RENCANA SABUK HIJAU TIMUR KOTABARU KEBAYORAN: KEBIJAKAN SETENGAH HATI? STUDI TENTANG TRANSFORMASI KAWASAN

Main Article Content

Glen Claudio
Erwin Fahmi

Abstract

Kebayoran new city was the first satellite city planned on the outskirts of post-world war II Jakarta. By applying the garden city concept, Kebayoran new city was planned to have green belt elements in the west and east to limit its growth. Along with the rapid development of the main axis of the City of Jakarta (Jl. Thamrin - Jl. Sudirman) after the transfer of sovereignty (1949) and the expansion of the administrative boundaries of the City of Jakarta, the newcity of Kebayoran has undergone a transformation and changes / adjustments to plans. One of the consequences, Kebayoran new city is no longer a satellite city as originally planned. The idea of a green belt in the eastern part also did not materialize as it should. This study aims to identify the enforcing and enabling factors for not realizing the idea of the eastern green belt of Kebayoran new city. The method used is a qualitative method with a case study approach. The research findings indicate that the enforcing factor for this failure is mainly government (central and regional) development policies after the transfer of sovereignty. Enabling factors are the fact that some parts of the area have not been acquired, and local government policies that allow or develop parts of the area for other functions. By knowing the enforcing and enabling factors above, this research is expected to be a lesson for planners and policy makers for the development of new cities in the future.

 

Keywords: government policies; green belt; Kebayoran Baru; urban transformation

 

ABSTRAK

Kota baru Kebayoran merupakan kota satelit pertama yang direncanakan di pinggiran Jakarta pasca kemerdekaan. Dengan menerapkan konsep garden city, kota baru Kebayoran direncanakan memiliki elemen sabuk hijau di bagian Barat dan Timur untuk membatasi pertumbuhannya. Seiring dengan perkembangan pesat poros utama Kota Jakarta  (Jl. Thamrin – Jl. Sudirman) pasca penyerahan kedaulatan (1949) dan meluasnya batas administratif Kota Jakarta, kota baru Kebayoran mengalami transformasi dan perubahan/penyesuaian rencana. Salah satu akibatnya, kota baru Kebayoran tidak lagi menjadi kota satelit seperti rencana awal. Gagasan sabuk hijau pada bagian Timur juga tidak terwujud sebagaimana mestinya. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor pendorong dan faktor pemungkin tidak terwujudnya gagasan sabuk hijau Timur kota baru Kebayoran. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Temuan penelitian menunjukkan bahwa faktor pendorong kegagalan tersebut terutama adalah kebijakan pembangunan pemerintah (Pusat dan Daerah) pasca penyerahan kedaulatan tersebut. Faktor pemungkin adalah kenyataan bahwa beberapa bagian kawasan belum diakuisisi, dan kebijakan pemerintah daerah yang mengijinkan atau mengembangkan bagian kawasan untuk fungsi lain. Dengan mengetahui faktor pendorong dan faktor pemungkin di atas, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi perencana dan pembuat kebijakan pembangunan kota baru di masa mendatang.

Article Details

Section
Articles

References

Akihary, H, N.P.( 2018). How to do research on the built environment in Indonesia, 1620-1950. 22 Februari.

Blackburn, S. (2011). Jakarta: Sejarah 400 Tahun. (terjemahan). Jakarta: Komunitas Bambu.

Boedhiarto, F. P. (2018). "Transformasi Fungsi dan Pola Ruang Kawasan Jalan Senopati dan Jalan Raya Suryo, Kebayoran Baru dan Pengaruhnya Pada Gentrifikasi". Tesis (tidak dipublikasikan). Jakarta: Magister Teknik Perencanaan, Universitas Tarumanagara.

Castles, L. (2007). Profil Etnik Jakarta. (terjemahan). Jakarta: Masup.

Claudio, G. (2019). “Sabuk Hijau Timur Kebayoran Baru: Kebijakan Setengah Hati? Kajian tentang Transformasi Kawasan”. Tesis (tidak dipublikasikan). Jakarta: Universitas Tarumanagara.

Pemerintah Provinsi DKI. (2016). Penataan Ruang Kawasan Kebayoran Baru. Jakarta: DKI Jakarta.

Hadinoto, K. (1950). Kebajoran a New Town Under Construction. Jakarta.

Hwayoung, et.al. (2018). “Understanding the Predisposing, Enabling, and Reinforcing Factors Influencing The Use of A Mobile-based HIV Management App: a real world usability evaluation”. International Journal of Medical Information, 2018 Sept; 117: 88-95

Lambert, C and Boddy, M. (2002). Transforming The City: Post Recession Gentrification and Reurbanization. Conference Upward Neighbourhood Trajectories: Gentrification in the New Century. 26-27 September. University of Glasgow

Miller, M. (1992). Raymond Unwin: Garden Cities and Town Planning. England: Leicester University.

Silver, C. (2008). Planning the Megacity: Jakarta in the Twentieth Century. New York: Routledge.

Stake, R. E. (1994). "Case Studies". Dalam Norman K. Denzin and Yvonna S. Lincoln (eds). Handbook of Qualitative Research. California: Sage Publications.

STIK PTIK. November (2019). http://www.stik-ptik.ac.id/.

Sudiro, M. (1953). Pembangunan Kotabaru Kebajoran. Jakarta: Kementerian Pekerdjaan Umum dan Tenaga.

Surjomihardjo, A. (1977). Pemekaran Kota Jakarta. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Unwin, R. (1929). Greater London Plan. London.

Yip, N. M. and Tran, H. A. (2016). Is ‘Gentrification’ an Analytically Useful Concept for Vietnam? A Case Study of Hanoi. In Urban Studies Vol 53 (3) 490-505