderita kanker payudara dengan memperhatikan kenyamanan serta elemen-element pendukung kenyamanan yang ada.</p> Adrian Saputra Wibowo J.M. Joko Priyono Santoso Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 641 654 10.24912/stupa.v6i1.27505 STUDI PERKEMBANGAN PROPERTI PERUMAHAN GRAHA RAYA BINTARO TANGERANG SELATAN https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27506 <p><em>Graha Raya Bintaro, established in 1997 with a land area of 350 hectares and having developed 2/3 of the total land, is the primary focus of this study titled "Study on the Development of Residential Properties in Graha Raya Bintaro, South Tangerang." The background of the development of this area involves direct field surveys and interviews with the development management to obtain primary data, while secondary data is gathered from literature and open information portals. The research problem formulation focuses on a profound understanding of the development of residential properties in the region. The research methodology includes direct field surveys and interviews with the development management to obtain primary data, while secondary data is collected from literature and open information portals. The research objective is to analyze trends in the development of residential properties, considering factors such as strategic location and quality public facilities. The importance of the location is further reinforced by the plan to develop Phase 3 of the MRT, which will connect Tangerang to Jakarta, starting in August 2024. One of the MRT Phase 3 stations is planned to be built in the vicinity of the study area, approximately 3 kilometers from the study location. In addition to the MRT, there are also plans for additional connecting transportation to assist the community in accessing existing MRT stations. The research findings are expected to provide a holistic view for developers, stakeholders, and prospective buyers in addressing the changing dynamics of the residential property market in Graha Raya Bintaro.</em></p> <p><strong><em>Keywords: growth; houses; property</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Graha Raya Bintaro, didirikan pada tahun 1997 dengan luas lahan mencapai 350 hektar dan telah membangun 2/3 dari total lahan, menjadi fokus utama studi ini berjudul "Studi Perkembangan Properti Perumahan Graha Raya Bintaro, Tangerang Selatan." Latar belakang pengembangan kawasan ini melibatkan survei langsung ke lapangan dan wawancara dengan manajemen pengembang untuk mendapatkan data primer, sementara data sekunder dikumpulkan dari literatur dan portal informasi terbuka. Rumusan masalah penelitian ini berfokus pada pemahaman mendalam tentang perkembangan properti perumahan di kawasan tersebut. Metode penelitian melibatkan survei langsung ke lapangan dan wawancara dengan manajemen pengembang untuk mendapatkan data primer, sementara data sekunder dikumpulkan dari literatur dan portal informasi terbuka. Tujuan penelitian adalah menganalisis tren perkembangan properti perumahan, dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti lokasi yang strategis dan fasilitas umum berkualitas. Pentingnya lokasi semakin diperkuat dengan rencana pembangunan MRT Fase 3 yang akan menghubungkan Tangerang dengan Jakarta, dimulai pada Agustus 2024. Salah satu stasiun MRT Fase 3 direncanakan akan dibangun di kawasan dekat lokasi studi, sekitar 3 kilometer dari lokasi studi. Selain MRT, juga direncanakan akan ada transportasi penghubung tambahan yang membantu masyarakat mengakses stasiun MRT yang ada. Hasil penelitian diharapkan memberikan pandangan holistik bagi pengembang, pemangku kepentingan, dan calon pembeli dalam menghadapi perubahan dinamika pasar properti perumahan di Graha Raya Bintaro.</p> Christopher Hans Putraning Yudi Priyendiswara Agustina Bella Liong Ju Tjung Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 655 668 10.24912/stupa.v6i1.27506 FAKTOR – FAKTOR LOKASI YANG MEMPENGARUHI HARGA JUAL RUMAH DI KECAMATAN SAWANGAN KOTA DEPOK https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27509 <p>Sawangan is one of the districts with the lowest population density in the city of Depok. The rapid development in Sawangan is attributed to numerous residential areas constructed by renowned developers such as Sinarmas Land and Ciputra Group. Residential property prices in this location also experience annual increases. Despite being quite distant from the city center, reaching the nearest MRT station from Sawangan takes approximately 45 minutes by motorcycle. This research aims to determine how location factors influence the sale prices of houses in the Sawangan district based on these issues. The study involves multiple regression analysis and quantitative analysis. Using SPSS test results, it is indicated that location significantly affects the selling prices of residences in Sawangan. This is evident from the positive correlation observed in the sale prices of properties in Sawangan, Depok, where the positive constant value (a) of 52498.678 indicates a positive correlation between independent variables and property sale prices. Furthermore, the dominant location factor affecting house prices in Sawangan is the accessibility to public transportation, with a regression coefficient value of -3252.669, indicating that for every 1 km increase in the public transportation variable, the property sale price decreases by -3252.669, assuming other variables remain constant.</p> <p><strong><em>Keywords: location factors, sawangan district; selling prices</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Sawangan merupakan salah satu kecamatan yang memiliki angka kepadatan penduduk terendah di Kota Depok. Perkembangan pesat di Kecamatan Sawangan tak lepas dari banyaknya kawasan pemukiman yang dibangun oleh pengembang ternama seperti Sinar Mas Land dan Ciputra Group. Harga jual hunian di lokasi ini juga mengalami kenaikan setiap tahunnya. Kawasan ini sebenarnya terletak cukup jauh dari pusat kota. Melihat kondisi eksisting saat ini, untuk mencapai stasiun MRT terdekat dari Kecamatan Sawangan saja memakan waktu kurang lebih 45 menit dengan menggunakan sepeda motor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana faktor lokasi mempengaruhi harga jual perumahan di kawasan Kecamatan Sawangan berdasarkan permasalahan tersebut. Penelitian ini mencakup analisis regresi berganda serta analisis kuantitatif. Dengan menggunakan hasil uji SPSS, ditunjukkan bahwa lokasi berpengaruh terhadap harga jual hunian. Hal ini dibuktikan dari hasil yang positif seiring dengan harga jual perumahan di Kecamatan Sawangan, Kota Depok dimana nilai konstanta (a) positif sebesar 52498,678 menunjukkan korelasi positif antara variabel independen dan harga jual properti. Kemudian untuk faktor-faktor lokasi sendiri yang tergolong dominan mempengaruhi harga jual rumah di Kecamatan Sawangan adalah keterjangkauan dengan transportasi umum dengan nilai koefisien regresi sebesar -3252,669 yang berarti jika variabel transportasi umum mengalami kenaikan 1 Km, maka sebaliknya variabel harga jual akan mengalami penurunan sebesar -3252,669. Dengan asumsi bahwa variabel lainnya dianggap konstan.