REFLEKSI KRITIS PEMBANGUNAN BUDAYA PADA ERA ORDE BARU DAN REFORMASI

Main Article Content

Ignatius Roni Setyawan

Abstract

Berkaca pengalaman Orde Baru dan Reformasi yang terjadi disequilibrium antara aspek perkembangan dan konflik;  maka tulisan ini bermaksud menawarkan model empiris manajemen multibudaya. Intinya model ini akan mengarahkan proses refleksi kritis budaya menuju pada upaya peningkatan semangat multikulturalisme secara optimal. Pertimbangan sifat empiris dalam model ini adalah karena melalui tulisan ini diharapkan akan muncul banyak riset tentang manajemen multibudaya di Indonesia. Antara sub budaya di negara kita tidak perlu dipertentangkan; tetapi perlu dibangun komitmen mengoptimumkan multibudaya menjadi kekuatan besar untuk mencapai Bangunan Indonesia Baru. Komitmen bukan hanya sebatas semangat tetapi hendaknya menjadi gerakan nasional efektif. Seperti pada  era pemimpin saat kini yang makin menuntut tindakan nyata bukan hanya slogan. Kunci sukses dari model ini yang merupakan pemikiran Soerjanto Poespowardojo ternyata terletak pada keseimbangan (equilibrium) antara maksimisasi aspek perkembangan (kemajuan) dan minimisasi  aspek konflik.

 

Reflecting on the situation during New Order and the Era of Reformation where disequilibrium between aspects of development and conflict occurred, this paper offers an empirical model of multicultural management. In short, this model directs the process of cultural critical reflection towards an effort to optimally encourage the spirit of multiculturalism. The decision regarding the empirical nature of this model was made because through this paper, it is hoped that this will lead to further research about multicultural management in Indonesia. There is no need for any conflict between the many subcultures of Indonesia; however, there is a need for a commitment to optimize multiculturalism as a major force to achieve the Bangunan Indonesia Baru. Commitment is not mere enthusiasm, but it can serve as an effective national movement as seen in modern leadership today that demand concrete action. The key to success of this model, which is Soerjanto Poespowardojo's idea, lies in the equilibrium between the maximization of developmental aspect (progress) and the minimization of conflict aspect.

Article Details

Section
Articles
Author Biography

Ignatius Roni Setyawan, Faculty of Economics Tarumanagara University

Dpertment of Management

References

Abdullah, I. (2006), Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 71-79 dan 89.

Azra, A. (2006),”Pancasila dan Identitas Nasional Indonesia: Persepsi Multikulturalisme,” dalam Restorasi Pancasila: Mendamaikan Politik Identitas dan Modernitas, Makalah Prosiding Hari Kelahiran Pancasila, Jakarta: FISIP UI tanggal 31 Mei 2006, hal. 151-154.

Bertens, K. (2005), Etika, Jakarta: Gramedia.

Darsono (2006), Ekonomi Politik Globalisasi: Kajian Ekonomi Politik, Filsafat & Agama, Jakarta: Diadit Media, hal. 116 & 218.

Fay, B. (1996), Contemporary Philosophy of Social Science: A Multicultural Approach, Oxford: Blackwell

Forum Rektor Indonesia (2003), Hidup Berbangsa: Etika Multikultural, Simpul Jawa Timur, Universitas Surabaya, Mei 2003, hal. 104-106.

Hardiman, B.F. (2003), Melampaui Positivisme & Modernitas: Diskursus Filosofis tentang Metode Ilmiah dan Problem Modernitas, Yogyakarta: Kanisius, Cetakan ke-5, hal. 196-197 & 200-201.

Harrison, I.E. & S.P. Huntington (2006), Kebangiktan Peran Budaya: Bagaimana Nilai-Nilai Membentuk Kemajuan Manusia, Jakarta: LP3ES, hal. 176-180.

Hasbullah (2006), Social Capital: Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia, Jakarta: MRUnited Press, hal. 125-126.

Jary, D. & J. Jary (1991), "Multiculturalism" Dictionary of Sociology. New York: Harper, hal. 319.

Kawuryan, M.W. (2006), Tata Pemerintahan Negara Kertagama: Kraton Majapahit, Jakarta: Panti Pustaka.

Lajar, A.B. (2005),”Jaques Derida dan Perayaan Kemajemukan,” dalam Teori-Teori Kebudayaan oleh Sutrisno, M. & H. Putranto, Yogyakarta: Kanisius, hal. 173-174.

Nugroho, A.A. & A. Cahayani (2003), Multtkulturalisme dalam Bisnis, Jakarta: Grasindo, hal. 2.

Rajab, B. (2005),”Strategi Mengelola Konflik: Indonesia, Negara-Bangsa Majemuk yang Timpang,” Kompas, Edisi Sabtu 19 Nopember 2005, hal. 14

Setiadi,E.M., H.K.A Hikam & R.Effendi (2006), Ilmu Sosial & Budaya Dasar, Jakarta:Kencana.

Siagian, S.P. (2006), Manajemen Internasional, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 72-76.

Soerjanto,P. (1984),”Refleksi Budaya Mengenai Pembangunan Nasional,” Pidato Ilmiah Dies Natalis UI ke-25 tanggal 2 Februari 1984,hal. 1-20. (Sumber Utama)

Suparlan, P. (2001a), "Bhinneka Tunggal Ika: Keanekaragaman Sukubangsa atau Kebudayaan? Makalah disampaikan dalam Seminar "Menuju Indonesia Baru". Perhimpunan Indonesia Baru - Asosiasi Antropologi Indonesia. Yogyakarta, 16 Agustus 2001.

Suparlan, P. (2001b), "Indonesia Baru Dalam Perspektif Multikulturalisme" Harian Media Indonesia, 10 Desember 2001

Suparlan, P. (2002), ”Menuju Masyarakat Indonesia yang Multibudaya” Simposium Internasional Bali ke-3, Jurnal Antropologi Indonesia, Denpasar Bali, 16-21 Juli 2002; diakses dari Sumber: http://www.scripps.ohiou.edu/news/cmdd/artikel_ps.htm

Watson, C.W. (2000), Multiculturalism, Buckingham-Philadelphia: Open University Press.

Wrihatnolo,R.R. & R.Nugroho (2006), Manajemen Pembangunan Indonesia: Sebuah Pengantar dan Panduan, Jakarta: Elex Media, hal. 34 dan 62.

Yuliati, U. (2006), Manajemen Internasional: Sebuah Tinjauan Umum Sumber Daya Manusia, Malang: Universitas Muhamadiyah Malang, hal.52.