SANKSI TINDAK PIDANA KORUPSI BANTUAN SOSIAL COVID-19 DALAM PERSPEKTIF TEORI PEMIDANAAN

Main Article Content

Shintamy Nesyicha Syahril
Gunardi Lie

Abstract

Sanctions are something that is needed in crime prevention. Sanctions are closely related to the purpose of punishment. Sanctions can be interpreted as a gift, and can also be interpreted as a misery. Sanctions can be in the form of social sanctions or criminal sanctions. Social sanctions are sanctions given by the community to perpetrators of crimes, these sanctions can be in the form of insults. Then, criminal sanctions are sanctions given by the state to perpetrators of crimes and have been formulated in a law. In Indonesia, sanctions are often interpreted as punishments received by someone if they commit a disgraceful act. The relationship between sanctions and the purpose of punishment lies in a retaliation and a deterrent effect felt by the perpetrators of the crime. Basically, the criminal sanctions given by the court to the perpetrators of crimes will always coincide with the social sanctions they receive. This year, there is a sanction for criminal convictions against perpetrators of corruption related to cases of corruption in social assistance during the Covid-19 Pandemic. The judge made a decision that was enough to reap the pros and cons of the community. Sanctions as a countermeasure for a crime in the future are considered ineffective in eradicating corruption so that of course it is not in line with the purpose of punishment itself. The judge considers that the social sanctions that have been received by the perpetrators affect the criminal sanctions he gets. Judges should be able to distinguish between social sanctions that are definitely given by the community to corruptors and criminal sanctions that should be carried out in accordance with the legislation considering that this corruption crime is carried out when the country is facing a crisis.

 

Sanksi merupakan suatu hal yang dibutuhkan dalam penanggulangan pidana. Sanksi berkaitan erat dengan tujuan pemidanaan. Sanksi dapat diartikan sebagai suatu hadiah, dan juga dapat diartikan sebagai suatu kesengsaraan. Sanksi dapat berupa sanksi sosial dan juga sanksi pidana. Sanksi sosial merupakan sanksi yang diberikan masyarakat kepada pelaku kejahatan, sanksi tersebut dapat berupa hinaan ataupun cacian. Kemudian, sanksi pidana merupakan sanksi yang diberikan oleh negara kepada pelaku kejahatan dan telah dirumuskan dalam suatu undang-undang. Di Indonesia, sanksi sering kali diartikan sebagai hukuman yang diterima seseorang apabila melakukan suatu perbuatan tercela. Keterkaitan sanksi dan tujuan pemidanaan terletak pada suatu pembalasan serta efek jera yang dirasakan oleh pelaku kejahatan. Pada dasarnya sanksi pidana yang diberikan oleh pengadilan kepada pelaku kejahatan akan selalu bersamaan dengan sanksi sosial yang diterimanya. Pada tahun ini, terdapat suatu sanksi atas vonis pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi terkait dengan kasus korupsi bantuan sosial pada saat Pandemi Covid-19. Hakim membuat suatu putusan yang cukup menuai pro-kontra masyarakat. Sanksi sebagai suatu penanggulangan suatu kejahatan di masa yang akan datang dinilai tidak efektif dalam memberantas korupsi sehingga tentu saja tidak sejalan dengan tujuan pemidanaan itu sendiri. Hakim mempertimbangkan bahwa sanksi sosial yang telah diterima oleh pelaku mempengaruhi sanksi pidana yang didapatnya. Seharusnya hakim dapat membedakan antara sanksi sosial sudah pasti diberikan oleh masyarakat kepada koruptor dan sanksi pidana yang sudah semestinya dijalankan sesuai dengan perundang-undangan mengingat tindak pidana korupsi ini dilakukan saat negara mengalami krisis.

Article Details

Section
Articles

References

Friyanto, Dwija. (2009). Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia. PT Refika Aditama , Bandung.

Samosir, Djisman. (2012). Sekelumit Tentang Penologi Dan Permasyarakatan. Nuansa Aulia, Bandung.

Hiariej, Eddy O. S. (2016). Prinsip-Prinsip Hukum Pidana Edisi Revisi. Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta.

Kanter, E.Y. dan S.R. Sianturi. (1982). Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Alumni AHMPTHM , Jakarta.

Raharjo, Satjipto. (2000). Ilmu Hukum. PT. Citra Aditya Bakti , Bandung.

Wiswayana, Wishnu Mahendra. (2020). Pandemi Dan Tantangan Ketahanan Nasional Indonesia: Sebuah Tinjauan Kritis. Jurnal Kajian Lemhannas RI, Edisi 43 (September 2020), 4.

Alfiyah, Ninik. (2021). Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Korupsibantuan Sosialidi Masa Kedaruratan Pandemicovid-19. Jurnal Education And Development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan, Vol.9 No.2, 378.

Ifrani. (2017). Tindak Pidana Korupsi Sebagai Kejahatan Luar Biasa. Al’Adl, Volume IX Nomor 3, 321.

Lusiana, Launa Dan Hayu. (2021). Potensi Korupsi Dana Bansos Di Masa Pandemi Covid-19. Majalah Semi Ilmiah Populer Komunikasi Massa, Vol. 2 No.1, 7.

Bungsu, Agung Pangeran. (2019). Citra KPK Pada Kasus Menteri Juliari Batubara (Analisis Wacana Kritis Fairclogh). Ishlah: Jurnal Ilmu Ushuluddin, Adab dan Dakwah, 1 (2), 155.

Kawengian, Alttya. (2018). Implementasi Kebijakan Pemerintah tentang Alokasi Dana Desa. Eksekutif Jurnal Jurusan Ilmu Pemerintahan Vol. 1 No. 1, 3

Elviandri. (2019). Quo Vadis Negara Kesejahteraan: Meneguhkan Ideologi Welfare State Negara Hukum Kesejahteraan Indonesia. Mimbar Hukum, Volume 31, Nomor 2, 259.

Hikmawati, Puteri. (2016). Pidana Pengawasan Sebagai Pengganti Pidana Bersyarat Menuju Keadilan Restoratif. Negara Hukum, Vol.7 No. 1, 74.

Irmawanti, Noveria Devy . (2021). Tujuan dan Pedoman Pemidanaan Dalam Rangka Pembaharuan Sistem Pemidanaan Hukum Pidana. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Volume 3, Nomor 2, 224.

Erwiningsih, Winahyu. (1995). Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Wanita. Jurnal Hukum, No.3 Vol. 1, 23.

Elviandri et. al, (2019). Quo Vadis Negara Kesejahteraan: Meneguhkan Ideologi Welfare State Negara Hukum Kesejahteraan Indonesia. Mimbar Hukum, Volume 31, Nomor 2, 259.