</p> Nadia Vinieta Setia Priyendiswara Agustina Bella Liong Ju Tjung Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 669 684 10.24912/stupa.v6i1.27509 ANALISIS KONDISI FASILITAS DAN TINGKAT PELAYANAN PASCA RENOVASI STASIUN JATINEGARA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27510 <p>A train station is a train operating facility or a place where trains stop regularly for boarding and disembarking passengers and loading and unloading goods. In general, each station has a main building that provides additional services such as ticket sales, supporting facilities, and waiting rooms and platforms prepared for travel routes. Based on Government Regul4tion of the Republic of Indonesia Number 56 of 2009, stations are places where trains depart and stop with integration between the train line network and other train line networks as well as with other modes of transportation carried out at the station. Based on Law of the Republic of Indonesia Number 27 of 2007 article 35, a train station functons as a place where train dep4rt or stop to s3rve passengers on and off, loading and unloading goods, and/or for train operation purposes. Stations for passengers getting on and off are at least equipped with facilities. Jatinegara Station is a grade A station and is a transit station that connects 3 lines, namely Pasar Senen Station, Manggarai Station, and the train line to Cikarang /Bekasi. Every day Jatinegara Station is passed by hundreds of trains so it is quite busy because many trains come. and went to pick up and drop off the passengers. Facilities at the station must be met for the comfort of KRL users, therefore facilities and infrastructure are needed at a station. After the renovation of Jatinegara Station, several improvements such as physical buildings and supporting facilities have been completed with several additional facilities.</p> <p><strong><em>Keywords: Jatinegara Station function; Jatinegara Station renovation; train station</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Stasiun kereta api merupakan sarana atau fasilitas untuk kereta api berhenti dengan teratur, juga sebagai tempat untuk turun naik penumpang serta bongkar muat barang. Pada umumnya setiap stasiun memiliki bentuk fisik bangunan utama yang di dalamnya disediakan layanan seperti penjualan tiket, fasilitas penunjang, dan ruang tunggu serta peron yang disiapkan untuk rute perjalanan. Berdasarkan PP Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2009 stasiun merupakan tempat pemberangkatan dan pemberhentian kereta api dengan keterpaduan antar jaringan jalur kereta api dengan jaringan jalur kereta api lain serta dengan moda transportasi lain yang dilakukan di stasiun. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 pasal 35 Stasiun Kereta Api berfungsi sebagai tempat kereta api berangkat atau berhenti untuk melayani naik turun penumpang, bongkar buat barang, dan/atau keperluan operasi kereta api. Stasiun untuk keperluan naik turun penumpang sekurang-kurangnya dilengkapi fasilitas. Stasiun Jatinegara merupakan stasiun dengan grade A sebagai stasiun transit dari 3 jalur, yaitu Stasiun Pasar Senen, Stasiun Manggarai, dan jalur kereta arah ke Cikarang/Bekasi. Setiap harinya Stasiun Jatinegara dilewati oleh ratusan kereta api sehingga cukup sibuk karena banyak kereta yang datang dan pergi untuk menjemput serta mengantar para penumpang. Fasilitas dalam stasiun harus terpenuhi guna kenyamanan para pengguna KRL. Oleh karena itu diperlukan fasilitas baik sarana maupun prasarana pada suatu stasiun. Pasca renovasi Stasiun Jatinegara beberapa peningkatan seperti bangunan fisik dan fasilitas penunjang sudah terselesaikan dengan beberapa penambahan fasilitas.</p> Yosef Mariano Amando Paulsone Priyendiswara Agustina Bella Liong Ju Tjung Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 685 690 10.24912/stupa.v6i1.27510 PENGELOLAAN POS BLOC DALAM MEMANFAATKAN BANGUNAN BERSEJARAH MELALUI KONSEP ADAPTIVE REUSE https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27512 <p><em>Pos Bloc is a public space that has a commercial area inside which is located in Central Jakarata, before becoming Pos Bloc it used to be the Filateli Building where the post office was located during the Dutch colonial era, this Filateli Building also served philatelic services, until later this building was designated as a historical building and entered into part of the DKI Jakarta cultural heritage. Over time the Filateli Building then changed functions and experienced the unproductivity of a historic building. Until PT Ruang Kreatif Pos which is a private company in collaboration with PT Pos Indonesia by converting the Filateli Building into a productive building again with the use of the Adaptive Reuse concept. According to Austin (1988) adaptive reuse is an alternative to protecting and preserving historic buildings with steps to convert them to benefit the community and the area itself. That way unproductive historic buildings can be reused and see how utility management efforts in using the adaptive reuse concept. After the development through the adaptive reuse concept, Filateli Building is again productive and well utilized. The results of this study aim to determine the results of the use of the adaptive reuse concept on historic buildings and see what changes and what does not change from the Filateli Building when using Adaptive reuse, this study also looks at how successful the use of the adaptive reuse concept on historic buildings, success is seen from all indicators of the Filateli Building which has changed into Pos Bloc.