GAMBARAN LOVE LANGUAGE PADA DEWASA AWAL KORBAN BROKEN HOME
Main Article Content
Abstract
Love language merupakan konsep yang dijelaskan oleh Chapman (1992) sebagai ekspresi cinta yang memiliki lima bentuk yaitu: (a) word of affirmation, (b) quality time, (c) receiving gifts, (d) act of service, dan (e) physical touch. Pertama kali love language terbentuk di lingkungan keluarga dengan pengalaman kasih sayang dari orang tua. Chapman dan Campbell (2016) menyebutkan bahwa anak yang kurang mendapatkan kasih sayang juga mengembangkan love language namun dalam bentuk yang menyimpang. Tidak ada penjelasan lebih lanjut akan bentuk love language yang menyimpang tersebut. Jika menyebutkan keluarga yang kurang kasih sayang salah satu contohnya adalah broken home yaitu keluarga dengan keretakan. Anak dalam keluarga broken home mengalami dampak buruk karena kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tua. Anak korban broken home jadi diliputi dengan perasaan negatif dan sulit mengekspresikan perasaannya. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif dan alat ukur love language scale hasil adaptasi Surijah dan Septiarly (2016). Teknik purposive sampling digunakan untuk mendapatkan responden dengan kriteria khusus yaitu berusia 20-40 tahun dan pernah mengalami broken home di usia 1-19 tahun. Peneliti mendapatkan 380 responden yang menunjukkan love language scale berada pada kategori sedang dengan bentuk love language terbanyak adalah word of affirmation. Responden dengan bentuk love language word of affirmation mengekspresikan kasih sayang dengan kata-kata seperti apresiasi, pujian, dan dukungan. Ditemukan juga bahwa tidak ada perbedaan signifikan hasil skor love language berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan.
Article Details
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
This work is licensed under a Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.References
Aditama, N.P. (2018). Perbandingan tingkat kedisiplinan antara anak keluarga broken home dan non broken home di madrasah mu’allimin muhammadiyah yogyakarta [Skripsi]. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Chaplin, J. P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Rajagrafindo Persada.
Chapman, G. D. (1992). The five love languages: How to express heartfelt commitment to your mate. Northfield Publishing.
Chapman, G. D., & Campbell, R. (2016). The five love languages of children: The secret of loving children effectively (E. C. Newenhuyse, Ed.). Moody Publishers. (Karya original terbit 1997)
Goode, W. J. (2007). Sosiologi keluarga. Bumi Aksara.
Hadinata, C., & Sahrani, R. (2021). The role of perceived social support towards stress in early adulthood during pandemic covid-19. Advances in Health Sciences Research, 41. 10.2991/ahsr.k.211130.030
Helmawati, P. K. (2014). Pendidikan Keluarga (Teoritis dan Praktis). Remaja Rosdakarya.
Lie, F., Ardini, P. P., Utoyo, S., & Juniarti, Y. (2019). Tumbuh kembang anak broken home. Jurnal Pelita Paud 4(1), 114-123. DOI: https://doi.org/10.33222/pelitapaud.v4i1.841
Massa, N., Rahman, M., & Napu, Y. (2020). Dampak keluarga broken home terhadap perilaku sosial anak. Jambura Journal of Community Empowerment 1(1), 1-12. DOI: https://doi.org/10.37411/jjce.v1i1.92
Massang, B., Manoppo, F. K., & Mamonto, H. (2022). Penanaman Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini Melalui Bahasa Cinta. Al-Madrasah: Jurnal Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah, 6(1), 170-180. DOI: http://dx.doi.org/10.35931/am.v6i1.899
Nasya, E., Sahrani, R., & Basaria, D. (2021). Gambaran attachment anak dengan orang tua di era perkembangan teknologi dilihat dari persepsi anak (studi pada siswa-siswi SD X). Provitae Jurnal Psikologi Pendidikan 14(2), 101-120.
Qisthy, L., Sahrani, R., & Dewi, F. I. R. (2023). Rasa syukur, dukungan sosial dan kesejahteraan guru di masa pandemi. Jurnal psikologi, 16(1), 54-62. doi: https://doi.org/10.35760/psi.2023.v16i1.7543
Rasyadi, A. W., & Sahrani, R. (2019). Peran dukungan sosial dan strategi coping terhadap self efficacy pada korban cyberbullying. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, 3(2), 413-422. https://doi.org/10.24912/jmishumsen.v3i2.6007
Surijah, E. A., & Septiarly, Y. L. (2016). Construct validation of five love languages. Anima Indonesian Psychological Journal, 31(2), 65-76. DOI: https://doi.org/10.24123/aipj.v31i2.565
Syamsu, Y. (2004). Psikologi perkembangan anak & remaja. Remaja Rosdakarya.
Wijaya, I. N., Sahrani, R., & Dewi, F. I. R. (2020). Peran dukungan sosial orangtua, teman sebaya, dan guru terhadap school well-being siswa pesantren x. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, 4(1), 234-244. https://doi.org/10.24912/ jmishumsen.v4i1.7538
Willis, S. S.. 2008. Konseling Keluarga. Alfa Beta.