PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PERKAWINAN ANAK BAGI REMAJA DAN KARANG TARUNA KELURAHAN LIMO KOTA DEPOK

Main Article Content

Kayus Kayowuan Lewoleba
Mulyadi Mulyadi
Satino Satino
Liva Wadillah

Abstract

The problem of early marriage or child marriage is not a new problem in Indonesia and for countries in the world. Underage marriage is considered a serious problem because it raises controversy in society, not only in Indonesia but also a global issue. According to the Council of Foreign Relations, Indonesia is one of the ten countries in the world with the highest absolute number of child marriages and the second highest in ASEAN after Cambodia. It is estimated that one in five girls in Indonesia are married before they reach 18 years of age. In 2018 in Indonesia, 1 in 9 girls aged 20-24 were married before the age of 18, commonly known as child marriage. Child age should be a period for physical, emotional and social development before entering adulthood. The practice of child marriage is related to the fact that child marriage violates children's human rights, limiting their choices and opportunities. Every child has the right to survive, grow and develop as well as the right to protection from violence and discrimination as mandated in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. The selection of the Limo Village area as a partner area is due to the physical condition of the Limo area which is adjacent to UPNVJ, but more than that the selection of this location is because as a real contribution, the campus cares for the problems that occur in the community. The method of activity in this community service is carried out online because it coincides with the implementation of the Covid-19 Emergency PPKM, in the form of counseling on the topic "Prevention and Prevention of Child Marriage for Youth and Youth Organizations". The results of this community service activity, the participants became open to understanding and insight into the impact of early marriage, the role of parents to supervise adolescent children, especially in association so that children avoid promiscuity which results in pregnancy outside marriage. The importance of providing access in the form of convenience for children, especially girls, to gain knowledge about reproductive health and sex education so that children have the ability to take care of themselves. Other factors such as socio-cultural aspects, customs and religion contribute to the widespread practice of child marriage in certain areas.


Masalah  perkawinan  usia  dini    atau perkawinan usia anak bukan merupakan masalah yang baru di Indonesia dan bagi negara-negara di dunia. Perkawinan di bawah umur dinilai menjadi masalah  serius  karena  memunculkan  kontroversi  di  masyarakat,  tidak  hanya  di Indonesia namun juga menjadi isu global. Menurut  Council of Foreign  Relations,  Indonesia  merupakan  salah  satu  dari  sepuluh  negara  di  dunia  dengan angka absolut tertinggi perkawinan anak dan  tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja. Diperkirakan satu dari lima anak perempuan di Indonesia menikah sebelum mereka mencapai 18 tahun.Pada tahun 2018 di Indonesia, 1 dari 9 anak perempuan berusia 20-24 tahun menikah sebelum usia 18 tahun, lazim disebut perkawinan anak. Seharusnya usia anak merupakan masa bagi perkembangan fisik, emosional dan sosial sebelum memasuki masa dewasa. Praktik perkawinan anak berkaitan dengan fakta bahwa perkawinan anak melanggar hak asasi anak, membatasi pilihan serta peluang mereka. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.   Pemilihan wilayah Kelurahan Limo sebagai  wilayah mitra karena kondisi wilayah Limo  yang berdekatan dengan UPNVJ secara fisik, namun lebih dari itu  pemilihan  lokasi ini karena sebagai kontribusi nyata, kepedulian  kampus terhadap masalah-masalah yang terjadi di masyarakat . Adapun metode kegiatan dalam pengabdian masyarakat ini adalah   dilakukan secara daring karena bertepatan dengan pemberlakuan  PPKM Darurat Covid-19, berupa penyuluhan dengan topik “Penaggulangan dan Pencegahan Perkawinan Anak Bagi  Remaja dan Karang Taruna “ . Hasil dari kegiatan pengabdian masyarakat ini para peserta  menjadi terbuka  pemahaman dan wawasannya akan dampak dari pernikahan dini, peran dari orang tua untuk melakukan pengawasan terhadap anak-anak remaja terutama dalam pergaulan agar anak-anak terhindar dari pergaulan bebas yang  mengakibatkan trejadinya kehamilan diluar nikah.  Pentingnya memberikan akses berupa kemudahan kepada anak-anak  terutama anak perempuan untuk mendapatkan  pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan pendidikan seks  agar anak-anak mempunyai kemmapuan  menjaga diri. Faktor lain seperti  aspek sosial budaya, adat istiadat dan agama  memberi kontribusi terhadap maraknya praktek pernikahan usia anak pada beberapa wilayah tertentu.


Article Details

Section
Articles

References

Dewi Candraningrum, Anita Dhewy, Andi Musbul Pratiwi ‘ Takut Akan Zina , Pendidikan Rendah Dan Kemiskinan ; Status Anak Perempuan Dalam Pernikahan Anak di Sukabumi Jawa Barat. Jurnal Perempuan Vol 21 No. 1 Februari 2016.

Djamilah, Reni Kartikawati, Dampak Perkawinan Anak di Indonesia. JURNAL STUDI PEMUDA Vol. 3, No. 1, Mei 2014

ECPAT Internasional 2006 “ Tanya Jawab Tentang Eksploitasi Seksual Komersil Anak (Perkawinan Anak ) . Edisi Kedua 2006. Restu Printing Indonesia,

ECPAT Indonesia 2016 “ Global Studi On Sexuak Ekploitation Of Children In Travel and Tourism, Country Specifik Report Harian Umum Kompas Selasa 20 April 2021 “Perkawinan Anak Kesehatan Reproduksi Makin Terancam”

UNICEF, 2018 Child Marriage : Lates Trends and Future Prospects

Undang-Undang N0 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Zulfiani, Kajian Hukum Terhadap Perkawinan Anak Di Bawah Umur Menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun. Jurnal Hukum Samudra Keadilan Volume 12, Nomor 2, Juli-Desember 2017