</em></p> <p><strong><em>Keywords: adaptive reuse; commercial; management; Pos Bloc</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Pos Bloc merupakan sebuah ruang publik yang terdapat area komersial didalamnya yang berada di Jakarata Pusat, sebelum menjadi Pos Bloc dulunya adalah Gedung Filateli tempat kantor pos pada zaman penjajahan Belanda, Gedung Filateli ini juga melayani pelayanan filateli, sampai kemudian bangunan ini ditetapkan sebagai bangunan sejarah dan masuk kedalam bagian dari cagar budaya DKI Jakarta. Seiring waktu Gedung Filateli kemudian berganti-ganti fungsi dan mengalami ketidakproduktifan sebuah bangunan bersejarah. Hingga PT Ruang Kreatif Pos yang merupakan perusahaan swasta berkerja sama dengan PT Pos Indonesia dengan mengalihfungsikan Gedung Filateli tersebut menjadi produktif kembali dengan penggunaan konsep adaptive reuse. Menurut Austin (1988), adaptive reuse merupakan alternatif untuk melindungi dan menjaga bangunan bersejarah dengan langkah mengalihfungsikan yang bermanfaat bagi masyarakat dan kawasan itu sendiri. Dengan begitu bangunan-bangunan bersejarah yang tidak produktif dapat dimanfaatkan kembali dan melihat bagaimana upaya pengelolaan utilitas dalam menggunakan konsep adaptive reuse. Setelah dilakukannya pengembangan melalui konsep adaptive reuse, Gedung Filateli kembali produktif dan termanfaatkan dengan baik. Hasil studi ini bertujuan untuk mengetahui hasil dari penggunaan konsep adaptive reuse terhadap bangunan bersejarah dan melihat perubahan apa saja dan yang tidak berubah dari Gedung Filateli tersebut saat penggunaan adaptive reuse, studi ini juga melihat bagaimana keberhasilan dari penggunaan konsep adaptive reuse terhadap bangunan bersejarah, keberhasilan dilihat dari segala indikator terhadap Gedung Filateli yang telah beruabah menjadi Pos Bloc.</p> Viando Insan Niscaya Lego Regina Suryadjaja Liong Ju Tjung Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 691 700 10.24912/stupa.v6i1.27512 STUDI TINGKAT KEPUASAN TERHADAP FASILITAS PEJALAN KAKI DI LOW EMISSION ZONE KOTA TUA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27513 <p><em>Jakarta Old Town is a cultural heritage area that has a long history with several revitalizations and has become a destination for local and foreign tourists. There are many cities around the world that have combined walkability with tourist destinations that prioritize pedestrians, a good level of walkability can increase comfort and safety for pedestrians using pedestrian facilities. However, there has been little research done in terms of the pedestrian expectations and satisfaction that addresses walking-related indicators in the low-emission zone of Old Town, a cultural heritage area. The main objective of this study is to identify the expectations and satisfaction levels of visitors walking in the Old Town Low Emission Zone with questionnaire questions using the Likert scale method in the respondent's perspective section using indicators related to pedestrian facilities ranging from accessibility, connectivity, continuity, safety, facilities, social benefits, economic benefits, and environmental benefits. Data from this research was collected through observation, government agencies, and 90 questionnaires that have been distributed to visitors who have experienced walking in the study area, namely the Old Town Low Emission Zone. After the analysis, the results show that visitors or pedestrians in the Old Town Low Emission Zone are overall satisfied with the pedestrian facilities in the Old Town Low Emission Zone but there are several variables that need to be improved so that visitors can feel even more satisfied in the future.</em></p> <p><strong><em>Keywords: low emission zone; old town; pedestrian; satisfaction</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Kota Tua Jakarta merupakan kawasan cagar budaya yang memiliki sejarah yang panjang dengan melewati beberapa kali revitalisasi dan sudah menjadi tujuan destinasi bagi wisatawan lokal maupun wisatawan luar negeri. Terdapat banyak kota-kota di dunia yang telah menggabungkan kemampuan berjalan kaki dengan tujuan wisata yang memprioritaskan pejalan Kaki. Tingkat kemampuan berjalan kaki yang baik dapat meningkatkan kenyamanan dan keamanan bagi pejalan kaki yang menggunakan fasilitas pejalan kaki. Meskipun demikian, tidak terdapat banyak penelitian yang dilakukan mengenai tingkat kepuasan pejalan kaki yang membahas indikator yang berhubungan dengan berjalan kaki di Zona Rendah Emisi Kota Tua, yang merupakan kawasan cagar budaya. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tingkat kepuasan pengunjung yang berjalan kaki di Zona Rendah Emisi Kota Tua dengan pertanyaan kuesioner yang menggunakan Skala Likert pada bagian perspektif responden yang menggunakan indikator yang berhubungan dengan fasilitas pejalan kaki mulai dari aksesibilitas, konektivitas, kontinuitas, keamanan, fasilitas, manfaat sosial, manfaat ekonomi, dan manfaat lingkungan. Data dari penelitian ini dikumpulkan melalui observasi, instansi pemerintah, dan 90 kuesioner yang telah dibagikan kepada pengunjung yang sudah mengalami berjalan kaki di area studi yaitu Zona Rendah Emisi Kota Tua. Setelah dilakukan analisis, hasil menunjukkan bahwa pengunjung atau pejalan kaki di Zona Rendah Emisi Kota Tua secara keseluruhan sudah merasa puas terhadap fasilitas pejalan kaki di Zona Rendah Emisi Kota Tua akan tetapi terdapat beberapa variabel yang perlu ditingkatkan agar pengunjung dapat merasa lebih puas lagi kedepannya.