MANAJEMEN KONFLIK PADA ETNIS MELAYU BERDASARKAN BENTUK PERADILAN “PEKAT KATE” Studi di Desa Ambawang Kuala Kabupaten Kubu Raya

Main Article Content

Fatmawati Fatmawati

Abstract

Essentially, Malay ethnic has a pattern of social control or forms of conflict management based on local wisdom called Pekat kate (collective agreement). When a case occurs, residents of Ambawang Kuala Village prefer to settle it through the use of judiciary, because the resolution involves the element of justice. This study uses a descriptive method by analyzing the pattern of Malay ethnic justice in completing a case. The data collection of this research uses purvosive techniques, namely an informant involved in Pekat kate trial. The qualitative analysis of this study describes the justice mechanism of Pekat Kate. The results of the study explain the incident of when there is a problem of renting agricultural land between land owner, in this case the plaintiff, with the land tenant, in this case the defendant, in settling the case using the Pekat kate judiciary. The Pekat kate judiciary stages consist of the stage of Betandang ke-Tetue Kampong (reporting), the stage of Pekare Pekat Kate (judicial process), the stage of the oath pledge (oath) and the stage of procession of perce 'ae' cucor mawar (rose water splash). The pattern Pekat kate judiciary is more effective because it contains elements of religious beliefs (Islam), for those who are in litigation, in addition to being responsible for judicial decisions, must also account for it to God

Pada dasarnya etnis Melayu mempunyai pola pengendalian sosial atau bentuk bentuk manajemen konflik berdasarkan kearifan lokal yang dinamakan peradilan Pekat kate (kesepakatan bersama). Ketika terjadi suatu perkara warga Desa Ambawang Kuala lebih memilih penyelesaiannya menggunakan peradilan, karena penyelesaiannya mengandung unsur keadilan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan menganalisis pola peradilan Etnis Melayu dalam menyelesaian suatu perkara. Penjaringan data penelitian ini menggunakan teknik purvosif yakni informan yang terlibat dalam peradilan Pekat kate. Analisis kualitatif penelitian ini, mendeskripsikan mekanisme peradilan Pekat kate. Hasil penelitian menjelaskan ketika terjadi permasalahan sewa menyewa lahan pertanian antara pemilik lahan dalam hal ini penggugat dengan penyewa lahan dalam hal ini tergugat, dalam penyelesaian perkara  menggunakan peradilan Pekat kate. Tahapan peradilan Pekat kate terdiri tahapan Betandang ke-Tetue Kampong (melapor), tahapan Gelar Pekare Pekat Kate (proses peradilan), tahapan ikrar sumpah (pengucapan sumpah) dan tahapan prosesi perce’ ae’ cucor mawar (percikan Air awar). Pola peradilan Pekat kate lebh efektif karena mengandung unsur keyakinan agama (Islam), bagi mereka yang berpekara, selain bertanggungjawab terhadap putusan peradilan, selain itu harus mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan.

Article Details

Section
Articles

References

Atok, K. & Sinju, B. (2010). Menemukan jalan transformasi konflik di kalimantan barat. Pontianak. Stain Press Pontianak.

Al Rasyid, M. H. (2015). Manajemen bencana sosial. Akar Konflik Sosial. Jurnal Madani, Edisi 2. Hal 1-10.

Ardiantio, E. & Bambang, Q-Anes, (2007). Filsafat komunikasi. Bandung: Sembiosa Rekatama Media.

Fatmawati (2011). Reorientasi Kehidupan Sosial dalam Membangun Harmonisasi Antar Etnik Di Kalimantan Barat. Pontianak: Stain Press Pontianak.

Fukuyama, F. (2002). Trust: Kabajikan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran. Terjemahan oleh Ruslani. Yogyakarta: Qalam.

Habib, A. (2004). Konflik antar etnik di pedesaan. Yogyakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara.

Ife, J. & Tesoriero, F. (2008). Alternatif pengembangan masyarakat di era globalisasi. community development. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muhadjir, N. (2000). Metodologi penelitian kualitatif. edisi ketiga. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Narwoko, D. & Suyanto, B. (2006). Sosiologi teks pengantar dan terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Susan, N. (2009). Soiologi konflik isu-isu konflik kontemporer. Jakarta: Kencana Media Group.

Afif, M. (2014). Model manajemen konflik dalam pengelolaan kebun binatang surabaya. Jurnal Kebinajan Manajemen Publik. 1(1). Pebruari 2014. ISSN 2303. 341-X. Diakses tanggal 2 September 2017

Aprianto, T.C. (2009). Manakala Konflik Berkepanjangan harus Diselesaikan: Kasus Konflik Perkebunan Kejatek Jember. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 13(1). Juli 2009 (71-90). ISSN 1410-4046.

Riri, A.(2015). Penyelesaian konflik pelaksanaan tanggungjawab perusahaan perkebunan terhadap hak masyarakat sekitar atas pembangunan kebun di kab. landak. Kalbar. (e-journal.uajy.ac.id/7479/1/Jurnal.pdf ). Diakses tanggal 22 Mei 2016

Nutfa, M.& Sakaria, A. (2015). Membangun kembali perdamaian: Rekonsiliasi konflik komunal berbasis trust. Jurnal. Kritis. 1(1) 133-143.

Wijaya, A. (2009). Manajemen Konflik Sosial dalam Masyarakat Nelayan. Studi Kasus Pertentangan dan Pertikaian 5 di Kelurahan Pasar Bengkulu dengan Nelayan Modern di Kelurahan Kandang Kota Bengkulu. Jurnal Wacana, I(2). 351-367.