</p> Winston Wiyono Regina Suryadjaja Liong Ju Tjung Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 701 716 10.24912/stupa.v6i1.27513 KAJIAN KARATERISTIK KORIDOR JALAN KEMANG RAYA SEBAGAI KORIDOR KOMERSIAL https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27514 <p>Kemang Raya Street corridor located in Mampang Prapatan District, South Jakarta, is one of the main corridors that supports activities in the Mampang Prapatan area. This road corridor is one of the connecting accesses because there are commercial activities, residences and public facilities so that the role of the corridor is very important for the sustainability of activities there. Land use in this corridor is dominated by retail and restaurants, so commercial activities in this corridor are crowded with people for work or just sightseeing. However, based on the results of observations, there are several problems with the physical condition of the corridor that need to be improved for the sustainability of commercial activities in this corridor, problems that exist in the corridor include several pedestrian points that are less well maintained and disturbed by street vendors and parking, the absence of cycling lanes, limited parking spaces in several shops and lack of public open space. This research is to improve corridor conditions on Kemang Raya Street based on the Commercial Corridor Strategy theory which consists of several characteristic factors that can be applied, namely (land use, mobility, parking, urban design and economic growth). Research uses an analysis method of qualitative descriptive, which will provide an explanation of the existing conditions of the Kemang Raya Street corridor and a comparative analysis that compares the characteristics of the existing conditions in this corridor.</p> <p><strong><em>Keywords: commercial; corridor; Kemang Raya Street</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Koridor Jalan Kemang Raya berlokasi di Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, yang mana merupakan salah satu koridor utama yang menopang kegiatan di kawasan Mampang Prapatan. Koridor jalan ini menjadi salah satu akses penghubung karena terdapat aktivitas komersial, hunian dan fasilitas umum sehingga peran koridor sangat penting untuk keberlangsung aktivitas disana. Penggunaan lahan di koridor ini didominasi jenis oleh retail dan restoran, sehingga kegiatan komersial di koridor ini ramai didatangi masyarakat untuk keperluan bekerja maupun sekedar jalan-jalan. Namun, berdasarkan hasil observasi, terdapat beberapa permasalahan pada kondisi fisik koridor yang perlu ditingkatkan untuk keberlangsungan aktivitas komersial di koridor ini, permasalahan yang ada pada koridor diantaranya beberapa titik pedestrian yang kurang terawat dan terganggu PKL dan parkir, tidak adanya jalur pesepeda, ruang parkir yang terbatas dibeberapa toko dan kurangnya ruang terbuka publik. Tujuan dari penelitian ini untuk meningkatkan kondisi koridor di Jalan Kemang Raya berdasarkan teori <em>Commercial Corridor Strategy</em> yang mana terdiri dari beberapa faktor karakteristik yang dapat diterapkan, yaitu (penggunaan lahan, mobilitas, parkir, <em>urban design</em> dan pertumbuhan ekonomi). Lalu penelitian menggunakan metode analisis jenis deskriptif kualitatif, dengan memberikan penjelasan tentang kondisi eksisting koridor Jalan Kemang Raya dan analisis komparatif yang membandingkan karateristik kondisi eksisting pada koridor ini menggunakan panduan <em>Commercial Coridor Strategy</em>, dan berdasarkan analisis dari panduan tersebut bahwa koridor Jalan Kemang Raya perlu dilakukan perbaikan di sejumlah titik pedestrian dan penambahan jalur pesepeda, penambahan lahan parkir, dan penambahan ruang untuk usaha informal PKL dan juga penambahan ruang terbuka publik di koridor Jalan Kemang Raya.</p> Eveline Alifah Hani Regina Suryadjaja Liong Ju Tjung Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 717 730 10.24912/stupa.v6i1.27514 STUDI MITIGASI BENCANA TSUNAMI PADA KAWASAN PERMUKIMAN PESISIR, KELURAHAN PASAR LAHEWA, KABUPATEN NIAS UTARA https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27515 <p>Indonesia, a country consisting of islands, has the second-longest coastline in the world. Generally, coastal areas in Indonesia serve as centers for economic and political activities, indicating that the development of a region begins here. More than half of the population of Indonesia resides in coastal areas, well-known for their location in a subduction zone with a high potential for earthquakes and volcanic eruptions. Regions such as the west coast of Sumatra and the south of Java have significant potential for megathrust earthquakes, as seen in the major earthquake in Aceh in 2004, resulting in a devastating tsunami in several neighboring countries. An example of a coastal area that can withstand the impact of tsunamis is Pasar Lahewa Village (Onrizal, 2009). This area did not experience significant damage from wave impacts due to the settlement's position, which does not directly face the sea and is protected by mangrove forests. Nevertheless, experts warn of the possibility of a major earthquake in the Nias Islands region in the next 100 years, with the potential for tsunamis reaching 12-25 meters. With population growth and the presence of ports as transportation hubs, Lahewa District has the potential to become more densely populated. Therefore, planning adaptive coastal settlement arrangements is crucial to face future disaster threats. This research aims to provide a detailed overview of the subjects and objects of the study in the field, using a descriptive method.</p> <p><strong><em>Keywords: coastal settlement; spatial planning; tsunami adaptation</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Indonesia, sebuah negara yang terdiri dari kepulauan, memiliki garis pantai kedua terpanjang di dunia. Pada umumnya, kawasan pesisir di Indonesia menjadi pusat aktivitas ekonomi dan politik, menandakan bahwa perkembangan suatu wilayah dimulai dari sini. Lebih dari setengah populasi penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir (Sompotan, 2010), terkenal karena letaknya di zona subduksi yang memiliki potensi tinggi untuk gempa bumi dan letusan gunung berapi. Kawasan seperti pantai barat Sumatera dan selatan Jawa memiliki potensi besar untuk gempa megathrust, seperti yang terjadi pada gempa besar di Aceh tahun 2004 yang menyebabkan tsunami dahsyat di sejumlah negara tetangga. Salah satu contoh kawasan pesisir yang dapat bertahan dari dampak tsunami adalah Kelurahan Pasar Lahewa. Wilayah ini tidak mengalami kerusakan signifikan akibat terjangan gelombang karena posisi permukiman tidak langsung menghadap laut dan dilindungi oleh hutan mangrove (Onrizal, 2009). Meskipun demikian, para ahli memperingatkan kemungkinan terjadinya gempa besar di wilayah Kepulauan Nias dalam 100 tahun ke depan, dengan potensi tsunami setinggi 12-25 meter (BPBD). Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan keberadaan pelabuhan sebagai pusat transportasi, Kecamatan Lahewa berpotensi menjadi lebih padat. Oleh karena itu, perencanaan penataan permukiman pesisir yang adaptif menjadi penting untuk menghadapi ancaman bencana di masa mendatang. Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran rinci tentang objek dan subjek penelitian di lapangan, dengan metode deskriptif.</p> Fransiska Lois Maria Baeha Suryono Herlambang Parino Rahardjo Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 731 744 10.24912/stupa.v6i1.27515 STUDI DESTINASI WISATA BUDAYA KAWASAN TRUSMI CIREBON https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27516 <p><em>The Trusmi Batik Center area is a tourist destination along the Sheikh Datul Kahfi, H. Abbas, and Trusmi roads, Weru District and Plered District, Cirebon Regency. There is a cultural value that develops in this area which is a form of cultural products that are preserved by local people who live in this District Weru and Plered, namely in the form of batik handicraft arts and local customs traditions, where the results of these cultural results become an attraction for a tourist destination, so that a tourist destination can be formed Trusmi Cirebon Batik Center Area. The attraction in this tourist destination is not only a place to sell batik, but there is also a training ground and a batik-making process that tourists can directly witness, there are historical building sites in the form of Ki Buyut Trusmi's tomb and batik cooperative buildings, and culinary tours are available, therefore this Trusmi area has the potential to be recognized and enjoyed by tourists to become a cultural tourism destination if this area is organized and managed optimally by lifting and developing cultural elements owned in the Trusmi area. The approach used in this study is with data collection methods and descriptive qualitative research methods. Based on its purpose, the implementation of this study is carried out to determine the elements of cultural elements in the Trusmi area that can be considered or become a proposal in conducting a plan for structuring tourist areas with the concept of art and cultural district and cultural heritage tourism.</em></p> <p><strong><em>Keywords: arrangment; cultural tourism area; Trusmi Batik Center </em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Kawasan Sentra Batik Trusmi merupakan salah satu destinasi wisata yang terletak di sepanjang Jalan Syekh Datul Kahfi, H. Abbas, dan Trusmi, Kecamatan Weru dan Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon. Terdapat nilai budaya yang berkembang di daerah ini yang merupakan bentuk dari hasil budaya yang dilestarikan oleh masyarakat lokal yang tinggal di Kecamatan Weru dan Plered yaitu berupa kesenian kerajinan tangan batik dan tradisi adat istiadat setempat, yang di mana hasil-hasil budaya tersebut menjadi daya tarik untuk sebuah destinasi wisata, sehingga dapat terbentuklah destinasi wisata Kawasan Sentra Batik Trusmi Cirebon. Daya tarik di destinasi wisata ini tidak hanya terdapat tempat penjualan batik, melainkan terdapat pula tempat pelatihan dan tempat proses pembuatan batik yang dapat langsung disaksikan oleh para wisatawan, terdapat situs bangunan bersejarah berupa makam Ki Buyut Trusmi dan bangunan koperasi batik, serta tersedia wisata kuliner, oleh karena itu kawasan Trusmi ini memiliki potensi untuk dikenal dan diminati oleh para wisatawan untuk dijadikan sebuah destinasi wisata budaya, apabila kawasan ini ditata dan dikelola dengan optimal dengan mengangkat dan mengembangkan unsur budaya yang dimiliki di kawasan Trusmi. Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah dengan metode pengumpulan data dan metode penelitian yang bersifat kualitatif deskriptif. Berdasarkan tujuannya pelaksanaan studi ini dilakukan untuk mengetahui unsur-unsur budaya yang ada di kawasan Trusmi yang dapat dipertimbangkan atau menjadi usulan dalam melakukan rencana penataan kawasan wisata dengan konsep <em>art and cultural district</em> serta <em>cultural heritage</em> <em>tourism</em>.</p> Kezia Debora Kamagi Suryono Herlambang Parino Rahardjo Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 745 760 10.24912/stupa.v6i1.27516 STUDI POTENSI PENGEMBANGAN WISATA PANTAI MATRAS https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27517 <p>Bangka Belitung Province is one of the provinces in Indonesia that is famous for its natural beauty, especially its beautiful beaches and has a stretch of white sand and is often visited by local and foreign tourists. The tourism sector is one of the sources of regional income. Matras Beach is one of the popular beaches in bangka district that is visited by many. Matras Beach has a length of 1.3 km with an existing land area of 19 Ha and a planning area of 23 Ha which is located in Matras Village, Sungailiat District, bangka district. Matras Beach is easily accessible to tourists and has natural potential such as freshwater streams, vegetation and white sand beaches that can be utilized as attractions. However, the physical condition also has several problems such as abrasion and tin mining activities in Matras Beach waters which often affect water quality and the beach area is still not well managed due to the lack of provision of facilities, facilities, infrastructure such as parking lots and also interesting activities on the beach still do not exist. Therefore, the purpose of this study is to determine the natural potential of Matras Beach and the arrangement of Matras Beach in order to make Matras Beach more organized, have attractiveness, provide adequate infrastructure facilities and have activity attractions that are in accordance with the standards and interests of Matras Beach tourists.</p> <p><strong><em>Keywords: beach; facilities; infrastructure; recreation</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Provinsi Bangka Belitung merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal dengan keindahan alamnya, terutama pantai-pantainya yang indah serta memiliki hamparan pasir putih dan kerap dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Sektor pariwisata menjadi salah satu sumber pendapatan daerah. Pantai Matras merupakan salah satu pantai popular di Kabupaten Bangka yang banyak sekali dikunjungi. Pantai Matras memiliki panjang mencapai 1,3 km dengan luas lahan eksisting 19 Ha dan luas perencanaan 23 Ha yang terletak di Kelurahan Matras, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka. Pantai Matras mudah diakses oleh wisatawan dan memiliki potensi alam seperti aliran air tawar, vegetasi serta pesisir pasir putih yang bisa dimanfaatkan sebagai daya tarik. Namun, pada kondisi fisiknya juga memiliki beberapa permasalahan seperti abrasi dan aktivitas pertambangan timah pada perairan Pantai Matras yang kerap mempengaruhi kualitas air serta kawasan pantai masih belum dikelola dengan baik karena kurangnya penyediaan fasilitas, sarana, prasarana seperti lahan parkir dan juga aktivitas menarik yang ada pada pantai tersebut masih belum ada. Maka dari itu, tujuan dari penelitian ini mengetahui potensi alam Pantai Matras dan mengajukan rekomendasi penataan Pantai Matras agar menjadikannya lebih tertata, memiliki daya tarik, memiliki fasilitas sarana prasarana yang mencukupi, serta memiliki atraksi aktivitas yang sesuai dengan standar dan minat dari wisatawan Pantai Matras.</p> Nabila Safa Aqila Suryono Herlambang Parino Rahardjo Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 761 774 10.24912/stupa.v6i1.27517 PENATAAN KAWASAN WISATA PANTAI TANJUNG PASIR, KABUPATEN TANGERANG, DENGAN KONSEP INTEGRASI KONSERVASI ALAM DAN PEMUKIMAN NELAYAN https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27518 <p><em>Tanjung Pasir Beach is a beach located in Tanjung Pasir Village, TelukNaga subdistrict, Tangerang Regency with an area of 75 hectares and has a coastline of 2km. The current condition of the Tanjung Pasir Beach area in Tangerang is still very simple, although efforts have been made to organize it. However, the condition of the beach is very dirty with rubbish strewn about and the lack of facilities means that tourism in this area is not optimal with a lack of interest in water tourism such as swimming in the sea. The natural potential contained in the study object is a natural resource which is the attraction and advantage of the study object, namely the conservation of mangrove forests, and this potential is also used as a means to prevent potential abrasion disasters which are vulnerable to coastal areas, and from This conservation can be used as a good potential for environmental tourism objects in coastal areas. The natural ecosystem in the study object contains aquatic fauna such as fish, shrimp, shellfish and crabs. Therefore, the main objective is to identify the Tanjung Pasir tourist attraction area and carry out a concept for restructuring the Tanjung Pasir beach which is in accordance with the existing potential and correcting existing problems, namely minimizing abrasion disasters. The results of this research are in the form of a master plan planning by looking at the existing potential to support tourism activities.</em></p> <p><strong><em>Keywords: nature conservation; arrangement; fishermen's settlements; beach tourism</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Pantai Tanjung Pasir merupakan pantai yang terletak di Kelurahan Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga Kabupaten Tangerang dengan luas 75 hektar dan memiliki garis pantai sepanjang 2km. Kondisi saat ini kawasan Pantai Tanjung Pasir Tangerang masih sangat sederhana, meskipun sudah terlihat adanya upaya penataan. Namun kondisi pantai yang ada sangat kotor akan sampah-sampah yang berserakan serta minimnya fasilitas yang membuat wisata di dalam kawasan ini tidak maksimal dengan kurangnya minat berwisata air seperti berenang di laut. Potensi alam yang terdapat pada objek studi merupakan sumber daya alam yang memang menjadi daya tarik dan kelebihan dari objek studi yaitu seperti adanya konservasi hutan <em>mangrove</em>, dan potensi ini juga dijadikan sebagai sarana untuk mencegah adanya potensi bencana abrasi yang memang rentan untuk daerah pesisir, dan dari konservasi ini bisa dijadikan potensi yang baik untuk objek wisata tentang lingkungan pada daerah pesisir. Ekosistem alam yang ada pada objek studi terdapat fauna <em>aquatic</em> seperti ikan, udang, kerang dan kepiting. Maka dari itu tujuan utama untuk mengidentifikasi pada kawasan objek wisata Tanjung Pasir serta melakukan konsep penataan kembali pada Pantai Tanjung Pasir yang memang sesuai dengan potensi yang ada serta memperbaiki permasalahan yang ada yaitu meminimalisir bencana abrasi. Hasil dari penelitian ini berupa <em>masterplan</em> perencanaan dengan melihat potensi yang ada untuk mendukung kegiatan wisata.</p> Rahmandani Alifian Darmawan Suryono Herlambang Parino Rahardjo B. Irwan Wipranata Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 775 786 10.24912/stupa.v6i1.27518 STUDI REVITALISASI KAWASAN WATERFRONT DEVELOPMENT SUNGAI SIAK SEBAGAI KAWASAN WISATA SEJARAH KOTA PEKANBARU https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27519 <p><em>Kampung Bandar Village, located in the Senapelan, is the origin of Pekanbaru City located on the banks of Siak River. This old city area did not escape the threat of rapid urbanization. This can be seen from the increasing number of unregulated, densely populated, slum dwellings, and the lack of public and government awareness in preserving historical heritage. The lack of potential use of Siak River bank land, the fading of the historical value of the area, and the decline in the environmental quality of the Siak River stream area are the main problems. This research aims to create a plan to revitalize the old city area of Pekanbaru into a historical cultural tourism area so that existing historical relics can be preserved and become the identity and character of Pekanbaru City. Considering its historical heritage, the old city area of Pekanbaru is expected to be the center of sustainable cultural, tourism, and economic activities. This study used qualitative methods with descriptive analysis. The need to arrange irregular, dense, and slum settlements on the banks of the Siak River by creating the Semak Line and the Siak River 5 meters away as a Green Open Space. In this study, researchers derived concepts for the arrangement of slum dwellings and the arrangement of areas of historical value.</em></p> <p><strong><em>Keywords : Siak River; spatial planning; tourism; urban heritage</em></strong></p> <p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p>Kelurahan Kampung Bandar yang berada di Kecamatan Senapelan Kota Pekanbaru ini merupakan cikal bakal Kota Pekanbaru yang terletak di tepi Sungai Siak. Kawasan kota tua ini tidak luput dengan ancaman perkembangan urbanisasi yang begitu pesat. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya pembangunan permukiman yang tidak tertata, padat dan kumuh, serta kurangnya kesadaran masyarakat maupun pemerintah dalam melestarikan warisan sejarah. Kurang potensialnya pemanfaatan lahan tepi Sungai Siak, mulai memudarnya nilai historis kawasan, dan penurunan kualitas lingkungan daerah aliran Sungai Siak menjadi permasalahan utama yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rancangan revitalisasi kawasan Kota Tua Pekanbaru menjadi sebuah kawasan wisata budaya sejarah agar peninggalan sejarah yang ada dapat dilestarikan, dan menjadi identitas serta karakter Kota Pekanbaru. Dengan mempertimbangkan warisan sejarahnya, kawasan Kota Tua Pekanbaru diharapkan dapat menjadi pusat kegiatan budaya, pariwisata, dan ekonomi berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis deskriptif. Perlunya penataan permukiman tidak tertata, padat, dan kumuh di tepi Sungai Siak dengan membuat garis sempadan Sungai Siak sejauh 5 meter sebagai ruang terbuka hijau. Pada penelitian ini, peneliti mendapatkan konsep untuk penataan permukiman kumuh dan penataan kawasan yang memiliki nilai historis.</p> Fidy Nita Fauras Suryono Herlambang B. Irwan Wipranata Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 787 800 10.24912/stupa.v6i1.27519 STUDI ADAPTASI BANJIR DI PERMUKIMAN TEPIAN SUNGAI DI KAWASAN TELUK GONG https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27520 <p><em>Floods are disasters caused by nature or man-made, floods caused by nature such as continuous high-intensity rain, overflowing river water so that it enters the area and water sent from higher locations while floods caused by man-made such as canals blocked water is caused by careless dumping of rubbish, residential construction on riverbanks and the lack of water catchment areas caused by land use conversion. However, floods in the city of Jakarta contain natural and artificial elements, where the artificial elements are due to population growth which continues to increase so that residential development also increases which causes limited space, resulting in the conversion of land use for residential construction, this causes the area's inability to absorb water. The location of the area is in Kelurahan Pejagalan which is between Kali Angke and Kanal Banjir Barat, especially on the banks of the Kali Angke which are full of buildings and residential construction on embankments which causes damage to the embankments which is one of the potential causes of flooding in the area, while the banks of KBB are different from the edge of the Kali Angke which is without any buildings. So, the study of the Teluk Gong area, which is located between the Kali Angke and Kali KBB, aims to determine water runoff in the area using rational method and the causes of flooding in the area. The writing method is used using a qualitative approach with a description of the descriptive method with data collection techniques through surveys, literature studies, journals, books, and information from the internet.</em></p> <p><strong><em>Keywords: flood; riverfront; water runoff; settlement</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Banjir merupakan bencana yang disebabkan oleh alam maupun buatan manusia, banjir yang disebabkan oleh alam seperti hujan dengan intensitas tinggi tanpa henti, meluapnya air sungai sehingga masuk ke dalam kawasan dan air kiriman yang berasal dari lokasi yang lebih tinggi sedangkan banjir yang disebabkan buatan manusia seperti saluran air yang tersumbat disebabkan pembuangan sampah sembarangan, pembangunan hunian di tepi sungai dan minimnya daerah resapan air yang disebabkan pengalihfungsian dari penggunaan lahan. Namun banjir pada Kota Jakarta terdapat unsur alam dan buatan yang di mana unsur buatan dikarenakan pertambahan penduduk yang terus bertambah sehingga pembangunan hunian ikut bertambah yang menyebabkan keterbatasan tempat sehingga adanya pengalihfungsian dari penggunaan lahan untuk pembangunan hunian, Hal tersebut menyebabkan ketidakmampuan kawasan dalam menyerap air. Lokasi kawasan terletak di Kelurahan Pejagalan yang berada di antara Kali Angke dan Kanal Banjir Barat, khususnya pada tepian Kali Angke yang penuh dengan bangunan serta pembangunan hunian di atas tanggul yang menyebabkan kerusakan tanggul yang merupakan salah satu potensi penyebab banjir pada kawasan sedangkan tepi Kali KBB berbeda dengan tepi Kali Angke yang kondisinya tanpa ada bangunan. Maka studi kawasan Teluk Gong yang terletak di antara Kali Angke dan KBB bertujuan untuk mengetahui limpasan air pada kawasan dengan metode rasional dan penyebab dari banjir di Kawasan. Metode penulisan digunakan menggunakan pendekatan kualitatif dengan penjabaran metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui survei, studi literatur, jurnal, buku dan informasi berasal dari internet.</p> Thomas Gilbert Suryono Herlambang B. Irwan Wipranata Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 801 812 10.24912/stupa.v6i1.27520 STUDI KARAKTERISTIK JALUR PEJALAN KAKI JALAN SENOPATI SEBAGAI KORIDOR KOMERSIAL KOTA DI JAKARTA SELATAN https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27521 <p><em>Senopati Street corridor is a 1.4 km long road in Kebayoran Baru that connects Jalan Jenderal Sudirman with the Mampang Prapatan area and is dominated by commercial buildings in the form of cafeterias and restaurants for the middle to upper class which triggers quite high vehicle mobility. High visitor mobility needs to be supported by safer and more comfortable pedestrian paths to support activities in the corridor as an active public space. One of the impacts of high visitor mobility is that pedestrian paths are misused so that they cannot function optimally as supporting public spaces for corridors. Based on the Neighborhood Walkability Assessment, 11 ideal pedestrian path criteria variables exist. This research was conducted using a qualitative approach using descriptive methods and a quantitative approach using importance-performance analysis methods. Of the 11 variables for pedestrian routes, Jalan Senopati has met 5 variables, including Crosswalks, Pedestrian Blocks, Prioritized Connectivity, Access to Local Services, and Driveway Density. Through importance-performance analysis, 1 element that they feel dissatisfied with is the parking. The conclusion from the Cartesian diagram is that there are 4 quadrants with 2 of them being priorities. Quadrant II (Top Priority) is the parking and Quadrant III (Low Priority) is the public space. This is the basis for further arrangement of the pedestrian path on Senopati Street and requires collaboration from various stakeholders, such as the government, building owners/managers, and the community so that the pedestrian path on Senopati Street can give the impression of a lively and supportive public space—ongoing commercial activities.</em></p> <p><strong><em>Keywords: pedestrian path; Senopati Street; urban commercial corridor</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Koridor Jalan Senopati merupakan jalan sepanjang 1,4 km di Kebayoran Baru yang menjadi penghubung antara Jalan Jenderal Sudirman dengan kawasan Mampang Prapatan dan didominasi oleh bangunan komersial berupa kafetaria dan restoran kalangan menengah hingga atas yang memicu mobilitas kendaraan cukup tinggi. Adanya mobilitas pengunjung yang tinggi perlu didukung dengan jalur pejalan kaki yang lebih aman dan nyaman untuk mendukung aktivitas pada koridor sebagai ruang publik yang aktif. Salah satu dampak dari mobilitas pengunjung yang tinggi ialah terjadi penyalahgunaan jalur pejalan kaki sehingga tidak dapat berfungsi secara optimal sebagai ruang publik pendukung koridor. Berdasarkan <em>Neighborhood Walkability Assessment, </em>terdapat 11 variabel kriteria ideal jalur pejalan kaki. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif dan pendekatan kuantitatif dengan metode <em>importance performance analysis</em>. Dari 11 variabel jalur pejalan kaki, Jalan Senopati sudah memenuhi 5 variabel di antaranya penyebrangan, blok pejalan kaki, konektivitas yang dipriorotaskan, akses terhadap layanan lokal, dan kepadatan jalan masuk. Berdasarkan <em>Importance Performance Analysis</em>, didapat 1 elemen dirasa cukup yaitu parkir. Adapun kesimpulan dari diagram kartesius terdapat 4 kuadran dengan 2 kuadran di antaranya menjadi prioritas. Kuadran II (Prioritas Utama) yaitu parkir dan kuadran III (Prioritas Rendah) yaitu ruang publik. Hal tersebut menjadi dasar untuk dilakukan penataan lebih lanjut pada jalur pejalan kaki di Jalan Senopati serta dibutuhkan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan, seperti pemerintah, pemilik/pengelola bangun, dan masyarakat agar jalur pejalan kaki di Jalan Senopati dapat memberi kesan sebagai ruang publik yang hidup serta mendukung aktivitas komersial yang berlangsung.</p> Caesa Adhlianita Suryono Herlambang B. Irwan Wipranata Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 813 826 10.24912/stupa.v6i1.27521 STUDI KUALITAS KAWASAN JALUR PEJALAN KAKI DI AREA BERSEJARAH (KAWASAN KORIDOR JALAN JUANDA JAKARTA PUSAT) https://journal.untar.ac.id/index.php/jstupa/article/view/27522 <p><em>In an effort to support sustainability and increase the feeling of safety and comfort for pedestrians in the Ir. H. Juanda Central Jakarta, there are several aspects that are considered in this study, namely public transportation, pedestrians (including: pedestrian width, crossing points, complementary elements), parking. By increasing or improving the pedestrian paths in the Ir. H. Juanda Central Jakarta is expected to increase interest, comfort and safety for pedestrians passing by. Jalan Ir. H. Juanda, Central Jakarta, is a road with the collector road class in Gambir District, Central Jakarta. Gambir District, Central Jakarta is the busiest sub-district which is famous for Merdeka Square, a large grassy field which has the iconic building of the city of Jakarta, namely the National Monument or Monas. The diverse land uses on this road provide an interesting walking experience, because even though it is dominated by trade and services, buildings that have existed since ancient times are still maintained. Apart from that, the available public transportation gives us an easy option to reach this road. However, improving the quality of pedestrian paths in the Ir area. H. Juanda Central Jakarta is of special interest to be able to increase the comfort and safety of pedestrians and also so that people's interest in walking and using it can increase if the supporting facilities are paid attention to and improved.</em></p> <p><strong><em>Keywords: Historic buildings; pedestrian paths; public transportation transit</em></strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Pedestrian merupakan jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan sumbu jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan untuk menjamin keselamatan pejalan kaki yang bersangkutan.Pergerakan atau sirkulasi atau perpindahan orang atau manusia dari satu tempat ke titik asal (<em>origin</em>) ke tempat lain sebagai tujuan (<em>destination</em>). Dengan peningkatan atau perbaikan pada Jalur pedestrian di Kawasan Ir. H. Juanda Jakarta Pusat diharapakan dapat meningkatkan keamanan dan kenyamanan pejalan kaki yang melintas. Jalan Ir. H. Juanda Jakarta Pusat merupakan Jalan dengan kelas Jalan Kolektor yang berada pada Kecamatan Gambir Jakarta Pusat. Kecamatan Gambir Jakarta Pusat merupakan Kecamatan lokasi jalan Ir. H. Juanda berada. Penggunaan lahan yang beragam pada jalan ini memberikan pengalaman berjalan kaki yang menarik, dikarenakan didominasi Perdagangan dan Jasa. Bangunan yang ada sejak zaman dahulu tetap di pertahankan. Selain itu transportasi publik yang tersedia memberikan kita pilihan yang mudah untuk mencapai jalan ini. Peningkatan kualitas Pedestrian Kawasan Ir. H. Juanda Jakarta Pusat dapat meningkatkan keamanan dan kenyamanan pejalan kaki, namun harus dilakukan studi apakah keamanan dan kenyamanan dirasakan pejalan kaki yang melintas pada pedestrian ini. Tujuan Penelitian untuk mengetahui pengaruh perbaikan pedestrian terhadap kenyamanan dan kenyamanan pejalan kaki. Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode <em>Importance Perfomance Analysis</em>. Penelitian ini mendapatkan komponen yang harus ditingkatkan, serta menggunakan dapat meningkat jika fasilitas yang menunjang di perhatikan dan ditingkatkan.</p> Evan Yohanes Suryono Herlambang B. Irwan Wipranata Copyright (c) 2024 Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-04-30 2024-04-30 6 1 827 844 10.24912/stupa.v6i1.27522